Apa penyebab harga tbs anjlok saat ini

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga tandan buah segar (TBS) sawit di Indonesia semakin jatuh pascapelarangan ekspor crude palm oil (CPO). Menurut Serikat Petani Indonesia (SPI), harga TBS sawit anjlok, bahkan saat ini harganya makin turun jadi Rp 600 per kilogram di Pasaman Barat, Sumatera Barat.

Wakil ketua Komisi IV DPR RI Fraksi PKB, Daniel Johan mengatakan, pemerintah perlu mengambil tindakan untuk menyelamatkan petani yang terdampak akibat harga TBS sawit anjlok saat ini.

Pasalnya, harga sawit yang saat ini hampir tidak memiliki harga berdampak pada nasib sehari-hari para petani.

"Pemerintah harus segera menyelamatkan para petani ini, harus bertanggung jawab atas kerugian petani, ini tidak lepas dari efek kebijakan yang diambil," ujar Daniel kepada Kompas.com, ditulis Minggu (26/6/2022).

Baca juga: Harga TBS Anjlok, Pemerintah Diminta Memperhatikan Nasib Petani Sawit Kecil

Salah satunya dengan memanfaatkan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk menyerap sawit milik petani agar harga TBS sawit yang anjlok kembali normal.

Kemudian untuk menormalkan kembali harga TBS sawit, pemerintah juga dapat mengatasi over supply minyak sawit mentah atau CPO saat ini dengan memanfaatkan stok CPO yang berlebih untuk campuran bahan bakar B30.

Daniel juga meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengawasi perusahaan agar tidak membeli TBS sawit dengan harga yang sesuai keinginan perusahaan.

"Harus ada pertemuan tripartite antara perusahaan, petani, pemerintah sehingga ada titik temu solusi bagi anjloknya harga," kata dia.

Baca juga: Harga TBS Sawit di Jambi Menyedihkan, Anjlok hingga Rp 700 Per Kg

Penyebab harga TBS sawit anjlok

Dia menjelaskan, ada beberapa faktor yang membuat harga TBS sawit anjlok saat ini. Salah satunya akibat harga CPO global yang mengalami penurunan sehingga berdampak pada harga pembelian oleh perusahaan.

Kemudian, turunnya harga TBS sawit merupakan dampak bola salju dari kebijakan-kebijakan sebelumnya, seperti pelarangan ekspor CPO yang akhirnya berdampak signifikan pada pabrik CPO nasional.

"Banyak pabrik CPO yang over supply, sehingga harga anjlok ditingkat petani, karena rendahnya daya serap pabrik untuk membeli TBS," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum SPI Henry mengatakan, harga TBS sawit di Pasaman Barat, Sumatera Barat sudah mencapai Rp 600 per kilogram.

"Ini sudah sangat luar biasa, sawit yang jadi komoditas ekspor seperti tidak ada harganya sama sekali," ujar Henry dalam siaran persnya dikutip Kompas.com, Jumat (24/6/2022).

Henry memaparkan, harga TBS sawit yang diterima para petani SPI di wilayah lain juga kompak mengalami tren penurunan yang signifikan.

"Bahkan di Tanjung Jabung Timur, harga TBS mencapai di bawah Rp 500 per kilogram kalau aksesnya jauh dari jalan. Ini kan sudah kelewatan. Laporan hari ini ada yang sampai Rp 300 per kilogram," sambungnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Apa penyebab harga tbs anjlok saat ini
Foto: Seorang pekerja berdiri saat menurunkan tandan buah segar untuk didistribusikan dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Kabupaten Kampar di provinsi Riau, Indonesia, Selasa (26/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, pemerintah telah meminta pelaku usaha membeli tandan buah segar (TBS) di harga minimal Rp1.600 per kg. Dan, berjanji akan terus menyosialisasikan hal itu kepada pengusaha.

Pernyataan itu disampaikan Zulhas saat bertemu Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Lampung di Desa Merak Batin, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Sabtu (9/7). Dalam keterangan tertulisnya, Zulhas mengatakan, pemerintah tengah mempercepat ekspor agar tangki segera kosong.

Hanya saja, petani menilai pernyataan Zulhas soal harga TBS tersebut ilegal.

"Keputusan Mendag itu ilegal. Karena tidak masuk akal sehat keputusannya itu dengan menetapkan Rp1600 per kg. Yang menentukan harga adalah tim penetapan harga berdasarkan harga pasar. Bukan keputusan menteri parpol," kata Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto kepada CNBC Indonesia, Senin (11/7/2022).

"Saya menaruh curiga, kalau misalnya harga TBS semestinya Rp2.500 per kg dan dengan arahan menteri itu semua perusahaan akan membeli buah petani jadi Rp1.600 per kg. Jadi apakah marginnya itu akan disetorkan ke partai politik untuk Pilpres? Ini perlu praduga, agar menteri ini nggak main-main," tukas Darto menambahkan.

Sebab, Darto menjelaskan, sistem penetapan harga tbs itu mengikuti harga pasar. Bukan keputusan pemerintah.

"Memang keputusan pemerintah sangat perlu ketika terjadi gejolak harga pasar dimana harga CPO (crude palm oil/ minyak sawit mentah) sangat turun sehingga akibatkan harga TBS petani ikut turun. Maka ambang batas bawah harga TBS perlu dilakukan. Nah, harga CPO saat ini tidak anjlok. Semestinya harga ambang batas itu tidak usah dibuat. Melainkan ikutin saja harga pasar," katanya.

Di sisi lain, imbuh dia, ada persoalan yang menyulitkan petani.

"Tidak ada pengawasan dan penegakan hukum kepada perusahaan besar raksasa itu (trader) yang membeli semua CPO dari perusahaan menengah dan kecil. Karena ruang itu tertutup atau tidak terbuka. Ruang itu harus dibongkar," ujarnya.

Dia mengatakan, pembelian yang tidak adil oleh perusahaan besar dari perusahaan kecil akan berdampak pada ketidakadilan juga bagi petani. Harga TBS petani akan dihargai tidak semestinya.

"Ini akibat oligopoli, pasar yang sangat tidak sehat. Pengawasan sangat perlu di sini, dan perlu audit itu disitu. Cek semua kontrak-kontrak pembelian CPO dari trader besar-besar itu ke perusahaan-perusahaan kecil," kata Darto.

"Kemendag perlu diganti kalau 100 hari kerja tidak berhasil atasi masalah ini," pungkas Darto.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Tegas! Bertemu Mentan, Zulhas Bilang Begini Soal Impor Pangan

(dce/dce)