Eceng gondok merupakan gulma yang tumbuh liar di sungai dan lahan rawa serta menimbulkan kerugian. Namun selain kerugian yang ditimbulkan, ada potensi yang menguntungkan, misalnya sebagai sumber pupuk organik. Gulma air ini mengadung zat-zat penting yang dapat menyuburkan tanah. Seperti humat, kalsium, asam sianida dll. Humat meupakan senyawa itu menhasilkan fotohormon yang mampu mempercepat pertumbuhan akar tanaman. Selain itu eceng gondok juga mengandung asam sianida, triterpeniod, alkaloid dan kaya kalsium.
Mengolah pupuk organik berbahan eceng gondok sangatlah mudah, proses pembuatannya dapat dipercepat, dengan cara menambahkan beberapa dekomposer (misalkan Em-4) yang banyak dijual di toko pertanian. Eceng gondok dicacah kasar (bisa dicampurkan dekomposer) kemudian didiamkan selama empat hari dan ditutup terpal plastik. Setelah empat hari, pupuk organik siap digunakan. Biasanya digunakan untuk pemupukan beragam jenis sayuran, diantaranya seledri, bawang daun, tomat, cabai, terong, dan tanaman palawija lainnya.
Eceng gondok hidup mengapung di cairan dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya lebih kurang 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berwujud oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berwujud bulir, kelopaknya berwujud tabung. Bijinya berwujud bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.[1]
Habitat
Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, arus cairan yang lambat, danau, tempat penampungan cairan dan sungai. Tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian cairan, arus cairan, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam cairan.[3] Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama diakibatkan oleh cairan yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika Barat, di mana eceng gondok akan lebih sepanjang musim hujan dan menjadi kurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.[3]
Akhir suatu peristiwa Negatif
Kolam yang dipenuhi eceng gondok yang sedang berbunga
Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok selang lain:
- Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya cairan melalui daun-daun tanaman), sebab daun-daunnya yang luas dan serta pertumbuhannya yang cepat.
- Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga mengakibatkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam cairan (DO: Dissolved Oxygens).
- Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya babak pendangkalan.
- Mengganggu lalu lintas (transportasi) cairan, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya.
- Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
- Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Penanggulangan
Sebab eceng gondok dianggap sbg gulma yang mengganggu maka bermacam metode dilakukan untuk menanggulanginya. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya selang lain:
- Memakai herbisida
- Mengangkat eceng gondok tersebut secara langsung dari lingkungan perairan
- Memakai predator (hewan sbg pemakan eceng gondok), salah satunya yaitu dengan memakai ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella) atau ikan koan. Ikan grass carp memakan akar eceng gondok, sehingga keseimbangan gulma di permukaan cairan hilang, daunnya menyentuh permukaan cairan sehingga terjadi dekomposisi dan yang belakang sekali dimakan ikan. Metode ini pernah dilakukan di danau Kerinci dan berhasil mengatasi eceng gondok di danau tersebut.[4]
- Menggunakan eceng gondok tersebut, misalnya sbg bahan pembuatan kertas, kompos, biogas[5], perabotan[6], kerajinan tangan, sbg media pertumbuhan bagi jamur merang, dsb-nya.
Pembersih Polutan Logam Berat
Sungai yang dipenuhi eceng gondok
Walaupun eceng gondok dianggap sbg gulma di perairan, tetapi sebenarnya beliau berperan dalam menangkap polutan logam berat. Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok oleh peneliti Indonesia ditengahnya oleh Widyanto dan Susilo (1977) yang melaporkan dalam waktu 24 jam eceng gondok bisa menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diresap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun sampai 51,85 prosen.[7]