Apa hukumnya murahiq anak mendekati baligh melakukan salat jumat jelaskan


    • AIR

      SOAL 69:
      Jika bagian bawah dari air sedikit (qalil) yang mengalir dari atas ke bawah tanpa tekanan terkena najâsah (najis), apakah bagian yang atas tetap suci ataukah tidak?

      JAWAB:
      Jika dapat dikatakan bahwa air tersebut mengalir dari atas ke bawah, maka bagian atas dari air tersebut adalah suci.


      SOAL 70:
      Ketika mencuci pakaian yang terkena najis (mutanajjis) dengan air banyak (katsir), apakah wajib memerasnya ataukah cukup bila tempat najis terendam di dalam air tersebut setelah terlebih dahulu najisnya dihilangkan?

      JAWAB:
      Cukup bila pakaian itu terendam di dalam air dan kemudian air tersebut keluar darinya, meskipun dengan digerakkan dalam air banyak (katsir), dan adapun pemerasan tidaklah disyaratkan.


      SOAL 71:
      Setelah mencuci kain yang terkena najis (mutanajjis) dengan air yang mengalir (jâri) atau air kurr, apakah wajib memerasnya di luar air tersebut agar menjadi suci ataukah ia bisa suci dengan diperas di dalamnya?

      JAWAB:
      Tidak disyaratkan memeras dalam mensucikan pakaian dan sebagainya dengan air yang mengalir atau air kurr, melainkan cukup melakukan perbuatan yang menyebabkan keluarnya air di dalamnya, sekalipun hanya menggerak-gerakkannya dengan keras, misalnya.


      SOAL 72:
      Ketika kami hendak mencuci permadani atau karpet yang terkena najis (mutanajjis) dengan air pipa yang bersambung ke kran, apakah ia menjadi suci begitu air pipa sampai ke tempat yang terkena najis, ataukah wajib memisahkan air bekas cucian (ghusâlah) dari tempat yang tekena najis tersebut?

      JAWAB:
      Dalam mensucikan dengan air pipa tidak disyaratkan memisahkan air bekas cucian (ghusalah) melainkan ia menjadi suci begitu air telah mencapai tempat yang terkena najis setelah benda najisnya hilang dan air cucian itu berpindah dari tempatnya dengan cara digosok pada saat bersambung dengan (sumber).


      SOAL 73:

      Apa hukum berwudhu dan mandi dengan air yang kental secara alamiyah, seperti air laut yang kental dikarenakan kandungan garamnya yang banyak, danau Urumiyeh (di Iran), misalnya, atau danau lain yang lebih kental?

      JAWAB:
      Hanya karena kentalnya air yang disebabkan oleh kandungan garam tidak membuatnya keluar dari kategori air murni (mutlaq). Dan tolok ukur dalam memberlakukan konsekuensi-konsekuensi syar’i bagi air murni (mutlaq) adalah pandangan umum (‘urf) yanng menganggapnya sebagai air murni (mutlaq).


      SOAL 74:
      Apakah untuk memberlakukan hukum-hukum air kurr wajib mengetahui dengan pasti bahwa air itu kurr atau cukup menganggapnya tetap kurr, karena sebelumnya telah diketahui demikian, seperti air di toilet kereta api dan lainnya?

      JAWAB:
      Jika ia telah dapat memastikan bahwa keadaan air tersebut sebelumnya telah mencapai kurr, maka ia diperbolehkan menganggapnya seperti keadaan semula.


      SOAL 75:
      Dalam Risâlah 'Amaliyah Imam Khomaini Qs, masalah 147, terdapat keterangan sebagai berikut: “Tidak wajib memperhatikan ucapan anak kecil yang mumayyiz (sudah dapat membedakan yang baik dan buruk) berkenaan dengan thahârah dan najâsah ( kesucian dan kenajisan) sampai ia mencapai usia baligh.” Fatwa ini merupakan sebuah taklif yang berat karena menyebabkan, misalnya, kedua orang tua wajib mensucikan anak lelakinya setiap kali usai buang air hingga mencapai usia 15 tahun. Maka apakah tugas keagamaan berkaitan dengan masalah ini?

      JAWAB:
      Ucapan anak kecil yang mendekati usia baligh (murahiq) dapat diperhitungkan (mu’tabar).


      SOAL 76:
      Kadang kala orang-orang menambahkan bahan-bahan tertentu kedalam air yang membuatnya berubah warna seperti susu. Apakah air ini tergolong tidak murni (mudhâf)? Dan apa hukum berwudhu dan mensucikan sesuatu dengan air tersebut?

      JAWAB:
      Hukum air mudhâf tidak belaku atasnya.

      SOAL 77:
      Apakah perbedaan antara air kurr dan air mengalir (jâri) berkaitan dengan pensucian?

      JAWAB:
      Tidak ada beda antara keduanya dalam hal tersebut.

      SOAL 78:
      Jika air garam (asin) dididihkan, sahkah berwudhu dengan air yang terkumpul dari uapnya?
      JAWAB:
      Jika air yang disuling dari air garam itu masih dapat disebut sebagai air murni (mutlaq), maka hukum-hukum air murni (mutlaq) berlaku atasnya.


      SOAL 79:
      Untuk mensucikan telapak kaki atau sepatu, seseorang harus berjalan lima belas langkah. Apakah ini berlaku setelah benda najis (najâsah) hilang ataukah tidak? Maka apakah telapak kaki atau sepatu menjadi suci bila benda najisnya hilang dengan berjalan lima belas langkah?

      JAWAB:
      Barang siapa yang telapak kakinya atau alas kakinya (sepatu/sandal) najis karena berjalan di atas tanah, maka ia akan suci dengan berjalaan kira-kira 10 langkah di atas jalan yang kering dan suci dan benda najisnya sudah hilang.


      SOAL 80:
      Apakah jalan-jalan berlantai dengan aspal dan bahan-bahan lainnya tergolong dari bumi yang dapat mensucikan sehingga berjalan kaki diatasnya dapat mensucikan bagian bawah telapak kaki?

      JAWAB:
      Bumi yang berlantai dengan aspal tidak dapat mensucikan bagian bawah telapak kaki, atau alas pelindung kaki seperti sandal.


      SOAL 81:
      Apakah matahari tergolong hal yang dapat mensucikan (muthahhirâh)? Jika ia tergolong muthahhirâh, apa syarat-syaratnya dalam mensucikan?

      JAWAB:
      Bumi dan segala sesuatu yang tidak berpindah seperti bangunan, segala sesuatu yang berhubungan dengan bangunan, dan benda yang terpasang di dalamnya, seperti kayu dan pintu dan benda serupa lainnya menjadi suci bila terkena sinar matahari setelah benda najisnya (najâsah) lenyap dan dengan syarat ketika terkena sinar matahari dalam keadaan basah.


      SOAL 82:
      Bagaimana mensucikan pakaian-pakaian yang terkena najis yang warnanya luntur dalam air ketika sedang disucikan?

      JAWAB:
      Jika lunturnya warna pakaian-pakaian itu tidak menyebabkan air menjadi mudhâf (tidak murni), maka pakaian tersebut menjadi suci dengan menuangkan air ke atasnya.


      SOAL 83:
      Ada seorang yang megisi air ke dalam sebuah bejana untuk mandi janâbah. Ketika sedang mandi, air menetes dari tubuhnya ke dalam bejana tersebut, apakah air itu tetap suci dalam kondisi demikian? Dan apakah ada masalah untuk menyempurnakan mandi dengan air tersebut?

      JAWAB:

      Jika air menetes ke dalam bejana dari bagian tubuh yang suci, maka ia suci, dan tidak ada masalah untuk menyempurnakan mandi dengan air itu.


      SOAL 84:
      Apakah bisa mensucikan oven yang dibangun dari tanah liat yang dibuat dengan menggunakan air yang terkena najis (mutanajjis)?

      JAWAB:
      Permukaan luarnya dapat disucikan dengan membasuh, dan cukup mensucikan permukaan luar oven yang digunakan untuk menempatkan adonan roti.


      SOAL 85:
      Apakah minyak najis tetap dalam kenajisannya setelah dilakukan analisis kimiawi terhadapnya sedemikian rupa, sehingga bendanya menyandang karakteristik baru, ataukah hukum istihâlah (transformasi) berlaku atasnya?

      JAWAB:
      Hanya dengan melakukan analisis kimiawi yang bisa memberikan karakteristik baru tidak cukup untuk mensucikan dan menghalalkan benda-benda najis atau benda-benda yang diambil dari hewan yang haram.


      SOAL 86:
      Di desa kami ada kamar mandi umum yang atapnya datar dan rata. Tetesan-tetesan yang berasal dari uap air mandi setelah menjadi dingin mengenai kepala orang yang mandi di dalamnya. Apakah tetesan-tetesan ini suci? Apakah mandi yang dilakukan seseorang setelah kejatuhan tetesan itu sah hukumnya?

      JAWAB:
      Uap air kamar mandi dihukumi suci, begitu juga tetesan-tetesan yang berasal darinya, dan tetesan yang mengenai badan tidak mengganggu keabsahan mandi dan tidak menajiskan.


      SOAL 87:
      Sesuai hasil riset ilmiah, percampuran air minum dengan bahan-bahan mineral yang tercemar dan bakteri-bakteri menyebabkan berat jenisnya mencapai 0,1 %. Kilang penyaringan mampu mengubah air limbah dan memisahkannya dari bahan-bahan dan bakteri-bakteri tersebut melalui proses fisikal, kimiawi, dan biologis, sehingga setelah melalui beberapa penyaringan dari beberapa aspek; fisikal (warna, rasa, dan aroma), dan dari aspek kimia (bahan-bahan mineral yang tercemar) dan dari aspek higinis (bakteri-bekteri yang merugikan dan telur-telur parasit), jauh lebih bersih dari air sungai dan air danau, terutama air yang digunakan untuk irigasi.
      Karena air limbah adalah air yang terkena najis (mutanajjis), apakah ia menjadi suci melalui proses tersebut di atas, dan hukum istihâlah (transformasi) berlaku atasnya, ataukah air yang dihasilkan dari proses penyaringan tersebut dihukumi najis?

      JAWAB:
      Istihâlah (transformasi) tidak terjadi hanya dengan pemisahan bahan-bahan mineral yang tercemar dan bakteri-bakteri dari air limbah, kecuali jika proses penyaringan dilakukan dengan cara penguapan kemudian mengubah uap menjadi air kembali. Tentu, hukum ini hanya berlaku atas air limbah yang terkena najis saja, dan belum tentu air limbah itu selalu terkena najis.


    • TAKHALLI (BERADA DI TOILET)

      SOAL 88:

      Kabilah-kabilah pengembara, terutama pada hari-hari perjalanan, tidak memiliki air yang cukup untuk mensucikan tempat keluarnya air kencing. Apakah cukup mensucikannya dengan kayu dan kerikil?

      JAWAB:
      Selain air, tidak ada benda yang dapat mensucikan tempat keluarnya air kencing. Jika tidak dapat mensucikannya dengan air, shalatnya (tetap) sah.


      SOAL 89:
      Apakah hukum mensucikan tempat keluarnya air kencing dan kotoran dengan air sedikit (qalil)?

      JAWAB:
      Untuk membersihkan tempat keluarnya air kencing cukup dengan membasuhnya dengan air satu kali, dan untuk mensucikan tempat keluarnya kotoran wajib membasuhnya sampai benda najis dan bekas-bekasnya hilang.


      SOAL 90:
      Biasanya, wajib bagi orang yang akan melakukan shalat melakukan istibrâ’ (mengusap dengan menekan alat kelamin) setelah kencing. Karena aurat saya terluka, maka ketika sedang melakukan istibrâ’, dan karena ditekan, darah keluar dan bercampur dengan air yang saya gunakan untuk bersuci. Akibatnya, menjadi najislah pakaian dan badan saya. Bila saya tidak melakukan istibrâ’, maka mungkin luka saya akan sembuh. Dapat dipastikan, akibat istibrâ’ dan pengerutan aurat, luka tersebut tidak akan sembuh. Jika keadaan demikian dibiarkan terus, maka luka tidak akan sembuh kecuali setelah tiga bulan. Maka saya ingin mendapatkan penjelasan Anda, apakah saya perlu istibrâ’ ataukah tidak?

      JAWAB:
      Istibrâ’ tidaklah wajib, bahkan jika menyebabkan mudharat tidak diperbolehkan. Namun demikian, jika setelah buang air kecil ia tidak melakukan istibrâ’, kemudian mengeluarkan cairan yang meragukan, maka cairan tersebut dihukumi sebagai air seni.


      SOAL 91:
      Setelah buang air kecil dan istibrâ’, tanpa sengaja terkadang keluar cairan yang mirip dengan air seni. Apakah ia suci ataukah najis? Jika secara kebetulan seorang menyadari peristiwa ini setelah beberapa waktu, maka apakah hukum shalatnya yang telah lalu? Dan apakah dimasa mendatang ia diwajibkan untuk memeriksa adanya cairan yang keluar tanpa sengaja ini?

      JAWAB:
      Cairan yang keluar setelah melakukan istibrâ’ dan diragukan apakah air seni atau bukan, maka ia tidak dihukumi sebagai air seni melainkan dianggap suci, dan tidak diwajibkan memeriksa dan mencari dalam kasus demikian.


      SOAL 92:
      Jika berkenan, kami mohon Anda menjelaskan cairan yang keluar dari manusia?

      JAWAB:
      Cairan yang terkadang keluar sesudah air mani disebut wadziy, dan yang kadang kala keluar setelah air seni disebut wadiy, dan yang terkadang keluar setelah bercumbu antara suami isteri disebut madziy, dan semuanya suci dan tidak membatalkan kesucian.


      SOAL 93:
      Sebuah closet (kursi atau jongkok) toilet dipasang menghadap ke arah berlawanan dengan arah yang kami yakini sebagai arah kiblat, setelah beberapa waktu kami ketahui bahwa arah kloset (kursi atau jongkok) tersebut terpaut antara 20-22 derajat dengan arah kiblat. Kami mohon Anda menjawab pertanyaan berikut; apakah wajib mengubah arah kursi tersebut ataukah tidak?

      JAWAB:
      Jika kadar penyimpangannya dari arah kiblat cukup untuk dapat disebut sebagai penyimpangan, maka tidak ada masalah dalam hal itu.


      SOAL 94:
      Saya punya penyakit pada saluran air seni. Setelah buang air kecil dan melakukan istibrâ’, air seni tidak berhenti, dan saya menemukan cairan. Saya telah berkonsultasi dengan dokter dan telah melaksanakan perintahnya, namun tidak membuahkan hasil. Apa tugas saya?

      JAWAB:
      Keraguan akan keluarnya air seni setelah melakukan istibrâ’ tidak perlu diperhatikan, seandainya Anda meyakini yang keluar itu adalah air seni yang menetes secara terus menerus, maka Anda wajib menjalankan tugas orang beser (maslus, orang yang tidak dapat menahan kencing) sebagaimana yang disebutkan dalam Risâlah 'Amaliyah Imam Khomaini Qs, selanjutnya tidak ada sesuatu yang wajib atas diri Anda.


      SOAL 95:
      Bagaimana cara melakukan istibrâ’ sebelum bersuci dari buang air (istinjâ’)?

      JAWAB:
      Tidak ada beda antara istibrâ’ yang dilakukan sebelum dan sesudah istinja’ dan mensucikan tempat keluarnya kotoran.


      SOAL 96:
      Untuk bekerja di sebagian perusahaan dan yayasan, seseorang diharuskan menjalani pemeriksaan-pemeriksaan kesehatan, di antaranya dengan membuka aurat. Apakah hal itu diperbolehkan ketika seseorang membutuhkan pekerjaan?

      JAWAB:
      Tidak boleh bagi seorang mukallaf menyingkap auratnya di hadapan penonton yang terhormat, meskipun kekaryawanannya bergantung pada hal itu, kecuali jika meninggalkan pekerjaan adalah sulit baginya dan ia terpaksa harus mendapatkannya.


      SOAL 97:
      Tempat keluarnya kencing menjadi suci dengan berapa kali cucian?

      JAWAB:
      Tempat keluarnya kencing agar dianggap suci berdasarkan ihtiyâth wajib, hendaknya dibasuh dua kali dengan air sedikit.


      SOAL 98:
      Bagaimana cara mensucikan tempat keluarnya kotoran belakang?

      JAWAB:
      Tempat kotoran belakang dapat disucikan dengan dua cara:
      a. Disiram dengan air sehingga benda najisnya hilang, dan setelah itu tidak ada kewajiban membasuhnya lagi.
      b. Benda najis dihilangkan dengan tiga batu yang suci, kain, atau sejenisnya. Jika dengan tiga batu benda najisnya belum hilang maka harus dihilangkan dengan batu yang lain sehingga benar-benar bersih (benda najisnya hilang). Boleh juga tiga batu/kain diganti dengan satu batu/kain, namun dilakukan pengusapan pada tiga sisi yang berbeda.


    • WUDHU’

      SOAL 99:
      Saya berwudhu dengan niat bersuci untuk shalat Maghrib, apakah saya boleh menyentuh al-Qur’an dan melakukan shalat Isya’?

      JAWAB:
      Setelah melaksanakan wudhu yang sah dan selama belum batal ia diperbolehkan melakukan sesuatu yang memerlukan kesucian (thahârah).


      SOAL 100:
      Seorang lelaki memasang rambut palsu (wig) di kepalanya. Jika dilepas, akan menyulitkan. Apakah saat berwudhu, ia boleh mengusap rambut palsunya itu?

      JAWAB:
      Tidak boleh mengusap rambut palsu, melainkan wajib melepasnya agar dapat mengusap kulit kepala, kecuali apabila menyulitkan dan memberatkan yang biasanya tidak dapat ditanggung.


      SOAL 101:
      Seorang berkata, bahwa ketika berwudhu diharuskan menuangkan air ke wajah sebanyak 2 gayung saja, sedangkan gayung yang ketiga membatalkan wudhu. Apakah ini benar?

      JAWAB:
      Kewajiban membasuh anggota wudhu' kali pertama hukumnya wajib, kali ke dua boleh, dan lebih dari itu tidak boleh (tidak masyru') Namun ukuran banyaknya basuhan tergantung niat si pelaku wudhu' itu sendiri, maka dari itu jika meniatkan basuhan pertama tidak ada masalah menuangkan air beberapa gayung.


      SOAL 102:
      Apakah boleh dalam wudhu dengan irtimâsi (memasukkan anggota wudhu ke dalam air) memasukkan tangan dan wajah ke dalam air beberapa kali, ataukah hanya dua kali?

      JAWAB:
      Diperbolehkan memasukkan wajah dan tangan ke dalam air dua kali; Kali pertama untuk pembasuhan wajib, dan yang ke dua boleh (jâiz). Namun wajib meniatkan pembasuhan kedua tangan ketika mengeluarkannya dari air agar dapat menggunakan air (sisa) wudhu untuk mengusap (mash).


      SOAL 103:
      Apakah minyak yang keluar dari tubuh secara alamiyah dan menutupi rambut atau kulit dianggap sebagai penghalang (hâjib, yang mengahalangi air wudhu untuk sampai ke kulit)?

      JAWAB:
      Tidak dianggap sebagai penghalang kecuali jika kadarnya (diyakini oleh mukallaf sebagai) dapat mencegah sampainya air ke kulit atau ke rambut.


      SOAL 104:
      Sejak beberapa waktu lalu saya tidak mengusap kedua kaki dari ujung jari, namun saya dulu mengusap permukaan luar kaki dan sebagian dari pangkal jari-jari. Apakah mengusap dengan cara demikian sah hukumnya? dan jika hal itu dianggap bermasalah, maka apakah wajib meng-qadha’ shalat yang telah saya lakukan ataukah tidak?

      JAWAB:
      Jika usapan tidak mencakup ujung jari-jari, maka wudhunya batal dan wajib mengqadha shalat-shalatnya.


      SOAL 105:

      Apakah yang dimaksud dengan ka’b (mata kaki) yang merupakan batas akhir mengusap kaki?

      JAWAB:
      Yang masyhur ka’b (mata kaki) adalah bagian yang menonjol dari bagian atas telapak kaki sampai pergelangan kaki yang biasa disebut (dalam bahasa Arab) sebagai “qubbah” bagian atas kaki. Namun, ihtiyâth yang tidak boleh ditinggalkan adalah meneruskan pengusapan hingga pergelangan kaki.


      SOAL 106:
      Apa hukumnya berwudhu di masjid-masjid, pos-pos perbatasan dan instansi-instansi yang dibangun oleh pemerintah di negara-negara muslim?

      JAWAB:
      Hal itu diperbolehkan dan tidak ada larangan secara syar’i.

      SOAL 107:
      Ada sebuah mata air yang terletak di sebuah tanah milik seseorang. Jika kami hendak menarik dan menyalurkan airnya dengan pipa ke daerah yang berjarak beberapa kilometer dari situ, maka pipa tersebut harus melewati tanah orang itu dan tanah orang-orang lain. Jika mereka tidak tidak merelakan, apakah boleh kita menggunakan air sumber itu untuk berwudhu, mandi dan pensucian-pensucian lainnya?

      JAWAB:
      Apabila mata air yang ada di pinggiran tanah dan di luar milik orang lain menjadi sumber secara alami dan sebelum mengaliri tanah disalurkan ke pipa dan pinggir tanah yang terdapat sumber didalamnya dan pinggir tanah-tanah lain digunakan sebagai tempat lewat pipa, maka tidak masalah dalam menggunakan air tersebut , selama hal itu menurut pandangan umum (‘urf ) tidak termasuk pelanggaran terhadap tanah yang terdapat mata air di dalamnya dan tanah orang-orang lain juga.


      SOAL 108:
      Tekanan air di daerah kami sangat rendah sehingga di lantai atas bangunan alirannya sangat lemah bahkan terkadang tidak sampai. Di lantai bawah juga alirannya sangat lemah. Sebagian tetangga memasang pompa, yang ketika dinyalakan, aliran air di lantai atas terputus, adapun di lantai bawah jika tidak berhenti maka tekanannya sangat lemah hingga terkadang tidak dapat dipergunakan. Dan kesulitan makin bertambah pada saat-saat wudhu dan mandi, dimana terkadang sama sekali tidak dapat menggunakan air. Apabila pompa tidak dihidupkan, semua orang dapat mempergunakan air tersebut untuk berwudhu, mandi dan untuk melakukan shalat. Di sisi lain, perusahaan air menentang pemasangan pompa dan jika menemukannya di sebuah rumah, maka akan memperingatkan pemiliknya, lalu mengenakan denda jika tidak mencabutnya. Atas dasar itulah kami mengajukan dua pertanyaan berikut:
      Apakah memasang pipa tersebut diperbolehkan menurut syariat?

      Jika tidak diperbolehkan, apakah hukum berwudhu dan mandi dalam keadaan pompa menyala?

      JAWAB:
      Memasang pompa dan memanfaatkannya dalam kasus yang ditanyakan tidak diperbolehkan. Sedangkan (keabsahan)mandi dan berwudhu dengannya diragukan.


      SOAL 109:
      Apa pendapat Anda tentang berwudhu sebelum masuk waktu (shalat)? dan dalam salah satu fatwa Anda yang mengatakan, bahwa, jika jarak waktu antara wudhu dan permulaan waktu shalat dekat, maka boleh shalat dengan wudhu tersebut. Apakah yang Anda maksud dengan jarak waktu dekat dengan awal waktu shalat itu?

      JAWAB:
      Tolok ukurnya adalah sesuai dengan anggapan umum (‘urf) tentang jarak waktu yang dekat dengan tibanya waktu shalat. Maka tidak masalah kalau ia berwudhu ketika itu untuk shalat (yang belum masuk waktunya tapi dekat).


      SOAL 110:
      Apakah dianjurkan bagi orang yang mengusap kaki dalam berwudhu untuk mengusap bagian bawah jari, yaitu bagian yang menyentuh bumi saat berjalan?

      JAWAB:
      Tempat mengusap adalah bagian atas telapak kaki dari ujung jari sampai ke pergelangan kaki, dan tidak ditetapkan anjuran (istihbâb) untuk mengusap bagian bawah jari-jari kaki.


      SOAL 111:
      Jika pelaku wudhu saat membasuh kedua tangan dan wajah dengan tujuan berwudhu membuka dan menutup kran air, maka apakah hukum (menyentuh (pipa yang basah)?

      JAWAB:
      Tidak masalah dan tidak mengganggu sahnya wudhu. Namun, apabila setelah selesai membasuh tangan kiri, dan sebelum mengusap dengannya ia meletakkan tangannya di atas kran yang basah maka keabsahan wudhunya diragukan, jika air wudhu di telapak tangannya bercampur dengan air luar.


      SOAL 112:
      Apakah untuk mengusap boleh menggunakan air selain wudhu'? Begitu juga apakah mengusap kepala harus dengan tangan kanan dan dari atas ke bawah?

      JAWAB:
      Mengusap kepala dan kaki diharuskan dengan sisa air wudhu' yang ada pada tangan. Jika tidak ada air yang tersisa, maka harus mengambil dari jenggot atau alis. Dan berdasarkan ihtiyâth mengusapharus dengan tangan kanan, namun tidak harus dari atas ke bawah.


      SOAL 113:
      Sebagian wanita mengklaim bahwa cat kuku tidak menghalangi wudhu, dan bahwa boleh mengusap kaos kaki yang transparan (dalam wudhu). Apa pendapat Anda?

      JAWAB:
      Jika cat kuku itu memiliki jerm (benda), maka akan menghalangi sampainya air ke kuku dan wudhunya batal. Adapun mengusap kaos kaki meskipun transparan tidak sah.


      SOAL 114:
      Apakah para cedera perang yang kehilangan kontrol terhadap air seninya (beser) dikarenakan menderita putus urat saraf tulang belakang (spinal cord) diperbolehkan ikut mendengarkan khutbah Jum’at serta mengikuti shalat Jum’at dan ‘Ashar dengan wudhu orang beser?

      JAWAB:
      Keikutsertaan dalam shalat Jum'at tidak ada masalah, namun karena mereka wajib segera memulai shalat tanpa jarak waktu, maka dari itu wudhu mereka sebelum khutbah Jum’at cukup untuk melakukan shalat Jum’at, jika mereka tidak mengalami hadats setelah wudhu.


      SOAL 115:
      Orang yang tidak mampu berwudhu bisa meminta seseorang mewakilinya untuk berwudhu, dan ia niat dan mengusap dengan tangannya sendiri, jika ia tidak mampu mengusap, maka yang mewakilinya mengambil dan mengusapkan tangannya. Jika tidak mampu melakukannya, maka wakil yang menggantikannya mengambil sisa air dari tangannya dan mengusapkannya. Jika yang diwakili tidak mempunyai tangan, apa hukumnya?

      JAWAB:
      Jika tidak mempunyai telapak tangan hendaknya ia mengambil sisa air dari lengan dan mengusapkannya, jika tidak mempunyai lengan, ia mengambil sisa air dari wajah dan mengusapkannya ke kepala dan kedua kakinya.


      SOAL 116:

      Di dekat tempat shalat Jum’at terdapat tempat untuk wudhu di lingkungan masjid jami’. Uang yang digunakan untuk airnya tidak dibayar dari anggaran masjid. Apakah boleh bagi jama’ah shalat Jum’at memanfaatkan air tempat wudhu tersebut ataukah tidak?

      JAWAB:
      Tidak ada masalah apabila airnya diperuntukkan untuk wudhu orang-orang yang shalat secara umum.


      SOAL 117:
      Apakah wudhu yang dilakukan sebelum shalat Dhuhur dan Ashar cukup untuk shalat Maghrib dan Isya’, mengingat ia belum melakukan apapun yang membatalkan selama itu, ataukah wajib niat dan wudhu sendiri-sendiri untuk setiap shalat?

      JAWAB:
      Tidak wajib melakukan wudhu untuk setiap shalat, melainkan boleh melakukan beberapa shalat dengan satu kali wudhu selama belum batal.


      SOAL 118:
      Bolehkah melakukan wudhu untuk melakukan shalat fardhu sebelum masuk waktunya?

      JAWAB:
      Tidak ada halangan berwudhu untuk melakukan shalat fardhu jika sudah hampir memasuki waktunya.


      SOAL 119:
      Kedua kaki saya lumpuh, karena itu saya berjalan dengan bantuan sepatu medis dan dua tongkat kayu. Karena tidak mungkin bagi saya dengan cara apapun melepas sepatu ketika akan berwudhu, maka mohon Anda menerangkan untuk saya taklif syar’i berkenaan dengan mengusap kedua kaki (dalam berwudhu)?

      JAWAB:
      Jika melepas sepatu untuk mengusap kaki sangat menyulitkan Anda, maka mengusapnya cukup dan sah?


      SOAL 120:
      Jika kami sampai di suatu tempat lalu mencari air di kejauhan beberapa farsakh dan kami temukan air yang kotor, apakah wajib bertayammum atau berwudhu dengan air itu?

      JAWAB:
      Jika air itu suci dan penggunaannya tidak membahayakan serta khawatir akan bahaya juga tidak ada, maka wajib berwudhu dengannya, dan dengan keberadaan air tersebut tidak boleh beralih kepada tayammum.


      SOAL 121:
      Apakah wudhu itu sendiri dianjurkan (mustahab), dan sahkah berwudhu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah (qurbah) sebelum tiba waktu shalat lalu memakainya untuk shalat?

      JAWAB:
      Wudhu dengan tujuan berada dalam keadaan suci adalah diutamakan (rajih) secara syar’i, dan boleh melakukan shalat dengan wudhu yang mustahab.


      SOAL 122:
      Bagaimana hukum orang yang selalu pergi ke masjid, shalat, membaca al-Qur’an dan berziarah kepada para maksum As, sedangkan ia selalu ragu dengan wudhunya?

      JAWAB:
      Ragu tentang kesucian setelah melakukan wudhu tidaklah diperhitungkan. Selama seorang tidak yakin bahwa wudhu’nya batal maka ia diperbolehkan bershalat dan membaca al-Qur’an, serta ziarah.


      SOAL 123:
      Apakah mengalirnya air ke setiap bagian tangan merupakan syarat bagi keabsahan wudhu ataukah cukup mengusapnya dengan tangan yang basah?

      JAWAB:
      Tolok ukur dalam membasuh adalah menyampaikan air ke seluruh bagian anggota meskipun dengan cara mengusap bagian tersebut dengan tangan, namun mengusap anggota wudhu' dengan tangan basah saja tidak cukup.


      SOAL 124:
      Apakah dalam mengusap kepala cukup dengan membasahi rambut saja, ataukah basahan tangan wajib mengenai kulit kepala?

      JAWAB:
      Mengusap kepala dapat dilakukan di atas kulit kepala atau rambut bagian depan, namun apabila rambut-rambut dari bagian lain berkumpul di bagian depan kepala atau rambut bagian depan sedemikian panjang sehingga terurai hingga di depan wajah atau kening, mengusap di bagian ini tidaklah mencukupi. Mengusap dibagian ini harus dilakukan dengan membelah dua rambut bagian atas kepala.


      SOAL 125:

      Bagaimana orang yang mengenakan rambut palsu (wig) mengusap kepalanya dalam wudhu'? Dan bagaimana kewajibannya dalam hal mandi?

      JAWAB:
      Apabila wig tersebut tertanam (melekat) dan tidak dapat dilepas atau menghilangkannya menyulitkan dan membahayakan serta dengan keberadaannya air tidak dapat sampai ke dalam kulit, maka cukup dengan mengusapnya. Hukum mandinya pun demikian.


      SOAL 126:
      Apa hukum memisahkan antara masing-masing anggota wudhu atau mandi dengan jarak waktu?

      JAWAB:
      Adanya jarak waktu (tidak berkesinambungan) dalam mandi tidak bermasalah, sedangkan dalam wudhu jika menunda penyempurnaan wudhu menyebabkan anggota yang sudah terlewati (yang sudah dibasuh atau diusap) kering, maka wudhunya batal.


      SOAL 127:
      Apa hukum wudhu dan shalat orang yang tidak dapat menahan angin (kentut) tapi dalam ukuran sedikit?

      JAWAB:
      Jika ia tidak mempunyai waktu untuk mempertahankan wudhunya sampai akhir shalat dan memperbarui wudhunya di tengah shalat menyulitkannya, maka diperbolehkan melakukan satu shalat dengan satu kali wudhu, yakni cukup dengan satu kali wudhu melakukan shalat sekali, meskipun wudhunya batal (buang angin) di pertengahan shalat.


      SOAL 128:
      Beberapa orang menempati sebuah komplek hunian, namun mereka enggan membayar biaya keamanan dan jasa-jasa lain yang mereka gunakan, seperti air dingin dan panas, air conditioning dan sebagainya. Apakah shalat dan puasa dan amal ibadah mereka yang membebankan tanggungan keuangan jasa-jasa tersebut pada tetangganya yang merasa keberatan dan tidak rela dianggap batal menurut syari’ah Islam?

      JAWAB:
      Secara syar’i masing-masing dari mereka berhutang sesuatu yang wajib mereka bayar atas biaya penggunaan sarana-sarana umum. Jika mereka memang bermaksud untuk tidak membayar biaya air dan tetap menggunakannya untuk wudhu dan mandi maka keabsahan keduanya diragukan, bahkan batal.


      SOAL 129:
      Seseorang mandi janâbah, dan 3 sampai 4 jam kemudian ia ingin melakukan shalat, namun tidak mengetahui apakah mandinya itu batal ataukah tidak. Apakah ada masalah ia berhati-hati dengan berwudhu ataukah tidak?

      JAWAB:
      Dengan asumsi tersebut di atas, wudhu tidaklah wajib, namun tidak ada halangan syar’i untuk berhati-hati (ihtiyâth).


      SOAL 130:
      Apakah anak kecil yang belum baligh dianggap muhdits (tidak suci) dengan hadats kecil? Bolehkah membiarkannya menyentuh tulisan Al-Qur’anul Karim?

      JAWAB:
      Ya, ia menjadi muhdits karena melakukan hal-hal yang menggugurkan wudhu, namun tidak diwajibkan atas para mukallaf melarang anak kecil menyentuh tulisan al-Qur’anul Karim.


      SOAL 131:
      Jika salah satu anggota dalam wudhu setelah dibasuh dan sebelum selesai wudhu terkena najis, apa hukumnya?

      JAWAB:
      Hal itu tidak mengganggu keabsahan wudhu, meskipun wajib mensucikan anggota (yang terkena najis) tersebut demi memperoleh kesucian dari najis (khabats) untuk melakukan shalat.


      SOAL 132:

      Apakah adanya beberapa tetes air di kaki ketika mengusapnya mengganggu sahnya wudhu?

      JAWAB:
      Wajib mengeringkan bagian yang diusap dalam wudhu dari tetesan-tetesan agar anggota yang mengusap (tangan pelaku wudhu, pen) berpengaruh pada anggota yang diusap (kaki, pen.), bukan sebaliknya.


      SOAL 133:
      Apakah kewajiban mengusap kaki kanan gugur jika tangan kanannya putus, misalnya?

      JAWAB:
      Tidak gugur, melainkan diwajibkan mengusap dengan tangan kiri.


      SOAL 134:
      Jika di salah satu anggota wudhu seseorang terdapat luka atau cedera patah tulang, bagaimana ia melaksanakan wudhunya ?

      JAWAB:
      Jika pada nggota wudhu' terdapat luka atau cedera patah tulang yang terbuka, namun air tidak membahayakan, maka bagian tersebut wajib dibasuh dengan air. Apabila penguunaan air akan membahayakannya, maka ia hanya wajib membasuh sekitarnya (anggota yang sehat saja, pen) dan jika mengusapkan tangan di atasnya tidak membahayakan, maka berdasarkan ihtiyâth hendaknya mengusapkan tangan di atasnya.


      SOAL 135:
      Jika pada anggota wudhu' yang wajib diusap terdapat luka, maka kewajiban apa yang harus dilakukan?

      JAWAB:
      Jika di atas luka tidak dapat diusap dengan tangan yang basah, maka ia harus ber-tayammum sebagai ganti dari wudhu', namun jika memungkinkan untuk meletakkan sehelai kain di atas yang luka dan diusap di atasnya, maka berdasarkan ihtiyâth hendaknya selain tayammum ia melakukan wudhu' dengan cara demikian.


      SOAL 136:
      Apa hukum orang yang tidak tahu bahwa wudhunya batal dan menyadari hal itu setelah selesai?

      JAWAB:
      Ia wajib mengulangi wudhunya dan mengulangi semua amal ibadahnya, yang disyaratkan dengan kesucian, seperti shalat.


      SOAL 137:
      Jika di salah satu anggota wudhu seseorang terdapat luka yang selalu mengalirkan darah meskipun dibalut dengan pembalut, bagaimana ia melaksanakan wudhunya?

      JAWAB:
      Ia wajib memilih menggunakan pembalut yang tidak tertembus oleh darah, seperti nilon.


      SOAL 138:
      Apakah mengeringkan air setelah wudhu makruh hukumnya, dan membiarkannya basah disunnahkan?

      JAWAB:
      Jika ia mengkhususkan sebuah saputangan atau sepotong kain untuk perbuatan itu, maka tidak ada masalah.


      SOAL 139:
      Apakah pewarna buatan (semir) yang biasa digunakan oleh para wanita mewarnai rambut dan alis mereka menghalangi air wudhu dan mandi ataukah tidak?

      JAWAB:
      Jika tidak berupa yang menghalangi sampainya air ke rambut dan hanya warna semata, maka wudhu dan mandinya sah.


      SOAL 140:
      Apakah tinta yang terdapat di tangan termasuk salah satu penghalang yang membatalkan wudhu?

      JAWAB:
      Jika ia berupa benda yang menghalangi sampainya air ke kulit, maka wudhunya batal, sedangkan penentuan terhadap subjek (tashkhish maudhu') berada di tangan mukallaf.


      SOAL 141:
      Jika basah air yang diusapkan pada kepala menyentuh basah air pada wajah apakah membatalkan wudhu?

      JAWAB:
      Dikarenakan mengusap kedua kaki diharuskan dengan menggunakan air wudhu yang tersisa di kedua telapak tangan, maka ia harus tidak melebihkan usapan pada kepala sampai mengenai bagian atas dahi sehingga menyentuh basah di wajah agar sisa air di tangan yang diperlukan untuk mengusap kaki tidak bercampur dengan air yang telah dibasuhkan pada wajah.


      SOAL 142:
      Apa yang mesti dilakukan oleh orang yang wudhunya memakan waktu melebihi tempo wudhu yang wajar digunakan oleh orang pada umumnya agar dapat memastikan bahwa angota-anggota yang wajib dalam wudhu telah terbasuh?

      JAWAB:
      Ia wajib menghindari rasa was-was. Agar setan putus asa darinya, ia harus mengabaikan was-was dan berusaha membatasi dirinya dengan melakukan sekadar yang wajib secara syar’i sebagaimana orang-orang lain.


      SOAL 143:
      Di salah satu bagian tubuh saya terdapat tato. Orang-orang mengatakan bahwa mandi, wudhu, dan shalat saya batal dan seakan bukan shalat. Mohon bimbingan Anda tentang masalah ini?

      JAWAB:
      Jika tato itu hanyalah berupa warna, atau ia telah masuk di bawah kulit dan di atas permukaan kulit tidak terdapat suatu benda yang menghalangi sampainya air, maka wudhu, mandi dan shalatnya sah.


      SOAL 144:
      Jika cairan yang tidak dapat dipastikan sebagai kencing atau mani keluar setelah melakukan kencing, istibrâ’ dan wudhu, apa hukumnya?

      JAWAB:
      Dalam contoh kasus yang ditanyakan, wajib melakukan wudhu dan mandi agar memperoleh kepastian thahârah (kesucian).


      SOAL 145:
      Kami mohon penjelasan tentang perbedaan antara wudhu pria dan wanita?

      JAWAB:
      Tidak ada beda antara wanita dan pria dalam perbuatan-perbuatan dan tata cara wudhu: Hanya saja disunahkan bagi pria membasuh kedua lengan dari bagian luar, sedangkan wanita disunahkan membasuh dari bagian dalam.


    • MENYENTUH NAMA-NAMA ALLAH DAN AYAT SUCI

      SOAL 146:

      Apa hukumnya menyentuh kata ganti yang merujuk kepada Allah, Maha Pencipta, seperti dalam kalimat “Dengan nama-Nya” (bismihi ta’ala)?

      JAWAB:
      Hukum kata “Allâh” (lafzhul jalâlah) tidak berlaku atas pronomina (kata gantinya).

      SOAL 147:
      Biasanya nama “Allah” ditulis dengan “A …” (Alif dan tiga titik), seperti tulisan “ayat A…” atau dengan “Ilah” (Alif, Lam dan Ha’). Apa hukumnya menyentuh kedua tulisan tersebut (Alif dan Ilah yang menggantikan kata Allah) bagi orang yang tidak berwudhu?

      JAWAB:
      Hukum kata “Allâh” (lafzhul jalâlah) tidak berlaku atas huruf Hamzah dan titik-titik (A…), maka dari itu boleh menyentuh kata tersebut (A...) tanpa wudhu'.


      SOAL 148:
      Saya bekerja di sebuah tempat dimana kata “Allâh” ditulis dengan “A…” (Hamzah dan tiga titik) dalam korespondensi mereka, apakah benar secara syar’i menulis dengan cara demikian sebagai ganti dari lafzhul jalâlah yang telah kami sebutkan?

      JAWAB:
      Secara syar’i, tidak ada halangan.

      SOAL 149:
      Apakah boleh menghindari penulisan lafzhul jalâlah (Allah) atau menulisnya “A…” (Hamzah dan tiga titik) hanya karena kemungkinan disentuh oleh tangan orang yang tidak berwudhu?

      JAWAB:
      Tidak ada larangan.

      SOAL 150:
      Paratunanetra meyentuh dengan jari-jari huruf timbul (braile) untuk tujuan membaca dan menulis. Apakah orang-orang buta diharuskan dalam keadaan berwudhu (suci) ketika sedang belajar membaca al-Qur’an l-Karim dan ketika menyentuh nama-nama suci yang tertulis dengan huruf timbul ataukah tidak?

      JAWAB:
      Huruf-huruf timbul yang merupakan simbol dari huruf-huruf asli, secara hukum, tidak seperti huruf-huruf yang asli. Dan menyentuh huruf-huruf timbul yang digunakan sebagai simbol-simbol bagi huruf-huruf al-Qur’an al-Karim dan nama-nama suci tidak memerlukan thahârah (kesucian) dari hadats.


      SOAL 151:
      Apa hukum menyentuh nama-nama orang, seperti Abdullah dan Habibullah oleh orang yang tidak berwudhu?

      JAWAB:
      Orang yang tidak suci tidak diperkenankan menyentuh lafzhul jalâlah, meskipun merupakan bagian sebuah kata majemuk.


      SOAL 152:
      Apakah boleh bagi wanita haidh (dalam keadaan menstruasi) memakai kalung dengan ukiran nama Nabi Saw?

      JAWAB:
      Tidak masalah mengalungkannya. Namun sesuai dengan ihtiyâth wâjib nama tersebut tidak menyentuh tubuh.


      SOAL 153:
      Apakah hukum keharaman menyentuh tulisan al-Qur’an tanpa wudhu (thahârah) hanya berlaku ketika tertera dalam al-Mushaf asy-Syarif, ataukah mencakup yang berada di kitab lain, papan tulis atau di tembok dan yang lainnya?

      JAWAB:
      Tidak hanya berlaku atas tulisan al-Qur’an yang ada dalam al-Mushaf asy-Syarif, namun mencakup semua kata dan ayat Al-Qur’an, meskipun dalam kitab lain, surat kabar, majalah, papan tulis atau terukir pada dinding dan lain sebagainya.


      SOAL 154:
      Ada keluarga yang menggunakan tempat makan nasi yang ditulisi dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti ayat kursi dengan tujuan memperoleh kebaikan dan berkah. Apakah ada masalah dengan hal itu ataukah tidak?

      JAWAB:
      Tidak ada masalah, namun bagi yang tidak berwudhu diwajibkan tidak menyentuh ayat-ayat al-Qur’an tersebut.


      SOAL 155:
      Apakah orang-orang yang menulis asmâul jalâlah, ayat-ayat Al-Qur’an dan nama-nama para maksum dengan alat tulis wajib berwudhu ketika menulisnya?

      JAWAB:
      Tidak disyaratkan thahârah, namun mereka tidak diperbolehkan menyentuh tulisan itu bila tidak bersuci.


      SOAL 156:
      Apakah lambang Republik Islam Iran (RII) dianggap sebagai asmâul jalâlah ataukah tidak? Apakah hukum mencetaknya pada surat-surat kantor dan menggunakannya untuk korespondensi dan lainnya?

      JAWAB:
      Jika lambang Republik Islam Iran tergolong asmâul jalâlah menurut pandangan umum masyarakat (‘urf) maka haram menyentuhnya tanpa thaharah.


      SOAL 157:

      Apa hukum mencetak lambang RII di bagian atas surat-surat resmi di instansi-instansi pemerintah? Dan apa hukum mempergunakannya dalam surat-menyurat dan lainnya?

      JAWAB:
      Menulis dan mencetak lafzhul jalâlah dan lambang RII tidak bermasalah. Berdasarkan ihitiyâth wâjib hendaknya hukum lafzhul jalalah diberlakukan pada lambang RII.


      SOAL 158:
      Apa hukum menggunakan perangko yang memuat tulisan ayat-ayat suci al-Qur’an dan mencetak lafzhul jalâlah, nama-nama Allah, ayat-ayat Al-Qur’an dan lambang lembaga-lembaga yang memuat ayat-ayat al-Qur’an dalam surat kabar, majalah dan media cetak lainnya yang diedarkan setiap hari.

      JAWAB:
      Diperbolehkan mencetak dan menyebarkan ayat-ayat al-Qur’an, asmâul jalâlah dan sebagainya, namun wajib atas yang menerimanya memperhatikan hukum-hukum syari’ah berkenaan dengan masalah ini, seperti tidak meremehkan dan menajiskannya, dan tidak menyentuhnya tanpa thahârah.


      SOAL 159:
      Pada sebagian surat kabar tertulis asmâul jalalah atau ayat al-Qur'an. Apakah hukum membungkus makanan dengannya, menjadikannya sebagai alas makanan, tempat duduk atau membuangnya ke tempat sampah, padahal sulit bagi kami untuk mendapatkan cara yang lain?

      JAWAB:
      Tidak boleh hukumnya menggunakan koran-koran seperti tersebut di atas untuk keperluan yang oleh pandangan umum ('urf) dianggap sebagai pelecehan dan penghinaan. Adapun penggunaan yang tidak dianggap sebagai pelecehan dan penghinaan, maka tidak ada masalah.


      SOAL 160:
      Apakah boleh menyentuh tulisan yang terukir pada cincin?

      JAWAB:
      Jika tulisan itu termasuk yang hanya boleh disentuh dengan thahârah, maka tidak diperbolehkan menyentuhnya tanpa dengannya.


      SOAL 161:
      Apa hukum melemparkan dan membuang sesuatu benda yang memuat nama-nama Allah Swt ke sungai dan parit? Dan apakah hal itu tergolong penghinaan?

      JAWAB:
      Tidak ada larangan membuangnya ke sungai atau ke parit selama menurut pandangan umum tidak termasuk penghinaan.


      SOAL 162:
      Apakah disyaratkan ketika membuang kertas-kertas ujian ke tempat sampah atau membakarnya memastikan tidak ada nama-nama Tuhan dan para maksum di dalamnya? Dan apakah membuang kertas yang kosong termasuk pemborosan (isrâf) ataukah tidak?

      JAWAB:
      Tidak wajib memeriksa. Jika tidak menemukan nama Allah dalam kertas tersebut, maka tidak masalah membuangnya ke tempat sampah, adapun membuang dan membakar kertas-kertas yang pada bagiannya belum digunakan untuk menulis dan masih dapat digunakan untuk menulis atau bisa digunakan untuk membuat kotak karton termasuk dalam kemungkinan pemborosan (isrâf) dan tidak bebas dari masalah (la yakhlu min isykâl).


      SOAL 163:
      Nama-nama mulia apakah yang wajib dihormati dan haram disentuh tanpa wudhu?

      JAWAB:
      Tidak diperbolehkan menyentuh nama-nama Allah dan nama sifat-sifat khusus Allah Swt tanpa wudhu. Dan, berdasarkan ihtiyâth, memasukkan nama nabi-nabi yang agung dan para Imam Maksum dalam nama-nama Allah Swt dalam hukum tersebut.


      SOAL 164:
      Apa cara-cara yang syar’i untuk menghapus nama-nama mulia dan ayat-ayat Al-Qur’an saat diperlukan? Dan apa hukum membakar kertas-kertas yang bertuliskan asmâul jalâlah dan ayat-ayat al-Qur’an jika terdapat alasan mendesak untuk menghapusnya demi menjaga rahasia?

      JAWAB:
      Tidak masalah menanamnya dalam tanah atau merubahnya menjadi adonan dengan air, sedangkan membakarnya ada masalah ( musykil), dan jika hal itu termasuk tindak pelecehan, maka tidak diperbolehkan, kecuali apabila terdesak oleh keadaan darurat dan tidak leluasa memotong ayat-ayat Al-Qur’an dan nama-nama mulia darinya.


      SOAL 165:
      Apa hukum memotong-motong nama-nama mulia dan ayat-ayat Al-Qur’an dalam jumlah yang banyak sehingga tidak ada dua huruf yang bersambungan dan tidak bisa lagi dibaca. Apakah cukup menghapus dan menggugurkan hukum-hukumnya dengan merubah bentuk tulisannya dengan cara merangkainya dengan huruf-huruf lain atau dengan membuang sebagian hurufnya?

      Tidak cukup memotong-motongnya apabila tidak sampai menghapus tulisan lafzhul jalâlah dan ayat-ayat al-Qur’an, begitu juga tidak cukup merubah bentuk tulisan untuk menghilangkan hukum yang berlaku atas huruf-huruf yang ditorehkan dengan tujuan menulis lafzhul jalâlah. Meski demikian, merubah bentuk huruf bisa menggugurkan hukum dengan menganggapnya sebagai penghapusan, meskipun, berdasarkan ihtiyâth, tetap dianjurkan (mustahab) untuk menghindarinya.


    • MANDI JANÂBAH

      SOAL 166:
      Apakah diperbolehkan bagi orang junub melakukan shalat dengan tayammum sementara najis masih melekat pada tubuh dan bajunya jika waktunya sempit, ataukah ia harus bersuci dan mandi lalu meng-qadha’ shalatnya?

      JAWAB:
      Jika waktunya tidak cukup untuk mensucikan badan dan pakaian atau menggantinya dengan yang suci, dan tidak dapat shalat dalam keadaan telanjang karena dingin dan sebagainya, maka hendaknya shalat dengan tayammum sebagai ganti dari mandi janâbah dan dengan pakaian najis. Hal itu cukup baginya dan tidak wajib meng-qadha’ shalatnya.


      SOAL 167:
      Apakah masuknya air mani ke dalam rahim tanpa melakukan penetrasi menyebabkan janâbah?

      JAWAB:
      Hal itu tidak menyebabkan janâbah.

      SOAL 168:
      Apakah wajib mandi atas wanita yang telah menjalani pemeriksaan dalam (vagina) dengan peralatan medis?

      JAWAB:
      Tidak diwajibkan mandi selama tidak mengeluarkan mani.

      SOAL 169:
      Jika terjadi penetrasi hanya seukuran ujung penis, namun tidak mengeluarkan mani dan wanita tidak mencapai puncak orgasme (puncak kenikmatan), apakah hanya wanita yang diwajibkan mandi, ataukah hanya pria, atau diwajibkan atas keduanya?

      JAWAB:
      Dalam contoh kasus tersebut, keduanya diwajibkan mandi.


      SOAL 170:
      Berkenaan dengan ihtilâm (mimpi basah) wanita, kapan dan mimpi bagaimanakah yang menyebabkan mereka diwajibkan mandi janâbah, apakah cairan yang keluar dari wanita ketika bercumbu dengan pria dianggap dan dihukumi seperti mani? Dan dengan demikian apakah diwajibkan mandi atas wanita tersebut meskipun tidak merasakan kecapekan pada tubuh dan tidak mencapai orgasme? Secara umum, bagaimana terjadinya janâbah pada wanita tanpa persetubuhan?

      JAWAB:
      Jika seorang wanita merasakan puncak kelezatan dan pada saat yang sama keluar darinya cairan, maka ia telah dihukumi sebagai seorang yang junub dan mandi telah wajib baginya, Namun jika ia ragu apakah telah sampai pada tingkat tersebut atau belum dan ragu apakah keluar sesuatu atau tidak, maka tidak ada kewajiban mandi padanya.


      SOAL 171:
      Apakah hukum membaca buku roman (percintaan) atau menonton film yang menyebabkan terangsangnya birahi?

      JAWAB:
      Tidak diperbolehkan.

      SOAL 172:
      Jika seorang wanita segera melakukan mandi setelah digauli sedangkan mani suaminya tetap berada di rahimnya, apakah mandinya sah, meskipun mani suaminya keluar seusai mandi? Apakah mani yang keluar itu suci ataukah najis? Dan apakah wajib mandi lagi?

      JAWAB:
      Mandinya benar (sah). Cairan yang keluar darinya jika berupa mani maka hukumnya najis, Namun jika yang keluar darinya setelah mandi adalah mani lelaki, maka tidak menyebabkan janâbah lagi.


      SOAL 173:
      Sejak beberapa waktu lalu saya mengalami keragu-raguan tentang mandi janabâh sampai sampai tidak menyetubuhi isteri. Meski demikian saya mengalami kondisi di luar kehendak dimana saya menduga bahwa saya wajib mandi janâbah, bahkan saya mandi dua atau tiga kali sehari. Kebimbangan ini sangat mengganggu saya. Apa taklif (tugas keagamaan) saya?

      JAWAB:
      Hukum janâbah tidak berlaku bila ada keraguan tentangnya, kecuali apabila Anda mengeluarkan cairan disertai tanda-tanda syar’i bagi keluarnya mani, atau Anda yakin telah mengeluarkan mani.


      SOAL 174:
      Apakah sah mandi janâbah wanita yang sedang dalam keadaan haidh, sehingga tugasnya selaku wanita yang junub gugur?

      JAWAB:
      Keabsahan mandi dalam contoh kasus tersebut dipertanyakan (bermasalah, mahallul isykâl).


      SOAL 175:
      Apakah setelah suci diwajibkan mandi janabâh atas wanita yang mengalami janâbah ketika sedang haidh diwajibkan mandi janâbah setelah bersuci dari haidh, atau tidak diwajibkan karena saat itu ia tidak dalam keadaan suci?

      JAWAB:
      Ia diwajibkan mandi haidh di samping mandi janâbah. Ia diperbolehkan mandi janâbah saja, meskipun, berdasarkan ihtiyâth, hendaknya meniatkan kedua macam mandi.


      SOAL 176:
      Dalam kondisi apakah cairan yang keluar dari seseorang dihukumi sebagai air mani?

      JAWAB:
      Apabila disertai dengan syahwat (kenikmatan seksual) dan melemahnya tubuh serta dengan tekanan dihukumi sebagai air mani.


      SOAL 177:
      Dalam beberapa kasus setelah mandi ditemukan sisa-sisa sabun di dalam kuku tangan atau kaki dan tidak kelihatan ketika sedang mandi. Namun setelah keluar dari kamar mandi tampak putih sisa sabun. Padahal sebagian orang mandi dan berwudhu tanpa mengetahui atau memperhatikan hal itu, maka apakah hukumnya sementara tidak dapat dipastikan bahwa air menjangkau bagian yang tertutup di bawah putih sisa sabun?

      JAWAB:
      Hanya lapisan kapur atau sisa sabun yang tampak setelah anggota tubuh mengering, tidak merusak keabsahan wudhu atau mandi, kecuali apabila menghalangi pembasuhan kulit.


      SOAL 178:
      Salah seorang teman mengatakan bahwa sebelum mandi diwajibkan mensucikan tubuh dari najis, dan bahwa mensucikannya ketika sedang mandi seperti pensucian dari mani membatalkan mandi. Jika perkataannya benar, apakah shalat-shalat yang telah dikerjakan batal dan wajib di-qadha’, karena saya sebelumnya tidak mengetehui masalah ini?

      JAWAB:
      Basuhan untuk mensucikan badan (dari najis, pen.) wajib terpisah dari mandi janâbah, namun tidak wajib mensucikan seluruh badan sebelum memulai mandi melainkan cukup apabila setiap anggota badan yang akan dimandikan disucikan terlebih dahulu. Karenanya, apabila ia mensucikan anggota tubuh sebelum memandikannya, maka sahlah mandi dan shalat yang telah ia laksanakan. Jika tidak mensucikan anggota tubuh sebelum memandikannya, dan dengan satu basuhan ia ingin mensucikannya dari najis serta melakukan mandi wajib, maka batallah mandi dan shalatnya dan wajib meng-qadha’-nya.


      SOAL 179:
      Apakah cairan yang keluar dari seseorang ketika sedang tidur dihukumi sebagai mani, padahal tidak mengandung salah satu dari tiga tanda (keluar dengan tekanan, syahwat dan lemahnya tubuh) dan tidak menyadarinya, kecuali setelah terjaga dari tidur saat melihat pakaian dalamnya basah?

      JAWAB:
      Jika tiga tanda tersebut atau salah satu darinya tidak ada atau ragu atas hal itu, cairan tersebut tidak dihukumi mani, kecuali jika diyakini sebagai mani dengan cara lain.


      SOAL 180:
      Saya seorang pemuda yang hidup bersama keluarga miskin. Saya sering mengeluarkan mani, hal itu membuat saya malu meminta uang pada ayah untuk membayar ongkos menggunakan kamar mandi (umum), karena di rumah kami tidak ada kamar mandi. Kami mohon Anda bekenan membimbing saya?

      JAWAB:
      Tidak ada alasan untuk malu dalam melaksanakan taklif syar’i, dan ia bukanlah halangan (uzur) syar’i untuk tidak melakukan kewajiban. Bagaimanapun juga, jika sarana untuk melakukan mandi janâbah tidak tersedia, maka tugas Anda adalah tayammum sebagai ganti dari mandi untuk melakukan shalat dan puasa.


      SOAL 181:
      Saya menghadapi suatu masalah, yaitu, bahwa membasuh walaupun dengan setetes air bahkan mengusap badan berbahaya bagi saya. Dan setiap kali mandi walaupun hanya sebagian badan saya menambah detak jantung saya di samping akibat-akibat lainnya. Apakah boleh dalam kondisi demikian saya menggauli isteri dan menggantikan mandi selama beberapa bulan dengan tayammum, juga shalat, dan memasuki masjid?

      JAWAB:
      Anda tidak diwajibkan menghindari persetubuhan. Jika Anda berhalangan mandi janâbah setelah junub, maka ber-tayammum sebagai ganti mandi untuk melakukan hal-hal yang disyaratkan thahârah adalah tugas syar’i Anda. Memasuki masjid, melakukan shalat, menyentuh tulisan Al-Qur’an, dan perbuatan-perbuatan yang disyaratkan dalam keadaan suci dari hadats dan janâbah , tidaklah masalah.


      SOAL 182:
      Apakah wajib menghadap kiblat ketika mandi wajib atau mustahab, ataukah tidak?

      JAWAB:
      Tidak diwajibkan menghadap kiblat ketika sedang mandi.


      SOAL 183:
      Apakah sah mandi dengan bekas air mandi (ghusâlah) hadats besar dengan catatan bahwa mandi tersebut dilakukan dengan air sedikit dan tubuh telah suci sebelumnya?

      JAWAB:
      Tidak ada masalah mandi seperti kasus di atas.

      SOAL 184:

      Jika seseorang yang sedang mandi mengeluarkan hadats kecil, apakah ia wajib mengulangi mandinya dari pertama lagi ataukah melanjutkan dan berwudhu.

      JAWAB:
      Tidak wajib memulai dari pertama dan tidak ada pengaruhnya, melainkan ia menyempurnakan mandinya, namun hal itu tidak mencukupi dari wudhu untuk melaksanakan shalat dan perbuatan-perbuatan lain yang disyaratkan dengan kesucian dari hadats kecil.


      SOAL 185:
      Apakah cairan kental menyerupai mani yang keluar setelah kencing dan tanpa syahwat (kenikmatan seksual) serta tanpa kehendak dihukumi sebagai air mani?

      JAWAB:
      Ia tidak dihukumi sebagai mani kecuali bila ia yakin akan hal itu atau disertai tanda-tanda syar’i keluarnya mani.


      SOAL 186:
      Jika bermacam mandi mustahab, atau wajib, atau berbeda-beda (mustahab dan wajib) terkumpul, apakah salah satunya mencukupi yang lain?

      JAWAB:
      Jika ia meniatkan semuanya maka satu kali mandi telah mencukupi semuanya. Begitu juga jika salah satunya terdapat mandi janâbah dan ia meniatkannya, maka mencukupkannya dari mandi-mandi lainnya. Namun berdasarkan ihtiyâth dianjurkan untuk tetap meniatkan semuanya.


      SOAL 187:
      Apakah selain mandi janâbah mencukupi dari wudhu?

      JAWAB:
      Tidak mencukupinya.

      SOAL 188:
      Menurut pandangan Anda, apakah disyaratkan mengalirnya air pada tubuh dalam mandi janâbah?

      JAWAB:
      Tolok ukurnya ialah terjadinya pembasuhan dengan tujuan mandi. Sedangkan mengalirnya air bukanlah syarat.


      SOAL 189:
      Jika seorang mengetahui bahwa jika membuat dirinya junub dengan menggauli isterinya tidak akan mendapatkan air untuk mandi setelahnya, atau waktu tidak akan cukup untuk mandi dan shalat, apakah ia diperbolehkan menggauli isterinya?

      JAWAB:
      Jika ia mampu melakukan tayammum ketika tidak dapat melakukan mandi, maka tidak ada larangan menjunubkan dirinya dengan perbuatan itu.


      SOAL 190:
      Apakah cukup dalam mandi janâbah menjaga urutan antara kepala dan anggota tubuh yang lain, atau harus menjaga urutan pada dua sisi tubuh juga?

      JAWAB:
      Berdasarkan ihtiyaht, harus menjaga urutan antara kedua sisi juga, yaitu dengan mendahulukan sisi kanan atas sisi kiri.


      SOAL 191:
      Ketika saya hendak mandi secara tartibi (berurutan), apakah terdapat masalah jika saya membasuh punggung lebih dulu, kemudian niat dan melakukan mandi secara berurutan setelah itu?

      JAWAB:
      Tidak ada masalah membasuh punggung atau anggota tubuh lainnya sebelum berniat mandi janâbah dan memulainya. Cara mandi tartibi sebagai berikut setelah mensucikan anggota badan harus meniatkan diri untuk mandi. Dan pertama-tama [ketika mandi] membasuh kepala dan leher, kemudian separuh kanan badan, lalu separuh kiri badan.


      SOAL 192:
      Apakah wajib atas wanita membasuh ujung-ujung rambut ketika mandi? Apakah batal jika air tidak sampai ke seluruh rambut saat mandi, padahal air telah sampai ke seluruh permukaan kulit kepala?

      JAWAB:
      Berdasarkan ihtiyâth, wajib membasuh seluruh rambut.


    • MANDI YANG BATAL

      SOAL 193:
      Apa hukum seorang yang telah mencapai usia taklif (akil baligh) dan tidak mengetahui akan wajibnya mandi dan caranya, namun setelah lebih dari 10 tahun berlalu ia menyadari masalah taqlid dan kewajiban mandi atasnya. Apakah tugasnya berkenaan dengan qadha puasa dan shalat?

      JAWAB:
      Ia diwajibkan meng-qadha seluruh shalat yang dilakukannya dalam keadaan junub, dan meng-qadha puasa apabila mengetahui terjadinya janâbah dan ia tidak mengetahui bahwa seorang yang dalam keadaan janâbah wajib melakukan mandi jika akan berpuasa.


      SOAL 194:
      Seorang remaja melakukan onani -karena tidak punya kesadaran- sebelum mencapai usia 14 tahun dan sesudahnya, ia tidak mandi setelah mengeluarkan mani, apakah taklifnya? Apakah ia wajib mandi karena ia melakukan onani dan mengeluarkan mani pada saat itu? Dan apakah seluruh shalat dan puasa yang dikerjakan pada masa itu hingga sekarang batal dan ia wajib meng-qadha’nya, dengan catatan bahwa saat itu ia mengalami mimpi basah (ihtilâm), dan mengabaikan mandi janâbah, serta tidak tahu bahwa keluarnya mani menyebabkan janâbah?

      JAWAB:
      Cukup satu kali mandi untuk semua janâbah yang telah terjadi dan ia wajib meng-qadha’ seluruh shalat yang ia yakini telah ia lakukan dalam kedaan junub. Sedangkan puasanya tidak wajib di-qadha’ dan hukumnya sah jika pada malam-malam puasa tidak tahu bahwa ia mengalami janâbah. Namun, apabila praktik ini dilakukan pada malam-malam bulan Ramadhan dan tidak mengetahui bahwa ia wajib mandi demi keabsahan puasanya, maka ia wajib meng-qadha’ seluruh puasa yang telah dilakukannya dalam keadaan junub.


      SOAL 195:
      Ada seseorang mengalami janâbah lalu mandi, namun mandinya keliru dan batal. Apa hukum shalat yang telah dilakukannya setelah mandi yang demikian tersebut, padahal ia tidak mengetahui hal itu?

      JAWAB:
      Shalat yang dilakukan dengan mandi yang batal, hukumnya batal dan wajib diulangi atau di-qadha’.


      SOAL 196:
      Saya telah mandi dengan niat melaksanakan salah satu dari mandi-mandi wajib, setelah keluar dari kamar mandi, saya ragu apakah saya melakukannya secara berurutan atau tidak, dan saat itu saya mengira bahwa niat untuk melakukannya secara berurutan adalah cukup, karena itulah saya tidak mengulangi mandi. Kini saya kebingungan, apakah saya wajib meng-qadha seluruh shalat?

      JAWAB:
      Jika Anda menduga bahwa mandi yang telah Anda lakukan adalah sah, dan ketika melakukannya Anda sadar akan hal-hal yang menjadi syarat keabsahan, maka tidak ada yang harus Anda lakukan. Namun jika Anda yakin akan ketidak-absahan (kebatalan) mandi itu, maka Anda wajib meng-qadha’ seluruh shalat.


      SOAL 197:
      Dulu saya melakukan mandi janâbah dengan cara sebagai berikut: 1) Membasuh bagian kanan. 2) membasuh kepala. 3) Membasuh bagian kiri. Dan saya lalai untuk menanyakan hukum masalah tersebut. Pertanyaan saya ialah, apakah hukum shalat dan puasa saya?

      JAWAB:
      Mandi dengan cara tersebut batal dan tidak dapat menghilangkan hadats. Atas dasar itu, shalat-shalat yang telah dilakukan dengan mandi demikian batal dan wajib di-qadha. Sedangkan puasa yang telah Anda lakukan, jika saat itu Anda yakin akan keabsahan mandi dengan cara tersebut serta tidak sengaja membiarkan diri dalam keadaan janâbah, maka dihukumi sah.


      SOAL 198:
      Apakah bagi orang yang sedang junub haram hukumnya membaca surah-surah al-Qur'an yang terdapat di dalamnya ayat yang wajib sujud (surah azâ im, pen)?

      JAWAB:
      Diantara hal-hal yang diharamkan bagi orang yang junub adalah membaca ayat-ayat yang wajib sujud padanya, adapun membaca ayat-ayat lain dari surah-surah tersebut (azhâim, pen.) tidak ada masalah.


    • TAYAMMUM

      SOAL 199:
      Apakah benda-benda yang sah untuk bertayammum, seperti tanah, kapur (gamping), dan batu marmer yang melekat pada tembok sah untuk tayammum, ataukah ia harus berada di atas permukaan bumi?

      JAWAB:
      Tidak disyaratkan bagi keabsahan tayammum bahwa benda-benda itu berada di atas permukaan bumi.


      SOAL 200:
      Jika saya menjadi junub, namun tidak bisa mendapatkan kamar mandi, dan janâbah berlanjut, selama beberapa hari, apakah saya wajib sebagaimana sebelumnya berwudhu atau bertayammum untuk setiap shalat setelah shalat yang saya lakukan dengan tayammum sebagai ganti mandi, ataukah saya cukup melakukannya sekali? Jika tidak cukup, apakah yang wajib saya lakukan, berwudhu ataukah bertayammum untuk setiap shalat?

      JAWAB:
      Jika orang yang junub setelah selesai melakukan tayammum secara sah sebagai ganti dari mandi janâbah mengalami hadats kecil, maka berdasarkan ihtiyâth (hendaknya) ia bertayammum sebagai ganti dari mandi kemudian berwudhu
      .


      SOAL 201:
      Apakah tayammum pengganti mandi memiliki hukum-hukum yang berlaku secara pasti dan tetap atas mandi? Artinya apakah diperbolehkan (dengan tayammum pengganti mandi) memasuki masjid?

      JAWAB:
      Boleh menerapkan seluruh pengaruh syar'i mandi pada tayammum penggantinya, kecuali, apabila tayammum tersebut menjadi pengganti mandi dikarenakan waktu yang sempit.


      SOAL 202:
      Apakah orang yang “beser” karena pemutusan urat saraf tulang belakang sebagai akibat luka dalam perang boleh melakukan tayammum sebagai ganti mandi untuk melakukan amalan-amalan mustahab seperti, seperti mandi hari Jum’at, ziarah dan lainnya dengan alasan agak kesulitan masuk ke kamar mandi?

      JAWAB:
      Keberadaan tayammum sebagai ganti mandi pada selain hal-hal yang mensyaratkan thahârah dipertanyakan (mahallu isykâl). Namun tidak ada larangan melakukan tayammum sebagai ganti dari mandi-mandi mustahab karena alasan kesulitan dan kerepotan, apabila hal itu dilakukan dengan niat raja’ al-mathlubiyah (harapan bahwa hal itu benar-benar diajarkan dan dapat mendatangkan pahala).


      SOAL 203:
      Apabila orang yang kehabisan air atau menggunakan air dapat membahayakannya bertayammum sebagai pengganti dari mandi janâbah, apakah ia diperbolehkan masuk ke dalam masjid dan shalat berjamaah? Dan apa hukumnya bila ia membaca al-Qur’an?

      JAWAB:
      Selama uzur yang memperbolehkan tayammum belum lenyap dan tayammumnya tidak batal, ia diperbolehkan melakukan seluruh amalan yang mensyaratkan kesucian (thahârah).


      SOAL 204:
      Seseorang saat tidur mengeluarkan cairan. Setelah bangun ia tidak ingat sama sekali, namun ia melihat pakaiannya basah, sementara tidak ada waktu yang cukup untuk mengingat-ingatnya karena waktu shalat subuh akan segera berakhir. Apa yang mesti dilakukan dalam situasi demikian? Bagaimana berniat tayammum sebagai ganti wudhu atau mandi? Apa hukum yang sebenarnya (al hukmul-ashli)?

      JAWAB:
      Jika ia tahu bahwa mengalami ihtilâm (mimpi basah) maka ia menjadi junub dan wajib mandi. Jika waktunya sempit, maka segera bertayammum setelah mensucikan badannya dan melakukan mandinya kemudian. Namun jika ia ragu tentang (terjadinya) ihtilâm dan janâbah, maka hukum janâbah tidak berlaku atas dirinya.


      SOAL 205:
      Apa taklif seseorang yang mengalami janâbah beberapa malam secara berturut-turut, padahal dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa masuk ke kamar mandi terus menerus selama beberapa hari melemahkan manusia?

      JAWAB:
      Ia wajib mandi kecuali jika penggunaan air membahayakannya, maka tugasnya adalah bertayammum.


      SOAL 206:
      Saya dalam kondisi yang tidak sehat sehingga sering mengeluarkan mani tanpa kehendak berkali-kali yang tidak disertai dengan kenikmatan. Apa tugas saya berkenaan dengan shalat?

      JAWAB:
      Jika melakukan mandi untuk setiap shalat membahayakan atau menyulitkan Anda, lakukanlah shalat dengan tayammum setelah mensucikan badan lebih dahulu.


      SOAL 207:
      Apa hukum orang yang tidak mandi janâbah untuk shalat subuhnya dan bertayammum, karena yakin jika mandi ia akan mengalami sakit?
      JAWAB:
      Jika mandi diyakini akan membahayakan, maka ia diperbolehkan bertayammum dan shalatnya sah.


      SOAL 208:
      Bagaimana cara bertayammum? Apakah ada perbedaan tayammum sebagai ganti dari wudhu' dengan tayammum sebagai ganti dari mandi?

      JAWAB:
      Tayammum dengan cara berikut:
      Pertama niat, kemudian memukulkan dua telapak tangan ke atas sesuatu yang boleh bertayammum dengannya. Setelah itu dua telapak tangan diusapkan ke dahi dimulai dari tumbuhnya rambut sampai dengan alis dan ujung hidung bagian atas, kemudian telapak tangan kiri diusapkan ke bagian atas tangan kanan (dari pergelangan tangan sampai ujung jari) dan telapak tangan kanan diusapkan ke bagian atas tangan kiri.
      Berdasarkan ihtiyâth setelah itu wajib dua tangan dipukulkan lagi ke yang boleh bertayammum dengannya, kemudian mengulangi usapan tangan kanan dan kiri.
      Cara bertayammum seperti ini tidak ada bedanya apakah sebagai ganti dari wudhu' atau mandi.


      SOAL 209:
      Apakah boleh bertayammum dengan batu kapur, gamping yang sudah dibakar dan batu-bata?

      JAWAB:
      Tayammum sah dengan apa saja yang dianggap bagian dari tanah, seperti batu kapur dan batu gamping. Sebagaimana tidak jauh kemungkinannya keabsahan bertayammum dengan kapur, gamping yang sudah dibakar, batu bata dan sejenisnya.


      SOAL 210:
      Menurut Anda YM sesuatu yang dijadikan alat untuk tayammum harus suci, apakah anggota tayammum (dahi dan tangan) juga harus suci?

      JAWAB:
      Berdasarkan ihtiyâth selama memungkinkan tangan dan dahi dianjurkan suci, namun jika seseorang tidak dapat untuk mensucikannya, maka hendaklah ia (tetap) bertayammum tanpa mensucikannya.


      SOAL 211:
      Jika seseorang tidak dapat melakukan wudhu' dan tayammum apa yang harus dia lakukan?

      JAWAB:
      Jika seseorang untuk melaksanakan shalat tidak dapat berwudhu' dan bertayammum, maka berdasarkan ihtiyâth hendaknya dia melakukan shalat tanpa wudhu' dan tayammum pada waktunya, kemudian nanti dia mengulangnya (qadha') dengan wudhu' atau tayammum.


      SOAL 212:
      Saya menderita penyakit kulit -yang tidak berbahaya-, yaitu setiap kali mandi bahkan ketika membasuh tangan dan wajah, kulit saya mengering. Karenanya saya terpaksa mengusap kulit saya dengan minyak. Karena itulah saya mengalami kesulitan ketika berwudhu dan yang paling memberatkan saya adalah ketika berwudhu untuk shalat subuh. Bolehkah saya bertayammum sebagai ganti wudhu di pagi hari?

      JAWAB:
      Jika penggunaan air membahayakan Anda, hindarilah wudhu dan bertayammumlah sebagai gantinya. Namun jika air tidak membahayakan anda dan minyak yang anda sebutkan tidak menjadi penghalang anggota wudhu', maka anda wajib melakukan wudhu' dan jika menghalangi, namun anda dapat menghilangkannya membersihkannya kemudian berwudhu', maka anda tidak boleh bertayammum sebagai ganti dari wudhu'.


      SOAL 213:
      Apa hukum orang yang shalat dengan tayammum karena (mengira) waktu shalat sangat sempit, dan setelah usai terbukti ia punya cukup waktu untuk wudhu?

      JAWAB:
      Ia wajib mengulangi shalatnya.

      SOAL 214:
      Kami hidup di sebuah area dimana tidak terdapat kamar mandi dan tempat untuk mandi. Pada bulan Ramadhan yang diberkati kami terjaga dari tidur sebelum adzan subuh dalam keadaan junub. Karena bangun di tengah malam di depan mata banyak orang dan mandi dengan air girbah atau air tandon bagi seorang pemuda merupakan peristiwa tabu, ditambah lagi airnya dingin, maka apa taklifnya berkenanaan dengan puasa keesokan harinya dalam keadaan demikian? Apakah ia boleh bertayammum? Apa hukumnya jika tidak berpuasa karena tidak melakukan mandi?

      JAWAB:
      Sekedar memberatkan atau hanya karena dinilai tabu oleh orang-orang tidak dianggap sebagai uzur (halangan) syar’i, bahkan . Ia wajib mandi dengan cara apapun yang mungkin, selama tidak menyulitkan dan tidak membahayakan mukallaf. Jika menyulitkan atau membahayakan, ia berpindah ke tayammum. Jika bertayammum sebelum fajar sahlah puasanya, namun jika tidak melakukannya juga batallah puasanya, meski demikian ia (tetap) wajib berimsak (tidak melakukan segala sesuatu yang membatalkan puasanya, pen.) sepanjang siang hari puasa.


    • MASALAH-MASALAH KEWANITAAN

      SOAL 215:
      Jika ibu saya berasal dari keturunan Nabi yang mulia, apakah saya juga tergolong sayid? sehingga saya menganggap kebiasan bulanan saya sebagai haid sampai usia 60 tahun dan tidak melakukan shalat dan puasa selama masa tersebut?

      JAWAB:
      Jika wanita yang bapaknya bukan dari keturunan Bani Hasyim -meskipun ibunya tergolong dari sadâh (para sayid)- melihat darah setelah di atas usia 50 tahun maka darah tersebut dihukumi sebagai darah istihâdzah.


      SOAL 216:
      Apa taklif wanita yang mengalami haid ketika sedang menjalani puasa nazar yang tertentu?

      JAWAB:
      Puasanya batal dengan terjadinya haid meskipun pada sebagian siang hari puasa dan wajib atasnya qadha’ puasa jika sudah suci.


      SOAL 217:
      Apa hukum cairan (noda) yang tidak memiliki sifat darah atau darah yang bercampur dengan air yang terlihat seorang wanita setelah ia yakin bahwa dirinya telah suci?

      JAWAB:
      Jika tidak berupa darah, maka tidak dihukumi sebagai haid. Namun jika berupa darah walaupun berwarna kuning dan tidak lebih dari 10 hari maka semuanya dihukumi haid. Dan penentuan subyeknya berada di tangan wanita yang bersangkutan.


      SOAL 218:
      Apa hukum mencegah datang bulan dengan mengkonsumsi obat-obatan karena ingin puasa?

      JAWAB:
      Tidak ada masalah (la isykâl).

      SOAL 219:
      Seorang wanita yang mengalami pendarahan ringan ketika sedang hamil, namun tidak sampai keguguran, apakah ia diwajibkan mandi ataukah tidak, dan apa yang wajib dilakukannya?

      JAWAB:
      Jika darah yang dilihat oleh wanita saat mengandung memiliki sifat-sifat atau syarat-syarat (darah) haid, atau terjadinya pada haari-hari kebiasaannya serta berlangsung -walaupun di dalam vagina- selama tiga hari, maka itu adalah haid. Jika tidak, maka ia adalah istihâdzah.


      SOAL 220:
      Seorang wanita yang dulu memiliki periode datang bulan yang teratur, seperti tujuh hari, melihat darah selama dua belas hari disebabkan pemasangan spiral untuk mencegah kehamilan. Apakah darah yang keluar setelah hari yang ke tujuh tersebut haid ataukah istihâdzah?

      JAWAB:
      Jika darah tidak berhenti setelah sepuluh hari maka priode datang bulan yang teratur adalah haid sedangkan sisanya adalah istihâdzah.


      SOAL 221:
      Apakah boleh bagi wanita yang sedang haid atau nifas memasuki makam putra-putri Imam As?

      JAWAB:
      Boleh.

      SOAL 222:
      Apakah wanita yang terpaksa menjalani operasi pengguguran mengalami nifas ataukah tidak?

      JAWAB:
      Jika ia melihat darah setelah janinnya gugur, meskipun berupa segumpal darah, maka dihukumi sebagai nifas.


      SOAL 223:
      Apa hukum darah yang keluar dari wanita setelah mencapai usia menopouse? Dan apa tugas syar'i-nya?

      JAWAB:
      Dihukumi sebagai istihâdzah.

      SOAL 224:
      Salah satu metode untuk mencegah kelahiran yang tidak diinginkan adalah menggunakan pil kontrasepsi. Para wanita yang menggunakannya melihat noda darah selama dan di luar periode datang bulannya. Apa hukum noda darah tersebut?

      JAWAB:
      Jika noda tersebut tidak memenuhi syarat-syarat syar'i bagi (darah) haid maka hukum haid tidak berlaku atasnya, melainkan dihukumi sebagai istihâdzah.


    • JENAZAH

      SOAL 225:
      Di zaman sekarang, urusan pengkafanan dan penguburan orang-orang mati, laki maupun wanita, ditangani oleh pekerja atau staf petugas pekuburan. Apakah dalam masalah penguburan tersebut terdapat masalah, mengingat bahwa mereka yang menangani secara langsung urusan pengkafanan dan penguburan itu bukan muhrim jenazah?

      JAWAB:
      Disyaratkan kesejenisan dalam memandikan mayat. Jika mayat dapat dimandikan oleh yang sejenis, maka tidak sah jika dimandikan oleh selain jenis dan pemandiannya batal. Sedangkan dalam mengkafani dan menguburkan tidak disyaratkan kesejenisan.


      SOAL 226:
      Kini kebiasaan di desa-desa memandikan jenazah dilakukan dalam rumah tinggal. Kadang kala jenazah tidak mempuyai washi (pelaksana wasiat) dan hanya punya anak-anak yang masih kecil. Apa pendapat Anda YM dalam masalah ini?

      JAWAB:
      Melakukan tindakan-tindakan sekadar yang lazim yang diperlukan untuk mempersiapkan jenazah seperti memandikan, mengkafani dan mengebumikan tidak bergantung pada izin wali anak kecil, keberadaan qushshâr (orang-orang yang secara hukum tergolong tidak mampu, pent.) di antara para ahli waris bukanlah masalah.


      SOAL 227:
      Seseorang meninggal akibat tabrakan atau jatuh dari ketinggian. Apa taklif jika darah masih terus mengalir tubuh korban yang tewas tersebut, apakah harus menunggu sampai berhenti sendiri, atau dengan alat-alat medis, ataukah segera menguburnya meskipun darahnya masih mengalir?

      JAWAB:
      Sedapat mungkin wajib mensucikan tubuh jenazah sebelum dimandikan. Dan jika mungkin menunggu sampai darahnya berhenti mengalir, atau menghentikannya, maka wajib dilakukan.


      SOAL 229:
      Ditemukan tulang mayat yang telah terkubur sejak 40 atau 50 tahun yang lalu dan kuburannya telah lenyap dan berubah menjadi lapangan umum. Lalu orang-orang menggali parit di lapangan itu dan ditemukan tulang-belulang sejumlah mayat. Apakah ada masalah dalam menyentuh tulang-tulang tersebut untuk dilihat? Dan apakah ia najis ataukah tidak?

      JAWAB:
      Tulang jenazah muslim yang telah dimandikan tidaklah najis. Namun wajib ditanam di dalam tanah.


      SOAL 230:
      Apakah boleh seseorang mengkafani ayah, ibu, atau salah satu dari kerabatnya dengan kafan yang dibeli untuk dirinya sendiri?

      JAWAB:
      Tidak ada masalah (la isykâl).

      SOAL 231:
      Sebuah tim medis perlu mengeluarkan jantung dan pembuluh nadi dari tubuh seorang yang telah wafat guna mengadakan riset dan eksperimen medis. Sehari setelah melakukan eksperimen dan percobaan mereka mengebumikannya. Kami mohon Anda berkenan memberikan jawaban atas pertanyaan sebagai berikut:
      1). Apakah boleh kita melakukan perbuatan demikian padahal kita tahu mayat-mayat yang dijadikan obyek eksperimen tersebut adalah orang-orang muslim?
      2). Apakah boleh mengubur jantung dan sebagian pembuluh nadi secara terpisah dari tubuh mayat?
      3). Apakah boleh mengubur angota tubuh mayat tersebut bersama tubuh mayat lain? Sebab mengubur jantung dan sebagian pembuluh nadi secara terpisah akan menyebabkan banyak masalah.

      JAWAB:
      Boleh membedah tubuh jenazah apabila menjadi syarat bagi penyelamatan jiwa yang terhormat, atau bagi pencapaian pengetahuan-pengetahuan kedokteran yang dibutuhkan masyarakat, atau untuk identifikasi terhadap sebuah penyakit yang mengancam kehidupan manusia, Namun selama memungkinkan untuk menggunakan jenazah non muslim, maka wajib untuk tidak menggunakan tubuh jenazah muslim untuk tujuan ini. Mengenai anggota tubuh yang dipisahkan dari jasad seorang muslim, maka hukumnya secara syar'i hendaknya dikubur bersama tubuhnya. Jika penguburan bagian-bagian tubuh tersebut bersama tubuhnya tidak dapat dilakukan, maka tidak ada larangan menguburnya secara terpisah.


      SOAL 232:
      Baru-baru ini ditemukan jenazah seorang wanita dalam sebuah perkuburan kuno yang berumur sekitar 700 tahun silam. Jenazah tersebut terdiri dari kerangka tulang yang masih utuh dan sempurna. Pada tengkoraknya masih ada beberapa helai rambut. Berdasarkan keterangan para arkeolog yang menemukannya itu adalah kerangka wanita muslimah. Apakah boleh memamerkan kerangka tulang yang unik dan luar biasa ini di museum ilmu-ilmu alam -setelah memperbaiki makam dan meletakkannya di sana- untuk tujuan memberikan bahan renungan bagi para pengunjung museum tersebut atau guna memberikan peringatan kepada para penziarah dengan cara memamerkannya bersama dengan tulisan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis yang sesuai?

      JAWAB:
      Jika terbukti kerangka tulang tersebut berasal dari jenazah seorang muslim, maka wajib segera dikuburkan kembali.


      SOAL 233:
      Ada sebuah perkuburan di sebuah desa yang tidak dimiliki oleh siapapun dan bukan tanah wakaf. Apakah diperbolehkan bagi warga desa tersebut menghalangi penguburan jenazah dari kota atau desa-desa lain, atau menghalangi seseorang yang berwasiat untuk dikuburkan di pemakaman tersebut?

      JAWAB:
      Jika perkuburan umum tersebut bukan milik seseorang dan bukan wakaf khusus bagi penduduk desa itu, maka mereka tidak boleh melarang orang lain menguburkan jenazah mereka disana. Jika seseorang berwasiat untuk dikuburkan di sana, maka wajib dilaksanakan sesuai dengan wasiatnya.


      SOAL 234:
      Terdapat riwayat-riwayat yang menunjukkan bahwa menyiramkan air pada kuburan mustahab hukumnya, sebagaimana disebutkan dalam kitab la-alil-akhbar. Apakah hukum istihbab tersebut hanya berlaku pada hari penguburan ataukah berlaku secara umum sebagaimana pendapat penulis la’alil-akhbar? Apa pendapat YM?

      JAWAB:
      Dianjurkan (mustahab) menyiramkan air pada kuburan pada hari penguburan. Adapun setelah hari itu maka tidak ada masalah melakukannya dengan niat rajaan (mengharapkan pahala).


      SOAL 235:
      Mengapa orang-orang tidak menguburkan mayat di malam hari? Haramkah hukumnya?

      JAWAB:

      Tidak ada masalah (la isykâl) mengubur orang mati pada malam hari.

      SOAL 236:

      Seseorang mati dalam peristiwa tabrakan mobil. Ia kemudian dimandikan lalu dikafankan dan diantar ke pemakaman. Saat akan dikuburkan, keranda dan kafannya ditemukan berlumuran darah yang mengalir dari kepalanya. Apakah wajib mengganti kafan dalam situasi demikian?

      JAWAB:
      Jika memungkinkan membasuh bagian kafan yang berlumuran darah atau mengguntingnya atau menggantinya, maka wajib dilakukan. Jika tidak, maka diperbolehkan mengubur dalam keadaan begitu.


      SOAL 237:
      Jika penguburan mayat yang dikubur dengan kafan yang berlumuran darah itu telah dilakukan lebih dari tiga bulan, apakah boleh membongkarnya dalam keadaan demikian?

      JAWAB:
      Tidak diperbolehkan membongkar kuburan dalam kasus yang ditanyakan.


      SOAL 238:
      Kami mohon YM berkenan memjawab 3 pertanyaan berikut:
      1). Jika wanita hamil meninggal pada saat melahirkan, apa hukum janin yang masih ada dalam perutnya, dalam kasus-kasus sebagai berikut:
      - Ketika baru bernyawa (3 bulan atau lebih) dengan dugaan kuat akan meninggal bila dikeluarkan dari perut ibunya.
      - Ketika janin berumur 7 bulan atau lebih.
      - Apabila janin meninggal dalam perut ibunya.
      2). Jika wanita hamil meninggal saat sedang melahirkan, apakah wajib orang lain memastikan mati atau hidupnya janin?
      3). Jika wanita hamil meninggal sedangkan anaknya hidup dalam perutnya, lalu-seseorang dengan cara yang tidak lazim- memerintahkan agar mengubur janin yang masih hidup bersama ibunya, apa pendapat Anda?

      JAWAB:
      Jika janin itu mati bersama kematian ibunya, maka tidak diwajibkan bahkan tidak diperbolehkan mengeluarkannya. Namun apabila janin masih hidup dan telah bernyawa dalam perut ibunya yang telah meninggal dan diperkirakan tetap hidup sampai saat dikeluarkan, maka wajib segera mengeluarkannya. Jika belum mendapat kepastian akan kematian janin di perut ibunya yang telah meninggal, maka tidak diperbolehkan menguburkannya bersama janinnya. Jika janin yang masih hidup telah dikuburkan bersama ibunya dan tetap hidup sampai setelah dikuburkan- meskipun hanya dugaan-, maka wajib segera membongkar kuburan dan wajib mengeluarkan janin tersebut dari perut ibunya. Demikian pula jika mempertahankan nyawa janin dalam perut ibunya yang telah mati mengharuskan penundaan penguburan jenazah ibunya tersebut, maka berdasarkan azh-zhahir wajib menunda penguburan ibunya demi menjaga nyawa janin. Jika seseorang memperbolehkan mengubur wanita hamil bersama janin yang masih hidup dalam perutnya dan orang lain menguburkannya dengan dugaan bahwa pendapatnya benar sehingga menyebabkan kematian anak (janin) dalam kubur, maka yang melakukan penguburan dikenakan denda (diyah), kecuali kematian itu diakibatkan oleh pendapat orang itu, maka diyah dikenakan padanya.


      SOAL 239:
      Pemerintah daerah, demi pemanfaatan tanah lebih baik, menetapkan untuk membangun perkuburan yang terdiri dari dua tingkat. Kami mohon Anda menerangkan hukum syar'i tentang masalah ini?

      JAWAB:
      Boleh membangun kuburan orang Islam terdiri dari beberapa tingkat selama tidak mengharuskan pembongkaran kuburan dan tidak menyebabkan penghinaan terhadap kehormatan muslim.

      SOAL 240:
      Seseorang bocah jatuh ke dalam sumur dan mati di dalamnya, sedangkan air yang di dalamnya menghambat usaha mengeluarkan tubuhnya, apa hukumnya?

      JAWAB:
      Dibiarkan di dalam sumur itu dan dijadikan sebagai kuburannya. Jika sumur itu bukan milik seseorang atau pemiliknya rela ditutup, maka wajib ditutup dan tidak dipakai.

      SOAL 241:
      Lazimnya di daerah kami upacara menepuk dada atau memukul dengan rantai dengan cara tradisional hanya diadakan pada acara peringatan wafatnya para imam suci (as), para syuhada’, dan tokoh-tokoh besar agama. Bolehkah mengadakan acara tersebut pada upacara kematian salah seorang yang pernah menjadi sukarelawan perang atau orang-orang yang telah mengabdi dengan cara tertentu untuk pemerintahan Islam dan bangsa muslim ini?


      JAWAB:
      Perbuatan tersebut tidak ada masalah (la isykâl).

      SOAL 242:
      Apakah hukum orang yang beranggapan bahwa pergi ke pemakaman pada malam hari merupakan faktor yang efektif dalam pendidikan Islam, padahal pergi ke pemakaman pada malam hari makruh hukumnya?


      JAWAB:
      Boleh (la ba’sa).

      SOAL 243:
      Bolehkah wanita ikut di upacara mengiring jenazah dan mengusungnya?


      JAWAB:
      Boleh.

      SOAL 244:
      Merupakan kebiasaan pada sebagian kabilah, ketika salah seoarang meninggal dunia, berhutang untuk membeli kambing dalam jumlah yang besar, untuk memberi makan semua yang menghadiri upacara kematian. Bolehkah menanggung kerugian-kerugian ini demi mempertahankan kebiasaan tradisi-tradisi demikian? apa hukum syrari’at berkenaan dengan keluarga-keluarga yang terkena musibah kematian dan yang menghadiri upacara?


      JAWAB:
      Jika pemberian makanan diambil dari harta para ahli waris yang telah dewasa dan dengan kerelaan meraka, maka diperbolehkan. Namun jika hal itu menyebabkan kesulitan dan kerugian finansial, maka hendaknya dihindari. Dan jika hendak berinfaq dengan harta si mayit, maka hal itu harus sesuai dengan bentuk wasiatnya. Secara umum dalam hal-hal seperti ini haruslah dihindari segala bentuk berlebihan dan foya-foya (israf) yang dapat menyebabkan dicabutnya nikmat Tuhan.

      SOAL 245:
      Jika seorang terbunuh saat ini di suatu daerah akibat ledakan ranjau, apakah hukum-hukum orang syahid berlaku atasnya?


      JAWAB:
      Hukum tidak dimandikan dan tidak dikafankan hanya berlaku atas syahid yang terbunuh di medan perang.

      SOAL 246:
      Apakah seseorang yang tidak memiliki syarat untuk menjadi imam dalam shalat, boleh mengimami shalat mayit atas jenazah salah seorang mukmin?

      JAWAB:
      Tidak jauh kemungkinan bahwa syarat-syarat yang ditetapkan pada shalat jama’ah dan pada imam jamaah shalat-shalat lain tidak disyaratkan dalam shalat jenazah, meskipun, berdasarkan ihtiyâth dianjurkan memperhatikan syarat-syarat tersebut di dalamnya juga.

      SOAL 247:
      Jika seorang Muslim terbunuh di salah satu tempat di dunia ini demi memberlakukan hukum-hukum Islam, atau terbunuh dalam unjuk rasa, atau dalam front demi melaksanakan fiqih Ja’fari, apakah dianggap sebagai syahid?


      JAWAB:
      Ia mendapat pahala dan ganjaran seorang syahid. Adapun hukum-hukum berkenaan dengan penanganan mayat yang syahid hanya khusus berlaku bagi orang yang gugur di medan pertempuran saat berkecamuk perang.

      SOAL 248:
      Jika seorang Muslim dijatuhi hukuman mati berdasarkan undang-undang dan persetujuan dari lembaga peradilan atas tuduhan membawa narkotika dan hukuman tersebut telah dilaksanankan, apakah ia dishalati dengan shalat jenazah, dan apa hukum turut menghadiri upacara kematiannya, membaca al-Qur,an dan mendengarkan pembacaan musibah Ahlulbait yang diselenggarakan untuk orang ini?


      JAWAB:
      Seorang muslim yang telah menjalani hukuman mati, maka secara hukum sama dengan seluruh muslim lainnya. Semua hukum dan tata cara Islam berkenaan dengan orang mati diberlakukan juga atas dirinya.

      SOAL 249:
      Apakah menyentuh tulang yang masih bercampur dengan daging dan yang terpisah dari tubuh orang yang hidup menyebabkan kewajiban mandi massul mayyit (mandi karena menyentuh mayat)?


      JAWAB:
      Menyentuh tulang yang masih bercampur dengan daging dan yang terpisah dari tubuh orang yang hidup tidak wajib mandi massul mayyit.

      SOAL 250:
      Apakah menyentuh aggota badan yang terpisah dari tubuh orang yang mati menyebabkan kewajiban mandi massul mayyit (mandi karena menyentuh mayat)?


      JAWAB:
      Menyentuh anggota tubuh yang terpisah dari mayat, setelah dingin dan belum dimandikan, maka sama hukumnya dengan menyentuh mayat itu sendiri. (wajib mandi massul mayyit, pen.)

      SOAL 251:
      Apakah seorang Muslim yang akan meninggal dunia (ihtidhâr) wajib dibaringkan dengan menghadap qiblat?


      JAWAB:
      Hendaknya seorang muslim yang akan meninggal dunia (ihtidhâr) ditidurkan dalam posisi kedua telapak kakinya menghadap qiblat. Banyak fuqaha' yang mewajibkan hal itu kepada orang lain dan kepada si calon mayat jika memungkinkan. Dan berdasarkan ihtiyâth (mustahab) hendaknya hal itu tidak ditinggalkan.

      SOAL 252:
      Apakah menyentuh urat gusi yang keluar bersama gigi ketika dicabut menyebabkan kewajiban mandi massul mayyit (mandi karena menyentuh mayat)?


      JAWAB:
      Tidak mewajibkan mandi.

      SOAL 253:
      Apakah hukum-hukum menyentuh mayat berlaku pada seorang syahid muslim yang dikebumikan bersama pakaiannya?


      JAWAB:
      Tidak wajib mandi massul mayyit karena menyentuh orang syahid tersebut.

      SOAL 254:
      Saya adalah mahasiswa fakultas kedokteran yang kadang kala terpaksa menyentuh jasad orang mati saat melakukan pembedahan, padahal saya tidak mengetahui mayat itu Muslim ataukah bukan, namun para petugas mengatakan bahwa jasad-jasad tersebut pasti telah dimandikan. Berdasarkan apa yang disebutkan di atas, kami mohon Anda menjelaskan hukum berkenaan dengan shalat dan lainnya setelah menyentuh jasad-jasad tersebut? Apakah kami wajib mandi berdasarkan alasan yang kami utarakan di atas?


      JAWAB: Bila belum mendapatkan kepastian bahwa mayat itu telah dimandikan dan Anda meragukannya, maka wajib mandi massul mayyit karena menyentuh jasad tersebut atau salah satu bagiannya, dan tanpa mandi massul mayyit tidak sah melakukan shalat. Namun, jika telah mendapatkan kepastian bahwa ia telah dimandikan, maka tidak wajib mandi massul mayyit karena menyentuh tubuh atau salah satu bagian, meskipun anda meragukan keabsahan mandi yang telah dilaksanakan.


      SOAL 255:
      Seorang syahid yang tak dikenal nama beserta tanda yang dimilikinya dikuburkan. Setelah satu bulan , muncul sejumlah indikasi yang menunjukkan bahwa syahid tersebut bukan penduduk kota tempat ia di kuburkan. Apakah boleh membongkar kuburan syahid tersebut dan memindahkannya ke tempat asalnya?
      JAWAB:
      Jika ia telah dikebumikan sesuai dengan hukum-hukum dan norma-norma syar’i, maka tidak diperbolehkan membongkar kuburannya.

      SOAL 256:
      Jika memungkinkan untuk mengetahui isi kubur dan mengambil gambar televisi dari dalam kuburan itu tanpa harus lebih dahulu menggali atau menyingkirkan tanah, maka apakah perbuatan demikian dianggap sama dengan membongkar kuburan ataukah tidak?


      JAWAB:
      Mengambil gambar jasad mayat yang telah terkubur tanpa menggali atau membuka liangnya dan menampakkan jenazah tidaklah tergolong perbuatan membongkar kubur.

      SOAL 257: Pemerintah daerah hendak merobohkan bangunan kamar-kamar yang mengelilingi perkuburan guna memperluas gang. Kami mohon Anda berkenan memberikan jawaban atas pertanyaan sebagai berikut: Pertama: Apa tanggungjawab badan pengawas urusan perkuburan terhadap makam orang-orang mukmin yang ada dalam kamar-kamar tersebut?

      Kedua: Apakah boleh mengeluarkan tulang-belulang mayat-mayat tersebut lalu menguburkannya lagi di tempat lain?


      JAWAB:
      Tidak diperbolehkan merobohkan dan membongkar makam orang-orang Mukmin, jika telah terjadi pembongkaran dan tubuh mayat Muslim atau tulung-tulangnya yang belum hancur telah tampak keluar, maka wajib mengkebumikannya lagi.

      SOAL 258:
      Jika seseorang, tanpa mengindahkan norma-norma syar’i, merobohkan perkuburan orang-orang Muslim, maka apa tanggungjawab orang-orang Muslim lainya terhadap orang tersebut?


      JAWAB:
      Yang wajib bagi orang lain adalah mencegah kemungkaran dengan mematuhi syarat-syarat dan urutan-urutannya. jika akibat pembongkaran tubuh mayat Muslim atau tulang-tulangnya telah tampak keluar, maka wajib mengkebumikannya lagi.

      SOAL 259:
      Ayah saya telah dimakamkan selama 36 tahun yang lalu di sebuah pekuburan. Kini saya berpikir untuk menggunakannya secara pribadi dengan mengambil izin dari kantor urusan wakaf. Atas dasar ini, apakah saya mesti meminta izin dari saudara-saudara saya berkenaan dengan hal itu, padahal perkuburan tersebut dianggap wakaf?


      JAWAB:
      Tidak disyaratkan mengambil izin dari ahli waris yang lain berkenaan dengan kuburan yang terletak di tanah yang dianggap sebagai wakaf umum untuk menguburkan orang-orang mati di dalamnya. Namun sebelum tulang-tulang mayat berubah menjadi tanah, tidak diperbolehkan membongkar kuburannya untuk menguburkan mayat lain.

      SOAL 260:
      Mohon jelaskan kondisi-kondisi yang memperbolehkan pembongakaran kubur. Dan jika terdapat alasan untuk merobohkan perkuburan muslimin dan memindahkannya ke tempat-tempat lain, maka mohon diterangkan?


      JAWAB:
      Tidak diperbolehkan mengubah dan memindahkan pemakaman umat muslim yang diwakafkan untuk menguburkan mayat kaum muslimin.

      SOAL 261:
      Setelah mendapatkan izin dari al-marja’ ad-diniy (figur rujukan untuk masalah-masalah keagamaan), apakah boleh membongkar kuburan dan mengganti pekuburan yang diwakafkan sebagai tempat pemakaman untuk suatu keperluan lain?


      JAWAB:
      Izin tersebut tidak berguna dalam kondis-kondisi ketika tidak diperbolehkan membongkar kuburan dan merobohkan pekuburan yang diwakafkan untuk pemakaman orang mati. Adapun yang masuk dalam pengecualian maka tidak ada masalah.

      SOAL 262:
      Sekitar dua puluh tahun lalu seorang lelaki wafat, dan bebrapa hari lalu seorang wanita wafat di desa yang sama, warga secara tidak sengaja menggali kuburan lelaki tersebut dan menguburkan mayat wanita itu di dalamnya. Kini apa hukumnya, mengingat dalam kuburan lelaki itu tidak ditemukan sisa apapun?


      JAWAB:
      Dalam kasus yang ditanyakan di atas, kini tidak ada taklif apapun atas orang-orang lain. Hanya dikarenakan menguburkan jenazah dalam kuburan jenazah lain tidak menyebabkan diperbolehkan membongkar kuburan guna memindahkan jasad tersebut ke kuburan lain?

      SOAL 263:
      Di tengah salah satu jalan besar terdapat empat kuburan yang menghambat kelangsungan pembukaan jalan. Padahal membongkar kuburan secara syar’i bermasalah. Kami mohon Anda mengarahkan kepada kami tentang apa yang wajib dilakukan agar pihak pemerintah daerah tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan syari’ah?


      JAWAB:
      Jika pembuatan jalan tidak bergantung pada penggalian dan pembongkaran kuburan, dan memungkinkan membuat jalan di atas kuburan, atau jika keperluan pembuatan jalan baru di tempat kuburan sangat mendesak, maka tidak ada masalah (la isykâl).


    • NAJÂSÂT (BENDA-BENDA NAJIS)

      SOAL 264:
      Apakah darah itu suci?


      JAWAB:
      Hewan yang mempunyai darah yang mengalir ketika disembelih (nafsun sailah), darahnya najis.


      SOAL 265:
      Darah yang mengalir dari kepala pada upacara peringatan kesyahidan Al-Husain (as) akibat membenturkan kepala dengan keras pada dinding lalu berhamburan dan mengenai kepala orang-orang yang menghadiri upacara, najis ataukah tidak?

      JAWAB:
      Darah manusia dalam semua keadaan najis.

      SOAL 266:
      Apakah warna tipis bekas darah yang masih ada di pakaian setelah dibasuh najis?

      JAWAB:
      Jika darahnya telah lenyap, dan yang tersisa hanyalah warnanya saja dan tidak dapat lenyap dengan dibasuh, maka ia suci.


      SOAL 267:
      Apa hukum titik darah dalam telur?

      JAWAB:
      Dihukumi suci, namun haram dimakan.

      SOAL 268:
      Apa hukum keringat orang yang junub karena perbuatan haram dan keringat hewan pemakan kotoran?

      JAWAB:
      Keringat onta pemakan kotoran najis. Sedangkan keringat hewan pemakan kotoran selain onta, demikian pula keringat orang yang junub karena perbuatan haram, berdasarkan aqwa, suci hukumnya. Namun berdasarkan ihtiyâth, wajib meninggalkan shalat dengan keringat janâbah karena perbuatan haram.


      SOAL 269:
      Apakah tetesan-tetesan yang jatuh dari jasad mayat sebelum dimandikan dengan air murni dan setelah dimandikan dengan Sidr (Bidara) dan kapur suci ataukah tidak?

      JAWAB:
      Jika jasad mayat belum dimandikan hingga tuntas dengan mandi yang ketiga, maka ia tetap dihukumi sebagai najis.


      SOAL 270:
      Apakah kulit kedua tangan, bibir atau kedua kaki yang terkadang terlepas dihukumi suci ataukah najis?

      JAWAB:
      Kulit kedua tangan, bibir, kedua kaki atau bagian tubuh lainnya yang terlepas sendiri, dihukumi suci.


      SOAL 271:
      Seorang di medan tempur menghadapi situasi yang memaksanya untuk membunuh dan memakan babi. Apakah basah tubuhnya dan ludahnya dihukumi najis?

      JAWAB:
      Keringat tubuh dan ludah seseorang yang memakan daging haram dan najis tidaklah najis. Ia tidak diwajibkan melakukan istibrâ’ (membersihkan diri) Tetapi segala sesuatu yang menyentuh daging babi dalam keadaan basah dihukumi najis.


      SOAL 272:
      Mengingat penggunaan kuas dalam melukis dan pembuatan sketsa, padahal jenis kuas yang berkualitas baik dan digemari, yang kebanyakannya terbuat dari rambut babi, adalah yang didatangkan dari negara-negara non-Islam dan bisa didapat oleh semua orang, terutama di pusat-pusat informasi dan kebudayaan, maka apa hukum syar’i menggunakan kuas-kuas tersebut? Lalu, apa hukum menulis ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis mulia dengannya?

      JAWAB:
      Rambut babi hukumnya najis, dan tidak boleh dipergunakan untuk melakukan hal-hal yang mensyaratkan kesucian (thahârah) secara syar’i. Adapun penggunaannya dalam hal-hal yang tidak mensyaratkan kesucian, maka tidak dipermasalahkan (la isykâl). Bahkan menggunakan kuas, jika tidak diketahui apakah terbuat dari rambut babi ataukah tidak, dalam hal-hal yang mensyaratkan kesucian pun , tidaklah dipermasalahkan (la isykâl).


      SOAL 273:
      Apakah halal mengkonsumsi daging yang diimport dari negara non muslim? Apa hukumnya dari sisi suci atau najisnya?

      JAWAB:
      Sampai kita tidak yakin akan cara penyembelihannya maka dihukumi haram mengkonsumsinya, namun dari sisi kesucian jika tidak yakin, bahwa ia tidak disembelih (secara salah), maka dihukumi suci.


      SOAL 274:
      Kami mohon YM menerangkan berkenaan dengan bahan-bahan kulit dan anggota tubuh binatang lainnya yang diimpor dari negara non Muslim!

      JAWAB:
      Jika Anda memiliki dugaan, bahwa binatang tersebut disembelih dengan cara islami, maka suci, dan jika Anda yakin bahwa ia tidak disembelih dengan cara islami, maka dihukumi najis.


      SOAL 275:
      Jika pakaian orang junub menjadi najis karena mani, apakah hukumnya jika tangan menyentuhnya ketika salah satu dari keduanya basah, dan bolehkah orang yang junub menyerahkan pakaiannya kepada orang lain untuk disucikan, dan apakah orang yang mengalami ihtilâm (mimpi basah) harus memberitahu orang yang secara sukarela mencuci pakaian tersebut tentang kenajisannya?

      JAWAB:
      Mani hukumnya najis dan bila mengenai suatu benda dengan tingkat kebasahan yang dapat berpindah, maka menyebabkan kenajisannya. Dan tidak diharuskan memberitahukan kenajisan pakaian kepada yang mencucinya.


      SOAL 276:
      Setiap kali usai kencing saya melakukan istibra’, namun setelah itu keluar cairan yang beraromakan air mani. Saya mohon Anda berkenan menerangkan hukumnya berkenaan dengan shalat saya?

      JAWAB:
      Jika Anda belum meyakini bahwa itu mani dan ia tidak disertai dengan tanda-tanda syar’i keluarnya mani, maka ia suci dan tidak diperlakukan secara hukum sebagai mani.


      SOAL 277:
      Apakah kotoran burung yang haram dimakan dagingnya, seperti burung gagak, elang dan kakak tua najis?

      JAWAB:
      Binatang yang halal dimakan dagingnya baik burung atau bukan kotorannya suci. Begitu juga kotoran burung yang haram dimakan dagingnya.


      SOAL 278:
      Dalam beberapa risâlah 'amaliyah disebutkan bahwa kotoran binatang dan burung yang dagingnya haram dimakan najis hukumnya. Apakah kotoran binatang yang boleh dimakan, seperti sapi, kambing, dan ayam najis ataukah tidak?

      JAWAB:
      Kotoran binatang yang halal dimakan suci hukumnya.

      SOAL 279:
      Jika terdapat benda najis di sudut-sudut kloset dalam WC atau di dalam kloset yang telah dibasuh tempatnya dengan air kur atau dengan air sedikit dan masih tersisa benda najis di dalamnya, apakah tempat yang kosong dari benda najis namun terkena air basuhan tersebut najis ataukah suci?

      JAWAB:
      Tempat yang tidak terkena oleh air yang najis yang bersambung dengan benda najis ditetapkan secara hukum sebagai suci.


      SOAL 280:
      Jika seorang tamu menajiskan salah satu benda tuan rumahnya, apakah wajib memberi tahu tuan rumah tentang najis itu?

      JAWAB:
      Tidak diharuskan memberitahukan hal itu pada selain makanan, minuman dan wadah-wadah makanan.


      SOAL 281:
      Apakah sesuatu yang bersentuhan dengan mutanajjis (benda yang terkena najis) dihukumi mutanajjis ataukah tidak? Jika dihukumi mutanajjis, apakah hal ini berlaku dalam semua perantara ataukah hanya pada perantara-perantara yang dekat saja?

      JAWAB:
      Yang bersentuhan dengan najis dihukumi najis karena bersentuhan. Begitu pula yang bersentuhan dengannya. Berdasarkan ihtiyâth, yang bersentuhan dengan benda yang bersentuhan yang kedua juga najis. Adapun yang bersentuhan dengan benda yang bersentuhan yang ke tiga maka tidak dihukumi najis.


      SOAL 282:
      Bila mengenakan sepatu yang terbuat dari kulit hewan yang tidak disembelih, apakah selalu wajib membasuh kedua kaki sebelum berwudhu? Sebagian orang mengatakan, bahwa bila kaki berkeringat dalam sepatu wajib melakukan hal ini (mencuci kedua kaki). Saya memperhatikan bahwa kaki berkeringat dalam kadar yang berbeda-beda antara sedikit dan banyak dalam berbagai jenis sepatu. Apa pendapat Anda mengenai masalah ini?

      JAWAB:
      Jika dipastikan bahwa kaki berkeringat dalam sepatu tersebut, maka wajib mensucikan kedua kaki untuk melakukan shalat.


      SOAL 283:
      Apa hukum tangan anak yang basah, air liur dan sisa minumannya jika ia selalu menajiskan dirinya? Apa hukum anak yang meletakkan tangannya yang basah pada kakinya?

      JAWAB:
      Selama belum diperoleh keyakinan bahwa ia terkena najis, maka dihukumi suci.

      SOAL 284:
      Saya mengalami sakit gusi. Menurut pendapat dokter, saya harus selalu memijat-mijat gusi saya. Tindakan ini meyebabkan beberapa bagian gusi menghitam seakan-akan ada darah yang menggumpal di dalamnya. Ketika saya letakan tisu, warnanya berubah merah. Karena itulah saya mensucikan mulut saya dengan air kur. Hanya saja darah yang mengeras itu tetap ada dalam waktu yang cukup lama dan tidak hilang dengan dibasuh. Nah, setelah air kur tersebut terputus, apakah air yang masuk ke dalam mulut kemudian saya keluarkan dan melewati bagian darah yang menggumpal dibawah gusi itu dihukumi najis, ataukah ia termasuk ludah dan dihukumi suci?

      JAWAB:
      Dihukumi suci, meskipun, berdasarkan ihtiyâth hendaknya dihindari.

      SOAL 285:
      Saya juga ingin bertanya, apakah makanan yang saya makan dan menyentuh bagian darah yang mengeras dalam gusi itu menjadi mutanajjis ataukah tidak? Jika dianggap mutanajjis, apakah ruang mulut tetap dianggap mutanajjis setelah menelan makanan?

      JAWAB:
      Makanan dalam contoh kasus yang ditanyakan diatas tidak dihukumi najis dan menelannya tidak dipermasalahkan (la isykâl). Sedangkan ruang mulutnya suci.


      SOAL 286:
      Sejak beberapa waktu tersebar rumor bahwa bahan-bahan kosmetik najis. Dikatakan, bahwa mereka mengambil ari-ari janin bayi yang baru lahir dan menyimpannya dalam alat pendingin. Dikatakan juga bahwa mereka menyimpannya bersama janin yang telah mati untuk dibuat menjadi bahan-bahan kecantikan, seperti pemerah bibir. Bahan-bahan tersebut kadang kala kami gunakan, bahkan sebagian pemerah bibir dapat dimakan. Apakah ia najis?

      JAWAB:
      Rumor bukanlah hujjah (alasan) syar’i atas kenajisan bahan-bahan kecantikan. Selama belum dipastikan kenajisannya dengan cara syar’i yang mu’tabar (diakui), maka pemakaian bahan-bahan tersebut tidak dipermasalahkan (la isykâl).


      SOAL 287:
      Dari setiap pakaian atau potongan kain berguguran bulu-bulunya yang halus. Ketika mensucikan pakaian-pakaian kami menemukan bulu-bulu pakaian itu dalam timba. Jika timba tersebut penuh dengan air dan bersambung dengan air kran, maka air meluap ke samping setiap kami memasukkan pakaian ke dalamnya. Karena bulu-bulu pakaian itu ada dalam air yang keluar dari timba, saya berhati-berhati dengan menghindari air tersebut dan mensucikan semua tempat, atau ketika melepas pakaian bayi yang terkena najis, saya mensucikan tempat dimana saya melepaskan pakaian-pakaian itu, meskipun dalam keadaan kering, karena saya beranggapan bahwa bulu-bulu pakaian itu berjatuhan disana. Apakah berhati-hati dengan cara demikian perlu dilakukan?

      JAWAB:
      Pakaian yang diletakkan pada sebuah tempat untuk ditimpakan air kran di atasnya dan air memenuhi tempat itu, dan pakaian tersebut telah dipisahkan dari air tersebut atau di dalam tempat itu dan telah dipindahkan, maka pakaian, air, tempat dan bulu-bulu pakaian yang terpisah dari pakaian dan terlihat di atas air dan keluar bersama air, semua itu suci.
      Begitu pula dengan bulu-bulu pakaian dan debu-debu yang telah tepisah dari pakaian yang najis dihukumi suci, kecuali jika diyakini bahwa yang terpisah tersebut dari bagian yang najis. Dan hanya sekedar ragu terhadap hal-hal yang terpisah tersebut dari pakaian yang najis atau kenajisan tempatnya, tidak diperlukan ihtiyath (berhati-hati).


      SOAL 288:
      Basah seukuran apakah yang menyebabkan perpindahan dari satu benda ke benda yang lain?

      JAWAB:
      Tolok ukur basah yang dapat berpindah adalah jika basah berpindah secara tampak jelas dari benda yang basah kepada benda lain ketika keduanya bersentuhan.


      SOAL 289:
      Apa hukum pakaian-pakaian yang diserahkan kepada penatu dari segi kesucian, mengingat sebagian penganut agama-agama kaum minoritas, seperti Yahudi, Nasrani dan lainnya juga mencucikan pakaiannya di tempat-tempat tersebut, dan bahwa para pemiliknya menggunakan bahan kimia dalam mencuci pakian?

      JAWAB:
      Jika pakaian yang yang diserahkan ke tempat-tempat pencucian dan pengeringan sebelumnya tidak najis maka dihukumi suci, dan bersentuhan dengan pakaian para penganut agama minoritas dari kalangan ahli kitab tidak menyebabkan kenajisan.


      SOAL 290:
      Apakah pakaian yang dicuci dengan mesin cuci di rumah yang bekerja seluruhnya secara otomatis suci ataukah tidak? Proses kerja alat tersebut sebagai berikut:
      Tahap pertama ketika pakaian dicuci dengan bubuk deterjen, sebagian air dan busa deterjen cucian akan berhamburan mengenai kaca mesin cuci dan karet yang melingkarinya. Setelah itu, pada tahap kedua untuk menyedot air guna mencuci, busa deterjen akan menutupi pintu mesin secara penuh dan karet yang melingkarinya. Pada-tahap-tahap berikutnya, mesin ini mencuci pakaian sebanyak tiga kali dengan air sedikit, kemudian air cucian akan disedot keluar.
      Kami mohon penjelasan apakah pakaian-pakaian yang telah dicuci dengan cara demikian suci ataukah tidak?

      JAWAB:
      Setelah benda najis (ainun-najâsah) lenyap, jika air yang bersambung dengan kran sampai ke pakaian dan semua bagian dalam mesin kemudian terpisah darinya dan keluar, maka ia dihukumi suci.


      SOAL 291:
      Jika air dialirkan ke tanah atau kolam, atau kamar mandi yang digunakan untuk mencuci pakaian lalu percikannya mengenai pakaian, apakah ia menjadi mutanajjis ataukah tidak?

      JAWAB:
      Jika air dituang ke tempat yang suci atau tanah yang suci, maka percikan-percikannya juga suci. Dan jika kita ragu apakah tempat tersebut suci atau najis, percikannya pun dihukumi suci.


      SOAL 292:
      Apakah air yang mengalir di jalan-jalan yang berasal dari mobil-mobil pengangkut sampah Pemerintahan Daerah dan terkadang mengenai orang akibat angin kencang dihukumi suci ataukah najis?

      JAWAB:
      Ia dihukumi suci, kecuali apabila seseorang meyakini kenajisannya akibat bersentuhan dengan sesuatu yang najis.


      SOAL 293:
      Apakah air yang menggenang dalam lubang di jalan-jalan suci ataukah tidak?

      JAWAB:
      Air demikian dihukumi suci.

      SOAL 294:
      Apa hukum saling melakukan kunjungan keluarga bersama orang-orang yang tidak memperhatikan masalah-masalah kesucian dan kenajisan dalam makan dan minum dan sebagainya?

      JAWAB:
      Secara umum berkenaan masalah kesucian dan najis di dalam hukum Islam, segala sesuatu yang tidak diyakini najis dalam pandangan syariat dihukumi suci.?


      SOAL 295:
      Kami mohon Anda menjelaskan hukum syar'i tentang suci atau najisnya muntah dalam beberapa masalah sebagai berikut:
      A). Muntah bayi yang masih menyusu.
      B). Muntah bayi yang masih menyusu dan mulai makan?
      C). Muntah orang dewasa (balig) .

      JAWAB:
      Semua itu dihukumi suci.

      SOAL 296:
      Apa hukum sesuatu yang bersentuhan dengan benda yang diduga najis di antara beberapa obyek terbatas (asy-syubhah al-mahshurah)?

      JAWAB:
      Jika bersentuhan dengan sebagian dari obyek-obyeknya, maka hukum mutanajjis tidak berlaku atasnya.


      SOAL 297:
      Seseorang yang agamanya tidak diketahui, menjual makanan dan menyentuhnya dalam keadaan basah yang dapat berpindah. Apakah wajib menanyakan agamanya ataukah berlaku “asas kesucian (ashalatuth-thahârah)”, padahal kami tahu ia bukan penduduk negara Islam, namun hanyalah pekerja asing?

      JAWAB:
      Tidak wajib menayakan agamanya, dan “asas kesucian” berlaku atas orang tersebut dan benda-benda yang disentuh anggota tubuhnya secara langsung dalam keadaan basah.


      SOAL 298:
      Apa takilf orang yang rumahnya atau rumah kerabatnya ditinggali atau dikunjungi oleh seseorang yang tidak memperhatikan kesucian dan kenajisan sehingga rumah dan benda-benda di dalamnya menjadi najis sedemikian rupa sehingga tidak dapat dibasuh atau disucikan? Dalam kondisi demikian bagaimana seseorang bisa tetap suci terutama dalam shalat yang disyaratkan suci agar sah? Apa hukum masalah ini?

      JAWAB:
      Tidak diharuskan mensucikan seluruh rumah. Cukup untuk sahnya shalat apabila pakaian dan tempat dahi dalam sujud suci. Rumah dan perabotnya yang najis tidak menimbulkan taklif lebih dari menjaga kesucian dalam shalat, makan dan minum.


    • BENDA MEMABUKKAN DAN SEJENISNYA

      SOAL 299:
      Apakah minuman beralkohol najis?

      JAWAB:
      Minuman yang memabukkan berdasarkan ihtiyâth (wajib) dihukumi najis

      SOAL 300:
      Apa hukum anggur yang dididihkan dengan api dan dua pertiga kandungannya belum menguap meskipun tidak memabukkan?

      JAWAB:
      Ia haram diminum, namun tidak najis.

      SOAL 301:
      Dikatakan apabila sejumlah anggur mentah yang bercampur dengan beberapa atau sebiji anggur matang didihkan guna mengambil airnya, maka apa yang tersisa setelah dididihkan tersebut haram hukumnya. Benarkah keterangan ini ataukah tidak?

      JAWAB:
      Apabila air buah anggur itu sangat sedikit dan terserap ke dalam air anggur mentah sedemikian rupa sehingga tidak layak disebut sebagai air anggur, maka hukumnya halal. Namun, apabila buah-buah anggur yang matang tersebut dididihkan sendiri dengan api, maka hukumnya haram.


      SOAL 302:
      Kini alkohol yang merupakan benda memabukkan dalam kenyataannya, banyak digunakan untuk pembuatan obat-obatan terutama yang berbentuk sirup dan parfum terutama jenis cologne yang diimport dari luar negeri. Apakah Anda memperbolehkan seseorang yang mengetahui tentang hal itu dan yang tidak mengetahui memperjual belikan menyediakan, menggunakan dan memanfaatkannya dalam bentuk-bentuk yang lain terhadap benda-benda tersebut?

      JAWAB:
      Alkohol yang tidak diketahui tergolong dari jenis yang semula cair, meskipun memabukkan, berdasarkan ihtiyâth dihukumi najis. Dan tidak ada larangan menggunakannya untuk keperluan-keperluan medis dan sebagainya, sebagaimana tidak ada masalah melakukan shalat dengan pakaian yang bersentuhan dengan alkohol semacam itu.


      SOAL 303:
      Bolehkah menggunakan alkohol putih untuk sterilisasi tangan dan alat-alat medis seperti termometer dan lainnya yang digunakan untuk urusan medis dan pengobatan oleh dokter atau tim dokter? Alkohol putih, yang juga dapat diminum, apakah boleh shalat dengan pakaian yang terkena setetes atau lebih dari alkohol itu?

      JAWAB:
      Alkohol yang semula tidak cair, yang memabukkan dihukumi najis berdasarkan ihtiyâth. Penggunaannya untuk keperluan medis dan lainnya tidak dilarang. Shalat dengan pakaian yang terkena alkohol demikian sah dan tidak perlu disucikan.


      SOAL 304:
      Terdapat suatu benda yang dinamakan “kafeer” dan digunakan dalam industri makanan dan obat-obatan. Selama proses fermentasi bahan tersebut menghasilkan 5% atau 8% alkohol. Alkohol yang sedikit ini tidak menyebabkant mabuk pada konsumennya. Apakah penggunaan bahan tersebut dilarang secara syar’i ataukah tidak?

      JAWAB:
      Jika alkohol dalam produk tersebut dengan sendirinya memabukkan maka hukumnya berdasarkan ihtiyâth (wajib) najis dan haram, meski tidak membuat mabuk penggunanya dikarenakan kadarnya sedikit dan bercampur dengan benda yang diproduksi. Namun jika diragukan bahwa benda itu memabukkan dengan sendirinya atau semula cair, maka hukumnya tidaklah sama.


      SOAL 305:
      a. Apakah alkohol jenis ethyl yang tampaknya digunakan dalam benda-benda memabukkan dan menyebabkan mabuk ini najis ataukah tidak?
      b. Apakah kriteria najisnya alkohol itu?
      c. Dengan cara apakah kita dapat memastikan suatu minuman memabukkan?
      d. Apa yang dimaksud dengan alkohol industri?

      JAWAB:
      a. Semua jenis alkohol yang memabukan dan semula cair berdasarkan ihtiyâth najis.
      b. Apabila memabukan dan semula cair.
      c. Jika seorang mukallaf sendiri tidak yakin, maka cukup pemberitahuan para ahli yang terpercaya.
      d. Yang dimaksud ialah alkohol yang dipergunakan dalam pembuatan warna dan cat, sterilisasi peralatan operasi dan jarum suntik dan kegunaan serupa lainnya.


      SOAL 306:
      Apakah hukum mengkonsumsi minuman yang ada di pasar, antara lain minuman-minuman yang diproduksi dalam negeri, seperti coca cola, pepsi dan lain-lain, padahal dikatakan bahwa bahan-bahan dasarnya diimport dari luar negeri dan diduga mengandung alkohol?

      JAWAB:
      Ia dihukumi suci dan halal kecuali bila mukallaf yakin ia tercemar dengan alkohol yang memabukkan dan semula cair.


      SOAL 307:
      Secara prinsip, apakah ketika membeli bahan-bahan makanan perlu menyelidiki apakah tangan penjual dan pembuatnya telah menyentuhnya atau menggunakan alkohol dalam pembuatannya?

      JAWAB:
      Tidak perlu tanya dan menyelidiki.

      SOAL 308:
      Saya telah membuat spray atropine sulphate yang mana alkohol merupakan unsur esensial dalam komposisi formulasinya. Artinya, jika tidak menambahkan alkohol dalam senyawa ini, maka kita tidak bisa memproduksi spray. Dan secara ilmiah, spray tersebut merupakan senjata penangkal yang dapat melindungi pasukan Islam dari (senjata) gas syaraf dalam perang. Apakah boleh secara syar'i, menurut pendapat Anda YM, menggunakan alkohol dalam pembuatan obat-obatan dengan cara yang telah kami terangkan tadi ataukah tidak?

      JAWAB:
      Jika alkohol tersebut memabukkan dan semula cair, maka hukumnya haram dan berdasarkan ihtiyâth najis. Namun penggunaannya sebagai obat tidak dipermasalahkan (la isykâl) dalam kondisi apapun.


    • WAS-WAS DAN TERAPINYA

      SOAL 309:
      Sejak beberapa tahun lalu saya menderita was-was. Masalah ini sangat menyiksa saya. Setiap hari kondisi ini kian parah hingga saya meragukan segala sesuatu, dan kehidupan saya berdiri di atas keragu-raguan. Kebanyakan keragu-raguan saya berkenaan dengan makanan dan benda yang basah. Karena itulah saya tidak dapat berperilaku seperti orang-orang biasa lainnya. Saat memasuki suatu tempat, saya segera melepas kaos kaki karena saya membayangkannya basah oleh keringat dan akan menjadi mutanajjis karena menyentuh benda najis. Sampai-sampai saya tidak dapat duduk di atas permadani. Jika duduk di atasnya maka diri saya selalu tergerak untuk bangun agar bulu-bulu halus pada permadani tidak melekat pada pakaian saya sehingga saya terpaksa mensucikannya dengan air. Saya dulu tidak demikian. Kini saya sangat malu karena perilaku ini dan selalu terbersit keinginan untuk bertemu dengan seseorang dalam mimpi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini, atau suatu mukjizat datang lalu mengubah hidup saya untuk kembali ke hidup saya yang dulu, karenanya, mohon Anda membimbing saya?

      JAWAB:
      Hukum-hukum tentang thahârah dan najâsah adalah seperti yang telah dirincikan dalam risâlah amaliyah. Secara syar’i, segala sesuatu dihukumi, kecuali yang telah ditetapkan oleh Syari’ (Penentu syari’ah) sebagai najis dan diyakini demikian oeh orang yang bersangkutan. Dengan demikian, guna membebaskan diri dari was-was tidak memerlukan mimpi atau mukjizat. Namun setiap mukallaf wajib mengesampingkan selera pribadinya dan tunduk (ta’abbud) terhadap ajaran-ajaran suci ini dan mengimaninya, dan tidak menganggap sesuatu yang tidak diyakini kenajisannya sebagai najis. Dari mana Anda yakin bahwa pintu dinding, permadani, dan segala sesuatu yang Anda gunakan najis!. Dan bagaimana Anda bisa yakin bahwa rambut-rambut halus di permadani yang Anda lewati dan duduki najis, dan bahwa kenajisannya akan pindah ke kaos kaki, pakaian dan badan Anda?! Bagaimanapun juga, dalam kondisi seperti ini Anda tidak boleh memperdulikan was-was, tidak memberikan perhatian kepada was-was tentang najis dan berlatih untuk melakukan hal itu akan membantu Anda menyelamatklan diri dari genggaman was-was, insya Allah dan dengan taufiq dari-Nya.


      SOAL 310:
      Saya adalah ibu dari beberapa anak dan lulusan dari perguruan tinggi. Problem yang saya alami ialah menyangkut masalah kesucian. Saya tumbuh dalam lingkungan keluarga yang taat beragama dan ingin mematuhi semua ajaran-ajaran Islam. Karena saya ibu dari beberapa anak kecil, maka saya selalu sibuk mengurusi masalah kencing dan kotoran. Saat mensucikan kencing, percikan-percikan air dari kloset berhamburan dan mengenai kaki, wajah, bahkan kepala. Setiap saat saya menghadapi masalah pensucian anggota-anggota tersebut dan hal ini menyebabkan banyak problem dalam hidup saya. Dari sisi lain, saya harus memperhatikan masalah-masalah ini, karena berkaitan dengan aqidah dan agama saya, sampai-sampai saya harus berkonsultasi dengan psikiater, namun tidak membuahkan hasil. Di samping itu, saya sering menghadapi masalah, seperti debu dari benda yang najis, atau harus selalu mengawasi tangan anak yang najis yang harus saya sucikan atau saya hindarkan agar tidak menyentuh benda-benda lain, mengingat membersihkan sesuatu yang najis merupakan pekerjaan yang sangat berat bagi saya. Meski demikian, namun pada waktu yan sama saya tidak merasa kesulitan mencuci bejana-bejana dan pakaian-pakaian yang sama jika hanya karena kotor saja. Karena itulah, saya mohon Anda YM memudahkan hidup saya dengan memberikan bimbingan-bimbingan.

      JAWAB:
      • Dalam masalah thahârah dan najâsah yang menjadi prinsip (al-ashl) dalam pandangan syari’ah yang suci adalah thahârah (kesucian). Artinya, dalam kasus apapun jika Anda ragu sekecil apa pun tentang adanya najis, maka yang wajib ialah menghukuminya sebagai tidak najis.
      • Bahkan, bagi orang-orang yang mempunyai sensitifitas kejiwaan yang tinggi berkenaan dengan masalah najis (yang dalam istilah fiqih Islam, disebut waswas), ketika mereka yakin akan terjadinya najis dalam beberapa kasus, wajib menghukumi tidak ada najis, kecuali dalam kasus-kasus najis yang mereka saksikan sendiri dengan mata kepala sedemikian rupa sehingga siapa pun melihatnya akan juga memastikan berpindahnya najâsah. Hanya dalam contoh-contoh kasus demikian sajamereka wajib menghukumi najis. Hukum ini berlaku terus atas orang-orang semacam itu sampai was-wasnya lenyap secara tuntas.
      • Cukup dalam mensucikan benda atau anggota tubuh manapun yang terkena najis, dengan syarat benda najisnya (’ainun najâsah) hilang, dengan satu kali basuhan dengan air kran dan tidak wajib mengulanginya atau membenamkannya dalam air, jika benda yang terkena najis itu berupa kain maka cukup diperas dengan ukuran yang wajar sehingga airnya keluar.
      • Sebagai orang yang mempunyai sensitifitas yang tinggi dalam masalah najâsah, ketahuilah bahwa debu najis bukanlah najis dalam segala kondisi khusus bagi Anda. Mengamati tangan anak yang suci atau najis tidaklah perlu. Dan tidak harus meneliti bahwa darah tersebut telah lenyap dari badan ataukah tidak. Hukum ini berlaku terus atas Anda sampai sensitifitas itu lenyap secara total.
      • Hukum-hukum agama Islam mudah dan lunak, serta selaras dengan fitrah manusia, maka jangan mempersulitnya atas diri Anda, dan jangan merugikan dan mengganggu fisik dan jiwa Anda karena hal itu. Kecemasan dan kegelisahan dalam kasus-kasus demikian akan membuat pahit hidup Anda. Allah Yang Maha Mulia nama-Nya tidak rela dengan penderitaan Anda dan orang-orang yang terkait dengan Anda Syukurilah nikmat berupa agama yang mudah ini. Mensyukuri nikmat ini ialah dengan melaksanakannya sesuai dengan ajaran-ajaran Allah Swt.
      • Kondisi demikian hanyalah sementara dan dapat diobati, banyak orang yang mengalami masalah ini terhindarkan darinya, setelah menjalani latihan tersebut di atas. Bertawakallah kepada Allah dan selamatkanlah diri Anda dengan tetap bertekad dan berkeinginan.


    • HUKUM ORANG KAFIR

      SOAL 311:
      Sebagian para fuqaha (juris) menganggap ahli kitab najis dan sebagian lain menganggap mereka suci. Apa pendapat Anda YM?

      JAWAB:
      Kenajisan dzati ahli kitab tidak diketahui, bahkan kami berpendapat bahwa mereka diihukumi suci secara dzati.


      SOAL 312:
      Apakah ahli kitab yang secara intelektual mengimani kerasulan Pamungkas para nabi (Saw), Namun secara praktis berprilaku sesuai cara dan adat istiadat orang tua dan nenek moyang diperlakukan secara hukum sebagai kafir dalam masalah kesucian ataukah tidak?

      JAWAB:
      Hanya mengakui kerasulan Pamungkas para nabi (Saw) tidak cukup menjadi dasar untuk dihukumi sebagai Muslim. Namun jika mereka termasuk ahli kitab maka dihukumi suci.


      SOAL 313:
      Saya dan sejumlah teman menyewa sebuah rumah. Kami tahu bahwa salah seoarang diantara mereka tidak shalat. Setelah diminta penjelasan ia menjawab bahwa dirinya beriman kepada Allah (Swt) dengan hati namun tidak shalat. Karena kita makan bersamanya dan bergaul secara luas dengannya, apakah ia najis ataukah suci?

      JAWAB:

      Hanya karena meninggalkan shalat, puasa dan kewajiban-kewajiban syar'i lainnya tidak menyebabkan seorang Muslim menjadi murtad dan najis. Selama belum pasti kemurtadannya maka hukumnya sama dengan seluruh kaum muslimin.


      SOAL 314:
      Siapakah yang dimaksud dengan ahli kitab itu. Dan apa standar yang menentukan batas pergaulan dengan mereka?

      JAWAB:
      Yang dimaksud dengan ahli kitab adalah setiap orang yang menganut agama ilahi dan menganggap dirinya bagian dari umat salah satu nabi Allah (As), dan mempunyai kitab samawi yang diturunkan atas para nabi, seperti Yahudi, Nasrani, Zoroaster juga Ashabi’un, yang berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, termasuk ahli kitab. Mereka diperlakukan secara hukum sebagai ahli kitab. Bergaul dengan mereka dengan tetap menjaga norma-norma dan etika Islam tidak dipermasalahkan (la isykâl).


      SOAL 315:
      Terdapat sebuah sekte yang menamakan dirinya “Aliyullahi” yang menganggap Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (As) sebagai Tuhan dan berkeyakinan bahwa doa dan permintaan hajat pengganti dari shalat dan puasa. Apakah mereka najis?

      JAWAB:
      Jika meyakini bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (As) sebagai Tuhan (Allah Maha Tinggi dari apa yang mereka katakan), maka mereka dihukumi sebagai non Muslim di luar ahli kitab, yakni kafir dan najis.


      SOAL 316:
      Terdapat sekte dengan nama “Aliyullahi” yang beranggapan Ali (As) bukanlah Tuhan namun tidaklah kurang dari Tuhan. Apa hukum mereka?

      JAWAB:
      Jika mereka tidak meyakini adanya sekutu Allah Yang Esa, Pemberi karunia dan Maha Tinggi, maka tidak dihukumi sebagai musyrik.


      SOAL 317:

      Apakah sah pengikut Syi’ah Imamiah menyerahkan nazar untuk Imam Husain atau ahlul kisa’ (As) kepada pusat-pusat para pengikut sekte Aliyullahi yang secara langsung atau tidak mempunyai andil dalam menyemarakkannya pusat-pusat tersebut.

      JAWAB:
      Keyakinan akan ketuhanan Pemimpin kaum muwahhidin, Ali bin Abi Thalib (As) adalah batil dan menyebabkan orang yang meyakininya keluar dari agama Islam. Membantu menyebarkan aqidah yang rusak ini haram hukumnya. Di samping itu, mengalokasikan nazar kepada selain yang dituju tidaklah diperbolehkan.


      SOAL 318:
      Di pinggiran daerah kami terdapat sekte yang menyebut dirinya “Isma’iliyah”. Mereka meyakini keimaman 6 orang dari para Imam. Namun mereka tidak mengimani satupun dari kewajiban-kewajiban agama dan tidak meyakini Wilâyatul Faqih. Kami mohon Anda menjelaskan apakah pengikut aliran tersebut suci ataukah najis?

      JAWAB:
      Hanya tidak meyakini 6 Imam Maksum lainnya (As) atau tidak meyakini apa pun dari hukum-hukum syari’at selama tidak bermuara pada penolakan terhadap asal syari’ah dan selama tidak menjurus kepada penolakan kenabian Pamungkas para nabi (Saw), tidak menyebabkan kekufuran dan kenajisan, kecuali bila mereka mencaci dan menghina salah satu dari para Imam Maksum (As).


      SOAL 319:
      Mayoritas mutlak orang-orang di sini adalah orang-orang kafir (Budha). Jika mahasiswa menyewa sebuah rumah, apa hukum thahârah dan najâsah-nya? Apakah harus membasuh dan mensucikan rumah tersebut atau tidak? Patut kami sebutkan, bahwa kebanyakan rumah di sini terbuat dari kayu dan tidak mungkin dicuci. Apa hukumnya berkenaan dengan hotel-hotel, perabot dan peralatan-peralatan lain di dalamnya?

      JAWAB:
      Sebelum dipastikan terjadinya persentuhan dengan tangan dan anggota tubuh orang kafir non-ahli kitab dengan basah yang dapat berpindah, maka ia tidak dihukumi sebagai mutanajjis. Kalaupun diyakini najis, maka tidak wajib mensucikan pintu-pintu dan dinding-dinding rumah dan hotel-hotel juga perabot dan peralatan di dalamnya. Yang wajib disucikan ialah benda yang terkena najis yang dipergunakan untuk makan, minum dan shalat.


      SOAL 320:
      Ada sejumlah besar orang di propinsi Khuzestan menamakan dirinya shabi’ah yang mengaku sebagai pengikut nabi Yahya (As) dan mengaku memiliki kitabnya. Para pakar agama-agama telah membuktikan bahwa mereka golongan Ashabi’un yang disebut dalam al-Qur’an. Mohon Anda menjelaskan apakah mereka tergolong ahli kitab ataukah bukan?

      JAWAB:
      Golongan tersebut dihukumi sebagai ahli kitab.

      SOAL 321:
      Benarkah pendapat bahwa rumah yang dibangun oleh orang kafir menjadi mutanajjis dan makruh shalat di dalamnya.

      JAWAB:
      Shalat di rumah tersebut tidaklah makruh.

      SOAL 322:


      Apa hukum bekerja pada orang-orang Yahudi dan sekte-sekte kafir lainnya, dan apa hukum menerima gaji dari mereka?

      JAWAB:
      Bekerja pada dasarnya tidak dilarang selama tidak tergolong pekerjaan yang haram dan selama tidak bertentangan dengan kepentingan umum Islam dan Muslimin.


      SOAL 323:
      Di daerah tempat menjalani wajib militer terdapat beberapa kabilah dari sebuah sekte bernama “al-Haq”. Apakah boleh memanfaatkan susu, yogurt, dan mentega mereka?

      JAWAB:
      Jika mereka meyakini prinsip-prinsip Islam, maka diperlakukan secara hukum sebagaimana umat Islam lainnya berkenaan dengan masalah suci dan najis.


      SOAL 324:
      Penduduk desa tempat kami mengajar tidak shalat karena mereka menganut sekte al-Haq. Kami terpaksa makan makanan dan roti mereka, karena kami tinggal di siang dan malam hari di sana, Apakah shalat-shalat kami bermasalah (isykâl)?

      JAWAB:
      Jika mereka tidak menolak masalah tauhid dan kenabian dan tidak menolak salah satu dari hal-hal yang pasti dari agama (dharuriyat ad-din) serta tidak berkeyakinan bahwa risâlah Muhammad kurang (tidak sempurna), maka tidak dihukumi kafir atau najis. Jika tidak demikian, maka wajib memperhatikan masalah kesucian dan najis ketika bersentuhan dengan mereka atau makan makanan mereka.


      SOAL 325:
      Salah satu kerabat kami komunis. Pada masa kecil sering memberi kami harta dan benda. Apa hukum pemberiannya bila masih ada pada kami sampai sekarang?

      JAWAB:
      Jika terbukti kafir dan murtad setelah mencapai usia balig dan sebelum menunjukkan keIslamannya, maka harta bendanya dihukumi sebagaimana harta orang kafir lainnya.


      SOAL 326:
      Kami mohon jawaban atas pertanyaan sebagai berikut:
       Apa hukum bergaul, duduk bersama, dan saling berjabat tangan antara siswa-siswa muslim dan siswa-siswa dari sekte sesat Baha’iyah selama periode SD, SLTP, SMU, putra dan putri, mukallaf dan bukan mukallaf, di dalam atau di luar sekolah?
       Bagaimana seharusnya para guru dan pendidik memperlakukan murid-murid yang menyatakan dirinya sebagai pengikut Baha’iyah atau diyakini secara pasti bahwa mereka adalah kaum Baha’i ?
       Apa hukumnya secara syar'i menggunakan sarana-sarana yang dipakai oleh seluruh murid, seperti kran air minum, kran toilet, teko, sabun, dan sebagainya dengan pengetahuan bahwa tangan dan anggota tubuh pasti basah.

      JAWAB:
      Semua pengikut sekte sesat Baha’iyah dihukumi najis. Jika mereka bersentuhan dengan sesuatu maka wajib memperhatikan masalah kesucian berkenaan dengan hal-hal yang mensyaratkan kesucian. Namun perlakuan para kepala sekolah, guru dan pendidik terhadap siswa-siswi Baha’i wajib disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan dan etika Islam.


      SOAL 327:

      Kami mohon Anda menjelaskan tentang taklif orang-orang mukmin, lelaki dan wanita, dalam menghadapi sekte sesat Baha’iyah serta menjelaskan dampak-dampak negatif akibat dari keberadaan para penganut sekte ini di tengah masyarakat Islam?

      JAWAB:
      Seluruh mukmin wajib menghadang tipuan dan perusakan yang dilakukan sekte sesat Baha’iyah dan mencegah orang lain agar tidak menyimpang dan terjerumus ke dalam sekte yang sesat ini.


      SOAL 328:

      Kadang kala para pengikut sekte sesat Baha’iyah memberikan hadiah berupa makanan atau lainnya. Bolehkah kami memanfaatkannya?

      JAWAB:
      Setiap bentuk hubungan dengan sekte sesat dan menyesatkan ini hendaknya dihindari.


      SOAL 329:
      Banyak dari orang-orang Baha’i hidup di lingkungan kami dan sering mengunjungi rumah kami. Sebagian orang menganggap Baha’i sebagai najis, sedangkan sebagian lain menganggapnya suci. Orang-orang Baha’i itu menampakkan perangai yang baik. Apakah mereka suci ataukah najis?

      JAWAB:
      Mereka semua najis. Dan mereka adalah musuh agama dan keimananmu. Sangat berhati-hatilah, wahai, anakku tersayang!


      SOAL 330:
      Apa hukum tempat duduk mobil dan kereta api yang digunakan oleh orang Islam dan kafir, padahal jumlah orang-orang kafir di sebagian tempat lebih banyak daripada orang-orang Islam. Apakah dihukumi suci, mengingat panasnya suhu udara menyebabkan keringat menetes dan basahnya berpindah?

      JAWAB:
      Kafir ahli kitab dihukumi suci, dan bagaimanapun segala benda yang digunakan bersama oleh muslim dan kafir, kalau tidak diketahui najis, dihukumi suci.


      SOAL 331:
      Sekolah di luar negeri meniscayakan hubungan dan pergaulan dengan orang-orang kafir. Apa hukum memanfaatkan bahan-bahan makanan yang dibuat oleh tangan-tangan mereka selain benda-benda haram, seperti daging hewan yang tidak disembelih secara syar’i, apabila diduga disentuh oleh tangan orang kafir yang basah.

      JAWAB:
      Hanya menduga tangan basah orang kafir menyentuhnya tidak cukup menyebabkan kewajiban menghindarinya, bahkan apabila tidak diyakini terjadinya persentuhan, maka ia dihukumi suci. Orang kafir dari ahli kitab tidaklah najis secara dzati, dan bersentuhan dengan tangannya yang basah tidak menyebabkan najis.


      SOAL 332:
      Jika meski ketersediaan seluruh kebutuhan seorang muslim yang hidup di bawah naungan pemerintahan Islam namun ia tetap bekerja dengan seorang non muslim, dan ia menjalin hubungan yang akrab dengannya, apakah boleh menjalin hubungan yang erat dan bersifat kekeluargaan dengan muslim demikian dan makan makanannya kadangkala?

      JAWAB:
      Hubungan orang-orang Islam dengan orang Muslim semacam ini tidaklah dipermasalahkan (la isykâl). Namun jika orang muslim tersebut menghawatirkan penyimpangan aqidahnya sebagai pengaruh dari non-Muslim yang ia bekerja untuknya, maka ia wajib menghindari perbuatan demikian, dan orang-orang lain wajib menghalanginya dari kemunkaran.


      SOAL 333:
      Ipar saya karena bermacam alasan dan sebab menjadi bejat dan murtad dari agama secara total sampai ia menghina sebagian pusat-pusat keagamaan yang suci. Kini setelah beberapa tahun sejak murtad, melalui surat yang dikirimnya, ia menampakkan bahwa dirinya beriman pada Islam namun tidak melakukan shalat dan puasa sama sekali. Bagaimanakah sewajibnya hubungan ibu, ayah, dan seluruh anggota keluarga dengannya? Apakah hukum kafir berlaku atasnya dan wajib menganggapnya najis?

      JAWAB:
      Jika terbukti ia dulu telah murtad lalu bertaubat, maka dihukumi suci, dan hubungan kedua orang tua serta seluruh anggota keluarga dengannya tidak dipermasalahkan (la isykâl)?


      SOAL 334:
      Apakah orang yang menolak sebagian hal-hal yang pasti dalam agama (dharuriyat ad-din), seperti puasa dan lainnya dihukumi kafir ataukah tidak?

      JAWAB:
      Jika penolakannya terhadap salah satu dari dhaaruriyat ad-din kembali kepada sikap penolakan atas kerasulan (risâlah) atau mendustakan nabi Muhammad (saw), atau menghina syari’ah, maka itu berarti kekufuran dan kemurtadan.


      SOAL 335:
      Apakah sanksi-sanksi yang ditetapkan bagi orang murtad dan orang-orang kafir harbi (kafir yang memerangi) ternasuk masalah politik dan merupakan tanggung-jawab pemimpin, ataukah merupakan sanksi-sanksi yang berlaku sampai hari kiamat?

      JAWAB:
      Ia adalah hukum syar’i Ilahi
      .


  • JIHAD

    SOAL 1002:
    Apa hukum jihad ibtida’i (memulai menyerang) di zaman ghaibah Imam Maksum As? Apakah seorang faqih yang memenuhi syarat dan berkuasa (wali amril muslimin) berhak mengeluarkan hukum untuk hal tersebut?

    JAWAB:
    Pendapat yang memperbolehkan penetapan hukum jihad ibtida’i bagi seorang faqih yang memenuhi syarat dan yang memimpin urusan kaum muslimin, jika ia memandang bahwa maslahat menuntut hal itu tidaklah jauh (la yab’ud). Bahkan pendapat inilah yang lebih kuat.


    SOAL 1003:
    Apa hukum mempertahankan (difa’) Islam ketika mengetahui adanya bahaya yang mengancam Islam tanpa kerelaan kedua orang tua?

    JAWAB:
    Melakukan difa’ (mempertahankan) yang wajib demi Islam dan kaum muslimin tidak bergantung pada izin kedua orang tua. Meski demikian, sepatutnya berusaha sebisa mungkin untuk mendapatkan kerelaan mereka berdua.


    SOAL 1004:
    Apakah ahlul kitab yang hidup di negara-negara Islam diperlakukan secara hukum sebagai ahludz dzimmah?

    JAWAB:
    Mereka secara hukum diperlakukan sebagai mu’ahid (yang mengikat perjanjian damai) selama tunduk pada undang-undang dan ketentuan-ketentuan negara Islam yang menaungi mereka dan selama mereka tidak melakukan sesuatu yang menyalahi (perjanjian) keamanan.


    SOAL 1005:

    Apakah seorang muslim boleh memilki orang kafir dari ahli-kitab atau non ahli-kitab, laki atau perempuan, di negara-negara orang kafir atau di negara-negara muslim ataukah tidak?

    JAWAB:
    Hal itu tidak diperbolehkan. Sedangkan nasib para tawanan perang apabila orang-orang kafir menyerang negara Islam, berada di bawah wewenang penguasa Islam. Umat muslim sebagai pribadi-pribadi tidak mempunyai wewenang semacam ini.


    SOAL 1006:
    Sendainya, demi memelihara Islam sejati yang dibawa Muhammad Saw hanya dapat dilakukan dengan mengalirkan darah seorang manusia yang terhormat jiwanya (an-nafs al-muhtaramah), apakah hal itu diperbolehkan?

    JAWAB:
    Mengalirkan darah manusia yang terhormat jiwanya tanpa hak syar'i haram berdasarkan syariah serta bertentangan dengan hukum-hukum Islam sejati yang dibawa oleh Muhammad Saw. Atas dasar inilah, tidaklah berarti ucapan bahwa memelihara Islam sejati yang dibawa Muhammad hanya bisa dilakukan dengan membunuh seorang yang bersalah (bari’). Namun, apabila yang dimaksud adalah jihad yang dilakukan mukallaf di jalan Allah (swt) dan demi mempertahankan Islam sejati yang dibawa Muhammad Saw dalam kondisi yang diduga berakibat ia akan terbunuh, maka konteksnya berbeda-beda. Apabila mukallaf sesuai penilaiannya merasa bahwa asal keberadaan Islam (baidhatul Islam) berada dalam bahaya, maka ia wajib bangkit untuk mempertahankan Islam, meskipun ada kekhawatiran ia akan terbunuh.


  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN

    SOAL 1052: Bolehkah orang yang mampu bekerja, mengemis kepada orang-orang dan hidup dari pemberian mereka?
    JAWAB: Dia tidak semestinya melakukan hal itu.

    SOAL 1053: Bolehkah seorang perempuan bermata pencaharian dengan menjual permata di pasar pembuatan emas dan lainnya?
    JAWAB: Tidak apa-apa selama menjaga batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh syariat.

    SOAL 1054: Bolehkah bekerja mendekor (menghias) rumah yang akan dipergunakan untuk keperluan haram, khususnya apabila sebagian ruangannya dipergunakan untuk ibadat menyembah berhala? Dan bolehkah membangun ruangan dan aula yang ada kemungkinan nantinya akan dipergunakan sebagai tempat joget dan sejenisnya?
    JAWAB: Pekerjaan mendekor itu sendiri boleh-boleh saja, selama tidak dengan tujuan dipergunakan untuk perbuatan-perbuatan yang haram menurut syariat. Namun, mendekor ruangan untuk penyembahan berhala, misalnya, menata perabot-perabotnya dan menentukan tata letak berhala sesembahan, dan sejenisnya tidak diperbolehkan secara syar’i. Adapun membangun ruangan dan aula maka diperbolehkan apabila sekadar terdapat kemungkinan akan dipergunakan untuk hal-hal yang haram, selama tidak dengan tujuan membangun sebuah tempat dalam rangka dipergunakan untuk hal-hal tersebut.

    SOAL 1055: Bolehkah membangun gedung PEMDA yang terdiri atas penjara dan kantor kepolisian dan menyerahkannya pada pemerintah yang zalim. Bolehkah bekerja membangun gedung tersebut?
    JAWAB: Tidak ada larangan membangun gedung PEMDA dengan kriteria-kriteria yang disebut di atas, selama tidak dengan tujuan untuk mengadakan peradilan yang zalim di dalamnya atau mempersiapkan tempat tersebut untuk menahan orang-orang yang tak berdosa, dan juga bangunan itu, menurut yang membangun, biasanya tidak dipergunakan untuk hal-hal tersebut, maka dia boleh mengambil upah dari hasil membangun gedung tersebut.

    SOAL 1056: Pekerjaan saya adalah mengadakan pertunjukan adu banteng di depan para penonton yang membayar sejumlah uang sebagai hadiah. Apakah pekerjaan saya ini diperbolehkan oleh syariat? Dan apakah keuntungan dari hasil pekerjaan tersebut halal?
    JAWAB: Pekerjaan tersebut tercela (tidak baik) menurut syariat, namun tidak apa-apa menerima hadiah dari para penonton yang memberikan hal itu dengan kehendak dan kerelaan mereka.

    SOAL 1057: Sebagian orang menjual pakaian seragam khusus yang dipakai tentara. Bolehkah membeli pakaian-pakaian seperti ini dari mereka dan mempergunakannya?
    JAWAB: Jika ada dugaan bahwa mereka (para penjual) memperoleh pakaian-pakaian tersebut dengan cara yang syar’i atau bahwa mereka diizinkan untuk menjualnya, maka membeli dan menggunakannya tidaklah bermasalah, selama tidak bertentangan dengan undang-undang.

    SOAL 1058: Bolehkah mempergunakan, memproduksi, menjual dan membeli petasan, baik memang menganggu ketenangan orang lain atau pun tidak?
    JAWAB: Jika hal itu menganggu ketenangan orang lain dan termasuk perbuatan pemborosan atau melanggar aturan undang-undang republik Islam, maka tidak diperbolehkan.

    SOAL 1059: Sebagian perempuan dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehariannya bekerja di salon-salon kecantikan. Apakah pekerjaan tersebut tidak merupakan ancaman yang akan menghilangkan ‘iffah1 individu dan masyarakat Islam secara umum?
    JAWAB: Pekerjaan merias wanita pada dasarnya tidak dilarang, begitu pula menerima upah dari hasil pekerjaan tersebut, selama tidak ditujukan untuk memamerkannya kepada non-muhrim.

    SOAL 1060: Apakah perusahaan boleh mengambil upah dari hasil pekerjaan mediasi dan kontrak antara pihak majikan, pihak buruh, dan tukang bangunan?
    JAWAB: Mengambil upah sebagai imbalan dari pekerjaan yang mubah (tidak dilarang di dalam syariat) diperbolehkan.

    SOAL 1061: Apakah upah pekerjaan sebagai makelar halal ataukah tidak?
    JAWAB: Apabila sebagai imbalan dari pekerjaan mubah yang dilakukan atas permintaan dari orang yang dia (makelar) bekerja untuknya maka diperbolehkan.


  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB

    SOAL 1062: Apa hukum gaji para dosen yang mengajarkan fikih dan ushul fikih di fakultas syariah?
    JAWAB: Kewajiban mengajarkan pengetahuan yang wajib diajarkan secara wajib kifayah tidak menggugurkan hukum diperboehkannya mengambil gaji dari pekerjaan mengajarkan fikih dan ushul fikih, terutama apabila gaji itu diambil sebagai imbalan dari kehadirannya di fakultas dan dari pekerjaan mengelola kelas.

    SOAL 1063: Apa hukum mengajarkan masalah-masalah syar’i? Apakah para agamawan yang mengajarkan masalah-masalah hukum syariat kepada masyarakat boleh mengambil upah atas pekerjaannya?
    JAWAB: Mengajarkan masalah-masalah seputar halal dan haram, meskipun secara global, pada dasarnya wajib dan tidak diperbolehkan mengambil upah dari pekerjaan tersebut. Namun, tidak ada larangan untuk memungut upah sebagai ganti dari pendahuluan-pendahuluan yang menjadi syarat terlaksananya pengajaran tersebut dan dia tidak wajib secara syar’i atas seseorang, seperti kehadiran di sebuah tempat tertentu.

    SOAL 1064: Bolehkah mengambil gaji bulanan dari (pekerjaan) menjadi imam salat jamaah, memberikan pengarahan dan bimbingan agama di pusat-pusat dan instansi-instansi pemerintah?
    JAWAB: Secara syar’i tidak ada larangan menerima uang sebagai ganti biaya perjalanan (PP) atau sebagai imbalan dari beberapa pelayanan yang tidak wajib dilakukan oleh mukalaf.

    SOAL 1065: Bolehkah mengambil upah dari pekerjaan memandikan orang mati?
    JAWAB: Memandikan mayat seorang Muslim merupakan salah satu dari ibadah yang wajib kifâ’i (fardu kifayah). Karenanya, mengambil upah dari perbuatan memandikan itu sendiri, tidak diperbolehkan.

    SOAL 1066: Bolehkah mengambil upah dari pekerjaan melaksanakan akad nikah?
    JAWAB: Boleh.


  • CATUR

    SOAL 1067: Permainan catur sangat populer di sebagian besar sekolah. Apakah permainan tersebut boleh? Dan bolehkah meyelenggarakan kursus-kursus pendidikan bermain catur?
    JAWAB: Jika catur kini, menurut mukalaf, bukanlah salah satu dari alat judi, maka permainan tersebut tanpa adanya unsur taruhan, tidaklah dilarang.

    SOAL 1068: Apa hukum bermain dengan alat-alat hiburan, seperti kartu. Bolehkah memainkannya sebagai hiburan semata tanpa bertaruh (judi)?
    JAWAB: Bermain dengan benda-benda, yang menurut pandangan umum merupakan alat judi, hukumnya haram secara mutlak, meskipun sekadar untuk hiburan dan tanpa taruhan.

    SOAL 1069:  Apakah hukum catur dalam hal-hal berikut:
    Memproduksi dan memperjaual-belikan alat catur Bermain catur dengan taruhan atau tanpa hal itu  Membuka pusat pendidikan catur dan bermain catur di forum umum serta memberikan motivasi kepada masyarakat untuk hal itu?
    JAWAB: Jika mukalaf beranggapan bahwa bidak-bidak catur kini tidak tergolong dari alat-alat perjudian, maka tidak ada larangan secara syar’i untuk membuat, menjual, membeli atau bermain dengannya tanpa taruhan. Mengajarkan permainan catur dengan asumsi tersebut juga tidak dilarang.

    SOAL 1070: Apakah persetujuan kantor direktorat jendral pendidikan olahraga atas diselenggarakannya perlombaan catur dapat mengungkap bahwa ia bukanlah tergolong dari alat-alat perjudian? Dan apakah mukalaf boleh bersandar kepadanya?
    JAWAB: Tolok ukur untuk menentukan subjek-subjek hukum adalah identifikasi mukalaf itu sendiri, atau ketika ada alasan syar’i (hujjah syariah) atas hal tersebut.

    SOAL 1071: Apa hukum bermain catur dan billyard bersama orang-orang kafir di negara-negara Asing? Dan apa hukum membelanjakan uang untuk menggunakan alat-alat tersebut tanpa adanya unsur taruhan?
    JAWAB: Hukum tentang bermain catur dan alat-alat judi telah dijelaskan dalam masalah-masalah di atas, tidak ada perbedaan dari sisi hukum antara bermain dengan alat-alat tersebut di negara Islam atau non-Islam dan antara bermain bersama Muslim atau kafir. Tidak diperbolehkan menjual atau pun membeli alat-alat judi, juga tidak diperbolehkan membelanjakan dan mengeluarkan uang demi hal itu.



  • ALAT-ALAT JUDI

    SOAL 1072: Jika beberapa orang bermain kartu tanpa syarat (taruhan) di saat senggang, dan tidak berfikir tentang judi atau mengharapkan keuntungan dekat maupun jauh, namun hanya untuk (mencari) hiburan dan bermain-main. Apakah hal itu dianggap haram atau bahwa mereka telah melakukan perbuatan yang haram? Dan apa hukum menghadiri tempat-tempat permainan kartu hanya untuk menonton?
    JAWAB: Bermain kartu yang menurut ‘urf (pandangan umum) tergolong alat perjudian, maka hukumnya haram secara mutlak, dan tidak diperbolehkan bergabung secara sukarela (tidak terpaksa) di tempat permainan judi atau dengan alat-alat judi lainnya.

    SOAL 1073: Bolehkah memakai kartu-kartu dalam permainan olah otak yang murni dan tanpa taruhan bahkan memiliki muatan-muatan keilmuan dan keagamaan? Dan apa hukum bermain dengan kartu-kartu yang disusun dengan cara tertentu sehingga membentuk sebuah gambar, seperti sepeda motor, mobil dan sebagainya, padahal ia dapat juga dipakai dalam pertaruhan?
    JAWAB: Menggunakan kartu yang biasanya dipakai dalam perjudian tidak diperbolehkan secara mutlak. Sedangkan kartu-kartu yang biasanya tidak digunakan dalam perjudian maka boleh menggunakannya dalam permainan-permainan yang tanpa pertaruhan. Secara umum, kartu dan lainnya yang, menurut pandangan mukalaf tergolong dari alat-alat judi dan digunakan dalam perjudian, tidak boleh dimainkan sama sekali. Setiap alat yang menurut pandangan mukalaf tidak tergolong dari alat-alat yang biasa digunakan untuk perjudian dan seseorang tidak menggunakannya untuk tujuan judi, tidak dilarang untuk dimainkan.

    SOAL 1074: Apa hukum bermain dengan biji “girdu” atau telur dan hal-hal lain yang menurut syariat memiliki nilai sebagai harta benda? Dan apakah anak kecil boleh melakukan permainan ini?
    JAWAB: Jika permainan tersebut dilakukan untuk perjudian dan pertaruhan, maka ia diharamkan secara syar’i. Pemenangnya tidak bisa memiliki sesuatu yang dia telah menangkan dan apa yang dia terima dari pihak lain. Namun, jika para pemain belum mencapai usia balig, maka mereka bukanlah mukalaf secara syar’i dan tidak memiliki beban apa pun dari sudut pandang taklif, meskipun mereka (juga) tidak dapat mengambil hasil kemenangannya.

    SOAL 1075: Bolehkah bertaruhan dengan uang tunai atau lainnya dalam suatu permainan tanpa menggunakan alat-alat perjudian?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan bertaruh dalam segala permainan, meski tanpa alat-alat yang dipersiapkan untuk berjudi.

    SOAL 1076: Apa hukum bermain dengan alat-alat judi, seperti kartu di komputer?
    JAWAB: Hukum perbuatan tersebut sama dengan hukum bermain dengan at-alat judi itu sendiri.

    SOAL 1077: Jika sebagian permainan digolongkan sebagai alat-alat judi di sebuah negeri, namun di tempat lain, ia bukanlah alat judi, bolehkah memainkannya ataukah tidak?
    JAWAB: Diharuskan memperhatikan pandangan umum (‘urf) di kedua negeri. Artinya, jika di salah satu dari dua negeri itu ia dianggap sebagai alat judi, dan dulunya di kedua negeri tersebut memang dianggap sebagai alat judi, maka hal itu cukup (menjadi dasar) bagi hukum keharaman memainkannya sekarang.


  • MUSIK DAN NYANYIAN

    SOAL 1078: Apakah pembeda antara musik yang dihalalkan dan musik yang diharamkan? Dan apakah musik klasik dihalalkan? Menyenangkan sekali, bila YM bersedia memberi kami kriterianya.
    JAWAB: Setiap musik yang menurut ‘urf, tergolong musik tak bermakna, melenakan dan cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan kebatilan, maka ia adalah musik yang diharamkan, baik dari jenis musik klasik atau pun lainnya. Identifikasi subjek hukum diserahkan kepada pandangan ‘urf para mukalaf. Sedangkan selain musik yang demikian pada dasarnya diperbolehkan.

    SOAL 1079: Apa hukum mendengarkan kaset-kaset yang dilegalisasi oleh badan penerangan Islam atau lembaga Islam lain? Dan apa hukum penggunaan alat-alat musik seperti gitar, gambus, biola, dan seruling?
    JAWAB: Boleh dan tidaknya mendengarkan kaset-kaset semacam itu bergantung pada identifikasi mukalaf sendiri. Jika dia beranggapan bahwa kaset-kaset tersebut tidak memuat lagu dan musik hura-hura dan melenakan yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan kebatilan serta tidak memiliki kandungan makna yang menyimpang, maka diperbolehkan mendengarkannya. Perizinan (legalisasi) semata dari Badan Penerangan Islam atau Lembaga Islam lainnya bukanlah alasan syar’i atas ketidakharamannya. Begitu pula penggunaan alat-alat musik untuk (memainkan) musik hura-hura yang cocok dengan tempat hura-hura dan maksiat tidak diperbolehkan. Sedangkan penggunaannya (untuk musik) yang halal dan untuk tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh orang-orang berakal tidaklah dilarang. Identifikasi kasuistik-nya diserahkan kepada pandangan mukalaf sendiri.

    SOAL 1080: Apa yang dimaksud dengan “musik yang membuat terlena dan tak bermakna” (muthribah dan lahwiyah)? Dan bagaimana cara menentukan musik yang “membuat terlena dan tak bermakna” dari yang lainnya?
    JAWAB: Musik yang melenakan dan tak bermakna adalah jenis musik yang menjauhkan manusia dari mengingat Allah Swt dan akhlak yang terpuji, bahkan sebaliknya ia mendekatkan manusia ke arah maksiat dan dosa, karena dia mengandung hal-hal yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan maksiat. Sedangkan tolok ukur dalam identifikasi terhadap subjek hukum adalah ‘urf.

    SOAL 1081: Apakah kepribadian pemain musik, tempat bermain dan tujuan bermain musik mempunyai andil dalam (menentukan) hukum tentang musik?
    JAWAB: Musik yang diharamkan adalah semata-mata musik yang melenakan, tak bermakna (sia-sia) yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan maksiat. Boleh jadi, kepribadian si pemain musik, lirik (lagu), tempat bermain musik atau kondisi-kondisi lainnya memberikan andil dalam membuat sebuah musik tertentu menjadi “musik yang melenakan dan sia-sia” yang diharamkan atau membuatnya menjadi “haram yang lain,” seperti apabila hal-hal itu menimbulkan dampak yang merusak.

    SOAL 1082: Apakah tolok ukur haramnya sebuah musik adalah “melenakan dan sia-sia (tak bermakna)” saja, ataukah pengaruh dan sensasi yang ditimbulkannya juga menjadi tolok ukur? Apa hukum musik yang menyebabkan pendengarnya sedih atau menangis? Dan apa hukum membaca dan mendengarkan pantun-pantun cinta yang didendangkan dengan tiga irama dan diiringi musik?
    JAWAB: Tolok ukurnya adalah dengan mencermati jenis musik dan cara memainkannya sesuai karakter dan seluruh ciri khasnya, dan apakah ia termasuk musik yang melenakan dan sia-sia, yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan kefasikan ataukah tidak, sehingga setiap musik yang sesuai karakternya termasuk jenis musik yang melenakan dan sia-sia mestilah haram, baik menimbulkan sensasi maupun tidak, baik menyebabkan pendengarnya sedih, menangis atau yang lainnya, maupun tidak. Jika “ghazâliah” yang diiringi musik dan (dikemas) dalam bentuk nyanyian atau irama yang bersifat melenakan dan sia-sia yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan bersuka ria (dugem), maka mendendangkan dan mendengarnya dihukumi haram.

    SOAL 1083: Apakah “al-Ghina” itu? Apakah ia hanyalah suara manusia ataukah juga mencakup suara yang dihasilkan dari alat-alat (instrumentalia)?
    JAWAB: Al-Ghina adalah suara manusia yang didendangkan dan melenakan yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan maksiat. Menyanyi dengan cara demikian, begitu pula mendengarnya diharamkan.

    SOAL 1084: Bolehkah menabuh (memukul) bejana-bejana dan benda-benda yang bukan tergolong alat musik di dalam pesta perkawinan? Dan apa hukumnya jika suaranya terdengar hingga keluar tempat acara dan didengar oleh kaum laki-laki?2
    JAWAB: Tolok ukur boleh dan tidaknya adalah cara penggunaannya. Jika digunakan dengan cara yang biasa dilakukan dalam perkawinan-perkawinan tradisional, selama tidak dianggap (termasuk) bersifat melenakan, sia-sia dan hura-hura serta tidak menimbulkan dampak-dampak yang merusak, maka diperbolehkan.

    SOAL 1085: Apa hukumnya wanita menabuh rebana dalam acara perkawinan?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan menggunakan alat-alat musik untuk memainkan musik yang bersifat melenakan, sia-sia dan hura-hura.

    SOAL 1086: Bolehkah mendengarkan lagu (haram) di rumah? Dan apa hukumnya, jika dia (pendengar) tidak terpengaruh oleh lagu itu?
    JAWAB: Diharamkan secara mutlak mendengarkan lagu (haram), baik di rumah sendirian, atau pun bersama orang lain, terpengaruh maupun tidak.

    SOAL 1087: Sebagian pemuda yang baru balig bertaklid kepada orang memfatwakan keharaman musik secara mutlak, meskipun yang disiarkan oleh radio dan televisi di negara Islam. Bagaimana hukumnya dalam kasus demikian? Dan apakah izin wali fakih berkenaan dengan mendengarkan sesuatu yang boleh didengar sudah cukup untuk memperbolehkannya karena telah termasuk dalam hukum negara ataukah mereka wajib bertindak berdasarkan fatwa para marja-nya?
    JAWAB: Fatwa tentang boleh dan tidaknya mendengarkan musik tidak termasuk dalam hukum-hukum Negara, namun ia merupakan hukum syar’i fikih. Yang wajib dilakukan oleh setiap mukalaf berkenaan dengan perbuatan-perbuatannya adalah mengambil fatwa marja’ taklid-nya. Namun, musik yang tidak melenakan, sia-sia, hura-hura dan tidak cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan maksiat dan tidak menimbulkan dampak-dampak yang merusak, tidak ada alasan untuk diharamkan.

    SOAL 1088: Apa yang dimaksud dengan musik dan ghina?
    JAWAB: Ghina adalah melantunkan suara dengan cara yang sesuai dengan tempat-tempat hura-hura. Ia termasuk maksiat dan diharamkan atas si pelantun dan pendengarnya. Sedangkan musik adalah memainkan alat-alatnya. Jika ia dimainkan dengan cara yang lazim dilakukan di tempat-tempat hura-hura dan maksiat, maka ia diharamkan atas pemain dan pendengarnya pula. Jika tidak dengan cara demikian, maka pada dasarnya diperbolehkan dan tidak bermasalah.

    SOAL 1089: Saya bekerja di sebuah tempat yang mana pemiliknya selalu mendengarkan kaset-kaset nyanyian (haram) sehingga saya terpaksa mendengarnya. Apakah saya boleh bekerja di situ ataukah tidak?
    JAWAB: Jika kaset-kaset itu memuat lagu atau musik melenakan, sia-sia, hura-hura dan cocok untuk tempat-tempat hura-hura, kebatilan dan kemaksiatan, maka memperhatikan dan mendengarkannya tidaklah diperbolehkan. Namun, bila Anda terpaksa berada di tempat kerja tersebut, maka Anda diperbolehkan pergi ke tempat itu dan bekerja di situ. Tetapi, Anda wajib untuk tidak memperhatikan dan mendengarkan lagu-lagu itu, meskipun terdengar oleh telinga Anda dan Anda mendengarnya.

    SOAL 1090:  Apa hukum musik yang disiarkan oleh radio dan Televisi Republik Islam Iran? Dan apakah benar YM Imam Khumaini ra telah menghalalkan musik secara mutlak?
    JAWAB: Bahwa Imam Khumaini ra telah menghalalkan musik secara mutlak adalah dusta dan rekayasa. Beliau berpendapat bahwa musik yang melenakan, sia-sia dan hura-hura, yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan maksiat adalah haram, sebagaimana pendapat kami juga demikian. Namun, perbedaan pandangan timbul dari (perbedaan dalam) mengidentifikasi subjek hukum, karena ia diserahkan kepada pandangan mukalaf itu sendiri. Boleh jadi, pandangan pemain musik berbeda dengan pandangan pendengar. Karenanya, musik yang dalam pandangan mukalaf tergolong hura-hura yang cocok dimainkan di tempat-tempat hura-hura dan maksiat haram dia dengarkan. Sedangkan suara yang masih diragukan (bersifat hura-hura dan cocok untuk tempat maksiat ataukah tidak) dihukumi sebagai halal. Hanya karena disiarkan melalui radio dan televisi Iran tidaklah cukup menjadi dasar syar’i atas kehalalan dan kemubahannya.

    SOAL 1091:  Kadangkala radio dan televisi menyiarkan nada-nada (irama musik) yang cocok dengan tempat-tempat hura-hura dan kefasikan, menurut saya. Apakah saya wajib tidak mendengarkannya dan melarang orang lain juga?
    JAWAB: Jika Anda menganggapnya tergolong sebagai jenis musik yang melenakan, sia-sia dan hura-hura serta cocok untuk tempat hura-hura, maka Anda tidak diperbolehkan mendengarkannya. Namun melarang orang lain, sebagai bentuk amar makruf nahi munkar, bergantung pada kepastian bahwa mereka juga berpendapat sama dengan pendapat Anda bahwa ia tergolong jenis musik yang diharamkan.

    SOAL 1092:  Apa hukum mendengarkan dan mendistribusikan lagu-lagu dan musik hura-hura yang di produksi di negara-negara Barat?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan mendengarkan lagu dan musik yang bersifat hura-hura dan melenakan, yang cocok dengan tempat-tempat hura-hura dan kebatilan. Dalam hukum tersebut tidak dibedakan antara bahasa apa pun dan produk negara manapun. Karenanya, menjual, membeli, mendistribusikan dan mendengarkan kaset-kaset semacam itu, apabila memuat lagu atau musik hura-hura yang diharamkan tidaklah diperbolehkan.

    SOAL 1093: Apa hukum menyanyi bagi lelaki dan wanita, baik melalui kaset atau radio dengan diiringi musik atau pun tidak?
    JAWAB: Dari sudut pandang syariat, menyanyi3 diharamkan secara mutlak. Bernyanyi atau mendengarkan nyanyian pria maupun wanita, secara langsung atau tidak (melalui kaset), baik diiringi alat hura-hura atau pun tidak, tidaklah diperbolehkan.

    SOAL 1094: Apa hukum memainkan musik untuk tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh oleh orang-orang berakal dan dihalalkan di sebuah tempat suci seperti mesjid?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan memainkan musik yang melenakan, sia-sia dan bersifat hura-hura yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan kefasikan secara mutlak meskipun di luar mesjid, dan walaupun demi tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh orang-orang berakal dan halal. Namun, tidak ada larangan menyanyikan lagu-lagu revolusioner (mars) dan sebagainya yang diiringi irama musik di tempat yang suci dalam acara-acara yang melazimkan hal itu, selama tidak bertentangan dengan sikap penghormatan terhadap tempat tersebut dan tidak mengganggu para pelaksana salat di mesjid, misalnya.
    SOAL 1095:  Bolehkah mempelajari musik, terutama santur?4 Dan apa hukumnya, jika hal itu dapat mengajak dan mendorong orang lain untuk mempelajarinya?
    JAWAB: Tidak ada larangan menggunakan alat-alat musik untuk memainkan musik yang tidak bersifat melenakan, sia-sia dan hura-hura, seperti untuk menyanyikan lagu-lagu revolusioner (mars) dan keagamaan atau dalam acara-acara kebudayaan yang berguna, dan sebagainya yang bertujuan untuk hal-hal yang dapat diterima oleh orang-orang berakal dan halal, selama tidak menimbulkan dampak-dampak yang merusak. Pada dasarnya, tidak ada larangan mempelajari alat musik dan mengajarkannya untuk hal-hal tersebut di atas.

    SOAL 1096: Apa hukum mendengarkan suara wanita yang membacakan syair atau sejenisnya dengan nada dan alunan, baik pendengarnya anak muda atau pun bukan, pria atau pun wanita? Dan apa hukumnya, jika wanita itu tergolong muhrim?
    JAWAB: Jika suara wanita itu tidak berbentuk nyanyian dan didengarkan tidak untuk mencari kenikmatan dan raibah (sesuatu yang bisa memancing syahwat) serta tidak menimbulkan dampak yang merusak, maka diperbolehkan dalam kondisi apa pun.

    SOAL 1097: Apakah musik tradisional klasik (kuno) dan nasional Iran juga haram ataukah tidak?
    JAWAB: Musik yang, menurut ‘urf, bersifat melenakan, sia-sia dan hura-hura serta cocok dengan tempat-tempat hura-hura dan maksiat secara mutlak haram, baik musik Iran maupun lainnya, tradisional klasik maupun lainnya.

    SOAL 1098: Kadangkala radio negara-negara Arab menyiarkan irama musik. Bolehkah mendengarnya karena suka (rindu) mendengarkan Bahasa Arab?
    JAWAB: Diharamkan mendengarkan musik melenakan, sia-sia dan hura-hura yang sesuai dengan tempat-tempat hura-hura dan maksiat secara mutlak. Sekadar rindu (suka) mendengarkan Bahasa Arab tidaklah menjadi alasan pembenaran secara syar’i untuk membolehkannya.

    SOAL 1099: Bolehkah mengulang-ulang (menirukan) syair (lirik) yang dilantunkan dalam bentuk nada lagu tanpa musik?
    JAWAB: Ghina hukumnya haram, meskipun tidak diiringi dengan penggunaan alat-alat musik. Yang dimaksud dengan ghina’ (menyanyi yang diharamkan, peny.) ialah melantunkan suara dalam bentuk yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan kefasikan. Namun, sekadar mengulang-ulang syair diperbolehkan.

    SOAL 1100: Apa hukum membeli dan menjual alat-alat musik? Dan bagaimanakah batas-batas penggunaannya?
    JAWAB: Diperbolehkan membeli dan menjual alat-alat yang bersifat gabungan (dapat dipergunakan secara halal atau haram, peny.) untuk memainkan musik yang tidak bersifat hura-hura, melenakan dan demi tujuan-tujuan yang dihalalkan.

    SOAL 1101: Bolehkah menyanyikan (melagukan) bacaan doa, al-Quran dan azan, misalnya?
    JAWAB: Ghina’, yakni suara yang dialunkan yang melenakan dan cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan kefasikan diharamkan secara mutlak, meskipun dalam bacaan doa, al-Quran, azan, ratapan-ratapan dan lainnya.

    SOAL 1102:  Di zaman ini, musik digunakan untuk menyembuhkan sebagian penyakit jiwa, seperti kesedihan, kegelisahan, problem-problem seksual, dan frigitis wanita. Apa hukumnya?
    JAWAB: Jika dokter yang mahir (ahli) dan jujur memastikan bahwa penyembuhan penyakit bergantung pada hal itu, maka sebatas ukuran yang diperlukan untuk penyembuhan, maka ia tidak bermasalah.

    SOAL 1103:  Apa hukumnya mendengarkan lagu-lagu yang dapat menambah gairah (cinta) pada istri?
    JAWAB: Meningkatnya gairah (cinta) pada istri semata bukanlah alasan syar’i yang memperbolehkan mendengarkan nyanyian.

    SOAL 1104: Apa hukum wanita yang menyanyi dalam konser yang dihadiri oleh para wanita, dan tim pemain musiknya juga para wanita.
    JAWAB: Jika menyanyi tidak dengan cara melantunkan (suara) yang melenakan (ghina’) dan musik yang dimainkan tidak termasuk musik hura-hura yang diharamkan, maka pada dasarnya hal itu diperbolehkan.

    SOAL 1105: Jika standar keharaman musik adalah kehura-huraannya dan kesesuaiannya dengan tempat-tempat hura-hura dan maksiat, maka apakah nada dan nasyid (mars, qasidah) yang melenakan sebagian orang, bahkan bocah yang belum dewasa diperbolehkan? Apakah haram mendengarkan kaset-kaset tidak senonoh yang memuat nyanyian wanita, bila tidak melenakan? Dan apa kewajiban penumpang bus umum yang (sopirnya) sering memutar kaset-kaset semacam itu?
    JAWAB: Musik atau suara yang dilantunkan dan melenakan dari jenis apa pun bila dari sisi cara atau isi atau kondisi tertentu pemusik atau penyanyi selama memainkan musik atau melantuntunkan suara tergolong dalam jenis nyanyian atau musik hura-hura yang sesuai dengan tempat-tempat hura-hura dan maksiat, haram hukumnya, sekalipun bagi yang tidak terlena olehnya. Para penumpang mobil dan bus, saat kaset nyanyian dan musik hura-hura yang diharamkan diputar, tidak diperbolehkan memperhatikan dan mendengarkannya, dan dia harus berinisiatif untuk mencegah kemungkaran.

    SOAL 1106: Apakah seorang laki-laki boleh mendengarkan nyanyian wanita non-muhrim untuk tujuan bersenang-senang dengan istrinya? Dan apakah istri boleh bernyanyi di hadapan suaminya, atau sebaliknya? Benarkah perkataan orang bahwa Pembuat Syariat (Allah dan Rasul) telah mengharamkan lagu karena keterkaitannya dengan tempat-tempat hura-hura dan main-main dan tidak dapat dipisahkan dari keduanya, sehingga diharamkan sebagai imbas dari kedua hal (hura-hura dan main-main) yang diharamkan tersebut? Apakah ia diharamkan dalam konteks pengharaman tempat tertentu seperti pengharaman perdagangan atau pembuatan (industri) patung yang tidak dapat dibayangkan memiliki kegunaan lain selain untuk disembah? Dan atas dasar inilah, apakah lenyapnya kriteria (hukum) tersebut pada masa kini meniscayakan lenyapnya keharamannya?
    JAWAB: Diharamkan mendengarkan nyanyian (ghina’) yang berarti suara yang dilantunkan dengan cara yang melenakan dan cocok dengan tempat-tempat hura-hura dan maksiat secara mutlak, termasuk nyanyian istri untuk suami atau sebaliknya dan bahkan keinginan untuk bersenang-senang dengan istri tidaklah bisa menghalalkan mendengarkan nyanyian. Haramnya nyanyian (ghina’) dan pembuatan patung dan sebagainya ditetapkan secara “ta’abbudi” (dogmatis) dalam syariat dan merupakan salah satu hukum yang tetap dalam fikih Syi’ah, yang tidak bergantung kepada kriteria-kriteria asumtif atau implikasi-implikasi (dampak-dampak) sosio-psikologis. Namun ia ditetapkan sebagai sesuatu yang haram, dan wajib dihindari sama sekali, selama masih menyandang sebutan yang haram tersebut.

    SOAL 1107: Para mahasiswa fakultas pendidikan, semester spesialisasi, diharuskan mengikuti mata kuliah tentang lagu-lagu dan nada-nada revolusioner, di mana mereka mempelajari notasi dan musik secara global. Alat utama dalam pelajaran ini adalah organ. Apa hukum mempelajari mata kuliah yang dianggap sebagai program wajib ini? Apa hukum kami membeli dan menggunakan alat tersebut? Dan apa kewajiban para mahasiswi, secara khusus, karena mereka harus berlatih di depan lawan jenis?
    JAWAB: Diperbolehkan menggunakan alat-alat musik itu, pada dasarnya, untuk menyanyikan lagu-lagu revolusioner, acara-acara keagamaan dan kegiatan-kegiatan kebudayaan dan kependidikan yang berguna. Diperbolehkan pula membeli dan menjual alat-alat musik yang digunakan untuk tujuan-tujuan tersebut di atas. Juga diperbolehkan mengajarkan dan mempelajarinya untuk tujuan-tujuan tersebut. Demikian pula tidak ada larangan bagi para wanita menghadiri ruang belajar, selama mereka memperhatikan hijab yang diwajibkan dan dan ketentuan-ketentuan syariat.

    SOAL 1108: Sebagian lagu pada lahiriahnya, dan juga menurut masyarakat umum, bersifat revolusioner, namun kami tidak mengetahui apakah penyanyinya bertujuan menyanyikan lagu revolusioner (perjuangan) ataukah lagu hura-hura dan melenakan belaka. Apa hukum mendengarkan lagu-lagu semacam ini? Dan padahal kami mengetahui bahwa si penyanyi bukanlah Muslim, namun nyanyian-nyanyiannya bersifat nasionalis dan revolusioner, sehingga memuat kata-kata yang mengecam pendudukan dan mengajak kepada sikap perlawanan?
    JAWAB: Jika lagu-lagu tersebut, menurut pandangan pendengar, tidak tergolong dari jenis lagu yang melenakan, sia-sia dan bersifat hura-hura, maka diperbolehkan mendengarkannya. Adapun tujuan dan niat penyanyi dan isi lagu tidaklah berpengaruh (dalam hukum).

    SOAL 1109:  Ada seorang pemuda bekerja sebagai pelatih dan wasit internasional dalam beberapa cabang olahraga. Terkadang pekerjaannya menyebabkan dirinya memasuki club-club yang riuh dengan nyanyian dan bunyi musik yang haram. Apakah dia boleh melakukannya ataukah tidak, padahal pekerjaannya itu menutupi sebagian biaya hidupnya, sementara peluang kerja di daerah yang ditempatinya sangat sedikit?
    JAWAB: Dia boleh melakukan pekerjaannya, meskipun dia tetap diharamkan mendengarkan nyanyian dan musik hura-hura yang haram itu. Dalam keadaan terpaksa, dia diperbolehkan memasuki majelis lagu dan musik yang diharamkan dengan tetap menghindar dari mendengarkannya. Sedangkan suara yang terdengar tanpa kehedak tidaklah apa-apa.

    SOAL 1110: Apakah yang diharamkan hanyalah mendengarkan (baca; memperhatikan) musik ataukah juga sekadar mendengarnya juga?
    JAWAB: Hukum “mendengar” nyanyian atau musik yang bersifat hura-hura dan melenakan tidaklah sama dengan hukum “mendengarkan”nya, kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu di mana “mendengar” menurut ‘urf dianggap juga sebagai “mendengarkan.”

    SOAL 1111: Bolehkah membaca al-Quran sambil memainkan musik dengan alat-alat yang tidak populer digunakan di tempat-tempat hura-hura dan suka ria?
    JAWAB: Tidak ada larangan membaca ayat-ayat al-Quran dengan suara merdu dan nada yang sesuai dengan kemuliaan al-Quran, bahkan hal itu dianjurkan, selama tidak sampai menjadi nyanyian yang diharamkan. Sedangkan penggunaan musik untuk mengiringnya, tidaklah memiliki pembenaran dan dasar secara syar’i.

    SOAL 1112:  Apa hukum menggunakan gendang dan sebagainya dalam pesta kelahiran (maulid) dan lainnya?
    JAWAB: Menggunakan alat-alat musik dengan cara yang bersifat hura-hura dan melenakan yang cocok dengan tempat-tempat bersuka ria, haram secara mutlak.

    SOAL 1113: Apa hukum alat-alat musik yang digunakan oleh para siswa sekolah dalam regu-regu musik dan lagu di bawah kantor pendidikan dan kebudayaan?
    JAWAB: Alat-alat musik yang, menurut ‘urf, termasuk alat-alat gabungan (baca: netral sehingga bisa digunakan secara halal atau haram, peny.) yang bisa dipakai dalam kegiatan-kegiatan yang halal boleh dipakai dalam bentuk yang tidak bersifat hura-hura demi tujuan-tujuan yang halal. Sedangkan alat-alat, yang menurut ‘urf, termasuk alat-alat khusus hura-hura, tidaklah boleh dipakai.

    SOAL 1114: Bolehkah membuat alat musik yang disebut “santur” dan menjadikan pekerjaan tersebut sebagai mata pencarian sehingga menjadi profesinya? Bolehkah menanamkan modal dan turut membantu dalam pembuatan alat tersebut dengan tujuan mengembangkan industrinya serta mendorong orang lain untuk memainkannya? Dan bolehkah mengajarkan musik tradisional Iran dengan tujuan menyiarkan dan menghidupkan musik orisinal ataukah tidak?
    JAWAB: Boleh hukumnya menggunakan alat-alat musik untuk menyanyikan lagu-lagu nasional atau revolusioner atau hal lain yang halal dan bermanfaat selama tidak sampai batas melenakan dan hura-hura dan cocok dengan tempat-tempat hura-hura dan maksiat. Demikian pula membuat alat-alat musik, mengajarkan, dan mempelajarinya demi tujuan tersebut pada dasarnya tidak dilarang.

    SOAL 1115: Alat-alat apakah yang tergolong dari alat-alat hura-hura yang sama sekali tidak boleh digunakan?
    JAWAB: Alat-alat yang jenisnya digunakan dalam hura-hura dan suka ria dan tidak memiliki kegunaan yang halal dan diharapkan.

    SOAL 1116: Bolehkah menerima upah dari pekerjaan penggandaan kaset-kaset audio yang berisikan hal-hal (muatan) yang haram?
    JAWAB: Kaset yang haram didengarkan isinya, maka menggandakan dan mengambil upah darinya juga tidak diperbolehkan.


  • TARIAN

    SOAL 1117: Bolehkah menarikan tarian daerah dalam pesta perkawinan? Dan apa hukum menghadiri dalam acara semacam itu?
    JAWAB: Tarian bila dilakukan dengan cara yang membangkitkan syahwat atau menyebabkan perbuatan yang diharamkan atau menimbulkan dampak-dampak yang merusak tidaklah diperbolehkan. Sedangkan menghadiri acara-acara joget (tari) bila (dipandang) sebagai dukungan kepada orang lain untuk berbuat haram, atau menyebabkan perbuatan yang diharamkan tidaklah diperbolehkan pula. Bila tidak, ia boleh dilakukan.

    SOAL 1118: Apakah menari (berdansa, berjoget) dalam acara-acara kaum wanita tanpa iringan irama musik diharamkan ataukah dihalalkan? Dan jika diharamkan, apakah hadirin wajib meninggalkan tempat itu?
    JAWAB: Secara umum, menari dengan cara yang membangkitkan syahwat atau meniscayakan perbuatan yang diharamkan atau menimbulkan dampak-dampak yang merusak diharamkan. Adapun meninggalkan tempat tersebut sebagai bentuk protes atas perbuatan haram tersebut adalah wajib hukumnya, jika termasuk dalam kategori “nahi munkar.”

    SOAL 1119: Apa hukumnya menarikan tarian daerah yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan sesama laki-laki, seorang perempuan dengan sesama perempuan atau seorang laki-laki dengan perempuan atau sebaliknya?
    JAWAB: Jika dilakukan dengan cara yang membangkitkan syahwat atau meniscayakan perbuatan yang diharamkan atau menimbulkan dampak-dampak yang merusak, maka tidak diperbolehkan. Begitu juga tidak diperbolehkan bila dilakukan oleh seorang perempuan di tengah para lelaki non-muhrim.

    SOAL 1120:  Apa hukumnya kaum lelaki menari dalam bentuk kelompok? Dan apa hukumnya, melihat tarian anak-anak kecil baik dari televisi atau lainnya?
    JAWAB: Jika dilakukan dengan cara yang membangkitkan syahwat atau meniscayakan perbuatan yang diharamkan dan atau menimbulkan dampak-dampak yang merusak diharamkan. Adapun menontonnya, jika tidak menyebabkan dukungan kepada pelaku maksiat dan memberanikannya serta tidak menimbulkan hal-hal yang merusak lainnya, maka tidak bermasalah.

    SOAL 1121: Apa hukumnya seorang perempuan menari di hadapan perempuan dan seorang laki-laki menari di hadapan laki-laki? Dan apakah bermasalah secara syar’i, jika pergi ke tempat perayaan perkawinan demi menghormati adat yang berlaku di tengah masyarakat, padahal ada kemungkinan di tempat tersebut akan ada tarian atau joget?
    JAWAB: Secara umum, menari dengan cara yang membangkitkan syahwat atau meniscayakan perbuatan yang diharamkan atau menimbulkan dampak-dampak yang merusak diharamkan, namun hukum menghadiri pesta pernikahan itu sendiri yang dimungkinkan akan ada joget atau tari-tarian, selama tidak dianggap sebagai dukungan kepada pelaku perbuatan haram dan tidak meniscayakan berbuat yang haram, tidak bermasalah.

    SOAL 1122: Apakah haram hukumnya, seorang istri menari untuk suaminya dan sebaliknya?
    JAWAB: Menari untuk suami, dan sebaliknya, diperbolehkan, selama tidak melakukan perbuatan yang diharamkan.

    SOAL 1123: Bolehkah orang tua menari dalam pesta pernikahan anaknya sendiri?
    JAWAB: Menarikan tarian yang haram diharamkan, meski dilakukan oleh ayah atau ibu dalam pesta perkawinan anaknya adalah tidaklah diperbolehkan.

    SOAL 1124: Ada seorang wanita menari dalam pesta perkawinan di depan kaum laki-laki non-muhrim, tanpa memberitahu atau mendapatkan izin terlebih dulu dari suaminya. Hal itupun berulang beberapa kali sementara amar makruf dan nahi munkar dari sang suami tidak lagi efektif (tidak berpengaruh) terhadapnya. Apa kewajiban suaminya?
    JAWAB: Tarian wanita di depan lelaki non-muhrim secara mutlak haram hukumnya. Meninggalkan rumah tanpa seizin suami juga diharamkan, bahkan meniscayakan nusyuz (menyeleweng) dan kehilangan haknya untuk mendapatkan nafkah.

    SOAL 1125: Apa hukum wanita menari di depan para pria dalam pesta perkawinan desa yang menggunakan alat-alat musik? Dan apa taklif (kewajiban) terhadap hal itu?
    JAWAB: Tarian wanita di hadapan lelaki non-muhrim, demikian pula setiap tarian yang menimbulkan keburukan atau membangkitkan syahwat haram hukumnya. Begitu juga, menggunakan dan mendengarkan alat-alat musik bila tergolong hura-hura dan melenakan, diharamkan juga. Tugas para mukalaf dalam situasi demikian adalah melakukan amar makruf dan nahi munkar.

    SOAL 1126: Apa hukum tarian anak kecil lelaki atau perempuan mumayiz (remaja kecil) yang belum balig dalam acara-acara kaum wanita atau kaum pria?
    JAWAB: Anak kecil yang belum balig, lelaki atau pun perempuan tidak terbebani taklif, namun orang-orang dewasa hendaknya tidak mendorongnya untuk menari.

    SOAL 1127: Apa hukum mendirikan pusat-pusat pendidikan tari?
    JAWAB: Mendirikan pusat-pusat pendidikan dan penyebar luasan seni tari bertentangan dengan misi sistem (pemerintahan) Islam.

    SOAL 1128: Apa hukum tarian lelaki atau wanita di hadapan masing-masing muhrimnya, baik karena garis keturunan maupun karena hubungan perkawinan?
    JAWAB: Jenis tarian yang haram, hukumnya haram secara umum, tanpa membedakan jenis kelamin pelakunya; pria atau wanita, di hadapan muhrim maupun non-muhrim.

    SOAL 1129: Bolehkah melakukan gerakan adu (tanding) tongkat dalam pesta perkawinan? Dan apa hukumnya, jika diiringi dengan alat-alat musik?
    JAWAB: Jika ia dilakukan dalam bentuk permainan olahraga hiburan dan tidak dikhawatirkan membahayakan jiwa, pada dasarnya tidak bermasalah. Sedangkan penggunaan alat-alat musik dengan cara yang bersifat sia-sia dan hura-hura dan melenakan sama sekali tidak diperbolehkan.

    SOAL 1130: Apa hukum tari “Dabkeh” (yaitu tarian dengan saling mengikatkan tangan dan menghentakkan kaki ke bumi dengan cara tertentu sehingga menimbulkan bunyi yang diiringi lompatan dan gerakan tubuh)?
    JAWAB: Secara hukum, “Dakbeh” adalah tarian. Jika dilakukan dengan cara yang membangkitkan syahwat atau dengan menggunakan alat-alat hura-hura dengan cara yang bersifat hura-hura pula, atau dapat menimbulkan dampak yang merusak, maka ia diharamkan. Jika tidak, maka ia tidak dilarang.


  • APLAUS (TEPUK TANGAN)

    SOAL 1131: Bolehkah para wanita bertepuk tangan dalam acara-acara pesta khusus kaum wanita, seperti pesta ulang tahun dan perkawinan? Dan jika diperbolehkan, apa hukumnya bila suara tepuk tangan sampai keluar dari tempat pesta sehingga terdengar oleh para pria non-muhrim?
    JAWAB: Tidak ada masalah bertepuk tangan dengan cara yang biasa dan tidak menimbulkan dampak yang merusak, meskipun didengar oleh lelaki non-muhrim.

    SOAL 1132: Apa hukum tepuk tangan yang beriringan dengan suka cita, pembacaan nasyid dan salawat dalam perayaan-perayaan yang diselenggarakan dalam rangka memperingati hari kelahiran para imam maksum, hari besar persatuan, Hari Peringatan diutusnya Nabi saw? Dan apa hukumnya, jika perayaan-perayaan itu diadakan di tempat-tempat ibadah seperti mesjid dan mushalla di kantor-kantor dan lembaga negara atau husainiah?
    JAWAB: Secara umum, bertepuk tangan, pada dasarnya, diperbolehkan, bila dilakukan dengan cara yang lumrah dalam pesta-pesta perayaan, atau sebagai dukungan, support, dan sebagainya. Namun akan menjadi lebih baik, bila suasana majelis keagamaan diharumkan dengan salawat dan takbir, terutama dalam acara-acara yang diselenggarakan di mesjid, husainiah, dan tempat-tempat ibadah, demi memperoleh pahala salawat dan takbir.


  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM

    SOAL 1133: Apa hukum memandang gambar wanita non-muhrim yang tidak berjilbab (tidak tertutup secara syar’i)? Apa hukum memandang gambar wanita di televisi? Dan adakah perbedaan antara (hukum memandang) wanita Muslimah dan lainnya dan (hukum memandang) gambar yang ditampilkan dalam siaran langsung atau tunda (tidak langsung)?
    JAWAB: Hukum memandang gambar (foto) wanita non-muhrim tidaklah sama dengan hukum memandang wanita non-muhrim itu sendiri. Karena itulah, ia boleh dilakukan, kecuali bila disertai dengan raibah dan khawatir terjerumus dalam fitnah, atau bila ia adalah gambar wanita Muslimah yang dikenal oleh orang yang memandangnya.
    Berdasarkan ihtiyath wujubi (kehati-hatian yang sangat ditekankan sekali), tidak boleh memandang gambar (foto) wanita non-muhrim yang ditampilkan di televisi secara langsung. Sedangkan dalam siaran tunda (tayangan tidak langsung) di televisi, boleh dipandang, tanpa raibah dan kekhawatiran terjerumus dalam fitnah.

    SOAL 1134:  Apa hukum menyaksikan program-program televisi satelit? Dan apa hukum para penghuni propinsi-propinsi yang bersebelahan dengan negara-negara teluk Persia menonton acara televisi negara-negara tersebut?
    JAWAB: Acara-acara yang disiarkan melalui satelit-satelit Barat (negara Barat) dan sebagian besar negara-negara tetangga, karena mengajarkan ide-ide sesat dan memutarbalikkan fakta, serta memuat acara-acara hura-hura dan kebejatan di mana menontonnya seringkali menyebabkan kesesatan dan keterjatuhan dalam keburukan-keburukan dan hal-hal yang diharamkan, tidak boleh ditangkap dan ditonton.

    SOAL 1135: Apakah ada masalah syar’i dalam menonton atau mendengarkan acara-acara komedi dari radio dan televisi?
    JAWAB: Mendengarkan hal-hal yang jenaka dan menonton drama komedi tidak masalah, kecuali jika mengandung pelecehan terhadap kaum Mukmin.

    SOAL 1136: Saya dipotret beberapa kali saat pesta perkawinan, ketika itu saya tidak mengenakan hijab secara sempurna, foto-foto itu kini ada di tangan teman-teman dan kerabat saya. Apakah saya wajib mengumpulkan kembali foto-foto tersebut?
    JAWAB: Jika keberadaan foto-foto itu di tangan orang lain tidak menimbulkan dampak buruk, atau Anda tidak mempunyai andil dalam memberikan foto-foto itu kepada mereka, atau mengumpulkannya kembali dari orang-orang lain menyulitkan Anda, maka tidak ada taklif (kewajiban) atas Anda untuk melakukannya.

    SOAL 1137: Apakah bermasalah secara syar’i mencium gambar Imam Khumaini ra dan para syuhada, sebab bukankah mereka bukanlah muhrim kami?
    JAWAB: Secara umum, gambar (foto) non-muhrim bukanlah diri non-muhrim itu sendiri. Karenanya, tidak ada masalah mencium gambar non-muhrim karena penghormatan dan mencari berkah (tabarruk) serta sebagai ungkapan cinta, selama bebas dari tujuan raibah dan kekhawatiran terjatuh dalam maksiat.

    SOAL 1138: Bolehkah menonton gambar porno atau semi porno para wanita yang tidak dikenal dalam film-film bioskop dan lainnya?
    JAWAB: Menonton film dan memandang gambar tidak sama hukumnya dengan memandang non-muhrim itu sendiri. Tidak ada larangan syar’i memandangnya selama tidak disertai syahwat dan raibah dan tidak menimbulkan akibat buruk. Namun mengingat bahwa memandang gambar-gambar porno yang membangkitkan syahwat seringkali tidak terlepas dari dorongan syahwat, dan menjadi awal perbuatan berdosa, maka ia diharamkan.

    SOAL 1139: Bolehkah wanita membiarkan dirinya difoto dalam pesta-pesta perkawinan tanpa izin suami? Dan jika boleh, apakah ia wajib mengenakan jilbab secara utuh?
    JAWAB: Pada dasarnya kebolehan difoto tidak bergantung pada izin suami. Namun, jika diperkirakan akan dipandang oleh non-muhrim, dan bila tidak mengenakan jilbab secara utuh akan menimbulkan dampak buruk, maka ia wajib mengenakannya secara utuh.

    SOAL 1140: Apakah wanita boleh menonton acara gulat pria?
    JAWAB: Jika menonton secara langsung di arena gulat dan memandangnya secara langsung atau melalui televisi yang disiarkan secara langsung, atau demi mencari kenikmatan dan raibah, atau dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah dan kerusakan, maka tidak diperbolehkan. Jika tidak demikian, maka ia boleh melakukannya.

    SOAL 1141: Jika pengantin wanita menggunakan kain penutup kepala yang tembus pandang saat pesta pernikahan, bolehkah lelaki non-muhrim mengambil gambarnya ataukah tidak?
    JAWAB: Jika hal itu tidak menyebabkan non-muhrim memandangnya dengan cara yang diharamkan, dia boleh mengambil gambarnya. Jika tidak, dia tidak diperbolehkan melakukannya.

    SOAL 1142:  Apa hukum mengambil gambar wanita tak berjilbab di antara para muhrimnya? Dan apa hukumnya, jika diperkirakan foto-foto itu akan dipandang oleh non-muhrim saat dicuci dan dicetak?
    JAWAB: Jika yang memotret dan memandangnya adalah salah satu dari muhrimnya, maka diperbolehkan. Begitu pula hukumnya dicuci, dan dicetak oleh orang yang tidak mengenalnya tidak bermasalah.

    SOAL 1143: Sebagian pemuda memandang gambar-gambar seronok dan mengemukakan alasan-alasan pembenaran yang dibuat-buat untuk melakukannya. Apa hukumnya? Dan jika memandang foto-foto semacam ini dapat meredam sedikit gejolak seksualnya sehingga menjaganya dari sesuatu yang haram. Apakah diperbolehkan?
    JAWAB: Jika memandang gambar-gambar itu dengan raibah atau mengetahui bahwa hal itu akan membangkitkan syahwat, maka haram hukumnya. Menghindari keterjerumusan dalam sesuatu yang diharamkan dengan melakukan hal tersebut bukanlah alasan untuk membolehkan sesuatu yang haram.

    SOAL 1144: Apa hukum menghadiri pesta yang dimeriahkan dengan musik dan joget atau dansa untuk tujuan mengambil gambar? Apa hukum lelaki mengambil gambar dalam acara kaum lelaki dan wanita mengambil gambar dalam acara kaum wanita? Apa hukum lelaki memproduksi film pesta-pesta perkawinan, baik mengenal keluarga pengantin maupun tidak? Apa hukum wanita melakukan hal itu di acara tersebut? Dan bolehkah menggunakan musik dalam film acara-acara tersebut?
    JAWAB: Diperbolehkan menghadiri acara-acara pesta. Lelaki juga boleh mengambil gambar dalam acara kaum lelaki, dan wanita mengambil gambar dalam acara-acara kaum wanita, selama tidak menyebabkan dirinya mendengarkan nyanyian atau musik yang diharamkan, atau menyebabkan dirinya melakukan perbuatan haram lainnya. Sedangkan pria yang mengambil gambar dalam acara kaum wanita, atau wanita yang mengambil gambar dalam acara kaum pria yang menyebabkan dia sampai memandang dengan raibah dan menimbulkan dampak-dampak buruk lain, maka tidak diperbolehkan. Begitu juga hukumnya menggunakan musik yang melenakan dan hura-hura serta sesuai untuk tempat-tempat hura-hura dan maksiat dalam film (video) pesta perkawinan.

    SOAL 1145:  Mengingat kualitas film dan musik, baik asing atau lokal yang disiarkan oleh Televisi Republik Islam Iran, apa hukum menonton dan mendengarkannya?
    JAWAB: Jika pendengar dan pemirsa beranggapan, bahwa musik yang disiarkan dari radio dan televisi tersebut tergolong musik yang bersifat melenakan, hura-hura, yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan maksiat, atau film yang ditayangkan menimbulkan dampak yang merusak bagi penontonnya, maka ia tidak diperbolehkan secara syar’i mendengarkan dan menontonnya. Hanya sekadar disiarkan radio dan ditayangkan televisi (Iran) bukanlah dasar syar’i atas kebolehannya.

    SOAL 1146: Apa hukum membaca buku-buku dan syair-syair cabul yang menimbulkan syahwat?
    JAWAB: Hal itu harus dihindari.

    SOAL 1147:  Sejumlah televisi atau channel satelit menayangkan drama serial bertema sosial yang menceritakan tentang problema-problema sosial masyarakat Barat, namun menyebarluaskan ide-ide sesat, seperti dorongan kepada pergaulan antar lawan jenis dan sosialisasi zina sedemikian rupa sehingga mempengaruhi sebagian orang mukmin. Apa hukum menontonnya bagi orang yang tidak menjamin bahwa dirinya tidak terpengaruh? Dan apakah berbeda, bila menontonnya untuk mengkritisi dan menunjukkan sisi-sisi negatifnya serta menasehati orang agar meninggalkannya?
    JAWAB: Siapa pun tidak diperbolehkan menontonnya dengan tujuan mencari kenikmatan dan raibah, atau dikhawatirkan terpengaruh dan timbulnya keburukan. Namun, menontonnya untuk tujuan mengkritisi dan memperingatkan orang-orang akan bahaya-bahayanya dan dampak-dampak negatifnya diperbolehkan, bila ia memang berkompeten dan menjamin dirinya tidak terpengaruh dan tidak terjerumus dalam keburukan.

    SOAL 1148: Bolehkah memandang rambut penyiar televisi yang bersolek dan membuka rambut dan dadanya?
    JAWAB: Sekadar memandangnya, dengan syarat tidak dengan tujuan mencari kenikmatan dan tidak terdapat kekhawatiran terkena fitnah dan terjerumus dalam keburukan, dan acaranya tidak disiarkan secara langsung, diperbolehkan.

    SOAL 1149: Bolehkah menonton film yang membangkitkan syahwat bagi orang yang telah beristri?
    JAWAB: Bila menontonnya dengan tujuan membangkitkan syahwat atau menyebabkan syahwat terbangkit (meski tidak dijadikan tujuan, peny.), tidaklah diperbolehkan.

    SOAL 1150: Apa hukum lelaki beristri menonton film yang memuat pendidikan tentang cara yang benar bersenggama dengan istri (wanita) hamil, dengan kepastian bahwa hal tersebut tidak akan membuatnya terjerumus dalam sesuatu yang haram?
    JAWAB: Film-film seperti itu, di mana menontonnya selalu menimbulkan syahwat tidak diperbolehkan.

    SOAL 1151:  Apa hukum bagi para petugas Departemen Penerangan yang melakukan pengawasan terhadap aneka jenis film, majalah, tabloid, dan kaset guna mengidentifikasi jenis yang boleh diterbitkan dan yang tidak, di mana pekerjaan demikian harus dilakukan dengan menonton, mendengar, dan memperhatikannya secara langsung?
    JAWAB: Tidak ada larangan menonton, memperhatihan, dan mendengarkan film-film tersebut bagi para petugas pengawasan sebatas yang diperlukan saat melaksanakan tugas konstitusionalnya, dengan tetap menghindari maksud untuk mencari kenikmatan dan raibah dan orang-orang yang melakukan tugas-tugas demikian haruslah berada di bawah pengawasan dan pengarahan intelektual dan spiritual para penanggung jawab.

    SOAL 1152: Apa hukum menonton film-film yang kadangkala memuat adegan-adegan menyimpang dengan tujuan memantau dan mensensor bagian-bagian buruk di dalamnya sebelum diedarkan di tengah masyarakat?
    JAWAB: Hal itu boleh dilakukan, jika didasari tujuan memperbaiki film dan memotong adegan-adegan buruk atau sesat, dengan syarat pelaksana tugas semacam ini haruslah aman dari keterjerumusan kepada sesuatu yang haram.

    SOAL 1153:  Bolehkah suami-istri menonton film atau video porno dalam rumah? Dan bolehkah penderita putus urat saraf tulang belakang (spinal cord) menonton film-film demikian dengan tujuan membangkitkan gairah seksual, agar bisa menggauli istrinya?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan membangkitkan syahwat dengan menonton film-film video purno.

    SOAL 1154: Apa hukum menonton secara diam-diam film-film dan gambar-gambar yang dilarang berdasarkan undang-undang pemerintah Islam Iran, namun tidak menimbulkan dampak buruk? Dan apa hukumnya bagi pasangan muda suami-istri?
    JAWAB: Hal itu bermasalah, bila (memang) dilarang oleh undang-undang.

    SOAL 1155: Apa hukum menonton film-film yang terkadang memuat penodaan terhadap hal-hal sakral dalam republik Islam dan kedudukan pimpinan yang agung?
    JAWAB: Ia wajib dihindari.

    SOAL 1156: Apa hukum menonton film-film Iran yang diproduksi pasca revolusi Islam, yang menampilkan wanita tak berjilbab secara baik (utuh) dan kadang-kadang memuat hal-hal yang memberikan pendidikan yang buruk?
    JAWAB: Pada prinsipnya, menonton film-film tersebut tidak dilarang, selama tidak bertujuan mencari kenikmatan dan raibah serta tidak membuat (penontonnya) terjerumus dalam keburukan. Namun, para produser film wajib menghindarkan diri untuk tidak memproduksi dan menyutradarai film-film yang bertentangan dengan ajaran-ajaran mulia Islam.

    SOAL 1157: Apa hukum mendistribusikan dan menjajakan film dan kaset musik yang berlebel “legal” dari departemen penerangan dan bimbingan Islam di universitas-universitas?
    JAWAB: Jika fim-film atau kaset-kaset tersebut, menurut pandangan mukalaf, memuat lagu atau musik yang melenakan dan hura-hura dan cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan maksiat, maka tidak boleh didistribusikan, dipamerkan, ditonton, dan didengarkan. Label “legal” dari salah satu instansi yang bertanggung jawab semata bukanlah dasar syar’i untuk diperbolehkan bagi mukalaf, selama pandangannya bertentangan dengan pandangan para pejabat dalam identifikasi subjek hukum.

    SOAL 1158: Apa hukum menjual, membeli dan menyimpan majalah pakaian wanita yang memuat gambar wanita-wanita non-muhrim, yang digunakan untuk memilih macam-macam pakaian?
    JAWAB: Sekadar memuat gambar wanita-wanita non-muhrim tidak menyebabkan larangan menjual, membeli dan menggunakannya untuk memilih macam-macam pakaian, kecuali apabila gambar-gambar tersebut sedemikian rupa sehingga menyebabkan terjerumus dalam keburukan.

    SOAL 1159: Bolehkah menjual dan membeli kamera film?
    JAWAB: Menjual dan membeli kamera film itu sendiri tidak dilarang selama tidak bertujuan menggunakannya untuk hal-hal yang diharamkan.

    SOAL 1160: Apa hukum menjual, membeli dan menyewakan kaset video tidak senonoh? Dan apakah demikian pula dengan video playernya?
    JAWAB: Jika film-film itu memuat gambar-gambar cabul yang membangkitkan syahwat yang menyebabkan penyimpangan dan kebejatan moral, atau memuat lagu atau musik yang melenakan dan bersifat hura-hura, yang cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan maksiat, maka ia tidak boleh diproduksi, dijual, dibeli, dan disewakan. Video player juga tidak boleh disewakan untuk tujuan itu.

    SOAL 1161: Bolehkah mendengarkan berita, acara-acara ilmiah dan budaya yang disiarkan oleh radio-radio asing?
    JAWAB: Tidak ada larangan untuk itu, dengan syarat tidak menimbulkan keburukan dan penyimpangan.



  • PARABOLA

    SOAL 1162: Bolehkah membeli, menyimpan dan menggunakan alat penangkap program-program televisi dari satelit (parabola)? Dan apa hukumnya, bila mendapatkannya secara gratis?
    JAWAB: Parabola, sebagai alat penangkap program-program televisi yang haram dan yang halal, diperlakukan secara hukum sebagaimana alat-alat yang memiliki dua kegunaan halal dan haram. Maka diharamkan menjual, membeli dan menyimpannya jika dipergunakan untuk hal-hal yang haram dan diperbolehkan jika dipergunakan untuk hal-hal yang halal. Namun, karena alat ini merupakan sarana yang memudahkan untuk menangkap program-program haram dan kadang-kadang menyimpannya menimbulkan dampak-dampak buruk, maka tidak diperbolehkan membeli dan menyimpannya di rumah, kecuali bagi orang yang yakin bahwa dirinya tidak akan menggunakannya untuk sesuatu yang haram dan tidak akan menyerahkannya kepada orang yang akan menggunakannya untuk sesuatu yang haram serta mendapatkan dan menyimpannya di rumah tidak akan menimbulkan dampak buruk. Sebagaimana jika terdapat undang-undang mengenai masalah ini, maka haruslah dipatuhi.

    SOAL 1163: Bolehkah bagi orang yang hidup di luar Republik Islam Iran membeli alat dekoder untuk mengikuti saluran-saluran satelit Iran?
    JAWAB: Alat tersebut, meskipun tergolong alat-alat “dwiguna” yang bisa digunakan untuk yang halal dan haram, namun karena umumnya dipergunakan untuk yang haram dan akan menimbulkan dampak-dampak buruk saat digunakan di rumah, maka haram hukumnya membeli dan menggunakannya di rumah. Kecuali bagi orang yang memiliki keyakinan, bahwa dirinya sama sekali tidak akan mempergunakannya untuk yang haram dan memasangnya di rumah tidak akan menimbulkan dampak buruk apa pun.

    SOAL 1164: Apa hukum parabola yang hanya bisa menangkap saluran-saluran televisi di negara-negara teluk atau negara-negara Arab untuk program berita dan program-program berguna lainnya, di samping saluran Televisi Republik Islam Iran, dan membuang saluran-saluran televisi Barat dan saluran-saluran yang tidak senonoh lainnya?
    JAWAB: Standar boleh dan tidaknya menggunakan alat-alat seperti ini untuk menangkap program stasiun-stasiun televisi ialah, sebagaimana disebutkan di atas, tanpa membedakan saluran-saluran Televisi Barat atau lainnya.

    SOAL 1165: Apa hukum menggunakan alat dekoder satelit untuk menangkap program-program keilmuan, al-Quran dan sebagainya yang disiarkan melalui satelit oleh radio-radio negara Barat atau negara-negara tetangga di kawasan Teluk Persia dan lainnya?
    JAWAB: Penggunaan alat tersebut untuk menonton dan mendengarknan acara-acara ilmiah, al-Quran dan sebagainya meskipun pada dasarnya tidak dilarang. Namun karena pada umumnya, acara-acara yang ditayangkan melalui satelit dari radio negara-negara Barat dan sebagian besar negara-negara tetangga memuat ide-ide sesat dan memutarbalikkan fakta, di samping memuat acara-acara hura-hura dan keburukan dan menyaksikan acara-acara ilmiah atau al-Quran kadang dapat menyebabkan terjerumus dalam kerusakan dan sesuatu yang haram maka penggunaan alat dekoder untuk menyaksikan acara-acara itu tidaklah diperbolehkan secara syar’i, kecuali apabila acara-acara tersebut benar-benar ilmiah murni dan berguna atau acara-acara al-Quran dan sebagainya, dan menyaksikannya tidak menyebabkan keburukan dan terjerumus dalam perbuatan yang haram. Sebagaimana jika terdapat undang-undang mengenai masalah ini maka haruslah dipatuhi.
     
    SOAL 1166: Pekerjaan saya adalah memperbaiki alat penangkap saluran radio dan televisi (parabola, dekoder). Akhir-akhir ini, permintaan para konsumen kian deras untuk merakit dan memperbaiki parabola. Apa taklif kami? Dan apa hukum menjual dan membeli suku cadang alat ini?
    JAWAB: Jika alat semacam ini digunakan untuk sesuatu yang haram, sebagaimana galibnya, atau (jika) anda mengetahui bahwa orang yang ingin memperolehnya akan menggunakannya untuk sesuatu yang haram, maka tidak diperbolehkan menjual, membeli, merakit, mengoperasikan, memperbaiki, dan menjual suku cadangnya.


  • DRAMA DAN BIOSKOP

    SOAL 1167: Bolehkah mengenakan, seperlunya, pakaian pemuka agama dan para hakim (toga) dalam film bioskop? Bolehkah membukukan dan memproduksi film-film yang bernuansa agama dan mistik (irfan) tentang para ulama terdahulu dan masa kini, dengan tetap menghormati mereka dan memelihara kehormatan Islam, dan tidak memuat sesuatu yang menodai dan melecehkan mereka. Perlu diketahui, tujuannya ialah menampilkan nilai-nilai mulia Islam, atau menjelaskan konsep irfan dan budaya orisinal yang menjadi ciri khas umat Islam dan melawan budaya musuh yang jorok. Itu semua dilukiskan dengan bahasa sinema yang mempesona dan efektif, terutama bagi generasi muda?
    JAWAB: Mengingat bioskop merupakan sarana pencerahan, dan penerangan, maka diperbolehkan menggambarkan dan menayangkan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencerahkan pemikiran para pemuda dan lainnya serta menyebarkan kesadaran dan mempublikasikan budaya Islam, antara lain dengan menampilkan figur ulama, kehidupan pribadi dan profil khas mereka. Begitu pula para ilmuan dan dan tokoh-tokoh lainnya dan kehidupan pribadi mereka. Namun, wajib menjaga urusan pribadi, kehormatan diri dan kehidupan pribadi mereka. Begitu pula hendaknya, tidak sampai disalahgunakan untuk menampilkan ide-ide yang bertentangan dengan Islam.

    SOAL 1168: Kami berencana untuk menyutradarai film cerita heroik tragedi Karbala yang abadi dan menampakkan nilai-nilai Islam yang mulia dan prinsip-prinsip agung yang menjadi alasan al-Husain untuk mati syahid. Perlu diketahui, figur Imam Husain dalam film ini tidak ditampilkan secara visual dan dekat sebagaimana orang biasa, tapi beliau ditampilkan dengan teknik pengambilan gambar dan penyutradaraan serta pencahayaan sebagai figur cahaya. Bolehkah menyutradarai film semacam ini, dan menampilkan tokoh al-Husain dengan cara tersebut?
    JAWAB: Jika penyutradaraan tersebut berdasarkan sumber-sumber akurat, dengan menjaga secara utuh kesakralan tema, juga menjunjung tinggi kehormatan serta kedudukan al-Husain as dan para sahabat, dan Ahlulbaitnya yang mulia as, maka perbolehkan. Namun karena sangat sulit, memelihara kesakralan tema dan kehormatan Imam Husain as dan para sahabatnya sebagaimana mestinya, maka haruslah berhati-hati dalam masalah ini.

    SOAL 1169: Apa hukum lelaki mengenakan pakaian wanita, dan sebaliknya untuk akting drama dan film sinema? Dan apa hukum lelaki menirukan suara wanita, dan sebaliknya?
    JAWAB: Mengenakan pakaian lawan jenis dan menirukan suaranya dalam konteks akting dan memeragakan ciri-ciri khas yang disandang oleh tokoh nyata, selama tidak dilakukan dengan cara yang dapat menimbulkan kebejatan, masih bisa diperbolehkan.

    SOAL 1170: Apa hukum wanita memakai minyak dan bedak kosmetik dalam drama atau akting yang ditonton oleh kaum pria?
    JAWAB: Jika ia sendiri, wanita lain atau salah satu dari lelaki muhrim yang meriasnya, maka tidak ada masalah selama tidak menimbulkan dampak buruk. Jika tidak, ia tidak diperbolehkan melakukannya. Sebagaimana ia tidak diperbolehkan menampakkan hiasan kepada lelaki non-muhrim.



  • MELUKIS DAN MEMAHAT

    SOAL 1171: Apa hukum membuat boneka, memahat dan melukis makhluk hidup (dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia)? Dan apa hukum menjual, membeli, menyimpan, dan menampilkannya dalam drama?
    JAWAB: Tidak ada larangan memahat, melukis, dan menggambar benda-benda tak bernyawa, demikian pula memahat, menggambar, dan melukis makhluk bernyawa yang tidak timbul atau tidak utuh. Sedangkan membuat patung manusia dan seluruh binatang secara utuh, maka tidak diperbolehkan (fîhi isykâl). Namun, tidak dilarang menjual, membeli, dan menyimpan lukisan (gambar) dan patung dalam bentuk apa pun, juga menampilkannya dalam drama.

    SOAL 1172: Dalam kurikulum pendidikan yang baru terdapat mata pelajaran yang dinamakan “membangun kemandirian diri sendiri.” Sebagian isinya berkenaan dengan memahat. Sebagian guru menyuruh para siswa membuat boneka atau patung anjing, kelinci dan sebagainya dari kain atau sesuatu yang lain dalam bingkai kegiatan yang disebut “kerajinan tangan.” Apa hukum membuat benda-benda seperti itu? Apa hukum para guru yang menyuruh para siswa melakukannya? Dan apakah utuh dan tidaknya boneka dan patung tersebut mempunyai andil dalam hukumnya?
    JAWAB: Tidak ada halangan, bila secara ‘urf dianggap tidak berbentuk seperti binatang secara utuh, atau bila para siswa belum mencapai usia balig.

    SOAL 1173: Apa hukum bocah-bocah dan muda-mudi melukis (menggambar) kisah-kisah al-Quran, seperti bila anak-anak kecil disuruh menggambar kisah Ashabul Fil (Tentara Bergajah), atau kisah laut yang dibelah Musa as, dan lainnya?
    JAWAB: Tidak ada larangan untuk perbuatan itu sendiri. Namun wajib melukis dari fakta dan realitas sejati, dan harus menghindar dari menjelaskan hal-hal yang bertentangan dengan fakta atau hal-hal yang menimbulkan pelecehan.

    SOAL 1174: Bolehkah membuat boneka atau patung benda-benda bernyawa, seperti manusia dan lainnya, dengan mesin yang dipersiapkan secara khusus untuk itu?
    JAWAB: Boleh membuatnya dengan mesin, selama tidak bergantung pada pekerjaan manusia secara langsung. Jika tidak demikian, maka tidak diperbolehkan (fihi isykal).

    SOAL 1175:
    Apa hukum membuat perhiasan dan manik-manik berbentuk patung? Dan apakah benda yang menjadi bahan pembuatan patung mempunyai andil dalam hukum haramnya?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan membuat patung benda bernyawa secara utuh, tanpa membedakan bahan pembuatan patung dan penggunaannya untuk perhiasan, dan lainnya.

    SOAL 1176: Apakah mengembalikan bagian-bagian boneka, seperti tangan, kaki, dan kepala, tercakup dalam lingkaran hukum haramnya membuat (boneka) dan termasuk haram seperti “membuat patung?”
    JAWAB: Sekadar mebuat dan mengembalikan beberapa anggota tubuh (boneka) tidak tergolong perbuatan membuat patung. Oleh karena itu, perbuatan tersebut diperbolehkan. Sedangkan merakit anggota tubuh patung benda bernyawa, seperti manusia dan lainnya, hingga menjadi sempurna dianggap sebagai perbuatan membuat patung.

    SOAL 1177: Apa hukum menato yang populer di sebagian masyarakat dengan menggambar pada salah satu bagian tubuh secara permanen dan tidak luntur? Dan apakah ia termasuk penghalang yang mencegah keabsahan mandi dan wudu?
    JAWAB: Tato tidaklah diharamkan. Sedangkan bekas yang ada di bawah kulit bukanlah penghalang yang mencegah sampainya air. Karenanya, mandi dan wudunya sah.

    SOAL 1178: Ada pasangan suami-istri pelukis kondang. Profesi mereka adalah memperbaiki papan (kanvas) lukisan artistik. Sebagian besar dari lukisan-lukisannya menampilkan masyarakat Kristiani. Sebagian lain memuat gambar salib atau sosok Siti Maryam dan Isa al-Masih as. Banyak pemilik lembaga, perusahaan dan gereja yang mendatangi keduanya meminta perbaikan bagian-bagian lukisan yang rusak karena sudah lapuk (kuno) dan sebagainya. Bolehkah pekerjaan tersebut? Dan apakah boleh menggunakan imbalan yang mereka terima dari pekerjaan tersebut? Sebagai catatan, kebanyakan lukisan yang mereka terima tergolong seperti di atas dan mereka tidak memiliki penghasilan dari sumber lain yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keduanya adalah pasangan yang taat kepada ajaran Islam.
    JAWAB: Sekadar memperbaiki papan (kanvas) lukisan artistik tidaklah bermasalah meski menampilkan masyarakat Kristiani atau Nabi Isa as dan Siti Maryam as. Menerima upah dari pekerjaan tersebut dan menjadikannya sebagai profesi untuk memperoleh nafkah dari upahnya juga tidak bermasalah. Kecuali jika hal itu dianggap sebagai perbuatan penyebaran kebatilan atau memberikan dampak-dampak buruk lain.


  • UNDIAN DAN SAYEMBARA

    SOAL 1186: Apa hukum menjual dan membeli kartu undian? Dan apa hukum hadiah yang dimenangkan oleh mukalaf?
    JAWAB: Menjual dan membeli kartu undian tidaklah sah hukumnya. Karena itu, pemenang tidak boleh memiliki hadiah tersebut dan tidak berhak menerimanya.

    SOAL 1187: Seseorang menawarkan mobilnya dengan cara undian. Yaitu dengan cara sebagai berikut: peserta undian membeli kupon yang akan ditarik pada tanggal tertentu dengan harga tertentu. Ketika batas waktu berakhir dan bergabungnya sejumlah orang, penarikan kupon undian pun dilakukan. Pemilik kupon yang keluar sebagai pemenang dialah pemilik mobil yang berharga tinggi tersebut. Apakah menjual mobil dengan cara undian semacam ini boleh secara syar’i?
    JAWAB: Penjualan mobil kepada seseorang yang mendapatkan undian melalui penarikan tidaklah dilarangan, bila jual-beli dilakukan setelah penarikan, yaitu ketika undian telah dimenangkan oleh (pemilik) kupon tertentu. Namun, perbuatan memakan harta orang-orang yang membayar untuk ikut serta dalam undian tersebut adalah termasuk perbuatan “memakan harta dengan bathil." Karenanya, si penjual harus mengembalikannya.

    SOAL 1188: Bolehkah menjual kupon pengumpulan dana sumbangan untuk aktifitas-aktifitas sosial dari masyarakat umum, dengan ketentuan akan dilakukan pengundian, kemudian memberikan sebagian dana yang terkumpul kepada para pemenang undian, sedangkan sisanya digunakan untuk kepentingan umum?
    JAWAB: Penamaan perbuatan demikian dengan "penjualan" tidaklah tepat. Namun, diperbolehkan membagikan kupon berisi permohonan sumbangan untuk urusan-urusan sosial dan menjanjikan hadiah bagi penyumbang yang memenangkan undian dengan tujuan memotifasi dan memacu semangat para penyumbang. Dengan syarat niat para penyumbang adalah dalam rangka ikut serta melakukan kebaikan.

    SOAL 1189: Bolehkah membeli kupon undian (lotere)? Di mana kuponnya adalah milik perusahaan tertentu dan 20% dari hasilnya diberikan kepada Lembaga Sosial Wanita?
    JAWAB: Kupon-kupon lotere seperti itu tidaklah bernilai uang. Namun, ia hanyalah sarana bagi yang menyebarkan dan menjualnya untuk mengambil uang dari orang yang membelinya, juga sebagai sarana bagi yang membelinya untuk memperoleh hadiahnya.
    Dengan demikian ia hanyalah sarana untuk berjudi, bahkan itulah judi sebenarnya.
    Karenanya, tidak diperbolehkan menjual dan membelinya, dan hadiah yang dimenangkan oleh pemilik kupon bukanlah sesuatu yang halal.


  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR

    SOAL 1257: Apakah berdosa seseorang yang tidak mempelajari hukum masalah-masalah yang dia alami?
    JAWAB: Dia berdosa jika dia meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram, yang diakibatkan oleh karena dia tidak mempelajari hukum masalah-masalah tersebut.

    SOAL 1258: Seorang santri setelah menyelesaikan jenjang pendidikan pertengahan (suthuh) di hauzah ilmiah dia merasa, bahwa dirinya memiliki potensi untuk melanjutkan studinya sampai mencapai peringkat ijtihad. Apakah dia wajib secara pasti menyelesaikan studinya, ataukah tidak?
    JAWAB: Tidak diragukan, bahwa belajar agama itu sendiri, meneruskannya sampai mendapatkan derajat ijtihad memiliki keutamaan yang besar, namun hanya dengan memiliki kemampuan untuk mencapai ijtihad tidak mewajibkannya dengan wajib ‘aini.

    SOAL 1259: Apa cara-cara untuk mendapatkan keyakinan dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan Ushûluddin (tauhid)?
    JAWAB: Biasanya didapatkan dengan argumen dan dalil-dalil rasional. Namun, argumen dan dalil itu berbeda-beda sesuai derajat pemahaman setiap mukalaf. Oleh karena itu, andaikata seseorang mendapatkan keyakinan dengan cara lain, maka hal itu (dianggap) cukup.

    SOAL 1260: Apa hukumnya bermalas-malasan dalam menuntut ilmu? Apa hukumnya membuang-buang waktu? Dan apakah dia haram?
    JAWAB: Membuang-buang waktu dan bermalas-malasan bermasalah secara syar’i. Jika seorang pelajar menggunakan fasilitas tertentu yang dikhususkan untuk para pelajar, maka dia harus mengikuti sistim belajar yang berlaku. Jika tidak demikian, maka dia tidak diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas tersebut, baik itu beasiswa atau pun lainnya.

    SOAL 1261: Di dalam sebagian mata kuliah di fakultas ekonomi, seorang dosen mengajarkan masalah-masalah seputar utang piutang riba, perbandingan berbagai cara untuk mendapatkan riba dengan perdagangan, industri dan selainnya. Apa hukumnya mengajar yang demikian dan bagaimana hukum gaji yang didapatkan darinya?
    JAWAB: Hanya belajar atau mengajar cara-cara mendapatkan keuntungan dengan hutang-piutang riba tidaklah haram.

    SOAL 1262: Bagaimana cara yang benar bagi para spesialis di bidangnya masing-masing dalam mengajar orang lain di republik Islam? Dan siapasaja yang berhak untuk mendapatkan pembelajaran tentang teknologi yang sensitif di kantor-kantor pemerintahan?
     JAWAB: Tidak ada larangan bagi setiap orang untuk mempelajari ilmu apa pun yang dia kehendaki jika untuk tujuan yang wajar (menurut orang-orang berakal dan syariat), selama tidak ada kekhawatiran akan menimbulkan kerusakan dan pengrusakan. Kecuali jika negara Islam telah menggariskan peraturan tertentu tentang ilmu dan informasi apa yang wajib diajarkan dan dipelajari.

    SOAL 1263: Bolehkah mengajarkan dan mempelajari filsafat di sekolah-sekolah agama (hauzah ilmiah?)
    JAWAB: Tidak ada larangan mempelajari filsafat bagi orang yang yakin, bahwa dirinya tidak akan mengalami kegoncangan dalam akidahnya. Bahkan bisa jadi dalam kondisi-kondisi tertentu hukumnya menjadi wajib.

    SOAL 1264: Apa hukumnya membeli, menjual dan menelaah buku-buku sesat seperti buku, “Ayat-ayat Setan?”
    JAWAB: Tidak boleh hukumnya membeli, menjual dan menyimpan buku-buku sesat, kecuali dengan tujuan membantahnya. Tentunya dengan syarat dia memang memiliki kemampuan keilmuan untuk itu.

    SOAL 1265: Apa hukumnya mengajarkan dan menceritakan kisah-kisah khayalan tentang kehidupan manusia dan binatang yang terkandung di dalamnya manfaat-manfaat positif?
    JAWAB: Tidak apa-apa selama tidak ada kebohongan di dalamnya.
     
    SOAL 1266: Apa hukumnya melanjutkan studi di perguruan-perguruan tinggi yang akan menyebabkan seseorang bergaul dengan perempuan-perempuan yang tidak berjilbab dan bersolek yang juga datang untuk belajar?
    JAWAB: Tidak ada larangan memasuki pusat-pusat pendidikan untuk belajar atau pun mengajar. Akan tetapi wajib bagi para wanita untuk menjaga hijabnya dan bagi kaum pria hendaknya mencegah diri mereka dari pandangan yang haram dan pergaulan yang menyebabkan kekhawatiran akan (timbulnya) kerusakan dan fitnah.
     
    SOAL 1267: Bolehkah seorang wanita belajar mengemudi mobil dengan dibantu seorang laki-laki yang bukan muhrimnya di tempat-tempat yang dikhususkan untuk hal itu, dan ia mengenakan jilbab yang sempurna dan menjaga kehormatannya?
    JAWAB: Tidak ada larangan atas dirinya untuk belajar mengemudi dengan bantuan dan arahan orang laki-laki lain yang bukan muhrimnya, jika dia menjaga hijab dan kehormatannya serta aman dari terjerumus di dalam kerusakan. Namun, sebaiknya ia ditemani juga oleh seorang laki-laki muhrimnya dan bahkan jauh lebih baik jika ia belajar mengemudi dengan seorang wanita juga atau salah seorang dari laki-laki muhrimnya.

    SOAL 1268: Pelajar putra dan putri saling bertemu di sekolah dan perguruan tinggi dan berbicara sebagai teman belajar baik dalam masalah pelajaran atau pun lainnya. Kadang-kadang juga terjadi humor dan tawa canda di antara mereka, namun semua hal itu tidak dibarengi dengan keinginan dan syahwat. Bolehkah hal itu?
    JAWAB: Jika dilakukan dengan memperhatikan hijab dan tanpa tujuan raibah serta tidak dikhawatirkan akan terjerumus dalam kerusakan, maka hal itu diperbolehkan. Jika tidak, maka hukumnya haram.

    SOAL 1269: Jurusan apa yang paling cocok bagi Islam dan kaum Muslim saat ini?
    JAWAB: Semua bidang keilmuan yang dibutuhkkan oleh kaum Muslim dan bermanfaat bagi mereka haruslah mendapatkan perhatian para ilmuwan, dosen dan mahasiswa, sehingga mereka tidak bergantung kepada orang asing, khususnya yang memusuhi Islam dan kaum Muslim.

    SOAL 1270: Apa hukumnya menelaah buku-buku sesat dan kitab-kitab agama lain dengan tujuan untuk mengenal agama mereka dan menambah wawasan?
    JAWAB: Hanya sekadar ingin tahu dan menambah wawasan tidak diperbolehkan. Hal itu diperbolehkan bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi yang haq dan batil dengan tujuan akan membantah dan membuktikan kebatilannya serta yakin, bahwa dirinya tidak akan menyimpang dari garis kebenaran.

    SOAL 1271: Apa hukumnya memasukkan anak ke sekolah yang diajarkan di dalamnya sebagian ajaran-ajaran yang menyimpang, dengan asumsi, bahwa mereka tidak akan terpengaruh dengan hal itu?
    JAWAB: Jika tidak dikhawatirkan akan merusak akidah agamanya dan tidak termasuk menyebarkan kebatilan serta mereka dapat meninggalkan pelajaran-pelajaran batil yang menyesatkan, maka hal itu tidaklah dilarang.

    SOAL 1272: Seorang mahasiswa telah melewati tahun keempat di fakultas kedokteran, dan dia memiliki keinginan yang kuat untuk belajar ilmu-ilmu agama. Wajibkah dia melanjutkan kuliah kedokterannya ataukah dia diperbolehkan untuk berhenti dan belajar ilmu-ilmu agama?
    JAWAB: Seorang pelajar memiliki kebebasan untuk memilih jurusan dan konsentrasi. Namun, ada sebuah masalah yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu bahwa belajar ilmu-ilmu agama jika dianggap memiliki kedudukan penting, karena apa yang diharapkan di masa mendatang untuk melayani masyarakat Islam. Karenanya, mempelajari kedokteran dengan tujuan menyiapkan diri untuk memberikan layanan kesehatan kepada kaum Muslim, mengobati orang-orang sakit dan menyelamatkan jiwa mereka juga memiliki kedudukan yang sangat penting.

    SOAL 1273: Seorang guru mencela dan mempermalukan seorang anak didiknya di depan murid-muridnya yang lain di dalam kelas. Apakah sang murid memiliki hak untuk membalasnya dengan yang setimpal atau tidak?
    JAWAB: Sang murid tidak memiliki hak membalas dan menjawab dengan kata-kata yang tidak layak bagi kedudukan seorang guru, namun dia diwajibkan untuk menjaga kehormatan gurunya dan menjaga ketertiban di dalam kelas. Walaupun dia memiliki hak untuk menuntutnya secara hukum. Sebagaimana selayaknya bagi seorang guru untuk menjaga kehormatan seorang murid di depan teman-temannya dan memperhatikan etika mengajar Islami.


  • HAK CIPTA

    SOAL 1274: Apa hukumnya mencetak ulang buku atau makalah yang datang dari luar negeri atau yang dicetak di dalam negeri tanpa izin penerbitnya?
    JAWAB: Hukum mencetak ulang dan mencetak ofset buku-buku yang dicetak di luar Republik Islam mengikuti perjanjian yang telah disepakati antara republik Islam dan negara-negara lain berkenaan dengan masalah tersebut. Adapun buku-buku yang dicetak di dalam negeri, maka berdasarkan ahwath, wajib menjaga hak penerbit dengan cara memperoleh izin darinya untuk mencetak ulang buku-buku tersebut.

    SOAL 1275: Apakah para penulis, penerjemah dan pemilik karya seni berhak untuk meminta sejumlah uang sebagai imbalan atas jerih payah atau sebagai hak cipta atas upaya, waktu dan materi yang telah mereka berikan dalam rangka menghasilkan karya tersebut?
    JAWAB: Mereka berhak untuk meminta apa pun yang mereka kehendaki dari pihak penerbit sebagai imbalan atas pemberian naskah pertama atau asli karya ilmiah dan seni.

    SOAL 1276: Jika seorang penulis atau penerjemah atau seniman telah menerima sejumlah uang sebagai imbalan atas cetakan pertama, kemudian dia mensyaratkan untuk juga mendapatkan sejumlah uang pada cetakan-cetakan berikutnya. Apakah dia diperbolehkan memintanya dari penerbit? Dan apa hukum menerima uang tersebut?
    JAWAB: Apabila dia mensyaratkan hal itu kepada penerbit dalam sebuah kesepakatan bersama di saat menyerahkan naskah pertamanya, maka hal itu tidak dilarang atas dirinya, dan penerbit berkewajiban untuk memenuhi persyaratan tersebut.

    SOAL 1277: Jika penulis pada saat memberikan izin untuk cetakan pertama tidak menyebutkan sesuatu berkenaan dengan cetakan berikutnya. Bolehkah penerbit mencetak kembali tanpa izin darinya dan tanpa memberikan lagi uang royalti kepadanya?
     JAWAB: Jika kesepakatan yang telah ditetapkan antar keduanya berkenaan dengan izin pencetakan hanya berlaku secara khusus atas pencetakan pertama, maka berdasarkan ahwath, wajib menjaga hak penulis dan meminta izin lagi darinya pada pencetakan-pencetakan berikutnya.

    SOAL 1278: Ketika penulis tidak berada di tempat karena bepergian atau wafat dan sebagainya, kepada siapakah wajib meminta izin untuk pencetakan ulang dan siapakah yang menerima uang bayaran tersebut?
    JAWAB: Hal itu dikembalikan kepada pihak yang mewakili pengarang atau qayyim-nya secara syar’i atau ahli warisnya bila dia telah wafat.

    SOAL 1279: Bolehkah mencetak buku tanpa seizin pemilik (penulisnya), padahal terdapat tulisan berbunyi, ‘Semua Hak Dijamin bagi Penulis?’”
    JAWAB: Sekadar adanya tulisan tersebut tidaklah menimbulkan hak bagi para pemilik (penulis) buku. Namun berdasarkan prinsip kehati-hatian (ahwath), wajib menjaga hak-hak pengarang dan penerbit dengan meminta izin kepada keduanya untuk dicetak ulang.

    SOAL 1280: Dalam sebagian kaset-kaset al-Quran dan nasyid terdapat tulisan yang berbunyi, “Seluruh Hak Rekaman Terjaga.” Bolehkah dalam kondisi demikian, mengopi (memperbanyak)nya dan membagikannya kepada para peminat (penggemar)nya?
    JAWAB: Berdasarkan ahwath, hendaknya meminta izin kepada penerbit asal untuk mengopi kaset tersebut.

    SOAL 1281: Bolehkah mengcopi disket atau CD komputer? Jika diharamkan, apakah hukum haram tersebut hanya berlaku bagi yang diproduksi di Iran ataukah berlaku rata atas disket atau CD dari luar negeri juga? Dan perlu diketahui, sebagian disket atau CD, karena memuat isi yang penting, mahal sekali harganya?
    JAWAB: Berdasarkan ahwath, untuk mengopi disket atau CD komputer yang diproduksi di dalam Iran, hendaknya juga memelihara hak-hak pemiliknya dengan meminta izin darinya. Adapun yang diproduksi di luar negeri, maka haruslah mengikuti kesepakatan (yang dibuat antar Iran dan negara lain).

    SOAL 1282: Apakah nama dan merek dagang pada tempat-tempat perbelanjaan dan perusahaan-perusahaan khusus bagi pemiliknya sehingga orang lain tidak berhak memakai nama dan merek tersebut untuk tempat dan perusahaan mereka, seperti ketika seseorang memiliki toko dengan nama keluarganya, apakah orang lain dari keluarga tersebut berhak menggunakan nama untuk tokonya? Dan apakah orang lain dari keluarga lain boleh memasang nama tersebut untuk tokonya juga?
    JAWAB: Jika nama-nama dagang bagi perusahaan dan toko-toko tersebut berdasarkan undang-undang yang berlaku dalam negeri merupakan hak khusus bagi yang mengajukan permohonan resmi kepada pemerintah berkenaan dengan masalah ini lalu dicacat dalam buku negara atas namanya, maka berdasarkan ahwath, tidak diperbolehkan bagi orang lain mengutip dan memakai nama tersebut tanpa seizin orang yang telah mencatatnya secara resmi atas namanya untuk toko atau perusahaannya, tanpa membedakan apakah dia dari keluarga pemilik nama ataukah bukan. Jika tidak demikian, maka tidak ada larangan orang lain memakai nama dan merek tersebut.

    SOAL 1283: Sebagian orang mendatangi tempat foto copy dan meminta copy lembaran-lembaran atau buku yang ada padanya. Pemilik foto copy adalah seorang Mukmin yang beranggapan bahwa isi yang ada di dalam buku, lembaran atau majalah akan berguna bagi orang-orang Mukmin. Bolehkah dia mengopinya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik buku atau majalah tersebut? Dan apakah masalahnya menjadi berbeda jika dia mengetahui bahwa pemiliknya tidak mengizinkan?
    JAWAB: Berdasarkan ahwath, hendaknya tidak mengopinya tanpa izin pemiliknya.

    SOAL 1284: Sebagian orang Mukmin menyewa kaset video dari tempat penyewaan kaset. Para penyewa merekam isi kaset video sewaan yang menarik bagi mereka, tanpa izin pemilik tempat persewaan, dengan alasan bahwa hak cipta tidak terlindungi, menurut pendapat kebanyakan dari ulama. Bolehkah para penyewa itu melakukannya? Dan jika tidak diperbolehkan, namun telah terlanjur merekam atau mengopinya, haruskah dia memberitahukan hal itu kepada pemilik tempat persewaan, ataukah dia cukup menghapusnya saja?
    JAWAB: Berdasarkan kehatian-hatian (ahwath), hendaknya dia tidak mengopi kaset tanpa seizin pemiliknya. Namun, jika telah mengopinya tanpa meminta izin, maka dia hanya wajib menghapusnya saja.


  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM

    SOAL 1285: Bolehkah mengimport barang-barang buatan Israel dan memasarkannya? Dan jika itu telah terjadi secara terpaksa, bolehkah membeli barang-barang tersebut?
    JAWAB: Diwajibkan untuk menghindari transaksi yang menguntungkan ‘negara’ perampas, Israel, musuh Islam dan umat Muslim. Siapa pun tidak diperbolehkan mengimport dan memasarkan barang-barangnya yang merupakan sumber keuntungan bagi Israel melalui pembuatan dan penjualannya. Kaum Muslim tidak diperbolehkan membeli barang-barang seperti itu, karena menimbulkan dampak-dampak buruk dan merugikan bagi Islam dan kaum Muslim sendiri.

    SOAL 1286: Bolehkah para pedagang mengimport dan memasarkan barang-barang produk Israel di dalam negara yang tidak lagi memboikot Israel?
    JAWAB: Mereka diwajibkan untuk tidak mengimport dan memasarkan barang-barang hasil produksi ‘negara’ Israel yang akan memberi keuntungan kepada mereka melalui pembuatan dan penjualannya.

    SOAL 1287: Bolehkah kaum Muslim membeli barang-barang Israel yang dijual di negara Islam?
    JAWAB: Setiap individu Muslim berkewajiban untuk tidak membeli dan menggunakan barang-barang yang pembuatan dan pembeliannya akan menguntungkan para Zionis yang memerangi Islam dan kaum Muslim.

    SOAL 1288: Bolehkah membeli produk-produk perusahaan-perusahaan Yahudi, Amerika atau Canada, dengan adanya dugaan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut mendukung Israel?
    JAWAB: Jika hasil produksi, penjualan dan pembeliannya digunakan untuk mendukung ‘negara’ perampas, Israel, atau digunakan untuk menentang Islam dan kaum Muslim, maka siapa pun tidak diperbolehkan membeli dan memakainya. Jika tidak demikian, maka tidak ada larangan.

    SOAL 1289: Para pengusaha di negara Islam mengimport barang-barang Israel. Bolehkah para pedagang eceran membeli dari mereka lalu menjual dan memasarkannya di tengah masyarakat?
    JAWAB: Mereka tidak diperbolehkan melakukannya, karena hal itu akan menimbulkan dampak-dampak buruk.
     
    SOAL 1290: Barang-barang produksi Israel telah dipasarkan di pusat-pusat perdagangan umum di negara-negara Islam. Bolehkah kaum Muslim membelinya padahal mereka bisa membeli produk negara-negara lain untuk memenuhi kebutuhannya?
    JAWAB: Setiap individu Muslim berkewajiban untuk tidak membeli dan memakai barang-barang yang produksi dan pembeliannya menguntungkan para Zionis yang memerangi Islam dan kaum Muslim.

    SOAL 1291: Jika diketahui bahwa barang-barang produksi Israel telah dieksport ulang setelah diubah bukti negara asal barang-barang tersebut melalui negara lain, seperti Turki, Ciprus dan lainnya, untuk mengesankan kepada pembeli Muslim bahwa ia bukanlah produk Israel, karena jika para konsumen tahu bahwa barang-barang tersebut buatan Israel, ia akan diabaikan dan tidak akan dibeli, maka apa taklif pribadi Muslim dalam situasi seperti ini?
    JAWAB: Setiap Muslim tidak diperbolehkan membeli, memasarkan dan memakai barang-barang seperti itu.

    SOAL 1292: Apa hukum membeli dan menjual barang-barang buatan Amerika? Apakah hukumnya mencakup semua negara Barat seperti Prancis dan Inggris? Dan apakah hukumnya hanya berlaku di dalam Iran saja, ataukah berlaku umum atas semua negara?
    JAWAB: Jika pembelian dan penggunaan barang-barang yang diimport dari negara-negara non-Muslim berarti mengokohkan (kekuataan ekonomi) negara kafir yang menjajah dan memusuhi Islam dan kaum Muslim atau merupakan akan memberikan dukungan finansial yang digunakan untuk menyerang negara-negara Islam atau kaum Muslim di seluruh penjuru dunia, maka wajib secara syar’i untuk tidak membeli, menggunakan dan memakainya, tanpa membedakan jenis barang, atau negara (asal) di antara negara-negara kafir yang memusuhi Islam dan kaum Muslim. Hukum ini tidak hanya berlaku bagi kaum Muslim Iran saja.

    SOAL 1293: Apa taklif para karyawan yang bekerja di pabrik-pabrik dan badan-badan usaha yang keuntungannya kembali kepada negara-negara kafir dan menyebabkan makin kuatnya mereka?
    JAWAB: Melakukan usaha dengan hal-hal legal tidak dilarang, meskipun keuntungannya kembali ke negara non-Muslim, kecuali jika negara tersebut dalam keadaan perang melawan Islam dan Muslim, dan mengambil keuntungan dari kerja kaum Muslim dalam peperangan tersebut.



  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM

    SOAL 1294: Bolehkah menjadi pegawai di negara yang bukan negara Islam?
    JAWAB: Boleh dan tidaknya bergantung pada jenis pekerjaan itu sendiri.

    SOAL 1295: Ada seseorang yang bekerja di kantor polisi lalu lintas di sebuah negara Arab yang bertanggung jawab menandatangani berkas-berkas pelanggaran lalu lintas untuk memasukkan para pelaku pelanggaran ke dalam penjara (sel tahanan), bolehkah melakukan pekerajaan demikian? Dan apa hukum gaji yang diterimanya dari negara tersebut?
    JAWAB: Aturan-aturan yang ditetapkan untuk ketertiban masyarakat wajib ditaati dalam segala situasi, walaupun di selain negara Islam. Dan diperbolehkan mengambil gaji dari pekerjaan yang halal.

    SOAL 1296: Setelah mendapatkan kewarga negaraan Amerika atau Kanada, bolehkah seseorang masuk ke dinas ketentaraan atau kepolisian? Dan bolehkah dia bekerja di instansi-instansi pemerintah seperti kantor walikota dan lainnya yang merupakan lembaga-lembaga di bawah negara?
    JAWAB: Tidaklah dilarang jika tidak menimbulkan dampak buruk dan meniscayakan seseorang melakukan sesuatu yang diharamkan atas meninggalkan sesuatu yang wajib.

    SOAL 1297: Apakah hakim pengadilan yang ditunjuk oleh penguasa zalim mempunyai legalitas dalam keputusannya, sehingga wajib ditaati?
    JAWAB: Selain mujtahid yang memenuhi syarat-syarat ijtihad, orang yang tidak ditunjuk oleh yang berwewenang menunjuk tidak diperbolehkan menangani urusan hakim dan meyelesaikan sengketa di tengah masyarakat. Sebagaimana masyarakat tidak diperbolehkan mengajukan kasus kepadanya, kecuali dalam keadaan terpaksa, dan keputusannya tidaklah berlaku.



  • BUSANA

    SOAL 1298: Apakah tolok ukur “pakaian sensasional?”
    JAWAB: Yaitu busana yang tidak diharapkan untuk dipakai oleh seseorang karena warna, motif jahitan, keusangan atau lainnya sedemikian rupa sehingga jika dia kenakan di tempat umum akan menarik perhatian orang-orang.

    SOAL 1299: Apa hukum bunyi yang ditimbulkan oleh hentakan sepatu wanita ke lantai saat berjalan?
    JAWAB: Pada dasarnya tidak dilarang, selama tidak menarik perhatian dan menimbulkan dampak buruk.

    SOAL 1300: Bolehkah wanita muda memakai busana yang nyaris biru tua?
    JAWAB: Pada dasarnya tidak ada larangan, asalkan tidak menarik perhatian orang lain dan berdampak buruk.

    SOAL 1301: Bolehkah para wanita mengenakan pakaian ketat yang menonjolkan bagian-bagian detail tubuh atau busana tidak senonoh dalam pesta perkawinan dan lainnya?
    JAWAB: Jika para wanita merasa aman dari pandangan para lelaki non-muhrim dan tidak menimbulkan keburukan-keburukan, diperbolehkan, jika tidak demikian, maka tidak diperbolehkan memakainya.

    SOAL 1302: Bolehklah wanita Mukminah memakai sepatu hitam mengkilat?
    JAWAB: Tidak ada masalah untuk memakai sepatu apa pun warna dan bentuknya selama tidak menarik perhatian orang lain dan pemakaiannya menjadi pusat perhatian.

    SOAL 1303: Apakah wanita wajib memilih busana (jilbab, celana panjang, dan kemeja) berwarna hitam saja?
    JAWAB: Hukum tentang busana wanita, baik warna, bentuk dan model jahitannya, sama dengan hukum tentang sepatu dalam jawaban tersebut di atas.

    SOAL 1304: Bolehkah wanita mengenakan jilbab dan pakaian dengan cara yang menarik perhatian orang lain atau membangkitkan syahwat seperti wanita yang memakai abâ’ah (kain panjang terbuka dari depan, digunakan di atas pakaian, peny.) dengan cara yang menarik perhatian atau terbuat dari bahan kain tertentu atau memakai kaos kaki yang membangkitkan syahwat?
    JAWAB: Ia tidak diperbolehkan mengenakan sesuatu yang warna, bentuk atau gaya memakainya mengundang perhatian lelaki non-muhrim, dan menimbulkan fitnah dan kerusakan.

    SOAL 1305: Bolehkah laki-laki memakai sesuatu yang khas bagi kaum wanita, dan sebaliknya dalam rumah, tanpa bermaksud meniru lawan jenis?
    JAWAB: Diperbolehkan, selama mereka tidak menjadikannya sebagai pakaian untuk dirinya.

    SOAL 1306: Apa hukumnya lelaki menjual pakain dalam wanita?
    JAWAB: Pekerjaan itu sendiri tidak dilarang, selama tidak menimbulkan dampak buruk moral dan sosial.

    SOAL 1307: Bolehkah menjual atau membeli kaos kaki yang tipis?
    JAWAB: Menjual atau membelinya tidak dilarang, selama niatnya bukan untuk dipakai oleh seorang wanita di depan non-muhrim.

    SOAL 1308: Bolehkah seorang yang belum menikah bekerja di pusat-pusat perbelanjaan yang menjual pakaian wanita dan alat-alat kosmetik, dengan tetap menjaga batasan-batasan syar’i dan adab Islami?
    JAWAB: Kebolehan bekerja dan usaha yang halal tidaklah khusus untuk kelompok tertentu, akan tetapi boleh bagi setiap orang yang dapat menjaga batasan-batasan syar’i dan adab Islami. Namun, jika pemberian izin dagang dari instansi yang bertanggung jawab untuk usaha-usaha tertentu memiliki syarat-syarat khusus demi menjaga kemaslahatan umum, maka haruslah diperhatikan.

    SOAL 1309: Apa hukum mengenakan gelang atau kalung rantai bagi lelaki?

    JAWAB: Jika terbuat dari emas atau khusus digunakan oleh perempuan, maka tidak diperbolehkan mengenakannya.


  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA

    SOAL 1310: Bolehkah menggunakan pakaian yang menampilkan tulisan dan gambar asing? Dan apakah menggunakan pakaian semacam ini dianggap sebagai promosi budaya Barat?
    JAWAB: Pada dasarnya tidak ada larangan memakai pakaian tersebut, selama tidak menimbulkan dampak-dampak sosial yang buruk. Adapun menentukan tindakan pemakaian pakaian tersebut sebagai menyebarkan budaya Barat yang bertentangan dengan budaya Islam atau bukan adalah bergantung pada pandangan umum masyarakat (‘urf).
     
    SOAL 1311: Pada akhir-akhir ini, import, penjualan, pembelian dan pemakaian busana produksi Asing mewabah di dalam negeri. Apa hukum hal itu, dengan memperhatikan kian meningkatnya serangan budaya Barat atas revolusi Islam Iran?
    JAWAB: Tidak ada larangan mengimport, menjual, membeli dan menggunakan pakaian yang diimport dari negara-negara non-Muslim. Namun, busana yang bila dipakai bertentangan dengan ‘iffah (kesucian diri) dan etika Islami, atau bila dipakai dianggap sebagai penyebaran budaya Barat yang memusuhi Islam, tidaklah boleh diimport, dibeli, dijual dan dipakai. Oleh karena itu, para pejabat yang berwenang haruslah dihubungi dan diberi informasi tentang hal ini agar mereka melarangnya.

    SOAL 1312: Apa hukum meniru gaya Barat dalam memotong rambut?
    JAWAB: Tolok ukur diharamkannya hal-hal semacam ini adalah apabila meniru musuh-musuh Islam dan mempopulerkan budaya mereka. Hukum ini di setiap negara, waktu dan bagi masing-masing pribadi tidaklah sama. Hukum ini tidak hanya berlaku atas Barat saja.

    SOAL 1313: Bolehkah para pengasuh di sekolah memotong rambut para siswa yang menata dan menghiasi rambut dengan gaya Barat yang bertentangan dengan sopan santun Islam serta menyerupai orang-orang kafir? Dan perlu diketahui, setiap arahan dan nasehat yang kami berikan kepada mereka tidaklah berpengaruh, padahal di dalam sekolah mereka menjaga simbol-simbol Islami. Namun, begitu meniggalkan sekolah, mereka mengubah gaya hidup mereka?
    JAWAB: Tidak selayaknya bagi para pendidik memangkas rambut siswa. Jika para pengurus sekolah melihat sepak terjang seorang siswa tidak sesuai dengan tata kesopanan dan budaya Islam, maka hendaklah mereka memberikan nasehat dan bimbingan laksana orang tua mereka. Bila dianggap perlu, hendaknya melaporkan keadaan mereka kepada walinya guna meminta bantuan menyelesaikan masalah tersebut.

    SOAL 1314: Apa hukum memakai busana produksi Amerika?
    JAWAB : Mengenakan pakaian yang dibuat di negara-negara Imperialis dan merupakan produk-produk musuh-musuh Islam pada dasarnya diperbolehkan. Namun, apabila pemakaiannya meniscayakan promosi budaya non-Islami yang memusuhi atau meniscayakan penguatan ekonomi mereka yang digunakan untuk menjajah dan mengeksploitasi negara-negara Islam, atau merugikan ekonomi negara Islam, maka secara hukum bermasalah, bahkan, dalam kasus-kasus tertentu, tidak diperbolehkan.

    SOAL 1315: Bolehkah para wanita menghadiri upacara penyambutan yang diselenggarakan oleh departemen-departemen dan instansi-instansi pemerintah dan lainnya, untuk menyambut dan menghadiahkan karangan bunga kepada para delegasi (utusan)? Dan benarkah alasan pembenaran penyambutan yang dilakukan oleh wanita kepada para delegasi, bahwa kami hendak menunjukkan kepada negara-negara non-Muslim tentang kebebasan dan penghormatan terhadap para wanita dalam masyarakat Islam?
    JAWAB: Tidak ada dasar untuk mengikutsertakan para wanita dalam upacara penyambutan delegasi-delegasi asing. Bahkan hal itu tidak boleh dilakukan apabila menimbulkan dampak-dampak buruk dan meniscayakan promosi budaya non-Islami yang memusuhi kaum Muslim.

    SOAL 1316: Apa hukum memakai dasi? Dan jika tidak diperbolehkan, apakah hal itu hanya berlaku atas warga negara Republik Islam Iran atau berlaku atas Muslim lainnya yang menetap di berbagai negara?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan memakai dasi dan semacamnya dari pakaian-pakaian dan busana-busana non-Muslim, sekiranya dapat menyebarkan budaya Barat yang memusuhi. Hukum ini tidak khusus bagi warga negara Islam semata.

    SOAL 1317: Apa hukum menjual gambar-gambar, buku, dan majalah yang tidak memuat secara terang-terangan hal-hal buruk dan jorok, namun berusaha secara menciptakan iklim budaya yang merusak dan tidak Islami, terutama di kalangan muda-mudi?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan membeli, menjual dan memasarkan gambar, buku dan majalah yang bertujuan kepada penyimpangan dan perusakan moral para pemuda serta menciptakan suasana budaya yang rusak. Wajib menjaga diri dan menghindarinya.

    SOAL 1318: Guna menghadapi serangan budaya atas masyarakat Islam kita, apa yang wajib dilakukan wanita dalam era sekarang?
    JAWAB: Salah satu kewajibannya yang terpenting adalah menjaga hijab Islami (jilbab) dan memasyarakatkannya serta menghindarkan diri dari busana yang dianggap sebagai meniru budaya lawan.

    SOAL 1319: Bolehkah mengenakan pakaian yang mempromosikan minuman keras?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan.


  • BERHIJRAH

    SOAL 1320: Apa hukum meminta suaka politik dari negara-negara Asing? Dan bolehkah mengarang cerita yang tidak sebenarnya untuk tujuan mendapatkan suaka politik?
    JAWAB: Pada dasarnya tidak ada larangan untuk meminta suaka politik dari negara non-Muslim, selama tidak memberikan dampak buruk. Namun, tidak diperbolehkan menggunakan kebohongan dan mengarang sesuatu yang tidak realistis untuk mendapatkannya.

    SOAL 1321: Bolehkah seorang Muslim berhijrah ke negara non-Islam?
    JAWAB: Tidak ada larangan untuk melakukan hal itu, selama tidak ada kekhawatiran atas penyimpangan agamanya. Dia wajib membela Islam dan kaum Muslim di negara non-Islam dan melaksanakan semua kewajibannya, seperti menyebarkan agama, hukum dan lainnya sebatas kemampuan setelah dia sendiri menjaga agama dan mazhabnya.

    SOAL 1322: Apakah ada kewajiban untuk berhijrah ke negara Islam bagi kaum perempuan yang memeluk agama Islam di negara kafir, karena mereka tidak dapat menampakkan Islam mereka, disebabkan takut dari (gangguan dan ancaman) keluarga dan masyarakat?
    JAWAB: Tidak ada kewajiban bagi mereka untuk berhijrah ke negara Islam, jika mereka merasa kesulitan atas hal itu. Namun, wajib bagi mereka untuk menjaga semua kewajiban sebisa mungkin seperti salat, puasa dan lain-lainnya.


  • ROKOK DAN NARKOTIKA

    SOAL 1323: Apa hukum merokok di kantor-kantor pemerintahan dan tempat-tempat umum (publik)?
    JAWAB: Jika perbuatan tersebut melanggar tata tertib internal yang berlaku di kantor-kantor dan tempat-tempat umum, atau mengganggu serta mengusik atau membahayakan dan merugikan orang lain, maka ia tidak diperbolehkan.

    SOAL 1324: Saudara saya seorang pecandu dan juga penyelundup narkoba. Wajibkah atau bolehkah saya melaporkannya kepada aparat resmi yang berwenang demi mencegahnya?
    JAWAB: Dalam rangka nahi mungkar (mencegah kemungkaran), Anda wajib membantunya untuk tidak lagi menjadi pecandu, dan mencegahnya untuk tidak menyelundupkan, menjual dan mengedarkan barang-barang narkotika. Jika memberitahu aparat yang berkompeten dapat membantunya untuk tidak melakukan hal tersebut atau merupakan mukaddimah untuk melakukan nahi mungkar maka hal itu wajib hukumnya.

    SOAL 1325: Bolehkah menggunakan anfiyeh?7 Dan apa hukumnya orang yang terbiasa memakainya?
    JAWAB: Jika mengandung bahaya yang patut diperhatikan, maka dia tidak diperbolehkan menggunakannya, apalagi menjadikannya sebagai kebiasaan.

    SOAL 1326: Bolehkah menjual dan membeli tembakau dan menghisapnya?
    JAWAB: Diperbolehkan menjual, membeli, dan menggunakan tembakau, pada dasarnya. Namun, bila benda tersebut mengandung bahaya yang patut diperhatikan terhadap seseorang, maka tidak diperbolehkan menghisap dan membelinya.

    SOAL 1327: Apakah ganza itu suci? Dan apakah ia haram digunakan ataukah tidak?
    JAWAB: Ganza adalah benda yang suci, sebab walaupun memabukkan, namun ia bukanlah benda cair sejak semula. Tapi penggunaannya haram secara syar’i.

    SOAL 1328: Apa hukum memakai bahan-bahan narkotika, seperti ganza, opium, heroin, morfin, mariyuana, dan sebagainya dengan memakan, meminum, menghisap, menyuntikan dan meneteskannya? Dan apa hukum menjual, membeli dan melakukan usaha dengannya seperti; mengangkut, menyimpan atau menyelundupkannya?
    JAWAB: Diharamkan secara mutlak memakai barang bahan-bahan narkotika, karena pemakaiannya akan menimbulkan dampak-dampak buruk, seperti kerugian-kerugian atau bahaya-bahaya individual dan sosial yang patut diperhitungkan. Karenanya, melakukan usaha dengannya dengan mengangkut, memelihara, menjual, membelinya dan lainnya diharamkan.

    SOAL 1329: Bolehkah berobat dan mengobati rasa sakit dengan memakai bahan-bahan narkotika? Dan jika diperbolehkan, apakah ia diperbolehkan secara mutlak ataukah hanya ketika ia menjadi satu-satunya cara pengobatan?
    JAWAB: Diperbolehkan, jika pengobatan bergantung dengan makna tertentu, kepada penggunaan bahan-bahan tersebut, dan dilakukan dengan izin dari dokter terpercaya.

    SOAL 1330: Apa hukum menanam dan merawat tanaman seperti khasykhasy, syahdaneh hindi, kaviha dan sebagainya yang merupakan bahan baku opium, heroin, morfin, ganza dan kokain?
    JAWAB: Jika untuk tujuan kegunaan-kegunaan yang halal yang patut dipertimbangkan, seperti untuk pembuatan obat dan penyembuhan orang sakit dan sebagainya, maka ia diperbolehkan.

    SOAL 1331: Apa hukum pengadaan bahan-bahan narkotika yang diambil dari bahan-bahan alami, seperti morfin, heroin, ganza dan mariyuana, atau dari bahan-bahan industrial, seperti I.S.D. dan sebagainya?
    JAWAB: Jika untuk tujuan kegunaan yang halal, seperti penggunaan medis dan pembuatan obat dan sebagainya, maka ia diperbolehkan. Jika tidak, maka ia tidak diperbolehkan.

    SOAL 1332: Bolehkah menghisap tembakau yang disiram sebagian jenis minuman keras? Dan bolehkah menghirup asapnya?
    JAWAB: Jika menghisap tembakau tersebut tidak termasuk kategori pemakaian khamar, dalam pandangan ‘urf, serta tidak mengakibatkan mabuk dan bahaya (kerugian) yang perlu diperhatikan, maka diperbolehkan, meskipun berdasarkan ahwath dianjurkan untuk tidak melakukannya.

    SOAL 1333: Haramkah merokok bagi para pemula? Dan haramkah bila perokok berhenti merokok selama satu minggu atau lebih kemudian kembali merokok lagi?
    JAWAB: Hukumnya berbeda dengan perbedaan tingkat bahaya (kerugian) yang ditimbulkannya. Secara garis besar, apabila merokok menyebabkan bahaya (kerugian) yang patut diperhatikan atas badan seseorang maka ia tidak diperbolehkan. Jika mengetahui bahwa dengan memulai merokok dia akan mencapai batas tersebut (batas yang menimbulkan bahaya atau kerugian yang patut diperhatikan) maka ia juga tidak diperbolehkan.
     
    SOAL 1334: Apa hukum harta yang diketahui sebagai benda haram, seperti harta penghasilan dari perdagangan narkotika? Apakah ia dihukumi sebagai “harta yang tidak diketahui pemiliknya,” bila pemiliknya tidak diketahui? Dan jika demikian, bolehkah membelanjakannya dengan izin hakim syar’i atau wakil umumnya?
    JAWAB: Bila mengetahui bahwa uang yang diperolehnya adalah haram, maka wajib mengembalikannya kepada pemiliknya yang syar’i, bila ia diketahui meski dalam jumlah orang yang terbatas. Bila tidak diketahui, maka ia wajib menyedekahkannya kepada orang-orang fakir atas nama pemiliknya. Jika harta haram tersebut bercampur dengan hartanya yang halal dan tidak mengetahui jumlah dan pemilik syar’i-nya, maka ia wajib mengkhumuskan harta yang bercampur itu lalu menyerahkan khumusnya kepada walinya.


  • JENGGOT DAN KUMIS

    SOAL 1335: Apa batas jenggot yang wajib dibiarkan tumbuh? Dan apakah cambang termasuk di dalamnya?
    JAWAB: Tolok ukur dibiarkannya jenggot tumbuh adalah menurut pandangan ‘urf.

    SOAL 1336: Apa batas panjang dan pendek jenggot yang wajib dibiarkan tumbuh?
    JAWAB: Tidak ada batasan tertentu. Tolok ukurnya ialah yang termasuk dalam kategori "jenggot," menurut ‘urf, dan jenggot yang melebihi batas genggaman tangan dimakruhkan.

    SOAL 1337: Apa hukum memanjangkan kumis dan memendekkan jenggot?
    JAWAB: Perbuatan itu sendiri diperbolehkan.

    SOAL 1338: Sebagian kaum pria membiarkan rambut yang tumbuh di dagu dan mencukur yang tersisa dari jenggotnya, apa hukumnya?
    JAWAB: Hukum mencukur sebagian jenggot sama dengan hukum mencukur seluruh jenggot.

    SOAL 1339: Apakah perbuatan mencukur jenggot dianggap sebagai kefasikan?
    JAWAB: Diharamkan mencukur jenggot, berdasarkan ahwath. Semua konsekuensi dan hukum tentang kefasikan, berdasarkan ahwath, berlaku atas perbuatan tersebut.

    SOAL 1340: Apa hukum mencukur kumis? Dan bolehkah membiarkannya panjang sekali?
    JAWAB: Tidak ada larangan –pada dasarnya- untuk mencukur, membiarkan, dan memanjangkan kumis. Namun, dimakruhkan jika dipanjangkan hingga menyentuh makanan, atau air saat makan dan minum.

    SOAL 1341: Apa hukum mencukur jenggot dengan silet atau dengan alat cukur bagi artis yang merupakan tuntutan profesinya?
    JAWAB: Jika pekerjaan tersebut masih dalam kategori "mencukur" maka haram hukumnya, berdasarkan ahwath. Namun, bila kegiatan seninya dianggap sebagai kebutuhan vital bagi masyrakat Islam, maka mencukurnya sebatas yang diperlukan tidak dilarang.

    SOAL 1342: Selaku pejabat humas salah satu badan usaha milik republik Islam, saya ditugaskan untuk membeli dan memberikan alat-alat cukur kepada para tamu yang menggunakannya untuk mencukur jenggot. Apa taklif saya?
    JAWAB: Diharamkan, berdasarkan ahwath, membeli dan memberikan alat-alat cukur jenggot kepada orang lain. Dia juga tidak diperbolehkan membelanjakan uang negara untuk hal itu, bahkan dia bertanggung jawab menggantinya.

    SOAL 1343: Apa hukum mencukur jenggot yang bila dibiarkan akan mengundang penghinaan?
    JAWAB: Membiarkan jenggot bukanlah kehinaan bagi seorang Muslim yag peduli pada agamanya. Dia tidak diperbolehkan, berdasarkan kehati-hatian (ahwath), mencukur jenggotnya, kecuali bila dibiarkan akan menimbulkan bahaya, kerugian dan kesulitan bagi dirinya.

    SOAL 1344: Bolehkah mencukur jenggot bila ia menghalangi tercapainya tujuan-tujuan legal?
    JAWAB: Wajib bagi para mukalaf untuk melaksanakan hukum Allah, kecuali dalam kondisi sulit dan membahayakan.

    SOAL 1345: Bolehkah membeli, menjual dan memproduksi foam (alat cukur) yang kadangkala digunakan untuk selain mencukur jenggot meski penggunaan utamanya untuk mencukur jenggot?
    JAWAB: Jika penggunaan foam untuk keperluan lain selain mencukur jenggot, dianggap sebagai manfaat yang diperhitungkan, maka tidak ada larangan memproduksi, menjual dan membelinya untuk penggunaan tersebut.

    SOAL 1346: Apakah maksud dari "diharamkannya mencukur jenggot" adalah mencukur bulu (rambut) yang telah tumbuh secara sempurna ataukah hukum tersebut juga berlaku atas sebagian rambut (bulu) yang tumbuh di wajah?
    JAWAB: Secara umum, diharamkan, berdasarkan ahwath, mencukur sesuatu yang masuk dalam kategori mencukur jenggot. Namun, tidak ada larangan untuk mencukur sebagian rambut (bulu) yang tidak termasuk dalam kategori mencukur jenggot.

    SOAL 1347: Haramkah ongkos yang diambil tukang cukur dari jasa mencukur jenggot? Dan jika diharamkan, sedangkan ia telah bercampur dengan harta yang halal. Wajibkah membayarkan khumus dua kali apabila dia hendak mengkhumuskannya?
    JAWAB: Berdasarkan ahwath, diharamkan mengambil ongkos dari jasa mencukur jenggot. Sedangkan harta yang bercampur dengan harta yang haram, jika jumlah dan pemiliknya diketahui maka dia wajib mengembalikannya kepada pemiliknya atau meminta kerelaannya. Jika pemiliknya tidak diketahui, meski di antara jumlah orang yang terbatas (namun jumlahnya diketahui, peny.), maka dia wajib menyedekahkannya kepada kaum fakir. Jika jumlahnya tidak diketahui, namun pemiliknya diketahui, maka dia wajib mendapatkan kerelaan pemilik atas uang tersebut. Jika pemilik dan jumlahnya tidak diketahui, maka dia wajib mengkhumuskannya untuk menyucikan hartanya dari hal-hal yang haram. Jika sisa uang tersebut melebihi kebutuhannya dalam setahun, maka dia wajib mengeluarkan khumus (lagi) sebagai pelaksanaan kewajiban khumus keuntungan dan usaha.

    SOAL 1348: Kadang-kadang sebagian konsumen mendatangi saya untuk meminta perbaikan mesin cukur. Karena mencukur jenggot diharamkan oleh syariat, maka bolehkah saya memperbaikinya?
    JAWAB: Karena alat tersebut juga dapat dipakai untuk keperluan-keperluan lain selain mencukur jenggot, maka diperbolehkan memperbaikinya dan mengambil ongkos perbaikan darinya, dengan syarat tidak untuk tujuan mencukur jenggot.

    SOAL 1349: Haramkah mengambil rambut (bulu) di bagian atas pipi, baik dengan cara mencabutnya dengan benang atau pun gunting?
    JAWAB: Mengambil rambut (bulu) tersebut meskipun dengan mencukur tidaklah diharamkan.


  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT

    SOAL 1350: Kadangkala para dosen atau universitas negara Asing mengadakan pesta jamuan massal (parasmanan). Sebelumnya telah diketahui adanya minuman-minuman beralkohol di dalamnya. Apa taklif syar’i atas para mahasiswa yang hendak menghadiri pesta ini?
    JAWAB: Siapa pun tidak diperbolehkan menghadiri pertemuan yang diisi dengan minum keras (khamar). Biarkan mereka tahu bahwa sebagai orang-orang Muslim, kalian tidak meminum khamar dan tidak boleh menghadiri pertemuan yang diisi dengan minum khamar!

    SOAL 1351: Apa hukum menghadiri pesta perkawinan? Apakah kehadiran dalam pesta perkawinan saat ini -yang tidak bebas dari dansa dan joget- masuk dalam kategori “ikut serta dalam perbuatan sekelompok orang” sehingga wajib meninggalkan pertemuan tersebut, ataukah kehadiran itu tidak bermasalah secara hukum, selama tidak ikut serta dalam dansa atau joget dan acara- acara (haram) lainnya?
    JAWAB: Selama pertemuan tersebut tidak masuk dari aspek apa pun dalam kategori tempat hura-hura yang diharamkan dan tempat maksiat, maka pada dasarnya hadir dan duduk di dalamnnya tidak bermasalah, selama tidak menimbulkan dampak buruk dan ia tidak dianggap secara ‘urf (tradisi) sebagai dukungan atas perbuatan yang tidak diperbolehkan.

    SOAL 1352: Apa hukum menghadiri pesta di mana sejumlah lelaki atau wanita berdansa, berjoget dan memainkan musik secara terpisah?
    Bolehkah menghadiri pesta perkawinan yang diadakan dengan pesta joget, dansa, dan permainan musik?
    Wajibkah mencegah kemungkaran dalam acara yang diisi dengan joget dan dansa meskipun amar makruf tidak berpengaruh atas para peserta yang hadir?
    Apa hukum berjoget dan berdansa yang bercampur di dalamnya antara para pria dan wanita?
    JAWAB: Secara umum tidak diperbolehkan berjoget dan berdansa bila dilakukan dengan cara yang membangkitkan syahwat atau diserati perbuatan yang diharamkan atau akan memunculkan hal-hal seperti itu. Begitu juga hal itu dilarang bila dilakukan secara bercampur antara wanita dan pria non-muhrim, baik dalam pesta perkawinan maupun lainnya. Tidak diperbolehkan pula menghadiri tempat maksiat yang meniscayakan dilakukannya perbuatan haram, seperti mendengarkan musik yang melenakan, bersifat hura-hura dan sesuai untuk tempat-tempat hura-hura dan maksiat, atau yang dapat diartikan sebagai dukungan kepada kemaksiatan. Sedangkan melakukan amar makruf dan nahi munkar, jika tidak ada kemungkinan akan berpengaruh maka kewajibannya menjadi gugur.

    SOAL 1353: Jika seorang lelaki non-muhrim datang ke pesta perkawinan, lalu menemukan seorang wanita yang tidak memakai hijab, dan dia mengetahui bahwa mencegahnya dari kemungkaran tidak akan ada hasilnya maka wajibkah dia meninggalkan tempat tersebut?
    JAWAB: Meninggalkan tempat maksiat sebagai protes atas perbuatan orang-orang yang ada di dalamnya, apabila termasuk dalam kategori nahi munkar merupakan sesuatu yang wajib hukumnya.

    SOAL 1354: Bolehkah menghadiri pertemuan-pertemuan dan forum-forum yang memperdengarkan kaset lagu-lagu tak senonoh? Dan apa hukum kehadiran tersebut dalam keadaan ragu, apakah lagu yang diputar termasuk dalam lagu yang haram ataukah bukan? Perlu diketahui, kami tidak dapat mencegah mereka untuk tidak memperdengarkannya.
    JAWAB: Tidak diperbolehkan menghadiri tempat acara (pemutaran dan konser) lagu dan musik yang melenakan, bersifat hura-hura dan cocok untuk tempat-tempat hura-hura dan kemaksiatan, apabila membuat dirinya mendengarkannya atau apabila berarti dukungan atas hal itu. Namun, dalam kondisi ragu tentang subjek (lagu yang diperdengarkan apakah termasuk yang diaharamkan ataukah tidak), maka diperbolehkan hadir dan mendengarkannya.

    SOAL 1355: Apa hukum menghadiri pertemuan-pertemuan dan forum-forum yang dimungkinkan orang yang hadir di dalamnya mendengar perbincangan yang tidak patut, seperti kebohongan terhadap tokoh-tokoh agama, petinggi negara republik Islam atau orang-orang Mukmin lain?
    JAWAB: Sekadar hadir selama tidak menyebabkan keterlibatan dalam perbuatan haram, seperti mendengarkan gunjingan, dan tidak berarti memasyarakatkan dan mendukung perbuatan mungkar –pada dasarnya- tidak dilarang. Namun, melakukan pencegahan terhadap kemugkaran adalah sesuatu yang wajib dalam segala situasi.

    SOAL 1356: Dalam pertemuan dan forum-forum ilmiah yang diselenggarakan di sebagian negara non-Islam, biasanya beberapa jenis minuman beralkohol disajikan untuk melayani para tamu yang hadir, bolehkah menghadiri pertemuan dan forum-forum demikian?
    JAWAB:Tidak diperbolehkan menghadiri pertemuan yang diisi dengan acara minum khamar, kecuali bagi orang yang terpaksa menghadirinya. Namun, dalam kondisi demikian, dia wajib membatasi waktu kehadiran dan duduknya sebatas ukuran darurat saja.



  • JIMAT DAN ISTIKHARAH

    SOAL 1357: Bolehkah membayar dan mengambil uang sebagai imbalan menulis hirz (azimat)?
    JAWAB: Diperbolehkan mengambil atau membayar sejumlah uang sebagai ongkos menulis azimat (hirz) yang terdapat dalam riwayat (para imam maksum as).

    SOAL 1358: Apa hukum doa-doa yang menurut klaim para penulisnya diambil dari kitab-kitab doa kuno? Apakah doa-doa seperti itu secara syar’i diakui keabsahannya? Dan apa hukum merujuk kepadanya?
    JAWAB: Jika doa-doa tersebut bersumber dan diriwayatkan dari para imam suci as, atau muatan-muatannya benar, maka diperbolehkan bertabaruk (mengambil berkah) dengannnya, demikian pula boleh bertabarruk dengan sesuatu yang masih diragukan dengan harapan ia merupakan doa (yang diajarkan oleh) para imam maksum as.

    SOAL 1359: Wajibkah melaksanakan hasil istikharah?
    JAWAB: Tidak ada keharusan syar’i untuk melaksanakan (petunjuk) istikharah, namun yang lebih utama, hendaklah tidak melakukan sesuatu yang berlawanan dengan (petunjuk) istikharah.

    SOAL 1360: Apabila dikatakan bahwa untuk melakukan hal-hal yang baik, tidak ada tempat untuk istikharah, maka bolehkah beristikharah untuk (mendapat petunjuk tentang) cara melakukan hal-hal yang baik tersebut, atau beristikharah untuk (mendapat petunjuk tentang) problem-prbolem tak terduga yang mungkin muncul selama melakukan hal-hal baik tersebut? Dan apakah istikharah merupakan cara untuk mengetahui hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah Swt?
    JAWAB: Istikharah hanya digunakan untuk meniadakan kebimbangan dan keraguan dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang mubah (boleh), baik kebimbangan mengenai perbuatan itu sendiri maupun mengenai cara melakukannya. Perbuatan-perbuatan baik yang tidak terdapat keraguan di dalamnya bukanlah tempat untuk beristikharah. Istikharah bukanlah (cara) untuk mengetahui masa depan atau perbuatan seseorang.
     
    SOAL 1361: Sahkah beristikharah dengan al-Quran untuk (memilih) bercerai atau tidak? Dan apa hukum seseorang yang tidak melakukan tindakan sesuai dengan (hasil) istikharah?
    JAWAB: Hukum diperbolehkannya istikharah dengan al-Quran atau tasbih tidaklah berkaitan dengan perkara tertentu saja dan tidak untuk yang lain. Namun, istikharah dijadikan sebagai rujukan ketika seseorang yang sedang berada dalam keadaan bimbang dan ragu-ragu dan tidak mampu mengambil keputusan sendiri. Istikharah tidaklah berarti untuk selain kondisi semacam istikharah ini saja. Tidak wajib melaksanakan (hasil) istikharah, meskipun lebih utama untuk tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan (hasil) istikharah.

    SOAL 1362: Sahkah beristikharah dengan tasbih atau al-Quran berkenaan dengan masalah -masalah yang menyangkut nasib, seperti perkawinan?
    JAWAB: Sebelum mengambil keputusan berkenaan dengan berbagai urusan, seseorang semestinya terlebih dulu merenungkan dan mencermatinya secara seksama, atau berkonsultasi dengan pihak terpercaya dan mumpuni dalam hal tersebut. Apabila kebimbangannya belum teratasi dengan itu semua, maka dia dapat beristikharah setelah lebih dulu menentukan satu sisi (permasalahan)nya.

    SOAL 1363: Sahkah beristikharah lebih dari satu kali berkenaan dengan satu perkara?
    JAWAB: Karena istikharah (merupakan cara) untuk mengatasi kebimbangan, maka setelah teratasi pada kali pertama, pengulangan istikharah tidak berarti lagi, kecuali bila temanya berubah.

    SOAL 1364: Kadang-kadang ditemukan tulisan dengan judul, "Mukjizat Imam Ridha as” misalnya, yang dibagi-bagikan kepada masyarakat dengan cara menyelipkannya dalam buku-buku ziarah yang ada di tempat-tempat ziarah dan mesjid-mesjid. Pada bagian akhirnya, penulisnya menuliskan bahwa barang siapa membacanya hendaknya menulisnya seperti itu sekian kali lalu membagikannya kepada masyarakat, maka keperluannya akan terpenuhi. Apakah ini sesuatu yang benar (sah)? Dan wajibkah atas yang membacanya untuk menyalinnya sebagaimana dimintakan oleh penerbitnya?
    JAWAB: Tidak ada hujah syar’i untuk menganggap hal-hal semacam itu. Dan siapa pun yang membacanya tidak harus memenuhi permintaan pihak penerbit untuk menyalinnya.


  • Jual-beli Fudhuli (11)

    SOAL 1402: Kami membeli sebidang tanah dari saudara kami dengan penjualan bersyarat. Namun, saudara kami menjualnya lagi kepada orang lain. Apakah jual-beli yang kedua sah hukumnya?
    JAWAB: Jika jual-beli yang pertama dilakukan dengan benar secara syar’i, maka tidak ada hak lagi bagi si penjual untuk menjualnya lagi kepada orang lain sebelum pembatalan jual-beli yang pertama. Jika dia melakukan hal itu, maka jual-beli tersebut dianggap sebagai jual-beli fudhuli yang mana keabsahannya bergantung pada izin dan kerelaan pembeli pertama.

    SOAL 1403: Beberapa anggota sebuah koperasi ‘rumah tinggal’ membeli sebidang tanah. Mereka telah membayar uang harga tanah tersebut. Namun, surat kepemilikan tanah tersebut tertulis atas nama koperasi. Akhir-akhir ini, dewan manajemen koperasi menjual tanah tersebut dengan harga yang lebih murah kepada sebagian anggota yang baru yang tidak ikut membeli dan membayar harga tanah tersebut, tanpa mendapatkan izin dari anggota lama. Apakah jual-beli yang dia lakukan itu sah hukumnya?
    JAWAB: Jika tanah tersebut telah dibeli oleh orang-orang tertentu untuk diri mereka sendiri dan dengan uang milik mereka sendiri, maka tanah tersebut adalah milik mereka dan tidak ada hak bagi siapa pun selain mereka. Jual-beli yang dilakukan oleh dewan manajeman perusahaan dengan orang-orang lain tanpa seizin para pemiliknya adalah fudhuli. Lain halnya, jika tanah tersebut dibeli untuk perusahaan dan dengan uang perusahaan yang merupakan sebuah lembaga legal yang berarti menjadi milik perusahaan koperasi tersebut, maka dewan manajemen boleh saja menggunakannya sesuai aturan perusahaan.

    SOAL 1404: Seseorang sebelum berangkat bepergian telah menunjuk suadaranya sebagai wakil resminya untuk menjual rumahnya kepada siapa pun yang dia kehendaki, termasuk kepada dirinya sendiri. Di saat dia kembali, dia mengurungkan niatnya untuk menjual rumah dan telah dia sampaikan kepada saudaranya hal itu secara lisan. Namun, saudaranya menjual rumah tersebut kepada dirinya sendiri dengan berdasarkan surat kuasa resmi yang dia miliki dan telah mengubah surat bukti kepemilikan menjadi atas nama dirinya. Padahal dia pun belum membayar harganya kepada pemberi kuasa dan juga belum menerima rumah darinya. Apakah jual-beli semacam ini sah hukumnya?
    JAWAB: Jika terbukti, bahwa si wakil menjual rumah tersebut kepada dirinya sendiri setelah dia tahu, bahwa saudaranya telah mencopotnya sebagai kuasa walaupun secara lisan, maka jual-beli yang dilakukan adalah fudhuli yang bergantung pada izin pemberi kuasa.

    SOAL 1405: Jika si pemilik telah menjual barangnya kepada seseorang, kemudian dia menjualnya lagi kepada orang lain, tanpa memiliki hak untuk membatalkan transaksi jual-beli yang pertama. Apakah jual-beli yang kedua ini sah? Dan jika barang yang telah dijual masih ada di tangannya, bolehkah pembeli kedua memintanya dengan alasan jual-beli yang kedua?
    JAWAB: Setelah proses transaksi jual-beli pertama sempurna, maka penjualan barang tersebut untuk kali kedua kepada orang lain tanpa seizin pembeli pertama adalah fudhuli yang bergantung pada restunya (pembeli pertama). Dia (pembeli pertama) boleh saja mengambil barang tersebut dari tangan si penjual selama dia tidak merestui penjualan yang kedua. Pembeli kedua tidak berhak untuk memintanya dari si penjual.

    SOAL 1406: Ada seseorang yang membeli tanah dengan uang orang lain. Apakah tanah tersebut merupakan miliknya atau milik pemilik uang?
    JAWAB: Jika dia membeli tanah dengan uang orang lain maka apabila si pemilik uang merestui muamalah tersebut, maka transaksi jual-belinya sah bagi pemilik uang sementara pembeli tidak memiliki hak di dalamnya, namun jika dia tidak merestui, maka jual-beli tersebut batal. Lain halnya, jika pembeli membeli tanah tersebut untuk dirinya dengan cara berhutang kemudian menggunakan uang orang lain untuk membayarnya, maka tanah tersebut adalah miliknya dan dia berhutang kepada si penjual dan menanggung uang orang lain yang dia serahkan kepada si penjual, sementara penjual diharuskan mengembalikan uang yang dia terima kepada pemiliknya.

    SOAL 1407: Seseorang menjual barang orang lain dengan cara fudhuli lalu menggunakan hasil penjualan itu untuk keperluannya sendiri. Setelah berlalunya waktu yang lama, dia akan mengganti uang tersebut kepada si pemilik barang. Apakah dia berkewajiban membayar uang sejumlah yang dia dapatkan dari penjualan barang tersebut, ataukah dia wajib membayar seharga barang tersebut saat itu atau seharga barang tersebut saat pengembalian?
    JAWAB: Jika si pemilik barang selain merestui asal jual-beli, juga merestui orang tersebut menerima harganya, maka dia berkewajiban menyerahkan kepada pemilik barang itu sejumlah uang yang dia terima dari si pembeli. Namun, jika dia menolak asal jual-beli tersebut, maka selama memungkinkan, dia harus mengembalikan barang itu kepada pemiliknya. Jika tidak, maka dia wajib menyerahkan ganti yang semisal dengannya, atau harganya. Dan berdasarkan prinsip kehati-hatian dia wajib melakukan kepakatan damai dengan si pemilik berkenaan dengan selisih antara harga saat penjualan dan saat pengembalian.


  • Para Pemilik dan Hak Menjual

    SOAL 1408: Jika seorang ayah membeli tanah atau rumah untuk anak-anaknya yang belum balig dan ia sendiri yang melakukan transaksi akad jual-beli. Apakah penyerahan uang dan penerimaan barang yang dilakukan olehnya sebagai wali yang memiliki hak otoritas untuk anaknya dianggap cukup dalam jual-beli?
    JAWAB: Setelah transaksi dilakukan dengan sempurna oleh kedua belah pihak, maka penyerahan uang dan penerimaan barang yang dilakukan oleh orang tuanya sebagai wali yang memiliki hak otoritas untuk anaknya yang belum balig, dianggap cukup dalam jual-beli

    SOAL 1409: Wali yang mengasuh kami di saat kami masih kecil (belum balig) menjual tanah kami dan telah menerima uang muka (DP) dari pembeli. Kami tidak tahu apakah jual-beli telah terjadi secara sempurna atau belum. Yang jelas tanah selalu berada di bawah kekuasaan si pembeli dan ia menggunakannya. Apakah jual-beli ini sah dan berlaku bagi kami atau bolehkah bagi kami mengambil kembali tanah tersebut, karena kami pemilik aslinya?
    JAWAB: Jika terbukti, bahwa wali syar’i Anda telah menjual tanah Anda dengan hak syar’i yang ia miliki sebagai wali yang mengasuh Anda di saat Anda belum balig, maka jual-beli tersebut dihukumi sah. Dan selama belum terjadi pembatalan jual-beli (fasakh) maka Anda tidak berhak untuk menuntutnya kembali.

    SOAL 1410: Jika dari peninggalan seorang mayat tersisa sejumlah uang yang berada di tangan sang qayyim (pengasuh anak-anak yatim almarhum) namun ia tidak menjalankan uang tersebut, apakah ia berkewajiban untuk memberikan laba seperti yang diberikan bank atau yang popular di kalangan masyarakat dan pelaku pasar? Jika ia menjalankan uang tersebut dalam perdagangan, namun ia tidak memperjelas prosentase keuntungan. Bagaimana hukumnya?
    JAWAB: Pengasuh tidak memiliki kewajiban untuk memberikan hasil keuntungan yang diperkirakan jika dijalankan. Namun, jika ia memang menjalankannya dalam perdagangan dan dia memang memiliki hak untuk itu, maka semua keuntungan adalah milik sang anak asuhannya. Dia hanya berhak untuk mendapatkan upah yang lazim dan masyhur atas pekerjaan yang ia lakukan.

    SOAL 1411: Apakah boleh menantu dan anak seorang yang masih hidup dan tidak mahjur12 menjual harta dan barang yang dimilikinya tanpa izin darinya?
    JAWAB: Menjual barang milik orang lain tanpa izin pemiliknya adalah fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin dan kerelaannya, sekalipun yang menjual itu adalah anak atau menantu pemilik barang tersebut. Oleh karena itu, selama pemilik tidak memberikan izin dan kerelaannya, maka jual-beli itu tidak memiliki dampak apa-apa.

    SOAL 1412: Ada seorang yang terkena stroke sehingga tidak berfungsi otaknya. Bagaimana caranya sehingga anak-anaknya memiliki hak untuk mempergunakan harta ayahnya dalam muamalah? Apa hukum muamalah yang dilakukan salah seorang anaknya dengan harta ayahnya tanpa izin dari hakim syar’i dan saudara-sadaranya?
    JAWAB: Jika tidak berfungsinya otaknya dalam pandangan umum sampai pada derajat gila, maka seluruh hartanya adalah berada di bawah otoritas hakim syar’i. Tidak ada seorang pun yang memiliki hak untuk mempergunakan hartanya sekalipun anak-anaknya. Seluruh yang dilakukan oleh mereka dianggap sebagai sebuah perbuatan di luar haknya (gasab) dan mewajibkannya untuk menanggung setiap kerugian yang terjadi. Adapun muamalah yang dilakukan adalah fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin hakim syar’i.

    SOAL 1413: Jika ada orang yang kawin dengan istri seorang syahid yang dengan demikian hak untuk mengasuh anak-anak syahid ada padanya. Apakah boleh ia dan sang istri memanfaatkan barang-barang yang dibeli dari uang yang diberikan oleh lembaga pengayom keluarga para syahid? Apakah setiap bantuan bulanan yang berupa uang atau lainnya yang diberikan kepada anak-anak sang syahid hanya boleh dipergunakan untuk menutupi kebutuhan mereka dan harus dipisahkan sehingga tidak tercampur dengan penggunaan kebutuhan lainnya?
    JAWAB: Mempergunakan uang dan harta yang dikhususkan untuk anak para syahid, baik untuk kebutuhan mereka atau pun yang lainnya, haruslah dengan izin wali syar’i mereka, sekalipun demi kemaslahatan mereka.

    SOAL 1414: Apa hukum barang-barang yang dihadiahkan oleh setiap tamu yang berkunjung kepada keluarga para syahid? Apakah ia merupakan hak milik anak-anak para syuhada?
    JAWAB: Jika hadiah-hadiah tersebut diterima oleh wali syar’i mereka, maka ia adalah milik mereka dan segala bentuk penggunaannya pun haruslah dengan izin wali syar’i mereka.

    SOAL 1415: Ayah saya memiliki sebuah ruangan untuk perniagaan. Setelah beliau wafat paman-paman sayalah yang mengelolanya dan menyerahkan sejumlah uang kepada kami sebagai uang sewa tempat tersebut. Ibu saya yang merupakan pengasuh saya di saat belum balig meminjam sejumlah uang kepada mereka, maka mereka tidak lagi memberikan uang sewa tersebut kepada kami, dalam rangka melunasi utang ibu kami. Sebelum kami balig dan bertentangan dengan aturan penjagaan harta anak-anak yang belum balig mereka membeli toko tersebut dari ibu saya. Semua proses dan transaksi telah dilakukan pada rezim yang lalu (pra-revolusi) dengan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang dari mereka. Bagaimana tugas kami sekarang? Apakah transaksi tersebut dihukumi sah ataukah kami memiliki hak untuk membatalkannya? Apakah hak anak kecil yang belum balig akan hilang dengan berlalunya waktu?
    JAWAB: Sewa-menyewa toko yang dilakukan, pemotongan uang sewa sebagai pelunasan utang dan penjualan toko tersebut dihukumi sah. Kecuali terbukti secara syar’i dan undang-undang, bahwa penjualan miliki anak-anak yang belum balig yang dilakukan pada saat itu bertentangan dengan kemaslahatan mereka atau tidak dengan izin pengasuh dan jika setelah mencapai usia balig mereka tidak mengizinkan (merestui) hal itu, maka batallah transaksi penjualan yang dilakukan. Kalau memang muamalah itu terbukti batil, maka dengan berlalunya waktu tidak menggugurkan hak anak-anak yang belum balig.

    SOAL 1416: Suami saya meninggal dalam sebuah kecelakaan yang dikemudi oleh salah seorang temannya. Dan sekarang sayalah yang menjadi pengasuh terhadap anak-anak saya. Pertanyaan saya:
    a. Apakah saya berhak untuk menuntut diyat (kompensasi syar’i) darinya karena dia menyebabkan kematian suami saya? Ataukah saya berhak untuk menuntutnya agar mengurus asuransi?
    b. Apakah boleh saya mempergunakan uang khusus milik anak-anak saya untuk keperluan acara dan majelis duka ayah mereka?
    c. Apakah boleh bagi saya untuk mengabaikan hak anak-anak saya dalam perolehan diyat?
    d. Jika saya mengabaikannya dan di saat anak-anak sudah mencapai usia balig, mereka tidak merelakan hal itu, apakah saya berkewajiban untuk menggantinya?
    JAWAB: a. Jika pengemudi atau orang lain secara syar’i berkewajiban untuk membayar diyat, maka Anda sebagai orang yang memiliki kewajiban mengasuh anak-anak, wajib untuk menuntutnya dan menyimpan uang tersebut. Begitu juga bila mereka memang berhak untuk mendapatkan asuransi.
    b. Mempergunakan uang anak-anak kecil yang belum balig untuk keperlua majelis duka dan doa ayah mereka tidaklah diperbolehkan. Walaupun harta tersebut merupakan warisan yang mereka dapatkan dari ayah mereka.
    c. & d. Sikap Anda yang mengabaikan penuntutan diyat adalah bertentangan dengan kemaslahatan mereka. Oleh karena mereka berhak untuk menuntut biyah tersebut di saat sudah balig.


    SOAL 1417: Suami saya wafat dan meninggalkan beberapa orang anak kecil yang belum balig. Sesuai dengan keputusan pengadilan, kakek merekalah yang diangkat menjadi pengasuh mereka. Apakah setelah salah seorang dari mereka mencapai usia balig, secara otomatis ia adalah pengasuh bagi adik-adiknya? Jika tidak demikian, apakah saya boleh menjadi pengasuh anak-anak saya? Di sisi lain, sang kakek dengan berdasarkan keputusan pengadilan berkeinginan untuk mengambil 1/6 dari harta almarhum. Apa hukumnya?
    JAWAB: Hak untuk memelihara dan “perwalian” anak yatim sampai mereka mencapai usia balig dan dewasa dimiliki kakek dan tidak diperlukan adanya keputusan dan pengangkatan pengadilan atas hal itu. Namun walaupun demikian, segala transaksi yang dilakukan atas harta mereka harus sesuai dengan kemaslahatan mereka dan memberi manfaat kepada mereka. Jika ada perbuatan yang dia lakukan bertentangan dengan hal itu, maka mereka memiliki hak untuk mengajukan hal itu ke pengadilan. Setiap anak yang telah menginjak usia balig dan dewasa (berfikir sempurna) maka dia keluar dari hak pemeliharaan dan “perwalian” sang kakek. Dengan demikian, dia dapat mengurus dan memutuskan urusannya sendiri. Namun dia tidak memiliki hak untuk mengurus dan mengatur adik-adiknya yang lain yang belum balig dan dewasa. Begitu pula ibunya. Dan karena seorang kakek memang memiliki hak waris sebesr 1/6 dari harta ayah mereka maka tidak bermasalah jika ia mengkhususkan untuk dirinya hal itu.

    SOAL 1418: Seorang perempuan yang memiliki suami, ayah dan ibu serta tiga orang anak kecil terbunuh. Pengadilan memutuskan, bahwa pembunuhnya adalah istri saudara suaminya, maka ia pun diwajibkan untuk membayar diyat (kompensasi) kepada para wali. Namun sang suami yang merupakan wali syar’i bagi anak-anak yag belum balig tersebut tidak meyakini hal itu. Oleh karena itu, ia tidak mau untuk menerima diyat tersebut, baik untuk dirinya dan anak-anaknya. Bolehkah ia melakukan demikian? Yang kedua bolehkah bagi orang lain dengan alasan apa pun, pada saat masih ada ayah dan kakek untuk ikut campur dan mendesak anak-anak agar menerima diyat dari paman yang dianggap sebagai pembunuh?
    JAWAB: a. Jika sang suami (ayah anak-anak) mendapatkan keyakinan, bahwa saudaranya yang diputuskan oleh pengadilan sebagai pembunuh istrinya, bukanlah pembunuh. Oleh karena itu, dia menganggap, bahwa ia tidak memiliki tanggungan untuk membayar diyat tersebut, maka dia (sang suami) tidak boleh untuk mengambilnya serta menuntut hal itu untuk anak-anaknya dengan alasan, bahwa dia adalah wali mereka.
    b. Selama masih ada ayah atau kakek dari ayah, yang mana mereka merupakan orang-orang yang memiliki hak untuk mengasuh dan perwalian terhadap anak-anak kecil mereka yang belum balig, maka selain mereka tidak memiliki hak apa pun untuk ikut campur dalam urusan mereka.


    SOAL 1419: Jika orang yang dibunuh hanya memiliki anak-anak kecil yang belum balig, dan pengasuh yang diangkat untuk mereka bukan wali yang berhak untuk menuntut “darah,” bolehkah dia memaafkan sang pembunuh atau mengganti kisas dengan diyat?
    JAWAB: Jika hak-hak yang dimiliki oleh wali syar’i telah diserahkan kepadanya, maka dengan memerhatikan maslahat dan kepentingan anak-anak asuhnya ia dapat melakukan hal itu.

    SOAL 1420: Ada sejumlah uang tunai di rekening bank atas nama anak-anak kecil yang belum balig. Pengasuh mereka bermaksud mengambil darinya untuk diperdagangkan, sehingga ada pemasukan yang dapat memenuhi kebutuhan keseharian mereka. Bolehkah ia melakukan hal itu?
    JAWAB: Seorang pengasuh dengan memerhatikan maslahat dan manfaat anak-anak asuhnya untuk menjadikan uang milik mereka sebagai modal yang dia jalankan sendiri dengan sistim bagi hasil (mudharabah) atau pun ia serahkan kepada orang untuk hal itu, dengan syarat orang tersebut adalah orang yang jujur dan dapat dipercaya. Jika tidak demikian, maka (bila terjadi apa-apa) sang pengasuh berkewajiban untuk bertanggung jawab atas uang tersebut

    SOAL 1421:
    Jika para wali yang berhak atas penuntutan darah (atas sebuah pembunuhan) semuanya atau sebagiannya anak-anak yang belum balig, sehingga yang berhak untuk menuntut hak mereka adalah hakim syar’i. Bila ia (hakim) telah memastikan dan meyakini, bahwa si pembunuh adalah orang yang tidak mampu, bolehkah dia menetapkan diyat sebagai ganti dari kisas dan memaafkannya?
    JAWAB: Seorang hakim boleh saja melakukan hal itu, jika ia telah menetapkan, bahwa kemaslahatan dan manfaat anak-anak kecil yang belum balig itu meniscayakan untuk memaafkan si pembunuh dan menggantikan kisas dengan diyat atas dirinya.

    SOAL 1422: Bolehkah seorang hakim mencabut hak mengasuh dan perwalian seorang wali otomatis, jika diyakini, bahwa dia akan merugikan anak asuhnya secara finansial?
    JAWAB: Jika berdasarkan berbagai saksi dan indikasi (qarinah) dia telah mendapatkan keyakinan tentang hal itu, maka wajib baginya untuk mencabut hak perwalian dari wali tersebut.

    SOAL 1423: Apakah ketika seorang wali tidak mau untuk menerima kesepakatan (shuluh) dan hibah tanpa imbalan yang diberikan kepada anak-anak asuhnya, yang tentunya merupakan manfaat bagi mereka dianggap telah melakukan hal-hal yang merugikan atau dianggap tidak memerhatikan maslahat mereka?
    JAWAB: Sekadar tidak menerima hal itu tidak meniscayakan telah merugikan atau tidak memerhatikan maslahat mereka. Oleh karena itu, menolak pada dasarnya tidak bermasalah, sebab seorang wali tidak memiliki kewajiban untuk mendatangkan harta bagi anak-anak asuhnya. Bahkan mungkin saja menurut pandangannya justru “menolak” hal itu dalam kondisi tertentu adalah demi kemaslahatan anak-anak asuhnya.

    SOAL 1424: Jika negara menetapkan untuk memberikan sejumlah uang atau sebidang tanah kepada putra-putri para syuhada (pahlawan) dan akan menuliskan nama mereka dalam akta kepemilikan, namun sang wali tidak mau untuk menandatangani. Bisakah seorang hakim dengan hak perwalian yang ia miliki terhadap anak-anak kecil yang belum balig mengambil-alih penandatanganan?
    JAWAB: Jika tanda tangan wali merupakan syarat untuk menerima uang atau tanah tersebut, maka tidak ada kewajiban baginya untuk menandatanganinya. Hakim, selama ada wali syar’i tidak memiliki hak perwalian atas hal itu. Namun, jika penjagaan harta anak-anak asuh bergantung pada tandatangan wali, maka ia tidak memiliki hak untuk menolak tandatangan. Pada kondisi demikian, seorang hakim memiliki kewajiban untuk memaksanya menandatanganinya atau dia sendiri yang menandatanganinya dengan hak perwalian yang dimiliki atas anak-anak yang belum balig.

    SOAL 1425: Apakah keadilan merupakan syarat bagi seorang wali yang akan mengasuh dan memiliki perwalian atas anak-anak kecil yang belum balig? Jika seorang wali adalah seorang yang fasik dan ada kekhawatiran akan habisnya harta anak asuh, apa tugas hakim atas hal itu?
    JAWAB: Sifat adil bukanlah syarat bagi perwalian seorang ayah atau kakek. Namun, jika seorang hakim dengan berbagai indikasi dan saksi melihat, bahwa sang ayah atau kakek akan merugikan anak-anak asuhnya, maka ia berkewajiban untuk mencabut hak tersebut darinya.

    SOAL 1426: Jika dalam sebuah pembunuhan yang disengaja, semua wali orang yang terbunuh adalah anak-anak kecil yang belum balig dan gila. Apakah wali otomatis (ayah atau kakek dari ayah) atau pengasuh yang ditetapkan oleh pengadilan memiliki hak untuk menuntut kisas atau diyat?
    JAWAB: Dari berbagai dalil dapat dipahami, bahwa Allah Swt memberikan hak perwalian kepada para wali anak-anak dan orang gila adalah dalam rangka menjaga kemaslahatan mereka. Oleh karena itu, di dalam masalah yang ditanyakan seorang wali syar’i dengan memerhatikan kemaslahatan dan manfaat mereka hendaknya mengurus hal itu, dengan memilih antara menuntut kisas atau diyat atau memaafkan si pembunuh dengan uang kompensasi tertentu atau tanpa uang kompensasi. Segala keputusan yang dia ambil, maka dianggap absah dan wajib dilaksanakan. Tentu jelas sekali, bahwa dalam menentukan hal itu dia harus memerhatikan segala sisinya termasuk usia anak asuhnya, jauh atau dekatnya ia untuk menginjak usia balig.

    SOAL 1427: Jika terjadi sebuah tindakan kriminal kepada seseorang yang sempurna (sudah dewasa dan tidak gila-peny.) apakah ayah atau kakeknya berhak untuk menuntut diyat tanpa izin dan restu dari anak atau cucu yang menjadi korban tindakan kriminal tersebut? Dengan kata lain, apakah seorang pelaku tindakan kriminal berkewajiban untuk membayar diyat kepada korban karena tuntutan ayahnya atau kakeknya atas hal itu?
    JAWAB: Mereka (ayah dan kakek) tidak memiliki perwalian terhadap orang yang sudah balig dan berakal sehat dan sempurna. Oleh karena itu, ia tidak bisa menuntut hal itu tanpa izin dari si korban.

    SOAL 1428: Bolehkah wali anak-anak kecil yang belum balig -karena hak perwalian yang mereka miliki- menyetujui wasiat yang lebih dari sepertiga dari harta warisan yang ditinggalkan?
    JAWAB: Wali syar’i dengan memerhatikan manfaat dan kemaslahatan anak asuhnya boleh untuk melakukan hal itu.

    SOAL 1429: Apakah ayah dan ibu terhadap anak-anaknya memiliki hak yang sama ataukah salah satu dari keduanya memiliki hak yang lebih atas yang lain? Kalau memang sama, maka di saat terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat, siapakah di antara ke duanya yang layak untuk didahulukan?
    JAWAB: Jawaban atas hal itu berbeda-beda antara beberapa hal berikut:
    • Hak perwalian atas anak-anak kecil yang belum balig dimiliki ayah atau kakek dari ayahnya.
    • Hak mengasuh anak-anak laki-laki hingga umur dua tahun dan anak-anak perempuan hingga usia tujuh tahun dimiliki ibunya. Setelah usia tersebut adalah dimiliki oleh ayahnya.
    • Hak untuk ditaati dan ketidakbolehan untuk menyakiti hatinya adalah sama antara kedua orang tua.
    • Anak-anak harus memerhatikan kondisi ibu lebih dari ayahnya sebagaimana di dalam hadis disebutkan, bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu.


    SOAL 1430: Suami saya dengan meninggalkan dua orang anak telah gugur sebagai syahid. Saudara dan ibu suami saya telah mengambil-alih pengasuhan dua anak saya tersebut. Sebagaimana mereka juga mengambil semua perlengkapan dan harta hak milik anak saya serta tidak mau untuk menyerahkannya kepada saya. Dengan memerhatikan, bahwa saya demi mereka sampai sekarang tidak menikah (lagi) dan tidak akan menikah (lagi) siapakah yang memiliki hak untuk mengawas dan mengurus harta mereka?
    JAWAB: Mengasuh anak yatim hingga mencapai usia taklif adalah hak seorang ibu. Namun hak perwalian atas harta milik mereka dimiliki oleh pengasuh syar’i mereka. Dan jika tidak ada, maka hakim syar’ilah yang berhak dan berkewajiban untuk menjadi pengasuh atasnya. Adapun nenek dan paman anak-anak tidak memiliki hak perwalian atas harta mereka, sebagaimana mereka tidak memiliki hak untuk mengasuh mereka.

    SOAL 1431: Sebagian dari para wali anak-anak kecil yang belum balig, mencegah ibu dan anak-anak mereka yang berada di bawah asuhannya untuk memanfaatkan warisan peninggalan ayah mereka -seperti rumah dan perabotnya- setelah sang ibu nikah (lagi). Apakah ada pembenaran di dalam syariat yang membolehkan sang ibu untuk menuntut warisan anak-anaknya agar diberikan kepadanya yang sekarang memiliki hak asuh mereka?
    JAWAB: Segala apa yang dilakukan oleh seorang wali syar’i haruslah dengan memerhatikan kemasalahatan dan manfaat anak-anak asuhnya. Yang memiliki otoritas untuk mengindentifikasi hal itu hanyalah wali syar’i itu sendiri. Namun bila terjadi penyimpangan dan perselisihan, maka hendaklah diajukan kepada hakim syar’i.

    SOAL 1432: Apakah perniagaan dengan harta anak-anak kecil yang belum balig yang dilakukan oleh walinya dengan tujuan agar mendapatkan keuntungan untuk mereka, sah hukumnya?
    JAWAB: Jika hal itu dilakukan dengan memerhatikan kemaslahatan dan manfaat anak-anak asuhannya, maka hal itu tidak bermasalah.

    SOAL 1433: Siapakah yang memiliki hak perwalian dan mengasuh anak-anak kecil yang belum balig antara kakek, paman saudara ayah, paman saudara ibu dan istri?
    JAWAB: Hak perwalian atas anak-anak yatim dan harta mereka merupakan hak kakek dari ayah mereka. Hak mengasuh anak merupakan hak ibunya. Adapun paman saudara ayah dan saudara ibu tidak memiliki hak perwalian dan mengasuh.

    SOAL 1434: Bolehkah harta anak yatim dengan izin kejaksaan diserahkan kepada ibu sebagai imbalan atas penerimaannya untuk mengasuhnya, sehingga kakek dari ayah hanya bertindak sebagai pengawas saja dan tidak memiliki hak untuk ikut campur secara langsung?
    JAWAB: Penyerahan itu jika dilakukan tanpa restu dari sang kakek, sebagai wali syar’i anak-anak kecil yang belum balig tersebut tidaklah benar, kecuali jika keberadaan harta milik mereka di tangan kakek akan merugikan mereka, maka hakim syar’i berkewajiban untuk mencabut hak sang kakek dan mengangkat orang lain yang lebih layak untuk hal itu, baik ibunya atau selainnya.

    SOAL 1435: Apakah bagi wali anak-anak kecil ada kewajiban untuk menuntut diyat yang merupakan hak mereka? Dan apakah wajib baginya untuk mempergunakan uang tersebut di dalam perniagaan atau penanaman modal di bank, sehingga menghasilkan laba dan keuntungan untuk mereka?
    JAWAB: Wali anak-anak kecil berkewajiban untuk menuntut diyat yang diakibatkan oleh tindakan kriminal dari pelakunya, untuk disimpan hingga mereka menginjak usia balig. Namun dia tidak berkewajiban untuk menjadikannya sebagai modal usaha atau deposito di bank. Jika ia melakukan hal itu demi kemaslahatan dan manfaat bagi anak-anak asuhnya, maka hal itu tidak bermasalah.

    SOAL 1436: Jika salah seorang dari anggota sebuah perusahaan meninggal dunia dan ahli warisnya adalah anak-anak kecil yang belum balig. Kemudian mereka (ahli waris) menjalin hubungan kerja dengan anggota lain. Apa tugas anggota perusahaan yang lain atas harta mereka?
    JAWAB: Merke wajib menyerahkan saham anak-anak kecil yang belum balig tersebut kepada wali atau hakim syar’inya.

    SOAL 1437: Apakah seluruh harta milik anak-anak yatim yang merupakan peninggalan ayah mereka wajib diserahkan kepada kakeknya, karena dialah yang memiliki hak perwalian atas mereka? Kalau memang wajib, sementara mereka masih sedang belajar di bangku sekolah dan tidak memiliki penghasilan, maka dari mana mereka akan menutupi kebutuhan keseharian ibu dan diri mereka? Begitu juga di manakah mereka dan ibu mereka akan tinggal?
    JAWAB: Hak perwalian itu tidak meniscayakan keharusan untuk diserahkan seluruh harta mereka kepada kakek mereka agar disimpan hingga mereka menginjak usia dewasa serta mencegah mereka untuk mempergunakannya. Namun hal itu mengharuskan adanya pengawasan terhadap penggunaan uang milik mereka dan kakeklah yang bertanggung jawab atas penggunaannya. Oleh karena itu, setiap penggunaan uang tersebut harus dengan restunya. Dan ia pun berkewajiban untuk memberikan kepada mereka sesuai kebutuhan. Bahkan bila ia melihat, bahwa sebaiknya uang itu diserahkan kepada ibu mereka, maka hal itu boleh ia lakukan.

    SOAL 1438: Sampai berapakah seorang ayah dapat mempergunakan uang anaknya yang sudah balig, dewasa, berakal sempurna dan mandiri? Jika ia tidak boleh melakukan hal itu, apakah ia berkewajiban untuk bertanggung jawab atas (setiap kerugian yang menimpa)nya?
    JAWAB: Seorang ayah tidak boleh mempergunakan uang milik anaknya yang sudah balig, dewasa dan berakal sempurna, kecuali dengan izin dan restunya. Jika ia melakukan hal itu tanpa izin dan restunya, maka dia telah melakukan sesuatu yang haram dan bertanggung jawab atasnya, kecuali dalam hal-hal yang diperkecualikan.

    SOAL 1439: Ada seorang Mukmin yang memiliki hak asuh dan mengurus saudara-saudaranya yang yatim dan harta mereka. Dengan harta itu ia membeli sebidang tanah tanpa akta kepemilikan dengan tujuan, nanti hal itu akan dibuatkan dan dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sehingga ada keuntungan untuk anak-anak asuhnya. Sekarang dia khawatir tanah tersebut diaku oleh orang lain atau digunakan oleh orang lain. Sementara jika ia menjualnya sekarang, maka ia tidak bisa menjualnya dengan harga saat ia beli. Pertanyaannya adalah, jika ia menjualnya sekarang dengan harga yang lebih murah atau ada orang yang mengambil tanah tersebut dan mengakunya, apakah ia wajib menanggung kerugian tersebut?
    JAWAB: Jika ia memang seorang pengasuh syar’i bagi mereka dan membeli tanah tersebut demi kemaslahatan dan manfaat bagi mereka, maka dia tidak memiliki kewajiban apa-apa. Namun, jika dia bukan wali (pengasuh) mereka, maka jual-beli yang dilakukannya itu adalah jual-beli fudhuli yang keabsahannya bergantung pada zin dan restu hakim syar’i atau mereka sendiri setelah menginjak usia dewasa. Dia pun bertanggung jawab atas setiap kerugian yang menimpa harta anak-anak yatim itu.

    SOAL 1440: Bolehkah seorang ayah meminjam uang anaknya atau meminjamkannya kepada orang lain?
    JAWAB: Jika ia lakukan dengan memerhatikan kemaslahatan dan manfaatnya, maka tidak bermasalah.

    SOAL 1441: Jika anak-anak kecil yang belum balig itu mendapat hadiah baju atau mainan, kemudian karena satu dan lain hal tidak dapat digunakan lagi, bolehkah si wali menyedekahkannya untuk orang lain?
    JAWAB: Wali anak-anak kecil yang belum balig boleh saja melakukan yang ia anggap baik, dengan memerhatikan kemaslahatan dan manfaat anak-anak asuhnya.


  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan

    SOAL 1442: Bolehkah seseorang menjual salah satu anggota badannya, seperti ginjalnya kepada orang lain yang membutuhkannya?
    JAWAB:Jika dengan dijualnya anggota tubuh tersebut ia tidak mendapatkan bahaya yang serius, maka tidak bermasalah.SOAL 1443: Ada benda-benda yang bagi orang umum tidak memiliki manfaat dan tidak bernilai, namun bagi sekelompok tertentu di dalam masyarakat bermanfaat dan bernilai, seperti lebah dan serangga-serangga lainnya yang sangat bermanfaat untuk para peneliti untuk tujuan riset. Apakah benda-benda seperti itu berlaku atasnya segala hukum benda-benda bernilai, seperti jual-beli, kepemilikan, wajib diganti bagi yang menghilangkannya, dan lain-lain?

    JAWAB: Setiap sesuatu yang karena manfaat halal menjadi keinginan orang-orang berakal walaupun hanya sekelompok tertentu, maka ia termasuk benda bernilai dan semua hukum berlaku baginya kecuali sebagian hukum yang diperkecualikan oleh syariat. Namun dalam transaksi jual-beli seperti lebah dan serangga lainnya demi keterhati-hatian dianjurkan untuk menjadikan uang yang diberikan, dianggap (diniati) sebagai ganti hak “kepemilikan” dan pelepasan hak dari “pemilik” pertama (bukan jual-beli)

    SOAL 1444: Adanya syarat benda yang jelas dan nyata dalam jual-beli seperti diyakini oleh mayoritas para fakih (ahli fikih). Benarkah jual-beli dan tukar-menukar ilmu pengetahuan yang lazim dilakukan antar negara saat ini?

    JAWAB: Tukar-menukar yang mereka lakukan dengan akad mushalahah (kesepakatan dan bukan jual-beli) tidak bermasalah.

    SOAL 1445: Bolehkan menjual tanah atau barang lainnya kepada seseorang yang dikenal sebagai pencuri padahal ada kemungkinan uang yang kita terima sebagai uang pembeliannya adalah hasil curian?

    JAWAB:Transaksi yang dilakukan dengan orang-orang yang dikenal bermata pencaharian haram, sehingga ada kemungkinan uang yang kita terima adalah uang haram, tidak bermasalah, kecuali memang diyakini uang yang diterima adalah uang haram, maka ia tidak boleh menerimanya.

    SOAL 1446: Saya memiliki sebidang tanah yang saya dapatkan sebagai mas kawin, sekarang saya menjualnya kepada orang lain. Namun ada seorang yang mengaku bahwa tanah tersebut adalah tanah wakaf sejak dua ratus tahun yang lalu, apa tugas saya dan apa hukum suami saya yang memberikannya kepada saya sebagai mas kawin serta apa hukum pembeli tanah tersebut dari saya?

    JAWAB: Semua transaksi yang dilakukan atas tanah dihukumi sah, kecuali pengakuan akan wakaf dapat dibuktikan di depan pengadilan syariat. Jika terbukti bahwa tanah tersebut tanah wakaf yang tidak boleh diperjualbelikan, maka semua transaksi yang dilakukan batal. Oleh karena itu, Anda harus mengembalikan uang yang Anda terima kepada pembelinya. Dan suami Anda memiliki tanggungan (utang) untuk membayar mas kawin (lain) pada Anda.

    SOAL 1447: Saat ini sedang marak ekspor ilegal kambing dan binatang lainnya dari beberapa kepulauan Iran ke berbagai negara tetangga di Teluk Persia. Bolehkah membeli barang-barang itu dari pasar negara-negara tersebut?

    JAWAB: Memindahkan dan mengekspor kambing serta binatang lainnya ke luar negeri secara ilegal bertentangan dengan aturan yang berlaku di Republik Islam Iran. Oleh karena itu, hal itu tidak diperbolehkan.

    SOAL 1448: Barang-barang yang sesuai aturan yang berlaku, haruslah dijual-belikan dengan cara lelang umum dan di saat pelelangan tidak ada yang berani menawar dengan harga yang telah ditaksir oleh para pakar. Bolehkah barang tersebut dijual dengan harga yang lebih murah?

    JAWAB: Harga yang ditaksir oleh para pakar, tidak menjadi tolok-ukur harga sesungguhnya. Oleh karenanya, jika terjadi pelelangan dengan cara yang benar dan sesuai dengan aturan syariat dan negara, kemudian barang tersebut terjual dengan harga penawaran tertinggi, maka transaksi jual-beli tersebut dihukumi sah.

    SOAL 1449: Saya telah membangun sebuah bangunan di atas sebidang tanah yang tidak diketahui pemiliknya. Bolehkah saya menjual tanah dan rumah tersebut kepada pembeli yang mengetahui, bahwa tanah itu adalah tanah yang tidak diketahui pemiliknya, sehingga konsekuensinya pembeli hanya menjadi pemilik bangunan saja?

    JAWAB: Jika bangunan tersebut dibangun dengan restu dari hakim syar’i, maka pemilik bangunan hanya boleh menjual bangunan itu saja. Dan ia tidak memiliki hak untuk menjual tanah tersebut.

    SOAL 1450: Beberapa waktu yang lalu, kami menjual sebuah rumah kepada seseorang. Kami menerima selembar cek senilai tertentu sebagai sebagian uang pembayaran atas pembelian rumah tersebut. Namun karena ternyata cek tersebut adalah cek kosong, maka kami tidak mau untuk mencairkannya. Dengan memerhatikan adanya inflasi dan naiknya harga rumah saat ini, begitu juga di saat pengurusan birokrasi sehingga pembeli tersebut ditangkap, dinyatakan bersalah dan wajib untuk membayar sejumlah itu kepada saya. Apakah saya berhak untuk menuntut dari pembeli tersebut selisih antara harga di saat saya menerima cek dengan harga saat ini?

    JAWAB: Penjual tidak berhak untuk menuntut uang lebih dari yang telah disepakati di dalam akad jual-beli. Namun dalam kondisi, di mana penjual akan menanggung kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian si pembeli, maka selisih yang ada di antara keduanya hendaklah disepakati dalam akad mushalahah.

    SOAL 1451: Kami membeli sebuah apartemen dari seseorang dengan syarat dalam jangka waktu tertentu dia akan menyerahkannya kepada kami. Di dalam akad jual-beli tersebut disepakati juga adanya kemungkinan naiknya harga sampai 15 %. Namun sekarang penjual menaikkan harga secara sepihak sampai 31 % dan memberitahukan kepada kami, bahwa ia tidak akan menyerahkan apartemen tersebut kepada kami, kecuali kami telah melunasi sejumlah harga baru itu. Bolehkah ia melakukan hal itu?

    JAWAB: Jika harga final tidak ditentukan di saat akad jual-beli dilakukan atau harga finalnya disesuaikan dengan harga di saat penyerahan, maka jual-beli tersebut batal. Oleh karena itu, penjual boleh saja tidak melakukan muamalah tersebut, namun ia menjual dengan harga yang dia ingini sekarang. Adanya kesepakatan dan saling rela di kemudian hari antara penjual dan pembeli untuk menentukan harga final sesuai dengan harga saat itu, tidak cukup untuk keabsahan jual-beli tersebut.

    SOAL 1452: Kami telah membeli 1/5 saham kepemilikan sebuah perusahaan plastik. Satu seperempat harganya dibayar dengan tunai dan sisanya dibayar tiga kali dengan tiga lembar cek bernilai masing-masing 1/4 harga. Semua itu telah kami serahkan kepada penjual. Begitu juga perusahaan masih di bawah kendali penjual. Apakah secara syar’i jual-beli telah terealisasi? Dan apakah saya berhak untuk menuntut bagian saya dari keuntungan?


    JAWAB: Penerimaan barang yang dijual dan penyerahan uang tunai secara sempurna kepada penjual bukanlah syarat keabsahan jual-beli. Oleh karena itu, jika pembelian 1/5 dari perusahaan tersebut telah terjadi, maka ia merupakan miliknya (pembeli) secara sah dan syar’i. Dengan demikian, konsekuensi jual-beli berlaku atasnya dan dia berhak untuk menuntut bagiaannya dari keuntungan perusahaan yang didapat.



  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)

    SOAL 1453: Ada seorang yang menjual kebun dengan syarat selama ia masih hidup semua hasilnya adalah miliknya. Apakah jual-beli seperti ini hukumnya sah?
    JAWAB: Menjual sebuah barang tanpa manfaatnya sampai masa tertentu, jika memang barang tersebut adalah barang yang bernilai secara agama, uruf dan dapat dimanfaatkan –sekalipun setelah selesai masa perkecualian tersebut- adalah sah dan tidak bermasalah. Namun, jika pergecualian tersebut tidak jelas waktunya, sehingga menyebabkan ketidakjelasan harga dan barang yang dijual, maka jual-beli tersebut dianggap jual-beli yang mengandung unsur penipuan. Oleh karena itu, hukumnya tidak sah.

    SOAL 1454: Jika di saat akad jual-beli dilakukan penjual mensyaratkan kepada pembeli, bahwa ketika penjual tidak dapat menyerahkan barang yang dijual pada waktu yang telah ditentukan, maka ia harus menyerahkan sejumlah uang kepada pembeli. Apakah jual-beli seperti ini hukumnya sah dan si penjual secara syar’i wajib untuk melaksanakan kesepakatan tersebut?
    JAWAB: Syarat seperti itu tidak bermasalah. Oleh karena itu, penjual wajib memenuhi konsekuensi keterlambatannya, sesuai syarat yang telah disepakati. Pembeli juga berhak untuk menuntut hal itu.

    SOAL 1455: Ada seorang yang menjual sebuah toko dengan syarat bagian atas bangunan tersebut tetap merupakan miliknya. Dengan demikian, pembeli tidak berhak untuk membangunnya. Dengan adanya syarat tersebut –yang tanpa syarat itu ia tidak akan menjual toko tersebut- apakah pembeli memiliki hak untuk membangun bagian atas toko, padahal ia tahu akan syarat itu?
    JAWAB: Setelah bagian atas disepakati untuk diperkecualikan dalam jual-beli, maka pembeli tidak berhak untuk membangun bagian atas toko tersebut.

    SOAL 1456: Seseorang membeli sebuh rumah yang bangunannya belum sempurna, dengan syarat yang telah disepakati, bahwa penjual berkewajiban untuk mengurus balik nama kepemilikan ke atas pembeli tanpa biaya lagi. Namun sekarang, penjual membebankan biaya tersebut kepada pembeli. Bolehkah ia melakukan hal itu? Wajibkah pembeli membayar biaya tersebut?
    JAWAB: Penjual berkewajiban untuk melaksanakan syarat yang telah disepakati di saat akad jual-beli dilakukan. Ia wajib menyerahkan barang yang telah ia jual kepada pembeli dan mencatat akta kepemilikan atas nama pembeli serta tidak berhak untuk menuntut uang lebih dari yang telah disepakati. Kecuali jika pembeli menginginkan agar ia melakukan tambahan pekerjaan lain yang tidak disebutkan di dalam akad jual-beli dan secara pandangan uruf orang yang melakukan pekerjaan tersebut layak untuk mendapatkan upah tambahan.

    SOAL 1457: Sebidang tanah dijual dengan harga tertentu dan penjual telah menerima seluruh uang pembelian. Di saat akad disepakati, bahwa pembeli harus membayar biaya balik nama kepemilikan kepada penjual. Akta jual-beli dan syarat ini ditulis di dalam sebuah (kertas) penjanjian biasa. Sekarang penjual menuntut uang dari pembeli lebih banyak dari yang tertera di dalam kertas perjanjian tersebut. Apakah ia berhak atas hal itu?
    JAWAB: Setelah jual-beli dilakukan dengan benar dan sah secara syar’i, maka penjual berkewajiban untuk melakukan segala yang disepakati di dalam akada jual-beli. Dia tidak berhak untuk menuntut uang lebih dari yang telah disepakati.

    SOAL 1458: Jika penjual dan pembeli bersepakat, bahwa masing-masing mereka tidak memiliki hak untuk membatalkan transaksi jual-beli yang telah ditandatangani, dan jika pembeli membatalkan jual-beli, maka ia tidak berhak untut menuntut uang muka (DP) yang telah ia serahkan kepada penjual, begitu pula jika penjual yang membatalkan, maka ia berkewajiban mengembalikan uang DP tersebut dan menyerahkan sejumlah uang tambahan sebagai uang ganti rugi. Bolehkah syarat “khiyar dan iqalah”1 yang demikian? Halalkah uang yang didapatkan dengan cara seperti ini?
    JAWAB: Syarat yang seperti itu bukanlah syarat khiyar dan iqalah, namun ia merupakan syarat harus membayar sejumlah uang di saat melakukan pembatalan transaksi. Syarat seperti ini jika tidak disebutkan di saat dilakukan akad jual-beli, maka tidaklah berlaku. Namun, jika disebutkan di saat jual-beli atau dipahami, bahwa jual-beli dilakukan di atas syarat tersebut, maka syarat itu hukumnya sah dan masing-masing berkewajiban untuk melaksanakan konsekuensinya. Uang yang diperoleh dengan cara iu tidak bermasalah.

    SOAL 1459: Kadang-kadang di dalam akta jual-beli disebutkan sebuah syarat, bahwa jika salah seorang dari pihak penjual atau pembeli membatalkan transaksi tersebut, maka ia wajib membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi. Pertanyaannya:
    a. Apakah syarat ini dianggap sebagai syarat khiyar?
    b. Apakah syarat ini hukumnya sah?
    c. Jika tidak sah, apakah jual-beli tidak sah juga?
    JAWAB: Syarat itu tidak disebut dengan syarat khiyar. Namun ia merupakan syarat harus membayar sejumlah uang bagi yang membatalkan transaksi yang telah dilakukan dengan sempurna. Syarat seperti itu jika memang disebutkan di saat akad dilakukan atau akad dilakukan atas syarat tersebut, maka tidak bermasalah. Namun syarat-syarat seperti ini yang akan berpengaruh pada harga barang yang akan dijual, hendaknya disebutkan masa tertentu. Sebab jika tidak demikian, maka akan menyebabkan ketidakabsahannya.

    SOAL 1460: Sebagian orang menjual barang yang ia miliki dengan syarat si pembeli harus menjualnya lagi kepadanya pada jangka waktu yang telah ditentukan dengan harga yang lebih mahal. Apakah jual-beli seperti ini sah hukumnya?
    JAWAB: Jual-beli formalitas semacam ini adalah cara yang dilakukan untuk menghindari hutang-piutang riba. Oleh karena itu, haram hukumnya dan tidak sah. Lain halnya jika si penjual dengan sungguh-sungguh menjual barangnya secara sah dan benar, setelah itu ia membeli lagi dengan tunai atau kredit, dengan harga yang sama atau lebih mahal, maka tidak bermasalah.

    SOAL 1461: Sebagian pengusaha bertindak sebagai wakil dari para pengusaha yang lain, seperti mengimpor barang-barang dengan kartu kredit. Setelah itu, dia membayarnya ke bank sebagai wakil mereka. Untuk hal itu, ia mendapatkan komisi sekian persen dari jumlah transaksi yang dilakukan. Sahkah transaksi yang dilakukan?
    JAWAB: Jika bisnismen tersebut mengimpor barang tersebut untuk dirinya, kemudian dia menjualnya kepada orang lain dengan tambahan laba sekian persen, maka tidak bermasalah. Begitu juga jika ia mengimpor barang-barang tersebut untuk orang yang menginginkannya dengan cara ju’alah2 dan adanya komisi sekian persen atas pekerjaan yang dia lakukan, maka tidak bermasalah.

    SOAL 1462: Setelah kematian istri saya, saya menjual beberapa perabot rumah. Dengan menambah sejumlah uang atas hasil penjualan tersebut, saya membeli kembali beberapa perabot baru. Bolehkah saya mempergunakan perabot-perabot tersebut di rumah istri kedua saya?
    JAWAB: Jika perabot yang Anda jual adalah hak milik Anda, seperti uang yang Anda tambahkan untuk membeli perabot baru, maka tidak bermasalah. Namun, jika tidak demikian (barang tersebut adalah milik istri pertama) maka keabsahan jual-beli tersebut bergantung pada restu dan izin ahli waris yang lain.

    SOAL 1463: Seseorang menyewa sebuah bangunan toko yang dibangun oleh pemiliknya tanpa memiliki IMB. PEMDA telah menetapkan denda sebagai sanksi atas pelanggaran tersebut. Siapakah yang berkewajiban untuk membayar denda tersebut, penyewa ataukah pemilik?
    JAWAB: Pemilik bangunan yang membangun tanpa izin itulah yang wajib membayar denda tersebut.

    SOAL 1464: Saya membeli sebuah properti dan lantas saya jual kepada orang lain. Namun, penjual setelah mengambil akta jual-beli dari saya, menjualnya lagi kepada orang lain. Sahkah jual-beli yang ia lakukan? Ataukah jual-beli yang saya lakukan yang sah, walaupun saya tidak bisa membuktikan, bahwa ia telah mengambil dari saya surat akta jual-beli?
    JAWAB: Dengan asumsi, bahwa jual-beli telah dilakukan oleh pemilik properti tersebut dengan cara yang benar dan sah, maka pembeli berhak untuk menjualnya kepada siapa yang ia mau dan jual-beli yang demikian sah hukumnya. Penjual pertama tidak lagi memiliki hak apa pun. Jual-beli (kedua) yang ia lakukan adalah jual-beli fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin dan restu pembeli pertama.

    SOAL 1465: Saya berjanji kepada keponakan saya untuk menjual sebagian tanah saya setelah ia melunasi semua uang yang harus ia bayar. Namun disebabkan berbagai problem administrasi, surat kepemilikan tanah tersebut sebelum saya jual telah saya jadikan atas namanya. Dia pun mengakui, bahwa tanah tersebut bukan miliknya. Namun setelah berlalu beberapa tahun, ia menuntut tanah tersebut dengan bersandarkan pada surat kepemilikan tersebut. Apakah saya berkewajiban untuk mengabulkan tuntutannya?
    JAWAB: Orang yang mengaku telah membeli tanah tersebut, selama dia tidak dapat membuktikan hal itu secara benar dan syar’i, tidak akan berhak atas kepemilikan tanah tersebut. Dengan asumsi ia telah mengakui, bahwa tanah tersebut bukan miliknya di saat dilakukan pencatatan, maka ia tidak bisa lagi untuk menyandarkan kepemilikan padanya.

    SOAL 1466: Seseroang memiliki sebidang tanah yang atas mana sebuah perusahaan sosial membagi-bagikan tanah tersebut kepada para pegawainya dan memungut sejumlah uang dari masing-masing mereka dengan janji, bahwa uang itu diserahkan kepada pemiliknya agar memperoleh kerelaannya. Namun, konon, sebagian pegawai mengaku telah mendengar sendiri secara langsung dari pemiliknya, bahwa dia tidak merelakan hal itu. Di tempat tersebut sekarang sedang dibangun beberapa bangunan perumahan dan mesjid. Pertanyaan kami adalah sebagai berikut:
    a. Untuk melanjutkan pembangunan mesjid apakah diperlukan izin dan restu dari pemilik tanah?
    b. Apa tugas masing-masing pegawai yang sedang membangun rumah-rumah mereka di atas tanah tersebut?
    JAWAB: Jika terbukti, bahwa wakil-wakil perusahaan –yang bertugas untuk membeli tanah tersebut dari pemiliknya- telah membeli tanah tersebut dari pemiliknya dengan cara benar disertai dengan kerelaan pemiliknya, maka jual-beli yang dilakukan itu dihukumi sah. Begitu juga jika di saat pembagian tanah kepada para pegawai dilakukan, wakil perusahaan telah mengaku, bahwa ia telah membeli tanah tersebut dari pemiliknya dengan cara yang benar dan sah, maka selama tidak terbukti kebohongannya, ucapan dan pembagian itu dianggap sah. Oleh karenanya, apa yang dilakukan oleh para pegawai atas tanah tersebut tidak bermasalah. Begitu juga pembangunan mesjid di atas tanah tersebut dengan izin para pembeli, tidaklah bermasalah.

    SOAL 1467: Seseorang ingin membeli mobil. Untuk itu, ia menyuruh janda seorang syahid agar mengajukan permohonan untuk mendapatkan kemudahan yang diberikan kepada anak-anak para syuhada untuk membeli mobil. Si janda tersebut, karena dia sebagai pengasuh atas anak-anaknya menyetujui hal itu. Namun setelah mobil dibeli, anak-anaknya mengaku, bahwa mobil tersebut adalah milik mereka, karena dibeli dengan mempergunakan kemudahan yang diberikan kepada mereka. Apakah ucapan mereka ini dapat dibenarkan?
    JAWAB: Jika penjual mobil –walaupun dengan adanya kemudahan yang ada di tangan pembeli- menjual kepada orang itu sendiri dan pembeli juga menggunakan uangnya sendiri untuk membeli mobil tersebut, maka mobil tersebut adalah miliknya. Namun, ia berkewajiban untuk membayar dengan harga diskon khusus bagi para keluarga syuhada yang mulia.

    SOAL 1468: Ada sebidang tanah yang saya jual sebagai wakil dari pemiliknya dengan akta jual-beli biasa. Sebagian uang yang harus dibayar telah saya terima dan disepakati, bahwa setelah uang pembayaran dilunasi, maka akan dilakukan pencatatan resmi atas nama pembeli. Namun, sisa uang yang harus dibayarkan oleh pembeli sampai saat ini belum dibayar olehnya, sehingga surat kepemilikan masih atas nama orang yang saya wakili dan belum berubah menjadi nama pembeli. Sejak saat itu sampai sekarang si pembeli telah melakukan baerbagai hal ke atas tanah tersebut, ia membangun di atasnya beberapa toko dan menyewakannya kepada orang lain. Karena ia membangun tanpa izin, maka ia sekarang diharuskan membayar pajak yang jumlahnya tidak terbayangkan sebelumnya. Padahal, jual-beli beberapa tahun yang telah dilakukan dengan kertas biasa dan disepakati untuk dilakukan pencatatan resmi dan semua biaya akan dibebankan kepada pembeli. Pertanyaanya, siapakah yang wajib membayar pajak-pajak tersebut, pembeli atau penjual?
    JAWAB: Pajak yang berhubungan dengan tanah dan jual-beli, dibebankan kepada penjual. Adapun pajak yang berhubungan dengan bangunan yang dibangun di atas tanah tersebut atau yang berhubungan dengan tanah karena bangunan tersebut, maka dibebankan kepada pembeli. Jika di dalam akta jual-beli disebutkan, bahwa salah satu dari keduanya yang wajib membayar pajak-apajak tersebut, maka ia harus melaksanakan sesuai yang telah disepakati tersebut.

    SOAL 1469: Seseorang membeli sebuah apartemen secara tunai dan menyicil (mengangsur) dengan syarat-syarat tertentu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Setelah itu ia menjualnya kepada orang lain dengan syarat yang sama. Syarat itu adalah sisa pembayaran yang harus dibayar, dibebankan kepada pembeli kedua. Apakah pembeli pertama berhak untuk membatalkan syarat-syarat tersebut?
    JAWAB: Penjual tidak berhak untuk membatalkan semua syarat yang telah disepakati setelah jual-beli terjadi dengan sempurna. Begitu juga pembeli tidak bermasalah untuk menjual barang yang telah dibelinya kepada orang lain sebelum ia melunasi cicilan yang harus dia bayar. Namun, syarat melunasi cicilan dibebankan kepada pembeli kedua tidak benar, kecuali jika penjual (pertama) menyetujui hal itu.

    SOAL 1470: Di sebuah toko dijual sebuah pesawat televisi kepada orang yang namanya keluar setelah diundi. Yang mendaftarkan diri untuk undian tersebut 130 orang termasuk saya sendiri. Kemudian setelah diundi keluarlah nama saya. Oleh karena itu, pesawat televisi itu pun saya beli. Sahkah transaksi yang saya lakukan? Apakah saya boleh mamanfaatkannya?
    JAWAB: Jika terjadinya transaksi jual-beli setelah undian keluar dengan nama Anda maka transaksi tersebut tidak bermasalah begitu juga mempergunakan barang yang dibeli.

    SOAL 1471: Seseorang ingin menjual tanahnya kepada orang lain. Pembeli menjualnya lagi kepada orang ketiga karena masing-masing transaksi biasanya dikenakan Wajib Pajak Negara, apa hukum masalah-masalah berikut:
    a. Apakah penjual pertama wajib melakukan pencatatan resmi kepemilikan atas nama pembeli pertama, kemudian pembeli pertama melakukan hal itu untuk pembeli kedua ataukah penjual pertama di perbolehkan langsung melakukan pencatatan kepemilikan atas nama pembeli kedua sehingga pembeli pertama tidak berkewajiban membayar pajak?
    b. Jika penjual pertama melakukan pencatatan kepemilikan atas nama pembeli pertama terlebih dahulu, apakah ia berkewajiban menanggung yang dibebankan pada pembeli pertama atau tidak?
    c. Wajibkah penjual pertama mengabulkan permintaan pembeli pertama agar pencatatan kepemilikian dilakukan langsung atas nama pembeli kedua?
    JAWAB: a. Penjual pertama boleh memilih untuk melakukan pencatatan atas nama pembeli pertama atau langsung atas nama pembeli kedua selama tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Dia bisa juga meminta dari pembeli untuk bertindak sesuai undang-undang yang berlaku.
    b. Penjual pertama tidak bertanggung jawab atas pajak yang dibebankan kepada pembeli pertama bila tidak dilakukan pencatatan atas namanya.
    c. Dia juga tidak wajib untuk memenuhi permintaan agar langsung dilakukan pencatatan kepemilikan atas nama pembeli kedua.


  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)

    SOAL 1472: Seseorang menjual rumahnya. Setelah transaksi diselesaikan dengan sempurna, ia mengambil barag-barang yang ada di dalam rumah tersebut, seperti lampu-lampu, pemanas air dan sejenisnya. Apa hukum pekerjaan yang ia lakukan?
    JAWAB: Barang-barang yang disebutkan dan sejenisnya jika di dalam pandangan masyarakat umum (uruf) tidak dianggap sebagai bagian dari yang dijual (rumah) selama pembeli tidak mensyaratkan di saat dilakukan transaksi jul-beli, bahwa barang-barang yang ada harus seperti sediakala (dibiarkan), maka penjual tidak bermasalah untuk mengambil barang-barang tersebut.

    SOAL 1473: Kami membeli sebuah rumah dari seseorang lengkap dengan perabot dan halaman parkir. Namun, dia hanya menyerahkan rumah saja kepada saya dan semua surat-surat yang menunjukkan keikutsertaan halaman parkir dalam jual-beli telah dihapus (tidak ditulis), padahal ia telah menerima uang harga halaman parkir tersebut. Apa hukum kasus tersebut?
    JAWAB: Penjual berkewajiban untuk menyerahkan segala sesuatu yang telah disebutkan di dalam akad jual-beli, baik ia menerima uang tambahan atas hal itu atau sudah dimasukkan menjadi satu dengan harga rumah. Oleh karena itu, pembeli berhak untuk menuntut hal itu dari penjual.

    SOAL 1474: Ketika membeli sebuah lantai (pertama) dari sebuah rumah ada pendingin (cooler) di balkon lantai tersebut. Sampai sekarang ia ada di tempat tersebut. Air yang dipergunakan untuknya berasal dari pipa bercabang yang ada di lantai dasar dengan dijalankan pada pipa yang ditempelkan ke tembok. Saat ini pemilik rumah lantai atas dengan alasan bahwa lantai atas adalah hak miliknya, ia memotong aliran air yang semestinya mengalir ke pendingin. Apa hukum pekerjaan yang ia lakukan?
    JAWAB: Jika pada akad jual-beli tidak disebutkan, bahwa Anda berhak menggunakan air dan pipa yang ada di latai dasar, maka Anda tidak berhak untuk menuntut pemilik lantai dasar agar memperbolehkan Anda untuk mempergunakan air darinya.


  • Serah Terima Barang dan Uang

    SOAL 1475: Seorang dari anggota keluarga kami mengalami kerusakan pada ginjalnya sehingga tidak berfungsi. Ada orang yang menyatakan kesediaannya untuk menghadiahkan ginjalnya dengan imbalan sejumlah uang. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium terbukti, bahwa ginjal orang tersebut tidak dapat dicangkokkan kepada pasien yang membutuhkan. Apakah ia berhak untuk menuntut sejumlah uang dari pasien sebagai ganti rugi, karena selama beberapa hari ia tidak bekerja?
    JAWAB: Jika yang disepakati, bahwa sejumlah uang yang diberikan itu adalah sebagai ganti ginjal, maka setelah diambil dari tubuhnya, si pasien wajib membayarnya sempurna, walaupun ia tidak dapat mempergunakannya. Namun, jika sebelum dipotong (dipisahkan) dari tubuhnya terbukti bahwa ginjalnya tidak dapat dipergunakan, maka ia tidak berhak untuk menuntut apa-apa dari pasien.

    SOAL 1476: Kami menjual sebuah apartemen dengan bukti jual-beli biasa. Sebagian dari uang telah kami terima dari pembeli. Kami telah sepakat, bahwa sisa uang yang harus kami terima akan dibayar oleh pembeli di saat surat pencatatan kepemilikan resmi dibuat atas nama pembeli. Namun sekarang, kami merasa menyesal untuk menjualnya. Di sisi lain pembeli mendesak kami untuk mengosongkan rumah tersebut. Apa hukum kasus ini?
    JAWAB: Jika jual-beli sudah terjadi dengan cara yang benar secara syar’i, maka penjual tidak berhak untuk membatalkan transaksi akad jual-beli selama tidak ada sebab yang menjadikannya memiliki hak untuk membatalkan. Sekadar penyesalan penjual dan kebutuhannya akan barang yang dijual tidak dapat membenarkannya untuk tidak mau menyerahkannya kepada pembeli.


  • Jual-beli Tunai dan Kredit

    SOAL 1477: Apa hukum membeli barang dengan kredit untuk jangka waktu satu tahun dengan harga lebih mahal daripada harga tunai? Dan apa hukum menjual cek dengan harga lebih mahal atau lebih murah dari harga nominal yang tertera padanya untuk jangka waktu tertentu (mundur)?
    JAWAB: Membeli barang dengan cara kredit dengan harga lebih mahal dari harga tunai tidak bermasalah. Namun, menjual cek dengan harga lebih murah kepada orang ketiga tidak boleh. Lain halnya, jika dijual kepada orang yang (kita) memiliki tanggungan padanya.

    SOAL 1478: Jika seorang penjual mobil mengatakan, bahwa harga mobil dengan kontan sekian dan dengan kredit selama sepuluh bulan sekian dan pembeli pun melakukan transaksi tersebut dengan asumsi, bahwa kelebihan harga kredit adalah keuntungan (bunga) uang selama sepuluh bulan. Apakah transaksi semacam ini merupakan transaksi riba dan haram hukumnya serta batal?
    JAWAB: Transaksi semacam itu jika pembayaran ditunda pada waktu yang lain dengan cara dicicil, maka tidak bermasalah dan tidak termasuk transaksi riba.

    SOAL 1479: Dalam sebuah akad jual-beli ditentukan harga dan barang yang akan dijual dengan cara demikian, di mana uang harus dibayar dengan cara menyicil (mengangsur) selama satu tahun dan barang akan diserahkan dalam jangka waktu satu tahun pula. Jika pada saat cicilan pertama pembeli terlambat membayar, bolehkah penjual membatalkan jual-beli tersebut dengan alasan ia memiliki hak membatalkan karena keterlambatan?
    JAWAB: Pada kasus yang ditanyakan, di mana jual-beli semacam itu disebut dengan jual-beli “Salam” maka uang harus dibayarkan di saat akad. Jika tidak demikian, maka batallah transaksi tersebut.

    SOAL 1480: Jika seseorang pada pembayaran cicilan pertama terlambat membayar dengan keterlambatan yang tidak wajar (tidak dapat ditolerir) apakah hal itu menyebabkan penjual memiliki hak untuk membatalkan jual-beli, padahal transaksi tidak memiliki masa tertentu dan tidak disebutkan di saat akad, bahwa jika pembeli terlambat membayar, maka penjual berhak untuk membatalkannya?
    JAWAB: Pada jual-beli yang pembayarannya ditunda pada waktu yang lain, maka harus memiliki kejelasan batas waktu pembayaran. Jika tidak demikian, maka transaksi tersebut hukumnya batal. Namun, jika waktu untuk membayar telah ditentukan dan pembeli melakukan keterlambatan dalam pembayaran, maka hal itu tidak menjadikan penjual berhak untuk membatalkan jual-beli tersebut.

    SOAL 1481: Di atas sebidang tanah dibangun sebuah yayasan dengan syarat Kementerian Pendidikan dan Pengajaran membayar sejumlah uang kepada para pemiliknya. Namun setelah bangunan rampung, pihak kementerian tidak mau untuk membayar uang tersebut. Para pemilik tanah telah memproklamirkan, bahwa ia tidak merelakan adanya bangunan tersebut dan menganggap hal itu adalah perbuatan gasab dan menghukumi salat yang dilakukan di tempat tersebut batal hukumnya. Apa hukumnya?
    JAWAB: Setelah para pemilik tanah tersebut dengan kerelaan hati menyerahkannya dan setuju untuk dibangun sebuah yayasan di atasnya, dengan syarat pihak Kementerian Pendidikan dan Pembelajaran membayar uang Kepada mereka, maka mereka tidak lagi memiliki hak atas tanah tersebut. Karenanya, mereka tidak bisa menganggap hal itu sebagai gasab. Hanya saja mereka berhak untuk menuntut uang (harga tanah) tersebut dari Kementerian Pendidikan dan Pembelajaran. Dengan demikian, melaksanakan salat di atasnya sah hukumnya dan tidak perlu kepada kerelaan pemilik sebelumnya.


  • Jual-beli Salaf

    SOAL 1482: Kami membeli sebuah apartemen untuk tempat tinggal dari sebuah PT dengan jual-beli Salaf. Sejumlah uang yang harus kami bayarkan telah kami bayarkan dengan cara cicil dan resi (tanda bukti pembayaran)nya ada di tangan kami. Sampai sekarang kami masih memiliki tanggungan untuk melunasinya. Setelah itu, PT tersebut menjual apartemen tersebut kepada Bank Perumahan dan telah menetapkan untuk menyerahkan kepada kami apartemen lain yang sesuai dengan harga saat itu dan empat kali lipat dari harga apartemen yang lalu. Apa hukum masalah tersebut?
     JAWAB: Transaksi atas apartemen tersebut yang pembayarannya dilakukan dengan cara kredit sejak semula hukumnya batal. Sebab, salah satu syarat jual-beli Salaf adalah adanya keharusan untuk membayar uang seharga barang yang dibeli di tempat (saat) pelaksanaan akad jual-beli secara tunai. Oleh karena itu, jika jual-beli pada kasus di atas adalan jual-beli Salaf dan uang pembayaran barang yang dibeli (apartemen) dibayarkan dengan tunai oleh pembeli kepada penjual di saat pelaksanaan akad jual-beli, maka dia berkewajiban unmtuk menyerahkan barang yang telah dibeli dengan semua spesifikasinya kepada pembeli dan tidak berhak untuk meminta uang tambahan serta tidak berhak untuk menggantikannya dengan barang lain. Kalau dia melakukan hal itu, maka pembeli tidak memiliki kewajiban untuk menerimanya, meskipun harganya sama, apalagi lebih mahal sehingga pembeli harus membayar uang tambahan kepadanya.

    SOAL 1483: Kami membeli sebuah apartemen yang bangunannya belum sempurna dengan cara kredit. Sebelum pembangunan rampung dengan sempurna dan sebelum adanya penyerahan dari penjual kepada kami, saya telah menjualnya kepada orang lain. Sahkah jual-beli yang kami lakukan?
    JAWAB: Jika apartemen yang telah dibeli adalah sebuah apartemen yang jelas dan nyata, yang mana Anda telah membelinya dengan cara menyicil (mengangsur) dan dengan syarat penjual harus menyempurnakan bangunannya, maka jual-beli semacam ini sebelum sempurnanya bangunan dan sebelum diserahkan kepada pembeli tidak bermasalah.

    SOAL 1484: Kami membeli sejumlah buku dari pameran dengan jual-beli Salaf, di mana setengah dari uang yang dibayarkan telah kami bayarkan dan setengahnya lagi harus kami bayar pada saat menerima buku yang kami beli. Waktu penyerahan juga tidak jelas. Bolehkah jual-beli seperti ini?
    JAWAB: Jika uang yang telah diserahkan itu sebagai DP dan jual-beli baru dilakukan di saat penerimaan buku-buku dan sekaligus sisanya saat buku itu dibayar, maka tidak bermasalah. Namun, jika transaksi jual-beli dilakukan pada saat penyerahan setengah uang dan sisa pembayaran ditunda pada waktu yang lain dengan tanpa kejelasan waktu, maka secara hukum syar’i jual-beli yang demikian batal. Begitu juga jika jual-beli itu adalah jual-beli Salaf, namun pembayaran tidak dilakukan secara tunai di saat akad jual-beli dilakukan. Bisa juga dilakukan jual-beli Salaf dengan harga sejumlah uang yang telah dibayarkan pada saat akad jual-beli dilakukan, namun penjual berhak untuk membatalkan jual-beli sejumlah itu.

    SOAL 1485: Seseorang membeli sebuah barang dari orang lain dengan syarat setelah beberapa waktu akan diambil barang tersebut dari penjual. Namun pada saat yang telah ditentukan, harga barang tersebut jatuh. Apakah pembeli berhak mendapatkan barang tersebut ataukah ia berhak untuk mengambil uang yang telah ia berikan?
    JAWAB: Jika transaksi dilakukan dengan cara yang benar secara syar’i, maka pembeli berhak untuk mendapatkan barang yang telah dibelinya, kecuali jika barang tersebut tidak berharga lagi, sehingga di dalam pandangan umum (uruf) dianggap sebagai barang yang tak berharga (tidak ada nilainya), maka secara otomatis jual-beli itu batal dan konsekuensinya pembeli berhak mengambil kembali uang yang telah ia serahkan.


  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang

    SOAL 1486: Jika sebatang emas dijual dengan tunai dengan harga tertentu. Bolehkah dijual dengan harga yang lebih mahal dari harga (pasar) hari ini dengan pembayaran yang ditunda sampai satu bulan? Halalkah kelebihan harga yang ia terima?
    JAWAB: Penentuan harga pada setiap jual-beli, baik transaksi tunai atau pun kredit bergantung pada kesepakatan kedua belah pihak penjual dan pembeli. Oleh karenanya transaksi seperti yang disebutkan di atas dan kelebihan yang didapat tidak bermasalah. Lain halnya dengan jual-beli emas dengan emas dengan pembayaran yang ditunda dan disertai dengan kelebihan harga, maka tidak boleh.SOAL 1487: Apa hukum membuat emas? Dan apa saja yang disyaratkan dalam transaksi emas?

    JAWAB: Membuat dan menjual emas tidak bermasalah. Namun dalam transaksi emas dengan emas, disyaratkan dengan cara tunai dan antara harga yang dibayarkan dengan barang yang ditukarkan harus sama nilainya serta serah-terima harus dilakukan di tempat (saat) pelaksanaan transaksi.

    SOAL 1488: Apa hukum jual-beli uang kertas dengan harga yang lebih mahal dari yang tertera padanya untuk pembayaran yang ditunda?

    JAWAB: Jika transaksi tersebut dilakukan sebagai jual-beli secara serius dan memiliki tujuan logis, seperti kuno atau barunya uang kertas memiliki harga yang berbeda atau uang kertas tersebut memiliki ciri khusus sehingga harganya berbeda, maka tidak bermasalah. Namun, jika transaksi jual-beli dilakukan sekadar formalitas dalam rangka menghindari riba dan sebenarnya keinginannya adalah mendapatkan keuntungan dari uang, maka huukumnya haram dan batal.

    SOAL 1489: Ada beberapa orang yang menjual uang-uang koin yang akan dipergunakan untuk telepon umum dengan harga yang lebih mahal, misalnya 35 tuman uang koin dijual dengan 50 tuman uang kertas. Apa hukum jual-beli uang semnacam ini?

    JAWAB: Jual-beli uang koin dengan uang kertas dengan harga yang lebih mahal untuk kegunaan telepon dan sejenisnya tidak bermasalah.

    SOAL 1490: Jika seseorang menjual uang kuno dengan uang baru yang sedang beredar luas dengan harga yang sama dan tidak tahu, bahwa harga uang kuno tersebut separuh harga uang baru. Pembeli pun menjualnya kepada orang lain dengan harga uang baru. Apakah orang yang menipu wajib untuk menyadarkan orang yang ditipu atas hal itu? Sahkah jual-beli tipuan semacam itu? Dan apakah uang yang dihasilkan dari cara demikian adalah uang yang tidak jelas pemiliknya atau termasuk harta yag bercampur antara yang halal dan haram?

    JAWAB: Membeli uang lama dengan uang baru dengan harga yang disepakati oleh kedua belah pihak tidak bermasalah, sekalipun harga yang semestinya sangat lebih murah dari uang yang sedang beredar. Oleh karena itu, transaksi demikian dihukumi sah, walaupun dianggap sebagai sebuah bentuk penipuan dan yang menipu tidak wajib untuk menyadarkan orang yang ditipu atas hal itu. Uang yang dihasilkan dari cara itu dihukumi sama dengan uang yang dihasilkan dengan cara lain. Selama uang yang tertipu itu belum membatalkan jual-beli tersebut, maka penjual pun boleh untuk mempergunakan uang tersebut.

    SOAL 1491: Apa hukum jual-beli sebagian uang kertas tidak sebagai harta atau yang bernilai harta, namun dari sisi khusus yang lain, seperti uang kertas 1000 tuman yang bergambar Almarhum Imam Khamaini ra dengan harga lebih mahal?

    JAWAB: Jika transaksi tersebut dilakukan sebagai jual-beli secara serius dan memiliki tujuan logis, maka tidak bermasalah. Namun, jika transaksi jual-beli dilakukan sekadar formalitas dalam rangka menghindari hutang-piutang riba, maka huukumnya haram dan batal.

    SOAL 1492: Apa hukum pekerjaan “money changer” dan jual-beli uang langka?

    JAWAB: Pada dasarnya tidak bermasalah.

    SOAL 1493: Apa hukum membeli obligasi (lembar saham) negara? Bolehkah secara syar’i jual-beli lembar-lembar tersebut?

    JAWAB: Jika maksud dari piutang negara dari rakyat adalah dengan cara mencetak dan menjual kartu-kartu tersebut, maka keikutsertaan masyarakat dengan memberi pinjaman kepada negara dengan membeli kartu tersebut, maka tidak bermsalah. Dan di saat pembeli menjual kartu tersebut kepada orang lain, sehingga bisa mendapatkan kembali uang yang ia bayarkan (pinjamkan) jika ia jual dengan harga yang sama atau lebih murah, maka tidak bermasalah.



  • Berbagai Masalah Perniagaan

    SOAL 1494: Sebagian perusahaan memproduksi sebuah produk baru dengan memodivikasi alat-alat yang berbeda-beda dari beberapa perusahaan lain dan mengeluarkannya ke pasar sebagai produk salah satu negara terkenal. Apakah hal itu tidak dianggap sebagai sebuah penipuan dan pengelabuan? Jika memang dianggap demikian dan pembeli tidak mengetahuinya, sahkah transaksi yang dilakukan atas barang-barang tersebut?
    JAWAB: Jika barang tersebut dengan jelas dapat dibedakan oleh pembeli, bahwa ia memang benar-benar produksi dalam negeri atau luar negeri, maka tidak dianggap sebagai penipuan dan pengelabuan. Namun, tetap saja memberitahu sesuatu yang tidak sesuai dengan realitasnya adalah sebuah kebohongan yang haram hukumnya. Jika jual-beli dilakukan atas barang-barang tersebut, maka sah hukumnya, tetapi pembeli ketika setelah itu mengetahui yang sebenarnya, maka ia memiliki hak untuk membatalkan jual-beli tersebut.

    SOAL 1495: Bolehkah para pemilik perusahaan atau toko menuliskan huruf asing (bahasa Inggris-peny.) pada papan namanya? Dan bolehkah menuliskan huruf-huruf dan gambar-gambar asing pada baju-baju anak-anak dalam rangka menarik perhatian pembeli dan konsumen?
    JAWAB: Jika hal itu dilakukan tidak dengan tujuan pengelabuan pembeli dan tidak dianggap sebagai penyebarluasan budaya Barat (westernisasi), maka tidak bermasalah.

    SOAL 1496: Apa hukum melakukan penipuan dan kebohongan di dalam jual-beli dengan non-Muslim dalam rangka mendapatkan keuntungan materi dan keilmuan yang lebih banyak dan mereka tidak sadar akan hal itu?
    JAWAB: Kebohongan dan penipuan di dalam jual-beli tidak boleh, sekalipun dengan non-Muslim.

    SOAL 1497: Seberapakah diperbolehkan untuk mengambil keuntungan di dalam menjual?
    JAWAB: Mengambil untung tidak memiliki batasan tertentu. Oleh karena itu, selama tidak sampai pada taraf keterlaluan (tidak wajar) dan tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku, maka tidak bermasalah. Namun, lebih baik dan dianjurkan (mustahab) penjual hanya mengambil keuntungan yang dapat menutupi kebutuhan hidupnya saja.

    SOAL 1498: Seseorang menjual air yang ia miliki kepada beberapa orang dengan harga berbeda-beda, misalnya kepada si fulan ia menjualnya dengan harga 10.000 dan kepada si fulan dengan 15.000 padahal semua diambil dari satu sumber dan dengan ukuran yang sama. Apakah kami berhak untuk protes atas diskriminasi harga tersebut?
    JAWAB: Jika penjual memang pemilik air tersebut atau secara syar’i memang memiliki kewenangan untuk menjualnya, maka tidak ada seorang pun yang berhak untuk melakukan protes atas hal itu.

    SOAL 1499: Bolehkah barang yang kami beli dari koperasi milik negara dengan harga yang lebih murah dari tempat lain, kami jual lagi di pasar bebas dengan harga yang lebih mahal, bahkan sampai tiga kali lipat?
    JAWAB: Jika hal itu tidak terlarang oleh aturan negara yang berlaku dan tidak sampai merugikan konsumen dengan kerugian yang serius, maka tidak bermasalah.

    SOAL 1500: Kami adalah produsen alat-alat elektronik. Bolehkah kami menjual dengan harga yang kami inginkan sesuai dengan tuntutan pasar dan permintaan?
    JAWAB: Menjual barang-barang yang harganya tidak ditentukan oleh negara dengan harga yang disepakati antara penjual dan pembeli selama tidak merugikan pembeli (dengan kerugian yang melampaui batas), maka tidak bermasalah.

    SOAL 1501: Bagaimana pandangan Islam tentang kapitalisme dan batasan-batasannya? Apakah memungkinkan seseorang menjadi kaya-raya jika telah membayarkan hak-hak kaum fakir miskin? Apakah Islam hanya memerangi kapitalisme dari orang-orang yang tidak membayar khumus dan zakat saja ataukah termasuk juga orang-orang yang telah membayar khumus dan zakat? Jelasnya, bolehkah orang yang telah menunaikan kewajiban-kewajiban syar’inya menjadi orang yang kaya-raya?
    JAWAB: Kewajiban syariat yang berhubungan dengan harta tidak hanya terbatas pada zakat dan khumus dan Islam tidak memerangi berkembangnya kekayaan seseorang, selama semua kewajibannya telah dilakukan dan hartanya didapatkan dari cara yang halal serta dipergunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi Islam dan kaum Muslim. Oleh karena itu, tidak bermasalah seseorang menjadi kaya-raya dengan tetap menjaga batasan-batasan tersebut.

    SOAL 1502: Di antara merupakan hal yang biasa terjadi, seseorang menyuruh orang lain untuk membeli sebuah mobil. Yang disuruh kemudian membeli mobil seharga 1.000.000 namun ia mengatakan kepada yang menyuruh, bahwa ia telah membeli mobil tersebut dengan harga 1.100.000. Kelebihan harga itu ia anggap sebagai imbalan atas jerih payah dia mencari dan membelikan mobil untuknya. Sahkah transaksi semacam ini?
    JAWAB: Jika orang tersebut membeli mobil sebagai wakil dari yang menyuruhnya, maka transaksi mobil itu sebenarnya adalah antara penjual dengan orang yang telah menyuruh orang tersebut untuk membeli mobil. Pada kasus demikian ia tidak berhak untuk menuntut dari yang menyuruhnya lebih dari harga semestinya. Dia hanya berhak untuk menuntut upah atas jerih payahnya. Lain halnya jika ia membeli mobil tersebut untuk dirinya sendiri, kemudian dia menjualnya lagi kepada orang lain yang sebelumnya pernah menyuruhnya untuk membeli mobil, maka dia bisa untuk menjualnya dengan harga yang lebih mahal (sebagai keuntungannya) sesuai dengan kesepakatan antara dia dengan pembeli. Berbohong dalam harga beli tidak boleh dan haram hukumnya, walaupun tidak membatalkan jual-beli.

    SOAL 1503: Sebagian teman bekerja sebagai tukang servis mobil. Banyak para penjual mobil yang datang untuk memodivikasi (memperindah) bagian luar mobilnya saja agar menghemat biaya dan dengan asumsi bahwa hal itu sudah cukup untuk menarik pembeli. Bolehkah para pekerja servis melakukan hal itu?
    JAWAB: Jika apa yang mereka lakukan menyebabkan penipuan dan pengelabuan para pembeli dan tukang servis mengetahui, bahwa pemilik mobil memang melakukan hal itu untuk menutup-nutupi (cacat) yang ada, maka tidak boleh.


  • RIBA

    SOAL 1533: Ada seorang sopir yang bermaksud untuk membeli sebuah truk. Untuk hal itu, ia mempergunakan uang milik seseorang dan menjadikan dirinya sebagai wakilnya dalam hal membeli truk yang diinginkannya. Setelah itu, pemilik uang menjual mobil truk tersebut kepada sopir itu dengan cara menyicil (mengangsur). Apa hukum trasnsaksi yang dilakukan?
    JAWAB: Jika sopir itu memang melakukan transaksi ini sebagai wakil dari pemilik uang, setelah itu pemilik menjualnya kepadanya dengan cara menyicil (mengangsur) dan tidak dalam rangka hanya lari dari riba saja, namun melakukan transaksi itu dengan serius untuk niat jual-beli, maka tidak bermasalah.

    SOAL 1534: Apa maksud dari riba pinjaman? Apakah bunga sekian persen yang diberikan bank kepada para nasabah deposito dianggap riba?
    JAWAB: Riba pinjaman adalah kelebihan yang dituntut oleh pemberi piutang dari yang berhutang karena ia telah memberinya piutang. Adapun hasil keuntungan yang diberikan oleh bank kepada nasabah yang telah menanamkan modal dan menjadikan pihak bank sebagai wakilnya dalam hal menjalankan uang tersebut untuk salah satu transaksi yang benar di dalam syariat, bukanlah riba dan tidak bermasalah.

    SOAL 1535: Apa tolok-ukur transaksi riba? Benarkan ucapan, bahwa riba hanya terjadi pada transaksi hutung-piutang saja dan tidak ada pada transaksi lainnya?
    JAWAB: Riba dalam transaksi lain selain hutang-piutang juga bisa terjadi, yaitu pada saat menjual barang yang dijual dengan cara ditimbang dan ditakar dengan barang yang sejenis dengan kadar yang lebih banyak.4

    SOAL 1536: Sebagaimana memakan bangkai bagi mereka yang tidak mendapatkan makanan lain selainnya, diperbolehkan dalam rangka kelangsungan hidupnya. Bolehkah seseorang memakan hasil riba, karena terpaksa, sebab ia hanya memiliki modal sedikit dan tidak bisa bekerja. Ia hanya bisa menyerahkan uang tersebut dalam transaksi riba dan dia menghidupi dirinya dari hasil yang didapatkan?
    JAWAB: Mengonsumsi bangkai diperbolehkan pada saat tidak ada makanan lain yang dapat menjaga kelangsungan hidup seseorang, namun seseorang yang tidak mampu bekerja dapat untuk menitipkan (memutarkan) uangnya sebagai modal pada salah satu akad Islami (yang diperbolehkan) seperti bagi hasil (mudharabah).

    SOAL 1537: Kadang-kadang prangko dijual dengan harga yang lebih mahal dari yang tertera padanya, misalnya yang berharga 20 riyal dijual dengan harga 25 riyal. Sahkah jual-beli semacam ini?
    JAWAB: Tidak bermasalah dan tidak dianggap sebagai transaksi riba, sebab transaksi riba adalah tukar-menukar dua barang sejenis yang ditakar atau ditimbang dengan adanya kelebihan pada salah satunya. Transaksi seperti inilah yang hukumnya batal (tidak sah).

    SOAL 1538: Apakah hukum haramnya riba sama bagi semua orang, ataukah ada yang diperkecualikan?
    JAWAB: Riba secara umum haram hukumnya, kecuali riba piutang yang dilakukan antara seorang ayah dan anaknya serta suami-istri. Begitu juga riba yang diambil oleh seorang Muslim dari non-Muslim.

    SOAL 1539: Jika sebuah transaksi jaul-beli dilakukan dengan jumlah tertentu dan kedua belah pihak sepakat, bahwa jika pembeli membayar dengan cek berjangka (mundur), maka ia harus membayar lebih dari harga yang telah disepakati. Bolehkah transaksi yang dilakukan?
    JAWAB: Jika transaksi dilakukan dengan harga yang jelas namun ada kewajiban untuk membayar lebih (tambahan) karena lambat dalam membayar uang yang harus dibayar (harga asli), maka ini adalah riba itu sendiri yang secara syar’i haram hukumnya. Sekadar kesepakatan kedua belah pihak akan kadar tambahan yang harus dibayar tidak dapat menghalalkannya.

    SOAL 1540: Jika seseorang membutuhkan sejumlah uang, namun ia tidak menemukan orang yang dapat memberikan pinjaman kebaikan (tanpa bunga) kepadanya. Dalam rangka mendapatkan uang tersebut, ia membeli sebuah barang dengan harga yang sebenarnya dengan pembayaran yang ditunda dan pada saat itu juga ia menjualnya kembali kepada pemilik asli barang tersebut dengan harga lebih murah. Misalnya satu kilo minyak za’faran dia beli dengan harga aslinya untuk ia bayar dengan menyicil (mengangsur) selama satu tahun, kemudian pada saat itu juga ia jual kembali kepada pemilik aslinya dengan harga 2/3 dari harga aslinya. Bolehkah ia melakukan seperti itu?
    JAWAB: Transaksi seperti ini yang merupakan hilah (trik tipuan) untuk melarikan diri dari riba piutang adalah haram hukumnya dan batal.

    SOAL 1541: Dalam rangka lari dari transaksi riba, kami melakukan transaksi seperti berikut: Sebuah rumah kami beli dengan harga 500.000 tuman, padahal harga semestinya lebih dari itu, dengan syarat yang disebutkan di dalam akad jual-beli, bahwa penjual memiliki hak untuk membatalkan jual-beli hingga berlalu lima bulan dari saat jual-beli dan pada saat itu ia harus menyerahkan kembali uang 500.000 tersebut. Setelah akad jual-beli selesai, rumah tersebut kami sewakan kepada pemilik aslinya dengan uang sewa setiap bulannya 15.000 tuman. Setelah berlalu empat bulan, kami baru mengetahui, bahwa menurut fatwa mendiang Imam Khameini ra yang demikian itu tidak boleh. Apa hukum transaksi yang telah kami lakukan menurut pandangan YM?
    JAWAB: Jika transaksi tersebut dilakukan tidak dengan serius, yang terjadi hanya formalitas saja, pada hakikatnya dilakukan dalam rangka penjual dapat memperoleh pinjaman uang dari pembeli dan pembeli akan mengambil keuntungan, maka transaksi yang demikian dianggap sebagai riba piutang dan haram hukumnya serta batal. Oleh karena itu, pembeli hanya berkewajiban untuk mengembalikan uang yang telah ia serahkan sebagai harga rumah tersebut.

    SOAL 1542: Apa hukum menggabungkan sesuatu pada harta (uang) dengan tujuan melarikan diri dari riba?
    JAWAB: Yang demikian tidak dapat membenarkan riba piutang dan tidak dapat menghalahkannya.

    SOAL 1543: Apakah bermasalah uang pensiunan yang diterima oleh para pensiunan, di mana uang tersebut merupakan sebagian dari gaji yang disimpan dalam kas pensiunan saat mereka masih aktif bekerja dan diberikan kepada mereka di saat sudah pensiun dengan adanya tambahan dari uang negara?
    JAWAB: Mengambil uang pensiunan tidak bermasalah. Uang yang ditambahkan kepada simpanan mereka oleh negara bukanlah laba dari uang gaji mereka. Oleh karena itu, tidak dianggap riba.

    SOAL 1544: Sebagian bank untuk merenovasi rumah orang yang memiliki bukti kepemilikan resmi memberikan pinjaman hutang dengan nama “ju’alah” kepada pemilik rumah tersebut dengan syarat nasabah yang mendapatkan pinjaman hutang tersebut harus mengembalikan hutangnya ditambah dengan beberapa persen tambahan dalam jangka waktu tertentu dengan cara menyicil (mengangsur). Bolehkah berhutang dengan cara begini? Bagaimana dapat dibayangkan transaksi “ju’alah” pada transaksi seperti di atas?
    JAWAB: Jika uang yang diberikan bank adalah pinjaman yang diserahkan kepada pemilik rumah untuk merenovasi rumahnya, maka tidak ada artinya disebut dengan ju’alah karena adanya syarat untuk membayar tambahan dari yang diterima tidak boleh. Meskipun pinjaman itu pada dasarnya benar dan sah. Pemilik rumah boleh saja menjadikan proyek renovasi rumahnya sebagai ju’al (pengganti) yang besarnya bukan sejumlah uang yang bank gunakan untuk merenovasi rumah tersebut, tetapi sejumlah yang ditentukan oleh bank untuk pemilik rumah membayarnya dengan cara kredit.

    SOAL 1545: Bolehkah membeli barang secara kredit dengan harga yang lebih mahal dari harga tunai? Apakah transaksi semacam ini dianggap sebagai riba?
    JAWAB: Jual-beli barang dengan cara kredit dengan harga yang lebih mahal dari harga tunai tidak bermasalah dan bukanlah riba.

    SOAL 1546: Seseorang menjual sebuah rumahnya dengan penjualan yang mana ia masih berhak untuk membatalkannya (khiyari) namun setelah waktu yang telah ditentukan ia tidak dapat mengembalikan harga rumah tersebut kepada pembeli, sebab ada orang ketiga yang membayar sejumlah harga rumah tersebut kepada pembeli, sehingga penjual (pemilik asli) dapat memperoleh rumahnya lagi dengan membatalkan jual-beli tersebut, dengan syarat ia harus menambahkan sejumlah uang tambahan sebagai komisi. Apa hukumnya?
    JAWAB: Jika orang (ketiga) tersebut bertindak sebagai wakil penjual untuk mengembalikan uang tersebut kepada pembeli dan mengambil kembali rumahnya, di mana ia meminjamkan uang tersebut kepadanya terlebih dahulu, baru kemudian menyerahkan kepada pembeli sebagai wakil dari penjual untuk membatalkan jaul-beli tersebut, maka pekerjaan yang dilakukan dan komisi yang ia ambil sebagai upah dan jerih payah menjadi wakilnya, tidak bermasalah. Namun, jika ia hanya meminjamkan uang tersebut kepada penjual dan kemudian menagihnya dengan tambahan bayaran darinya, maka ia hanya berhak menuntut penjual untuk membayar sejumlah hutang yang ia ambil darinya.


  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)

    SOAL 1547: Apakah kepemilikan kongsi di dalam wakaf dapat berlaku di antara dua orang, di mana salah satu dari keduanya yang memiliki hak untuk menjual, dapat menjual bagian dirinya kepada orang ketiga? Begitu juga jika dua orang menyewakan miliknya atau harta yang diwakafkan, kemudian salah satu dari keduanya memindahkan kepemilikannya kepada orang ketiga dengan cara shulh (kompensasi) atau sewa. Apakah kepemilikan kongsi juga berhubungan dengan sewa-menyewa?
    JAWAB: Kepemilikan bersama (kongsi) dapat terjadi pada suatu benda tertentu yang dimiliki oleh dua orang dan salah satu dari keduanya menjual bagiannya pada orang ketiga. Oleh karena itu, pada barang wakaf milik dua orang, andaikata memang boleh baginya untuk menjualnya, dan salah satu dari keduanya telah menjual bagiannya kepada orang ketiga (lain), maka tidak ada kepemilikan bersama (kongsi). Begitu juga benda yang merupakan objek sewa-menyewa, jika salah satu di antara keduanya telah menyerahkan bagiannya kepada orang lain, maka tidak ada lagi kepemilikan bersama di antara keduanya.

    SOAL 1548: Di dalam teks buku-buku fikih dan hukum-hukum perdata pada bab syuf’ah, dapat dipahami, bahwa jika salah seorang dari dua pemilik menjual bagian dirinya kepada orang ketiga, maka ia memiliki kepemilikan bersama (syuf’ah). Oleh karena itu, jika salah seorang dari keduanya mengajak dan merayu orang lain untuk membeli bagiannya atau dengan jelas mengatakan, bahwa jika bagian dirinya dibeli, maka dia tidak akan memiliki kepemilikan bersama (lagi), apakah yang ia lakukan itu akan menggugurkan hak dan kepemilikan bersamanya?
    JAWAB: Sekadar salah seorang dari keduanya mengajak dan merangsang orang ketiga untuk membeli bagiannya tidak bertentangan dengan hak kepemilikan bersamanya. Bahkan jika ia menjanjikan, bahwa jika transaksi terjadi antara dia dan mitranya, maka ia tidak akan mendapatkan hak kepemilikan bersama ini pun tidak menggugurkan hak kepemilikan bersamanya setelah terjadi transaksi. Kecuali jika sebelumnya di dalam akad lazim disebutkan, bahwa jika terjadi transaksi antara pembeli dengan mitranya, maka ia tidak akan mendapatkan hak kepemilikan bersama.

    SOAL 1549: Benarkah, menggugurkan hak kepemilikan bersama sebelum mitranya menjual bagiannya, dianggap sebagai pengguguran sesuatu yang belum terjadi (pengguguran yang belum wajib)?
    JAWAB: Selama belum terjadi hak kepemilikan bersama atau salah seorang dari kedua mitra menjual bagiannya kepada orang ketiga belum aktual, maka pengguguran tersebut tidak benar. Namun tidaklah bermasalah, jika salah seorang dari keduanya di saat akad menyetujui, bahwa jika mitranya menjual bagiannya, maka ia tidak akan memiliki hak kepemilikan bersama.

    SOAL 1550: Seseorang menyewa satu lantai rumah dari rumah berlantai 2 milik dua orang bersaudara yang memiliki tanggungan hutang kepadanya. Dua orang bersaudara tersebut sejak dua tahun tidak mau membayar hutangnya padahal sudah berkali-kali ditagih dengan keras (serius) sehingga bisa dikatakan, bahwa yang memberi hutang berhak untuk mengambil barang milik keduanya (taqash). Harga rumah lebih mahal daripada hutang yang dimilikinya. Sekarang, jika rumah tersebut diambil sebagai sitaan (taqash) sedangkan keduanya sama-sama memiliki hak terhadap rumah tersebut, apakah ia dianggap memiliki bersama sisa uang dari rumah tersebut setelah dikurangi hutang?
    JAWAB: Pada kasus yang ditanyakan tidak terjadi hak kepemilikan bersama (syuf’ah) sebab hak kepemilikan itu akan terjadi untuk barang yang dimiliki berdua dan salah seorang di antara keduanya menjual bagiannya kepada orang lain dan kepemilikan bersama terjadi sebelum dilakukannya jual-beli, bukannya seseorang sebagai akibat dari pembelian bagian salah satu dari dua orang kemudian menjadi mitra atau akibat sitaan, kemudian menjadi mitra bersama. Selain itu hak kepemilikan bersama itu akan terjadi dengan penjualan bagian salah seorang dari keduanya, jika antara dua orang bukan lebih dari dua orang.

    SOAL 1551: Ada sebuah barang yang dimiliki oleh dua orang. Masing-masing dari keduanya memiliki setengah barang tersebut. Surat kepemilikan resmi juga ditulis atas nama masing-masing dua orang. Pada surat biasa dilakukan pembagian antara keduanya dengan batasan-batasan yang jelas. Apakah setelah itu jika salah seorang dari keduanya menjual bagiannya yang telah jelas dan terpisah itu kepada orang lain, ia tetap memiliki hak kepemilikan bersama, karena surat resmi kepemilikan tertulis atas nama mereka berdua?
    JAWAB: Jika bagian yang telah terjual telah terpisah dari barang milik mitranya dengan batasan-batasan yang jelas, maka hanya dengan adanya surat kepemilikan resmi yang masih menyebutkan atas nama keduanya tidaklah menyebabkan adanya hak kepemilikan bersama di antara keduanya.


  • SEWA-MENYEWA

    SOAL 1552: Pada saat seseorang mempekerjakan orang lain untuk sebuah pekerjaan yang tidak banyak menggunakan fisik dan pikiran serta tidak banyak memerlukan biaya materi, jika dari badang-badan yang berwenang tidak ada ketentuan harga dan rata-rata waktu yang dipergunakan untuk itu tidak memiliki tolok-ukur umum, maka tolok-ukur apakah yang akan dipergunakan untuk menggaji mereka sehingga tidak menyebabkan kerugian kepada pembeli?
    JAWAB: Upah hal-hal semacam ini diserahkan kepada pandangan umum (uruf) dan kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Berapa pun upah yang direlai oleh keduanya, maka tidak bermasalah.

    SOAL 1553: Kami menyewa sebuah rumah. Setelah berjalan lama baru kami tahu, bahwa sebagian uang yang digunakan untuk membeli rumah tersebut adalah uang riba. Apa tugas kami?
    JAWAB: Selama Anda tidak tahu, bahwa dengan uang riba itulah ia membeli rumah tersebut, maka tinggal di tempat tersebut tidaklah bermasalah.

    SOAL 1554: Sebuah badan milik pemerintah tempat saya bekerja, mengutus saya untuk melakukan tugas selama dua bulan ke luar negri dan memberikan kepada saya sejumlah uang dolar sebagai ongkos (upah) perjalanan saya. Di mana uang tersebut ditukar dari bank pusat dengan harga yang sangat murah dari harga pasar gelap. Namun karena satu dan lain hal, tugas pengutusan saya ke luar negri tidak berlangsung lebih dari satu bulan. Setelah kembali (ke tanah air) kami menukar setengah dari dolar yang kami terima di pasar bebas dengan harga jauh lebih tinggi dari saat beli. Sekarang saya ingin menyerahkannya kepada kas negara, sehingga saya bebas dari tanggungan tersebut. Apakah saya wajib mengembalikan sejumlah uang seperti yang saya terima di saat membeli dolar, ataukah sejumlah yang saya dapatkan dengan menukar kembali dolar ke tuman?
    JAWAB: Jika uang tersebut adalah uang saku harian yang diberikan kepada Anda selama Anda melakukan tugas, maka Anda berkewajiban untuk mengembalikan uang yang tidak terpakai sebanyak hari-hari yang Anda tidak bertugas. Anda harus mengembalikan uang itu sendiri kepada negara atau seharga uang itu sesuai dengan harga saat ini.

    SOAL 1555: Seseorang menjadi mendiator antara pemilik pekerjaan dengan pekerja (buruh) dengan cara pemilik pekerjaan memberikan sejumlah uang kepadanya sebagai upah para pekerja dan dia menyerahkan uang tersebut setelah dikurangi kepada para pekerja. Apa hukum pekerjaan ini?
    JAWAB: Mediator jika bertindak sebagai wakil dari pemilik pekerjaan, maka ia harus mengembalikan sisa uang tersebut kepada pemilik pekerjaan, kecuali jika ia tahu, bahwa pemilik pekerjaan merelakan hal itu.

    SOAL 1556: Seseorang menyewa sebuah tanah wakaf dari penanggung jawab tanah wakaf tersebut untuk jangka 10 tahun. Sewa-menyewa itu pun ditulis dalam sebuah akad resmi. Namun setelah penanggung jawab yang menyewakan itu meninggal, penggantinya mengatakan, bahwa akad sewa-menyewa yang dilakukan sebelumnya itu batal, karena penanggung jawab tersebut adalah orang yang tidak berakal sempurna (safih atau idiot). Apa hukum masalah tersebut?
    JAWAB: Selama tidak dapat dibuktikan, bahwa apa yang dilakukan oleh penanggung jawab itu tidak benar dan batal, maka sewa-menyewa tersebut dihukumi sah.

    SOAL 1557: Seseorang menyewa sebuah toko yang diwakafkan kepada sebuah mesjid jamik untuk masa waktu tertentu. Namun, ia tidak melunasi uang sewanya selama beberapa tahun dan setelah masa sewa habis, ia tidak mau mengosongkan toko tersebut, kecuali jika diberikan kepadanya beberapa juta sebagai imbalan untuk mengosongkannya. Bolehkah sejumlah uang yang dituntut tersebut diambilkan dari harta yang dihasilkan dari barang-barang wakaf mesjid?
    JAWAB: Penyewa setelah masa sewanya habis tidak memiliki hak apa pun pada benda yang disewakan tersebut, bahkan dia berkewajiban untuk mengembalikannya kepada penanggung jawabnya. Namun, jika sesuai aturan dia memang berhak untuk mendapatkan imbalan seperti yang dia tuntut, maka tidak ada larangan untuk dibayarkan dari hasil wakaf mesjid.

    SOAL 1558: Seseorang menyewa sebuah rumah dengan harga tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Sebelum masa sewanya habis, ia membayarkan sejumlah uang kepada pemilik rumah untuk menyambung sewa sampai jangka waktu tertentu setelah masa sewanya habis. Jumlah uang yang dibayarkan saat ini lebih banyak dari yang sebelumnya, dengan syarat pemilik rumah tidak berhak untuk memintanya mengosongkan rumah sampai jangka waktu tertentu. Jika ia melakukan hal itu, maka ia harus menganggap harga sewa periode kedua sama dengan periode pertama dan harus mengembalikan kelebihan yang ada. Namun, pemilik rumah sebelum waktu yang ditentukan meminta penyewa mengosongkan rumah tersebut dan tidak mau untuk mengembalikan kelebihan uang yang telah ia terima. Apa hukum masalah ini? Dan bolehkah pemilik rumah menuntut uang biaya mengecat rumah, padahal tidak ada penyebutan hal itu di dalam akad sewa-menyewa?
    JAWAB: Jika memang di dalam akad sewa-menyewa disebutkan syarat yang berkenaan dengan konsekuensi bila pemilik rumah meminta penyewa untuk mengosongkan rumah sebelum masa sewa habis, maka pemilik harus melakukan sesuai dengan syarat yang telah disepakati tersebut dan dia harus mengembalikan kelebihan uang yang ia telah terima. Adapun biaya mengecat rumah bukanlah tanggungan penyewa.

    SOAL 1559: Ada seseorang yang menyewa dua kamar dari pemiliknya dengan harga sewa tertentu. Pemilik kamar tersebut telah menyerahkan kunci kamar kepadanya. Penyewa pun telah memindahkan perabot miliknya ke dalam kamar tersebut. Dengan maksud akan membawa istrinya untuk hidup bersama di dalam kamar sewaan tersebut lalu ia pergi begitu saja, namun sampai sekarang tidak kunjung datang. Pemilik kamar tidak mendapatkan informasi apa-apa tentang dia. Apakah ia berhak untuk mempergunakan kamar tersebut? Apa tugas dia berkenaan dengan perabot milik penyewa?
    JAWAB: Jika sewa-menyewa tidak dilakukan dengan benar secara syar’i, misalnya jangka waktu sewa tidak ditentukan dengan jelas, maka penyewa tidak memiliki hak apa-apa atas kamar yang disewakan tersebut. Pemilik berhak penuh atasnya, ia dapat melakukan apa saja sesuai dengan keinginannya. Namun barang-barang perabot yang ada, harus dia simpan dan dia jaga sebagai amanat. Di saat pemiliknya datang ia dapat menuntut sejumlah uang sebagai harga sewa standar, karena penyewa telah mempergunakan kamar tersebut untuk menyimpan barang-barangnya selama ia pergi.
    Apabila sewa-menyewa dilakukan dengan benar, maka pemilik kamar harus menunggu hingga masa sewanya habis dan berhak untuk menuntut uang sewa penuh dari penyewa. Setelah itu penyewa tidak memiliki hak apa-apa atas kamar tersebut dan berlaku hukum seperti di atas, yaitu seperti asumsi, bahwa sewa-menyewa sejak awal memang batal.


    SOAL 1560: Kami adalah sekelompok buruh yang bekerja di sebuah perusahaan. Kami tinggal di sebuah bangunan yang disewa oleh pemilik perusahaan dari pemiliknya. Saat ini wakil pemilik mengaku, bahwa antara perusahaan dan pemilik bangunan yang kami tempati terjadi perselisihan harga sewa dan dia tidak merelakan kami melakukan salat di tempat tersebut sebelum adanya keputusan dari pengadilan atas masalah ini. Apakah kami wajib mengulang salat yang kami telah lakukan, ataukah karena kami tidak mengetahui hal itu, maka tidak apa-apa?
    JAWAB: Setelah sewa-menyewa dilakukan dengan benar, maka selama belum berakhir masa sewa semua yang dilakukan oleh pekerja perusahaan di tempat tersebut tidak perlu kepada izin dan persetujuan baru dari pemiliknya. Oleh karena itu, melakukan salat di tempat tersebut adalah benar. Begitu juga kalau diasumsikan sewa-menyewa batal atau masanya sudah habis, maka para pekerja yang melakukan salat di tempat tersebut karena ketidaktahuannya, maka salat-salat mereka dihukumi sah dan tidak wajib mengulangnya.

    SOAL 1561: Ada seorang pegawai bekerja di sebuah kota. Dia memiliki rumah sendiri yang ia sewakan kepada orang lain dan dia sendiri tinggal di perumahan milik departemen tempat ia bekerja. Dengan demikian ia telah melakukan sesuatu yang melanggar aturan, karena dalam aturan yang berlaku disebutkan, bahwa mereka yang telah memiliki rumah sendiri tidak berhak untuk menempati perumahan. Apa tugas penyewa rumahnya jika ia tahu akan hal itu?
    JAWAB: Memanfaatkan perumahan bagi orang yang tidak memenuhi syarat tidak boleh. Namun sekalipun demikian, jika ia menyewakan rumahnya sendiri kepada orang lain atau orang lain menyewa darinya, maka segala yang dilakukan penyewa di dalam rumah tersebut tidak bermasalah.

    SOAL 1562: Pemilik rumah sepakat dengan penyewa, bahwa bila masa sewa habis dan penyewa tidak mau mengosongkan rumahnya, maka penyewa harus membayar sewa perhari lebih dari harga standar (umum) saat itu. Apakah penyewa wajib membayar hal itu karena ia telah menyepakatinya?
    JAWAB: Memenuhi dan mengamalkan setiap syarat yang telah disepakati dalam akad lazim adalah wajib hukumnya.

    SOAL 1563: Seseorang menyewakan sebuah tempat kepada dua orang dengan cara musya’, dengan syarat dua penyewa tidak berhak untuk menyewakannya kepada orang lain tanpa izin pemilik. Namun, salah seorang dari keduanya tanpa izin pemiliknya telah menyerahkan bagian dirinya kepada temannya tersebut. Apakah yang ia lakukan dianggap sebagai pengalihan kepada orang lain?
    JAWAB: Yang ia lakukan dianggap pengalihan kepada orang lain, kecuali ada indikasi kuat yang mengisyaratkan, bahwa syarat itu akan gugur bila dialihkan kepada teman mitranya.

    SOAL 1564: Saya menyewa bagian tertentu dari air dan tanah untuk masa empat tahun, dengan syarat, bahwa pemilik memiliki hak untuk membatalkan sewa-menyewa pada awal tahun sewa kedua. Namun sampai akhir tahun sewa, kedua tidak melakukan pembatalan bahkan ia menerima uang sewa tahun ketiga. Dia pun memberikan resi tanda terima atas hal itu. Apakah pemilik atau orang yang mengaku telah membelinya berhak untuk melakukan sesuatu atau ikut campur atasnya sebelum masa sewa berakhir?
    JAWAB: Jika pemilik tidak mempergunakan haknya untuk membatalkan pada saat ia berhak atas itu, maka ia tidak berhak (lagi) untuk melakukan hal itu. Jika ia telah menjual barang yang ia sewakan kepada orang lain setelah masa untuk melakukan hak pembatalan habis, maka hal itu tidak menyebabkan batalnya sewa-menyewa. Malah pemilik yang baru harus menunggu sampai masa sewa berakhir.

    SOAL 1565: Seseorang menyewa dua toko dengan syarat dipergunakan untuk menjual bahan-bahan makanan. Syarat tersebut disebutkan di dalam akad sewa-menyewa. Namun, penyewa tidak mengamalkan hal itu. Bolehkah apa yang ia lakukan di toko tersebut? Apakah pemilik memiliki hak untuk membatalkan karena terjadi penyimpangan pada syarat yang telah disepakati?
    JAWAB: Penyewa berkewajiban melakukan sesuai dengan syarat yang telah disepakati. Jika tidak, maka pemilik berhak untuk membatalkannya dengan alasan adanya penyimpangan pada syarat yang telah disepakati.

    SOAL 1566: Saya bekerja di sebuah yayasan. Ketua yayasan berjanji untuk memberikan hak-hak lain selain gaji bulanan yang saat ini lumrah dilakukan, seperti tempat tinggal, cuti dan asuransi. Namun setelah berlalu beberapa tahun, dia tidak mengamalkan sesuai janjinya. Bukti tertulis atas janji dan kesepakatan tersebut tidak saya miliki. Oleh karena itu, saya tidak bisa untuk menuntut hak saya tersebut. Apakah secara syar’i saya boleh untuk menuntut hak saya lewat jalur hukum?
    JAWAB: Menuntut hak melalui jalur hukum tidak ada larangan.

    SOAL 1567: Seseorang menyewa sebidang tanah pertanian wakaf yang diairi dengan air hujan dengan harga tertentu. Namun karena hasil panennya sedikit, jika hanya bersandarkan pada air hujan, maka ia mengubah tanah tersebut menjadi tanah basah. Yang untuk hal itu ia mengeluarkan banyak biaya.
    a. Dengan kasus ini, apakah ia berkewajiban untuk membayar harga sewa lahan pertanian basah atau kering yang hanya diairi oleh hujan?
    b. Apa hukum pekerjaan tersebut jika dilakukan dengan bantuan salah satu badan pemerintah?
    c. Apabila orang yang mewakafkan tanah tersebut menjelaskan, bahwa ongkos sewanya digunakan untuk biaya majelis memperingati kesyahidan Imam Husain as selama 10 hari. Haruskan uang tersebut digunakan untuk itu saja?
    d. Jika penanggung jawab wakaf tidak mau untuk menerima uang sewa tanah yang dibayarkan oleh penyewa, bolehkah uang tersebut diserahkan kepada Badan Wakaf?
    JAWAB: a. Menggali sumur, sumber air atau sejenisnya sebagai ganti dari lahan pertanian yang memanfaatkan air hujan, jika dilakukan setelah pelaksanaan akad sewa-menyewa dengan cara yang benar, maka tidak akan menyebabkan bertambah atau berkurangnya uang sewa yang telah ditetapkan.
    b. Tidak ada perbedaan hal itu dilakukan dengan biaya dari penanggung jawab wakaf, pemerintah atau biaya penyewa sendiri. Namun, jika dilakukan sebelum pelaksanaan akad sewa-menyewa, atau setelah berakhirnya masa sewa sebelumnya dan sebelum adanya pembaharuan masa, maka penanggung jawab wakaf berkewajiban untuk memerhatikan segala fasilitas yang ada untuk menentukan harga yang wajar pada saat itu.
    c. Harta milik wakaf harus dibelanjakan sesuai dengan yang diinginkan oleh yang mewakafkan.
    d. Kadar uang sewa tanah wakaf itu berada di tangan penanggung jawabnya, yang mana ia berkewajiban untuk memerhatikan manfaat dan maslahat wakaf di saat menyewakan. Mempergunakan tanah wakaf tanpa izin dan kerelaan penanggung jawab wakaf tidak diperbolehkan dan dianggap sebagai perbuatan gasab. Sekadar menyerahkan uang sewa kepada badan wakaf atau kotak lainnya tidak akan membenarkan kebolehan untuk mempergunakan tanah wakaf tersebut. Namun, jika penanggung jawab wakaf sepanjang masa sewa tidak mau menerima uang sewa, maka pemanfaatan tempat tersebut oleh penyewa tidak bermasalah dan dalam kondisi demikian dengan koordinasi dengan pihak Badan Wakaf uang sewa tersebut bisa digunakan untuk kepentingan wakaf.


    SOAL 1568:
    Jika penyewa atau pemilik berkeinginan untuk melakukan renovasi pada barang yang disewakan. Siapakah yang berkewajiban untuk menanggung biayanya?
    JAWAB: Jika barang yang disewakan kondisinya tetap sama dengan saat dilakukan akad sewa-menyewa, maka pemilik tidak berkewajiban untuk menerima usulan dan permintaan penyewa agar melakukan perbaikan padanya. Namun, jika hal itu dikabulkan, maka semua biaya perbaikan dan biaya melakukan sebagian perubahan merupakan tanggungannya. Sekadar adanya permintaan dari penyewa tidak meniscayakan keharusan dia (penyewa) untuk menanggung biayanya.

    SOAL 1569: Seseorang diminta oleh orang lain untuk membaca beberapa ayat al-Quran pada sebuah majelis duka dengan janji akan memberikan padanya sejumlah uang sebagai honornya. Namun, ia lupa pada saat membaca al-Quran untuk meniatkannya bagi orang yang telah menjanjikan hal itu padanya. Oleh karena itu, setelah selesai membaca ia mengatakan kepada yang menyuruhnya untuk membaca al-Quran agar berniat. Benarkah perbuatan tersebut? Apakah ia berhak mendapatkan uang sewa atau tidak?
    JAWAB: JIka pada saat membaca niat dia bukanlah tertuju pada yang menyuruhnya untuk mengaji, maka niat yang dilakukan setelah membaca ayat itu tidak boleh dan dengan demikian ia tidak berhak untu menerima upahnya.

    SOAL 1570: Kami pergi bersama seorang makelar untuk melihat sebuah rumah. Setelah itu kami membatalkan keinginan untuk membelinya. Pada hari yang lain kami pergi lagi bersama seorang makelar lain. Dengan tanpa pengetahuan dari makelar pembeli dan penjual, kami melakukan transaksi. Apakah makelar penjual atau pembeli berhak untuk menuntut atau tidak?
    JAWAB: Makelar memiliki hak untuk menuntut upah sebagai imbalan atas petunjuk dan mengantarkannya untuk menunjukkan sebuah rumah yang akan dijual. Namun, jika ia tidak menjadi perantara di saat akad dan tidak memiliki peran dalam hal ini, maka ia tidak berhak untuk menuntut upah atas terjadinya trnsaksi antara penjual dan pembeli. Kecuali di dalam aturan memang disebutkan hal itu, maka hendaknya diperhatikan.

    SOAL 1571: Seseorang untuk menjual rumahnya mendatangi sebuah Biro Jasa Sewa-Menyewa Rumah dan dengan bantuannya ia berhasil menemukan pembeli dan telah disepakati harga jual rumahnya. Namun, pembeli dengan tujuan melarikan diri dari membayar komisi kepada makelar, ia melakukan transaksi tanpa perantara. Apakah kewajiban membayar komisi makelar merupakan kewajiban pembeli atau penjual?
    JAWAB: Sekadar mendatangi makelar tidak meniscayakan hak dia untuk memperoleh komisi. Namun, jika ia melakukan sebuah pekerjaan untuk kedua belah pihak, maka ia berhak untuk mendapatkan komisi standar dari pihak yang mana orang tersebut telah bekerja untuknya.

    SOAL 1572: Seseorang menyewa sebuah toko untuk waktu tertentu dan dengan jumlah uang tertentu. Namun setelah beberapa waktu, ia membatalkan sewa-menyewa tersebut. Sahkah pembatalan yang dilakukan olehnya? Jika memang sah, apakah pemilik toko tersebut berhak untuk menerima uang sewa hari-hari sebelum dibatalkan?
    JAWAB: Selama penyewa secara syar’i tidak memiliki hak untuk membatalkan transaksi tersebut, maka pembatalan sewa-menyewa yang ia lakukan tidak benar. Kalaupun ia berhak atas hal itu dan ia pun membatalkannya, maka ia berkewajiban untuk membayar ongkos sewa hari-hari sebelum pembatalan.

    SOAL 1573: Seseorang menyewa sebidang tanah untuk pertanian dengan syarat semua biaya penggalian sumur yang dalam dan pengeluaran air untuk mengairi tanah tersebut merupakan tanggungannya. Pada akhirnya setelah penyewa melalui proses dan birokrasi hukum telah mendapatkan izin untuk menggali sumur atas nama dirinya, maka ia mulai menggalinya dan memanfaatkannya. Namun setahun kemudian, pemilik membatalkan secara sepihak sewa-menyewa tersebut. Apa hukum sumur, konsekuensi dan biayanya? Apakah ia tetap merupakan milik penyewa atau ikut pada kepemilikan pemilik tanah?
    JAWAB: Selama masa sewa belum berakhir, maka tak seorang pun berhak untuk membatalkan sewa-menyewa tersebut di antara kedua belah pihak penjual dan pembeli. Apa pun yang terjadi, namun sumur adalah mengikuti tanah dalam kepemilikan pemiliknya, kecuali memang ada syarat yang bertentangan dengan hal itu. Adapun alat-alat dan apa yang ada di atas sumur yang dibeli oleh penyewa merupakan hak milik penyewa. Dan jika di dalam akad sewa disebutkan sebuah kesepakatan, bahwa dia memiliki hak untuk memanfaatkannya, maka hak itu tetap ada baginya.

    SOAL 1574: Yang sudah menjdai lumrah saat ini di tengah masyarakat di saat menyewakan rumah ada sejumlah uang yang ia ambil. Apa hukumnya?
    JAWAB: Jika seorang pemilik rumah menyewakan rumahnya untuk masa tertentu dengan uang sewa tertentu dengan syarat penyewa meminjamkan sejumlah uang kepadanya, maka tidak bermasalah, sekalipun pemilik menyewakan rumah tersebut di bawah harga standar. Namun, jika pemilik berhutang kepada penyewa dengan syarat pemilik rumah menyewakan rumahnya secara cuma-cuma, dengan uang sewa sesuai standar, lebih murah dari itu atau lebih mahal, di mana dari awal transaksi yang dilakukan adalah hutang-piutang dan sewa-menyewa merupakan syarat terjadi hutang-piutang tersebut, maka semua hal itu hukumnya haram dan batal.

    SOAL 1575: Apakah PT yang bergerak di bidang transportasi yang dengan ongkos tertentu dia mengantarkan barang tertentu dari suatau tempat ke tempat lain, jika di tengah jalan terjadi pencurian atas barang tersebut, kebakaran, hilang atau pun kerugian lainnya. Apakah ia wajib bertanggung jawab atas hal itu semua?
    JAWAB: Jika PT tersebut memang sebagai yang disewa untuk menyampaikan barang ke tempat tujuan dan ia melakukan itu sesuai dengan yang lumrah dilakukan tanpa adanya keteledoran dan kesengajaan, selama tidak ada syarat, bahwa ia bertanggung jawab atas semua hal yang terjadi, maka ia tidak berkewajiban untuk bertanggung jawab atas yang terjadi. Jika tidak demikian, maka ia bertanggung jawab atas hal itu.

    SOAL 1576: Seseorang memiliki sebuah rumah yang ditempati oleh tetangganya secara cuma-cuma, tanpa sewa, tanpa transaksi pembelian dan tanpa jaminan apa pun. Ia sudah lama tinggal di tempat tersebut. Setelah pemiliknya meninggal, ahli warisnya menginginkan rumah tersebut dan meminta agar ia mengosongkannya. Namun, ia tidak mau melakukan hal itu dan bahkan ia mengaku, bahwa rumah tersebut adalah miliknya, walaupun ia tidak memiliki bukti atas hal itu. Apa hukum masalah ini?
    JAWAB: Jika para ahli waris dapat membuktikan, bahwa rumah tersebut adalah hak milik ayah mereka yang mewariskan kepadanya, atau orang yang saat ini rumah berada di bawah kekuasaannya mengakui hal itu, hanya saja ia pun mengaku juga, bahwa rumah dengan salah satu sebab perpindahan kepemilikan telah berpindah milik. Selama pengakuan itu tidak dapat dibuktikan dengan cara syar’i, maka rumah tersebut harus dikembalikan kepada ahli waris pemiliknya.

    SOAL 1577: Seseorang menyerahkan jamnya kepada tukang servis jam untuk dibetulkan. Setelah beberapa waktu berlalu, jam tersebut hilang dicuri orang. Apakah pemilik toko servis berkewajiban untuk bertanggung jawab atasnya atau tidak?
    JAWAB: Jika ia tidak melakukan keteledoran atas penjagaan jam tersebut, maka ia tidak ada kewajiban untuk bertanggung jawab atas hal itu.

    SOAL 1578: Di sini ada sebuah perusahaan swasta yang menjadi agen (wakil) perusahaan asing untuk menjual barang-barangnya. Atas hal itu, ia mendapatkan prosentase laba dengan mengambil barang-barang tersebut. Bolehkah hal itu? Apa hukum pegawai negri yang bekerjasama dengan perusahaan tesebut dan mengambil prosentase tersebut?
    JAWAB: Jika jumlah yang diambil tersebut sebagai imbalan agen (wakil) untuk menjual barang-barang milik perusahaan asing atau lokal tersebut, milik negara atau bukan, maka hal itu pada dasarnya tidak bermasalah. Namun, pegawai negri tidak berhak untuk mendapatkan upah atas pelayanan yang ia lakukan di mana ia telah mendapatkan gaji atas hal itu.


  • GADAI (RAHN)

    SOAL 1579: Seseorang menggadaikan rumahnya sebagai jaminan untuk meminjam uang dari bank. Sebelum ia sempat membayar ia meninggal dunia, sementara anak-anak kecil yang merupakan pewarisnya tidak dapat melunasi seluruh hutang ayahnya. Pada akhirnya bank melakukan penyitaan atas rumahnya dan melelangnya, padahal harga rumah tersebut berkali-kali lipat dari hutang yang dipinjamnya. Apa hukum sisa uang rumah tersebut? Apa hukum anak-anak kecil yang belum balig tersebut?
    JAWAB: Pada kasus di mana orang yang mendapatkan barang jaminan boleh untuk menjual barang jaminan tersebut dalam rangka melunasi hutangnya berkewajiban untuk menjualnya dengan harga yang paling tinggi dan ketika uang hasil penjualan itu lebih banyak dari hutangnya, maka sisa uang setelah ia ambil haknya sesuai dengan jumlah hutang orang tersebut, ia wajib mengembalikannya kepada pemiliknya. Pada kasus di atas ia berkewajiban untuk memberikan -uang sisa penjualan tersebut- kepada ahli warisnya.

    SOAL 1580: Bolehkah seorang mukalaf meminjam uang sampai masa tertentu dari seseorang dan ia menyerahkan hak miliknya (rumah) kepadanya sebagai jaminan karena ia telah berhutang padanya. Kemudian rumah yang dijadikan jaminan itu disewa dengan jumlah tertentu sampai masa tertentu pula. Bolehkah hal itu?
    JAWAB: Selain adanya masalah di dalam hukum menyewakan hak milik sendiri pada diri sendiri, transaksi semacam ini merupakan sebuah usaha pelarian dari riba hutang-piutang yang hukumnya haram dan batal.

    SOAL 1581: Seseorang telah menjadikan sebidang tanah sebagai jaminan atas hutangnya. Hal ini berlangsung lebih dari 40 tahun hingga akhirnya kedua-duanya meninggal dunia. Ahli waris yang menggadaikan tanah tersebut meminta kepada ahli yang menerima barang gadaian tersebut untuk mengembalikan tanah tersebut. Namun, mereka menolak untuk memberikannya dengan mengatakan, bahwa mereka mewarisi tanah tersebut dari ayah mereka. Bolehkah ahli waris yang menggadaikan mengambil tanah tersebut?
    JAWAB: Jika terbukti, bahwa yang menerima gadaian telah berhak untuk memiliki tanah tersebut sebagai ganti dari hutang yang dipinjam oleh yang menggadaikan dan harganya memang sesuai dengan banyaknya hutang. Tanah tersebut juga sampai matinya sang ayah berada di bawah kekuasaan yang menerima gadaian, maka dialah pemiliknya. Dan dengan meninggalnya dia maka tanah tersebut menjadi hak ahli warisnya. Jika tidak demikian, maka tanah tersebut adalah milik ahli waris yang menggadaikannya. Mereka berhak untuk menuntutnya dan wajib untuk membayar hutang ayahnya dari apa yang ditinggalkannya.

    SOAL 1582: Bolehkah seseorang yang menyewa rumah orang lain menggadaikan rumah tersebut sebagai jaminan atas hutangnya kepada orang ketiga? Ataukah syarat barang yang digadaikan haruslah hak milik yang menggadaikan?
    JAWAB: Tidak bermasalah jika dilakukan dengan izin dan kerelaan pemilik rumah.

    SOAL 1583: Saya menggadaikan sebuah rumah selama satu tahun sebagai jaminan kepada seseorang atas hutang yang saya miliki. Kami pun menulus perjanjian atas hal itu. Namun di luar akad, saya berjanji kepadanya untuk menyerahkan rumah tersebut selama tiga tahun. Apakah yang berlaku atas barang yang digadaikan yang ditulis dalam perjanjian ataukah janji yang tak tertulis? Jika gadaian dihukumi batal, maka apa hukum yang menggadaikan dan yang menerima gadaian?
    JAWAB: Berkenaan dengan masa gadaian, baik yang tertulis atau janji tak tertulis dan sejenisnya tidak menjadi tolok-ukur. Namun, yang menjadi tolok-ukur adalah akad asli hutang-piutang tersebut. Kesimpulannya, jika memang bersyarat dengan masa tertentu, dengan habisnya masa tersebut, maka habislah hukumnya, jika tidak maka hukum gadainya tetap berlaku seperti semula, hingga hutangnya dibayar atau pemberi piutang menutup mata darinya dan membebaskannya. Pada saat rumah bebas dari belenggu gadai, atau diketahui, bahwa dari awal akad gadai batal, maka yang menggadaikan berhak untuk meminta barang yang digadaikan dari yang menerima gadaian. Dia tidak berhak untuk menolak mengembalikan barang gadaian tersebut dan menganggap hukum gadai masih berlaku.

    SOAL 1584: Ayahku selama kurang-lebih dua tahun menggadaikan sejumlah uang (koin) emasnya kepada orang yang mana beliau memiliki tanggungan hutang padanya. Beberapa hari sebelum wafatnya, beliau mengizinkan yang menerima gadaian untuk menjualnya. Namun, ia tidak paham masalah ini dan tidak menjualnya. Akhirnya setelah ayah saya wafat, saya meminjam uang dari orang lain dan saya serahkan kepadanya. Tujuan saya bukan untuk melunasi hutang almahrhun ayah saya, namun agar saya dapat mengambil uang emas itu darinya dan saya gadaikan kepada orang lain. Namun, ia tidak menyerahkannya pada saya dan mensyaratkan penyerahan dengan izin dan restu ahli waris yang lain. Mereka pun tidak mengizinkan hal itu dan saya pun kembali kepada yang menerima gadaian emas ayah saya. Dia pun tidak mau memberikannya, kalai ini dengan alasan, bahwa ia telah memilikinya sebagai ganti dari hutang ayah saya. Apa hukum masalah ini?


    a. Bolehkah orang yang menerima gadaian setelah mengambil haknya untuk tidak menyerahkan barang gadaian?
    b. Dikarenakan saya bukanlah yang bertanggung jawab untuk melunasi hutang ayah saya, dan apa yang saya serahkan kepadanya bukanlah untuk melunasi hutang ayah saya, apakah orang tersebut berhak untuk mengambil uang yang saya serahkan dan tidak mengembalikannya kepada saya?
    c. Bolekah ia mensyaratkan kerelaan dan izin ahli waris yang lain untuk mengembalikan barang yang digadaikan?
    JAWAB: a. Jika membayar uang tersebut dengan niat melunasi hutang almarhum, maka tanggungannya telah bebas dan gadaiannya pun telah selesai. Barang yang telah digadaikan menjadi amanat di tangan orang yang menerimanya. Namun, karena merupakan hak milik semua ahli waris, maka tidak boleh diberikan kepada salah seorang dari mereka tanpa izin yang lainnya.
    b. Jika tidak terbukti bahwa uang yang diberikan adalah untuk melunasi hutang almarhum, khususnya dengan pengakuan orang tersebut atas hal itu, maka ia tidak bisa menahannya, namun ia wajib mengembalikannya. Apalagi jika ia memintanya.
    c. Dengan demikian, uang emas tetap menjadi barang gadaian di sisinya hingga ahli waris almarhum melunasi hutang ayahnya, atau mereka mengizinkan kepada orang tersebut untuk menjualnya dan mengambil sejumlah hutang ayah mereka darinya.

    SOAL 1585: Bolehkah orang yang menggadaikan barang mengambil barang tersebut, padahal belum selesai dan menjadikannya barang gadaian pada orang lain?


    JAWAB: Selama barang gadaian belum bebas, maka gadaian kedua yang dilakukan pemilik barang tersebut kepada orang lain tanpa izin yang menerima gadaian pertama, adalah fudhuli yang bergantung pada izin dan kerelaannya.

    SOAL 1586: Seseorang menggadaikan sebidang tanah miliknya kepada orang lain agar ia dapat meminjam darinya sejumlah uang. Orang yang menerima tanah gadaian tersebut beralasan, bahwa ia tidak bisa memberinya pinjaman uang, namun ia menggantikannya dengan 10 ekor kambing. Saat ini, kedua-duanya menginginkan untuk menyelesaikan gadaian tersebut dan masing-masing mengambil miliknya. Namun, pemilik kambing memaksa mitranya untuk menerimanya. Apakah ia berhak untuk melakukan hal itu?


    JAWAB: Gadai itu dilakukan untuk hutang yang sudah aktual, bukan hutang yang belum terjadi. Oleh karena itu, pada kasus di atas tanah dan kambing harus diserahkan kepada pemiliknya masing-masing.


  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)

    SOAL 1587: Saya menjadi mitra-kerja dengan seorang pemilik perusahaan dalam penanaman modal dengan catatan dia adalah wakil saya dalam pemutaran modal setiap bulan. Setiap bulan saya mendapatkan keuntungan 5.000 tuman dan tahun berikutnya sebagai ganti dari uang saya, saya mendapatkan sebidang tanah. Apa hukum tanah tersebut?
    JAWAB: Pada kasus pertanyaan di atas yang mana kerjasama dilakukan dalam penanaman modal dan izin untuk pemutaran uang yang dilakukan oleh pemilik sebuah perusahaan jika keuntungan didapatkan secara halal maka tidak bermasalah.

    SOAL 1588: Beberapa orang secara bersama-sama membeli sesuatu dan bersepakat untuk mengadakan undian di antara mereka dan siapa yang namanya keluar dialah pemilik barang tersebut, apa hukum pekerjaan ini?
    JAWAB:Jika maksud dari undian, bahwa semua mereka merelakan bagian mereka masing-masing untuk diberikan sebagai hibah kepada orang yang namanya keluar dalam undian maka tidaklah bermasalah. Namun, jika mereka dengan undian harta bersama itu menjadi milik orang yang keluar namanya maka di dalam pandangan syariat tidak benar dan begitu juga jika maksud asli mereka dalam rangka untuk bertaruh (berjudi).

    SOAL 1589: Dua orang membeli sebidang tanah dan selam dua puluh tahun mereka bekerjasama dibidang cocok tanam di tanah tersebut. Saat ini salah seorang dari mereka menjual bagiannya pada orang lain. Apakah dia memang berhak untuk melakukan itu ataukah dia hanya berhak untuk menjual bagiannya pada mitra kerjanya? Dan jika dia memang tidak mau untuk menjualnya pada mitranya, apakah mitranya tersebut berhak untuk memprotesnya?
    JAWAB: Dia tidak berhak untuk memaksa mitra kerjanya untuk menjual bagiannya kepadanya. Jika ia menjualnya kepada orang lain, maka ia tidak berhak untuk protes. Namun setelah terjadi jual-beli, maka jika syarat-syarat kepemilikan kongsi (syuf’ah) terpenuhi, maka ia bisa saja melakukan hal itu.

    SOAL 1590: Apa hukum jual-beli saham perusahaan, toko perniagaan atau sejumlah bank dalam hal penawaran? Keterangannya begini, seseorang membeli saham tersebut, kemudian di pasar bursa efek melakukan transaksi jual-beli dan bisa saja menjualnya dengan harga lebih murah atau lebih mahal daripada harga belinya. Kami pun tahu, bahwa yang menjadi objek jual-beli adalah saham bukan modal. Apa hukumnya jika perusahaan-perusahaan tersebut adalah perusahaan yang bergerak di bidang riba atau kita ragu dalam masalah ini?
    JAWAB: Jika nilai saham perusahaan atau bank adalah dikarenakan nilai saham yang diberikan (ditetapkan) oleh bank dan perusahaan yang memang memiliki hak untuk hal itu, maka transaksi jual-beli atas (kartu) saham tersebut tidaklah bermasalah. Begitu juga jika nilai saham tersebut merupakan nilai dari (aset) perusahaan, pabrik dan bank atau modal mereka, sehingga setiap pemilik kartu saham merupakan pemilik prosentase tertentu dari perusahaan, pabrik atau bank tersebut, maka jual-beli (kartu) sahamnya juga tidak bermasalah dengan syarat adanya pengetahuan secara global tentang perusahaan/ bank tersebut, sehingga tidak dianggap sebagai membeli sesuatu yang tidak jelas dan mengandung unsur penipuan. Dan syarat kedua adalah pengetahuan akan kegiatan dan proyek yang dilakukan oleh perusahaan/ bank adalah proyek yang legal dan halal secara syar i.

    SOAL 1591: Kami tiga orang kerjasama dalam kepemilikan sebuah perusahaan pemotongan ayam. Disebabkan tidak adanya kecocokan maka kami bermaksud untuk mengakhiri kerjasama ini dan berpisah. Akhirnya, perusahaan tersebut di antara kami bertiga dilakukan pelelangan dan salah seorang di antara kami memenangkannya namun sejak saat itu sampai saat sekarang dia tidak menyerahkan uang sepeser pun kepada kami. Apakah transaksi tersebut tidak berarti (gugur)?
    JAWAB: Sekadar diumumkannya pelelangan dan pengusulan harga termahal oleh salah seorang dari mereka atau orang lain tidaklah cukup untuk meniscayakan jual-beli dan perpindahan kepemilikan. Selama saham-saham itu tidak dijual dengan cara yang benar maka kerjasama tetap berlangsung. Lain halnya jika jual-beli telah terjadi dengan benar hanya saja pembeli menunda pembayaran maka hal itu tidaklah membatalkan transaksi tersebut.

    SOAL 1592: Setelah kami bersepakat untuk membuka sebuah perusahaan, dan kepemilikan dicatat atas nama kami, dengan persetujuan pemilik-pemilik lainnya, kami menjual bagian kami kepada orang lain. Orang tersebut menyerahkan beberapa lembar cek kepada kami sebagai pembayaran. Namun, ternyata semua ceknya kosong. Kami pun kembali mendatanginya. Dia pun mengambil cek-cek tersebut dan mengembalikan saham perusahaan kepada kami. Namun, perusahaan telah tercatat atas namanya. Akhir-akhir saya mengetahui, bahwa ternyata saham tersebut telah dijual kepada orang lain. Benarkah transaksi tersebut? Dan apakah saya berhak untuk menuntut hak milik kami?
    JAWAB: Jika ia menjualnya setelah membatalkan transaksi yang dilakukan dengan Anda, maka jual-beli yang ia lakukan adalah fudhuli yang bergantung pada izin dan kerelaan Anda. Adapun jika sebelum pembatalan transaksi dengan Anda dilakukan penjualan dengan orang ketiga, maka dihukumi sah dan benar. Setelah pembatalan jual-beli pertama barang yang dijual haruslah dikembalikan kepada Anda dengan harga saat itu.

    SOAL 1593: Ada dua orang bersaudara yang mewarisi dari orang tuanya sebuah rumah. Salah seorang dari keduanya menginginkan untuk membagi rumah tersebut atau menjualnya dan memisahkan diri dari saudaranya. Namun, saudaranya yang lain tidak setuju untuk membaginya, membelinya atau saudaranya tersebut menjualnya kepada orang lain. Pada akhirnya, saudara pertamanya mengadukan permasalahan tersebut ke pengadilan. Pengadilan mendapatkan keterangan dari para ahli, bahwa rumah itu tidak dapat dibagi. Untuk mengakhiri kebersamaan haruslah salah seorang di antara mereka membeli bagian lainnya atau rumah tersebut dijual kepada orang lain dan uangnya dibagi di antara keduanya dan pengadilan pun menyetujui pandangan tersebut dan melakukan pelelangan terhadap rumah. Setelah rumah terjual uangnya dibagikan kepada mereka berdua. Sahkan jual-beli tersebut? Dan apakah masing-masing mereka berhak untuk mengambil bagiannya?
    JAWAB: Tidak bermasalah.

    SOAL 1594: Salah seorang dari orang-orang yang bekerjasama membeli tanah dengan uang milik bersama ia pun mencatat kepemilikan tanah tersebut atas nama istrinya. Apakah orang-orang yang bekerjasama itulah yang membeli tanah tersebut dan tanah milik mereka? Dan apakah istri orang tersebut berkewajiban secara syar’i untuk mengubah kepemilikan atas nama orang-orang yang bersyarikat sekalipun suaminya tidak mengizikannya?
    JAWAB: Jika orang tersebut membeli tanah itu untuk dirinya atau istrinya dengan harga yang menjadi tanggungannya kemudian dia membayarnya dengan uang bersama maka tanah tersebut adalah miliknya atau istrinya hanya saja dia memiliki tanggungan hutang pada orang-orang yang bersyarikat dengannya. Namun, jika tanah tersebut dia beli dari uang bersama maka transaksi yang berhubungan dengan uang bersama adalah fudhuli dan bergantung pada izin mereka.

    SOAL 1595: Bolehkah sebagian ahli waris atau wakil mereka tanpa persetujuan ahli waris yang lain melakukan sesuatu atau transaksi atas kepemilikan bersama?
    JAWAB: Tak seorang pun dari orang yang bekerjasama boleh untuk melakukan sesuatu atas barang yang dimiliki bersama kecuali dengan izin atau kerelaan lainnya. Begitu juga transaksi yang dilakukan itu tidaklah benar kecuali dengan izin atau kerelaan lainnya.

    SOAL 1596: Jika sebagian dari orang yang bekerjasama menjual hak milik bersamanya atau orang lain yang menjualnya kemudian salah seorang dari mereka mengizinkannya. Apakah transaksi yang dilakukan tanpa kerelaan yang lain dihukumi sah atau sahnya bergantung pada kerelaan masing-masing? Kalau memang izin dari semua merupakan syarat, apakah ada perbedaan antara kerjasama perniagaan (UD) dengan CV atau PT, dengan arti, bahwa pada yang pertama merupakan syarat dan yang kedua tidak?
    JAWAB: Transaksi dihukumi benar pada bagian hak miliknya dan berhubungan dengan yang lainnya bergantung pada izin dan kerelaan mereka dengan tanpa ada perbedaan antara hasil kerjasama mereka.

    SOAL 1597: Seseorang mengambil hutang sejumlah uang dari bank, dengan catatan bank menjadi mitranya dalam membangun sebuah rumah. Setelah rumah selesai rumah tersebut diasuransikan agar selamat dari berbagai kejadian. Saat ini disebabkan karena air hujan dan air selokan (sumur) sebagiannya rusak dan membutuhkan uang dalam jumlah yang banyak untuk membenarkannya. Namun, bank tidak mau bertanggung jawab atas hal itu dan pihak asuransi juga menganggap hal itu di luar koridor kesepakatan. Siapakah yang bertanggung jawab atas hal itu?
    JAWAB: Perusahaan asuransi tidak bertanggung jawab untuk membayar kerugian yang terjadi di luar kesepakatan, maka yang bertanggung jawab untuk membetulkannya adalah pemiliknya. Bank juga harus membayar kerugian tersebut sesuai dengan kadar bagiannya pada kepemilikan bersama tersebut, kecuali jika kerusakan terjadi karena kasus khusus yang dilakukan orang tertentu.

    SOAL 1598: Tiga orang bersama-sama membeli beberapa toko tempat perniagaan. Mereka bersama-sama di tempat tersebut melakukan aktivitas bisnisnya. Namun, salah seorang dari mereka tidak dapat menyetujui pendapat lainnya untuk mempergunakan toko-toko tersebut, sekalipun dengan sewa. Pertanyaannya adalah sebagai berikut:
    a. Bolehkah salah seorang dari tiga orang yang berserikat itu tanpa izin dari dua orang mitranya menjual bagian miliknya atau menyewakannya?
    b. Bolehkah tanpa izin dua orang lainnya ia melakukan aktivitas perniagaan di toko tersebut?
    c. Bolehkah ia mengambil salah satu toko tersebut, kemudian dua sisanya diberikan kepada keduanya?
    JAWAB: a. Masing-masing dari tiga orang tersebut dapat menjual hak sendiri-diri (musya’) tanpa izin yang lain.
    b. Tidak diperbolehkan masing-masing dari mereka untuk mempergunakan harta milik bersama tanpa izin lainnya.
    c. Masing-masing mereka tidak berhak untuk memilah-milah bagian masing-masing anpa izin dan persetejuan yan lain.


    SOAL 1599: Beberapa orang dari penduduk suatu kampung bermaksud untuk membangun husainiyah5 di tanah yang ada pohon di atasnya. Namun, sebagian mereka yang memiliki hak milik pada bagian tanah tersebut, tidak menyetujui hal itu. Apa hukum membangun husainiyah di tempat tersebut? Apa hukum membangun di tempat tersebut dengan asumsi, bahwa tanah tersebut adalah bagian dari tanah anfal atau tanah umum milik PEMDA?
    JAWAB: Jika tanah itu merupakan milik masyarakat tempat tersebut secara musya’, maka setiap tindakan di tempat tersebut bergantung pada izin dan kerelaan semua yang bersama-sama memiliki. Namun, jika memang tanah tersebut bagian dari anfal, maka ada di bawah kekuasaan negara dan tidak boleh mempergunakannya tanpa izin negara. Begitu juga jika tanah tersebut adalah tanah milik umum.

    SOAL 1600: Jika salah seorang ahli waris tidak rela untuk menjual tanah perkebunannya yang merupakan milik bersama. Bolehkah orang-orang lain yang bersamanya atau yayasan pemerintah memaksanya untuk itu?
    JAWAB: Jika pembagian dan pemilahan bagian-bagian itu memungkinkan, maka tidak ada seorang pun yang berhak untuk memaksanya menjual miliknya. Dalam hal ini setiap pemilik hanya bisa memohon dari yang lain untuk memisahkan hak miliknya darinya, kecuali jika undang-undang yang berlaku berkenaan dengan kebun yang ada pohonnya menerangkan hal itu, maka wajib untuk melakukan sesuai dengan hal itu. Namun, jika harta bersama tersebut tidak dapat untuk dipilah dan dibagi, setiap pemilik dapat mengadukan hal itu kepada hakim, sehingga dia dapat memaksanya untuk menjual bagiannya kepadanya.

    SOAL 1601:
    Empat orang bersaudara hidup bersama dengan harta yang dimiliki bersama. Beberapa tahun kemudian dua orang dari mereka kawin dan mereka berjanji untuk memelihara adik-adiknya dan mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan praperkawinan mereka. Namun, mereka tidak memenuhi janji tersebut. Pada akhirnya dua orang saudara ini berkeinginan untuk memisahkan diri dari mereka dan membagi harta bersama mereka. Apa hukum membagi harta bersama mereka di dalam syariat?
    JAWAB: Jika seseorang mempergunakan uang milik bersama untuk kepentingan dirinya, maka ia memiliki tanggungan kepada saudara-saudaranya sesuai dengan kadar yang tidak ia miliki. Oleh karena itu, mereka (saudara-saudaranya) berhak untuk menuntut ganti atas hal itu dari uang pribadinya, kemudian sisa uang bersama itu dibagi sama rata di antara mereka.

    SOAL 1602: Institusi penghasil teh di kota-kota penghasil dan penjual teh memaksa mereka (para buruh) untuk ikut serta di dalam keanggotaan institusi tersebut. Benarkah keikutsertaan yang dipaksakan ini?
    JAWAB: Jika institusi penghasil teh tersebut telah menyediakan berbagai fasilitas untuk dibagikan kepada mereka sebagai bentuk perkhidmatan mereka dan mereka mensyaratkan adanya keikutsertaan dan keanggotaan agar mendapatkan hal itu, maka syarat in tidak bermasalah dan keanggotaan yang demikian juga tidaklah bermasalah.

    SOAL 1603: Bolehkah para direktur perusahaan mempergunakan hasil keuntungan mereka dalam hal kebaikan dan sosial tanpa izin para pemilik saham?
    JAWAB: Pemilihan dan penggunaan setiap anggota dan pemilik saham untuk ia pergunakan di bidang yang ia ingini dari harta bersama, itu ada di tangan mereka masing-masing. Oleh karena itu, jika seseorang mempergunakan harta bersama tanpa izin dan perwakilan dari mereka, maka dia bertanggung jawab atas segala kerugian yang menimpa, sekalipun untuk kerja kebaikan dan sosial.

    SOAL 1604:
    Ada tiga orang yang berserikat untuk bekerjasama di dalam sebuah toko perniagaan, di mana peserta pertama memiliki 1/2 dari modal dan kedua lainnya masing-masing memiliki 1/4 dari modal. Mereka bersepakat untuk membagi hasil keuntungan dari perniagaan mereka secara sama rata. Di antara mereka. Peserta kedua dan ketiga hadir secara kontinu di tempat tersebut sedangkan peserta ketiga hanya kadang-kadang saja datang. Apakah kebersamaan dengan syarat yang demikian sah?
    JAWAB: Pada akad kerjasama di mana disebutkan, bahwa masing-masing berkewajiban untuk menyerahkan jumlah tertentu sebagai bagian dari modal, bukanlah sebuah syarat dan syarat, bahwa masing-masing mendapatkan bagian yang sama dari keuntungan tidak bermasalah, walaupun kepemilikan modal mereka berbeda-beda. Adapun berhubungan dengan waktu kerja mereka, jika di dalam akad kerjasama tidak disebutkan kesepakatan tentang hal itu, maka setiap orang berhak untuk menuntut upah standar atas waktu kerja mereka.

    SOAL 1605:
    Ada sebuah perusahaan yang memiliki dua bagian khusus dan umum serta pengawas dari wakil-wakil pemegang saham. Bolehkah para direktur dan pekerja perusahaan tersebut mempergunakan alat transportasi perusahaan untuk keperluan pribadi mereka dalam kadar yang wajar?
    JAWAB: Mempergunakan alat transportasi dan seluruh harta milik bersama untuk melakukan pekerjaan di luar pekerjaan yang berhubungan dengan perusahaan haruslah dengan izin dan kerelaan para pemegang saham atau wakil-wakil mereka.

    SOAL 1606: Berdasarkan AD dan ART perusahaan badan juri lah yang menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi di antara mereka. Namun, sebelum mereka dibentuk dan disahkan oleh anggota, maka mereka tidak dapat melaksanakan tugasnya. Pada saat ini dengan alasan bahwa 51 % dari pemegang saham mengabaikan bagian-bagian mereka, maka belum dapat membentuk lembaga tersebut. Apakah bagi mereka yang telah mengabaikan bagiannya wajib untuk ikut serta dalam pembentukan demi mereka yang tidak mengabaikan bagiannya?
    JAWAB: Jika anggota perusahaan telah menyepakati hal itu, di mana pada saat dibutuhkan akan dibentuk tim juri, maka mereka berewajiban untuk mengamalkan kesepakatan mereka. Apa yang dilakukan oleh sebagaian mereka dengan mengabaikan bagiannya tidaklah menjadi alasan yang membenarkan mereka untuk tidak ikut serta dalam pembentukan tim tersebut.

    SOAL 1607: Dua orang dengan modal bersama bekerjasama di bidang perniagaan di satu tempat yang hak kepemilikan tempat pun (sarqufliyyah) dimiliki bersama-sama pula. Pada akhir tahun mereka menentukan keuntungan yang mereka dapatkan dan membaginnya di antara mereka. Akhir-akhir ini salah seorang dari mereka meninggalkan kegiatan rutin kesehariannya dan mengambil bagiannya dari modal, padahal sang mitra tetap melanjutkan aktivitas bisnisnya di tempat tersebut. Sampai saat ini ia mengaku, bahwa mitra kerjanya itu masih bersama-sama di dalam pekerjaan yang ia lakukan sendiri tersebut. Apa hukum masalah ini?
    JAWAB: Sekadar mereka berserikat di dalam kepemilikan hak kepemilikan (sarqufliy) tempat perniagaan mereka tidak cukup untuk melazimkan kerjasama di dalam usaha dan pembagian hasil keuntungannya. Namun, yang menjadi tolok-ukurnya adalah kebersamaan mereka di dalam kepemilikan modal. Oleh karena itu, jika mereka berdua telah membagi modal bersamanya dengan cara yang benar dan salah seorang dari mereka telah mengambil modalnya dan mitranya yang lain melanjutkan aktivitas bisnis di tempat tersebut, maka yang telah mengambil modalnya tidak berhak untuk mendapatkan apa-apa dari hasil yang ia lakukan. Ia hanya berhak untuk menuntut bagiannya dari kepemilikan tempat dengan cara menuntut uang sewa atau upah standar. Namun, jika aktivitas perniagaan dilakukan sebelum modal dibagi dua di antara mereka, maka teman mitra kerjanya itu mendapatkan hasil keuntungan sesuai dengan besarnya modal yang ia miliki dalam perniagaan yang dilakukan oleh mitranya tersebut.

    SOAL 1608: Dengan memerhatikan, bahwa ada kemungkinan saudari saya akan mempergunakan hartanya dalam penyebaran pemikiran yang bertentangan dengan Islam dan mazhab. Apakah wajib bagi saya untuk menghalanginya untuk mendapatkan dan mengambil hartanya dari harta bersama (serikat) serta mencegah untuk dipisahkan hartanya?
    JAWAB: Tidak ada seorang pun yang berhak untuk mencegah terpisahnya anggota lainnya dari keikutsertaan dalam kerjasama, begitu juga dengan alasan khawatir, bahwa jika salah seorang anggota menerima dan mengambil haknya akan mempergunakannya di jalan dosa dan kejelekan serta jalan-jalan yang tidak benar, kemudian akan mencegahnya untuk mendapatkan hal itu. Namun, mereka wajib untuk mengabulkan permintaannya. Sekalipun demikian, ia telah melakukan keharaman dan bagi yang lain wajib untuk melakukan amar makruf-nahi mungkar.


  • HIBAH

    SOAL 1609: Bolehkah mempergunakan hadiah yang diberikan oleh seorang anak yatim?
    JAWAB: Bergantung pada izin wali syar’inya.

    SOAL 1610: Dua orang bersaudara memiliki bersama sebidang tanah. Salah seorang dari mereka menghibahkan bagiannya dengan hibah tanpa imbalan kepada anak tertua saudaranya. Apakah anak-anaknya berhak untuk menuntut warisan darinya setelah ayahnya meninggal dunia?
    JAWAB: Jika memang terbukti, bahwa semasa hidupnya ia telah menghibahkan kepada anak keponakannya dan menyerahkannya kepadanya, maka ahli warisnya tidak berhak untuk menuntutnya setelah kematiannya.

    SOAL 1611: Ayah saya di saat saya berumur 11 tahun telah menjadikan kepemilikan salah satu rumahnya secara resmi atas nama saya, sebagian rumah atas nama saudara saya dan sebagiannya lagi atas nama ibu saya. Setelah ayah saya wafat ahli waris yang lain mengatakan, bahwa rumah yang dicatat atas nama saya itu secara syar’i bukanlah milik saya. Mereka mengatakan, bahwa ayah saya agar dapat menyelamatkannya dari pelelangan, maka ia mencatatnya atas nama diri saya. Lain halnya dengan yang ditulis atas nama ibu saya dan saudara saya yang merupakan milik mereka. Apa hukum masalah ini, dengan memerhatikan, bahwa ayah saya tidak melakukan wasiat dan saksi atas hal itu?
    JAWAB: Barang yang mana sang ayah di masa hidupnya telah menghibahkan dan mencatat kepemilikan atas nama sebagian ahli warisnya, maka itu berarti miliknya secara syar’i. Ahli waris yang lain tidak berhak untuk mengganggunya. Kecuali memang terbukti dengan cara yang dapat diakui, bahwa ayahnya tidak memberinya dan pencatatan kepemilikan yang dilakukan adalah formalitas semata.

    SOAL 1612: Di saat suami saya membangun rumah saya membantunya, sehingga dapat rampung dengan biaya yang lebih murah. Dia sendiri berulangkali menyatakan, bahwa saya ikut memilikinya. Kemudian setelah semua pekerjaan selesai ia akan melakukan pencatatan kepemilikan 1/3 darinya atas nama saya. Namun sebelum melakukan hal itu, ia meninggal dunia dan tidak ada bukti tertulis dan wasiat yang dapat menguatkan dakwaan saya. Apa hukum masalah ini?
    JAWAB: Sekadar membantu di dalam membangun rumah dan sekadar janji, bahwa Anda akan menjadi ikut memiliki, tidaklah meniscayakan kepemilikan bersama. Oleh karena itu, selama tidak ada bukti, bahwa suami Anda telah menghibahkan sebagian dari rumah tersebut kepada Anda, maka Anda tidak berhak apa-apa, kecuali bagian Anda dari warisan.

    SOAL 1613: Suami saya di saat memiliki akal sehat dan sempurna telah memanggil pimpinan bank dan memberikan uang yang ada di rekeningnya kepada saya sebagai hibah serta ia mendatangani surat yang menyatakan, bahwa sayalah yang berhak mengambilnya. Hal itu semua disaksikan oleh pimpinan bank dan direktur rumah sakit. Oleh karena itulah bank memberikan kepada saya beberapa lembar cek dan sepanjang bulan saya mengambil uang tunai dengannya. Satu bulan setengah berikutnya suami saya dibawa oleh anaknya ke rumah sakit dan dalam kondisi hilang ingatan dan kesadaran dia ditanya, apakah harta tersebut milik istri Anda? Maka ia menjawab dengan anggukan kepala. Pada kali kedua ditanyakan, apakah harta itu milik anak-anak Anda? Maka ia pun menganggukkan kepalanya. Pertanyaannya sekarang, apakah harta itu milik saya ataukah milik anak-anaknya?
    JAWAB: Dikarenakan adanya syarat serah-terima di dalam hibah, sehingga menjadi hak milik dan serah terima cek dan ditandatanganinya surat kepemilikan dan rekening di bank tidaklah cukup dan tidak menyebabkan kepemilikan. Oleh karena itu, segala yang Anda ambil dari bank dengan izin suami Anda semasa hidupnya dalam keadaan sehat dan sadar, maka hal itu merupakan milik Anda. Adapun yang ada di bank setelah wafatnya adalah harta warisan yang merupakan hak milik ahli warisnya. Apa yang ia katakan di saat tidak sehat dan hilang kesadaran, maka tidaklah dianggap. Dan bila dalam hal ini ada undang-undang yang mengaturnya, maka haruslah diikuti.

    SOAL 1614: Apakah barang-barang yang dibeli oleh anak-anak untuk ibunya di saat masih hidup merupakan hak milik sang ibu, sehingga setelah wafatnya berarti hak milik ahli warisnya?
    JAWAB: Jika anak-anaknya itu menghibahkan barang-barang tersebut kepada ibunya dan menyerahkannya kepadanya, maka dihukumi miliknya, yang setelah wafat berpindah menjadi hak ahli warisnya.

    SOAL 1615: Apakah perhiasan emas yang mana seorang suami membelikan istrinya adalah milik suaminya, sehingga setelah wafatnya menjadi hak milik ahli warisnya, ataukah merupakan hak milik istri?
    JAWAB: Jika perhiasan tersebut digunakan oleh istri dan berada di bawah kekuasaannya seperti barang yang dimilikinya, maka itu berarti hak miliknya. Kecuali ada indikasi lain yang berlawanan dengan hal itu.

    SOAL 1616: Apakah hadiah-hadiah yang didapat oleh suami-istri selama hidupnya adalah milik suami atau milik istri atau milik mereka berdua?
    JAWAB: Persoalan akan berbeda-beda antara barang-barang yang khusus laki-laki atau perempuan atau bisa dua-duanya. Barang-barang yang secara lahirnya dapat dimanfaatkan oleh salah seorang dari keduanya, maka berarti miliknya dan barang-barang yang dapat dimanfaatkan oleh keduanya, maka berarti milik mereka berdua.

    SOAL 1617: Di saat suami menceraikan istrinya, bolehkah sang istri menuntut barang-barang yang merupakan pemberian keluarganya (seperti tempat tidur, karpet, pakaian dan sejenisnya)?
    JAWAB: Jika barang-barang tersebut adalah barang yang ia ambil dari keluarganya atau hak milik pribadinya atau barang yang dihibahkan kepadanya secara pribadi, maka itu semua adalah hak miliknya dan selama masih ada, ia dapat menuntutnya dari suaminya. Namun, jika barang-barang tersebut adalah barang-barang yang dihadiahkan oleh keluarga dan kerabatnya kepada suaminya yang merupakan menantu mereka, maka ia tidak dapat menuntutnya. Nasib barang-barang seperti ini adalah bergantung kepada siapa yang memberinya. Selama barang itu ada dan suami bukanlah familinya, maka si pemberi hadiah dapat membatalkan pemberian hadiahnya dan mengambilnya kembali.

    SOAL 1618: Setelah saya menceraikan istri saya, maka seluruh perhiasan emas yang saya beli dengan uang saya selama kami hidup berdua, saya ambil kembali. Bolehkah saya sekarang memanfaatkannya?
    JAWAB: Jika barang-barang itu adalah barang yang Anda pinjamkan kepada istri Anda sehingga ia dapat memanfaatkannya, atau Anda menghibahkannya kepadanya dan sampai sekarang masih ada seperti semula serta mantan istri Anda bukanlah famili atau kerabat Anda, maka Anda dapat membatalkan pemberian hibah tersebut, sehingga sekarang milik Anda kembali dan Anda berhak untuk mempergunakannya. Jika tidak demikian, maka tidak boleh.

    SOAL 1619: Ayah saya memberikan kepada saya sebidang tanah sebagai hibah, ia pun melakukan pencatatan resmi kepemilikan atas nama saya. Namun setahun berikutnya, ia menyesal. Apakah saya boleh mempergunakan tanah tersebut?
    JAWAB: Jika ayah Anda merasa menyesal dan mengambil kembali, setelah tanah tersebut Anda terima dan Anda telah melakukan penguasaan atasnya, maka yang ia lakukan tidak benar. Dan secara syar’i, tanah tersebut adalah milik Anda. Namun, jika penyesalan terjadi sebelum Anda menerima tanah tersebut, maka dia berhak untuk mengambilnya kembali dan membatalkan pemberiannya. Oleh karena itu, Anda tidak berhak lagi atasnya. Dan sekadar adanya pencatatan kepemilikan atas nama Anda tidak meniscayakan Anda telah menerimanya, di mana penerimaan merupakan syarat yang harus terpenuhi di dalam hibah.

    SOAL 1620: Kami menghibahkan sebidang tanah kepada seseorang dan ia pun membangun sebuah rumah pada sebagiannya. Bolehkah selama barangnya masih ada kami meminta kembali tanahnya atau harganya? Ataukah kami boleh untuk meminta bagian yang belum dibangun?
    JAWAB: Setelah dengan izin Anda ia menerima tanah tersebut dan membangunnya, maka Anda tidak memiliki hak lagi untuk mengambilnya kembali, baik tanah itu sendiri atau pun harganya. Dan jika bagian tanah yang belum dibangun di dalam pandangan umum masyarakat (uruf) dianggap sebagai tanah yang telah ia gunakan (tasharruf), maka bagian itu pun Anda tidak berhak untuk memintanya kembali.

    SOAL 1621: Bolehkah seorang ayah menghibahkan seluruh hartanya kepada satu orang anaknya, sehingga yang lain tidak mendapatkan darinya warisan?
    JAWAB: Jika hal itu akan menimbulkan fitnah dan menyulut api perselisihan di antara mereka, maka tidak boleh.

    SOAL 1622: Seseorang menghibahkan sebidang tanahnya dengan hibah berimbalan kepada 5 orang, agar dibangun di atasnya sebuah husainiyah dengan syarat selama 10 tahun ia adalah tanah yang dikhususkan untuk itu dan tidak ada manfaat lain darinya yang dapat digunakan (habs) dan setelah itu boleh mereka mewakafkannya jika mereka mau. Pada akhirnya, dengan bantuan masyarakat mereka membangun sebuah husainiyah. Segala bentuk pengurusan dan pengawasan mereka sendiri yang berhak melakukannya dan mereka sendiri yang mengatur hal itu secara tertulis. Apakah ketika mereka menginginkan untuk menjadikannya sebagai tanah habs, wajibkah mereka mengikuti aturan yang mereka buat? Apakah dengan tidak memerhatikan aturan-aturan tersebut dianggap bermasalah secara syar’i? Apa hukumnya jika salah seorang dari lima orang tersebut tidak setuju untuk menjadikan husainiyah tersebut sebagai wakaf?
    JAWAB: Mereka berkewajiban untuk mengamalkan sesuai syarat yang disebutkan di saat akad pelaksanaan hibah berimbalan dilakukan. Jika salah satu syarat tersebut dilanggar, maka yang menghibahkan atau ahli warisnya memiliki hak untuk membatalkannya. Adapun syarat-syarat yang dibuat oleh 5 orang tersebut, dikarenakan segala urusan diserahkan kepada mereka maka haruslah juga diikuti dan diamalkan. Dan jika salah seorang dari mereka menolak untuk menjadikan husainiyah tersebut sebagai wakaf, kalau memang maksud yang akan mewakafkan itu adalah hendaknya lima orang tersebut itulah yang memutuskan untuk hal itu, maka yang lain tdak berhak untuk menjadikan husainiyah tersebut sebagai wakaf.

    SOAL 1623: Seseorang menghibahkan 1/3 rumahnya kepada istrinya. Setahun kemudian semua rumahnya disewakan kepda orang lain untuk jangka waktu 15 tahun. Setelah itu, ia meninggal dunia dan tidak mempunyai anak.
    a. Sahkah sewa-menyewa yang lakukan setelah menghibahkannya?
    b. Jika ia memiliki tanggungan hutang apakah akan dibayarkan dari uang seluruh rumah ataukah dari 2/3-nya saja, kemudian bila ada sisa, baru dibagikan kepada ahli warisnya?
    c. Wajibkah orang-orang yang menagih hutang darinya bersabar hingga masa sewa berakhir?
    JAWAB: a. Jika sang suami yang menghibahkan 1/3 rumahnya sebelum menyewakan seluruhnya, sekalipun istrinya telah menerimanya dan istrinya adalah dari familinya, atau pun hibahnya berimbalan, maka hibah dihukumi sah pada 1/3 tersebut dan sewa-menyewa adalah berlaku pada sisanya. Jika tidak demikian, maka hibahnya batal, karena seluruh rumah setelah itu disewakan. Kecuali jika maksud dari disewakannya rumah tersebut adalah pembatalan terhadap hibah, maka hanyalah sewa-menyewanya yang sah.
    b. Hutang-hutang almarhum haruslah dibayarkan dari harta yang dimiliki olehnya di saat hidupnya.
    c. Rumah yang sampai masa tertentu disewakan maka manfaat dari rumah itu sampai masa sewa berakhir adalah hak penyewa dan rumah itu sendiri adalah milik ahli waris dan hutang-hutang almarhum diambil darinya dan selama rumah masa sewanya belum berakhir, maka mereka tidak dapat memetik manfaat darinya.


    SOAL 1624: Seseorang di dalam wasiat tertulisnya menyebutkan, bahwa seluruh hartanya yang tidak bergerak adalah milik salah seorang anaknya, dengan catatan selama dia hidup sebagai gantinya sang anak harus menyediakan sejumlah beras setiap tahunnya untuknya. Setahun kemudian ia menghibahkan seluruh hartanya kepadanya. Apakah wasiat tersebut sah karena dilakukan terlebih dahulu, sehingga konsekuensinya 1/3 dari hartanya adalah miliknya dan sisanya merupakan hak ahli warisnya setelah kematiannya? Ataukah karena ada hibah setelahnya, maka wasiat tersebut batal?
    (Sebagai catatan seluruh harta yang dihibahkan adalah berada di bawah kekuasaannya).
    JAWAB: Jika hibah dilakukan setelah wasiat dengan penerimaan dan penguasaannya atas harta tersebut selama hidupnya, maka wasiat itu batal hukumnya, sebab hibah tersebut dianggap, bahwa ia telah membatalkan wasiatnya. Dengan demikian, harta tersebut adalah harta hibah dan milik anak tersebut. Ahli waris yang lain tidak memiliki hak apa-apa. Jika tidak demikian, maka selama pembatalan wasiat belum terbukti, maka hukum wasiat tetap seperti semula.

    SOAL 1625: Bolehkah seorang ahli waris yang menghibahkan bagiannya dari warisan kepada dua orang saudaranya, untuk memintanya kembali setelah sekian tahun? Apa hukum dua saudaranya yang menolak untuk memberikannya kembali?
    JAWAB: Jika serah-terima telah dilakukan, maka ia tiak berhak lagi untuk melakukan pembatalan dan memintanya kembali. Namun, jika ia membatalkan pemberian sebelum terjadi serah-terima, maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1626: Salah seorang saudara saya menghibahkan bagiannya dari warisan kepada saya. Namun beberapa waktu kemudian, sebelum warisan dibagi-bagikan, dia membatalkan hal itu. Apa hukumnya?
    JAWAB: Jika ia membatalkannya sebelum Anda terima, maka apa yang ia lakukan sah dan Anda tidak berhak apa pun atasnya. Namun, jika ia membatalkan pemberian setelah Anda menerimanya, maka tidaklah benar dan dia tidak berhak apa-apa atas barang yang telah menjadi milik Anda.

    SOAL 1627: Ada seorang perempuan yang menghibahkan tanah pertaniannya kepada seseorang, sehingga setelah ia wafat dia menggantikannya dalam pelaksanaan haji. Dengan asumsi, bahwa ia sudah memiliki kewajiban haji. Namun, famili dan kerabatnya tidak menyetujui hal itu. Oleh karena itu, ia menghibahkan lagi tanah tersebut kepada salah seorang cucunya. Setelah hibah kedua dilakukan, ia meninggal dunia. Yang manakah yang sah hibah pertama atau kedua? Yang mendapatkan hibah pertama, apa tugasnya berkenaan dengan kewajiban melaksanakan ibadah haji?
    JAWAB: Jika orang pertama tersebut mendapatkan hibah dari familinya dan barang yang dihibahkan telah diterimanya dengan izinnya, maka hibah pertamalah yang benar. Oleh karena itu, ia wajib untuk melakukan ibadah haji menggantikan perempuan almarhumah tersebut dan hibah kedua dihukumi fudhuli yang bergantung pada izin penerima hibah pertama. Namun, jika ia bukan dari familinya atau barang tersebut belum diterimanya, maka hibah kedualah yang benar dan sekaligus dianggap sebagai pembatalan atas hibah pertama. Oleh karena itu, hibah pertama batal dan konsekuensinya ia tidak berhak apa-apa dan tidak wajib untuk melaksanakan ibadah haji atas namanya.

    SOAL 1628: Apakah boleh hak milik yang belum dimiliki dapat dihibahkan? Apakah seorang perempuan yang akan menerima kepemilikan uang di masa mendatang boleh untuk menghibahkannya kepada suaminya di saat akad?
    JAWAB: Untuk menghukumi sahnya hibah semacam itu bermasalah dan bahkan ada larangan. Kesimpulannya, jika yang dihibahkan kepada suaminya adalah hak milik di masa mendatang yang didapat dengan kesepakatan atau dengan cicilan setelah dimiliki, maka tidak bermasalah, kalau tidak maka tidak akan berdampak apa-apa.

    SOAL 1629: Apa hukum memberi dan menerima hadiah dari non-Muslim?
    JAWAB: Pada dasarnya tidak dilarang.

    SOAL 1630: Seseorang di masa hidupnya telah menghibahkan seluruh hartanya kepada cucunya. Apakah hibah seperti ini sah, sekalipun untuk harta yang dibutuhkan olehnya di saat meninggal dunia, seperti kain kafan dan biaya penguburan?
    JAWAB: Jika harta tersebut telah dihibahkan dan pada saat hidupnya telah diterima oleh yang mendapatkan hibah, maka ia sah hukumnya pada semua yang telah diterimanya.

    SOAL 1631: Apakah harta yang diterima oleh para korban perang dianggap sebagai hibah?
    JAWAB: Ya, kecuali yang mereka terima sebagai imbalan dari sebuah pekerjaan yang mereka lakukan.

    SOAL 1632: Jika keluarga syahid menerima hadiah, maka siapakah yang memiliki hadiah tersebut ahli warisnya, pendidik dan pengawas ataukah wali?
    JAWAB: Tergantung niat yang menghibahkan hadiah-hadiah tersebut.

    SOAL 1633: Sebagian perusahaan atau perorangan dalam negeri atau asing melalui agen dan perantaranya memberikan hadiah-hadiah di saat transaksi jual-beli atau penandatanganan proyek, dengan adanya kemungkinan bahwa penerima hadiah akan melakukan hal-hal yang akan bermamfaat bagi pemberi hadiah atau maksud untuk melakukan hal itu bolehkah menerima hadiah-hadiah tersebut?
    JAWAB: Agen atau perantara tidak boleh menerima hadiah-hadiah tersebut sebagai imbalan atas transaksi yang dilakukan.

    SOAL 1634: Jika hadiah-hadiah yang diberikan oleh perusahaan atau perorangan merupakan imbalan (balasan) dari hadiah yang diberikan dari baitulmal, apa hukumnya?
    JAWAB: Jika dia merupakan balasan hadiah dari baitulmal maka harus dikembalikan ke baitulmal.

    SOAL 1635: Jika penerima hadiah terpengaruh dalam hal terjalinnya hubungan yang tidak baik atau mengkhawatirkan secara keamanan bolehkah mengambil dan mempergunakan hadiah tersebut?
    JAWAB: Menerima hadiah-hadiah semacam ini tidak diperbolehkan dan wajib untuk menahan diri untuk menerima.

    SOAL 1636: Jika hadiah yang diberikan dimungkinkan karena untuk merangsang penerima dan mendorongnya untuk melakukan propaganda demi kemaslahatan pemberi hadiah, bolehkah menerimanya?
    JAWAB: Jika propaganda yang dilakukan menurut pandangan syariat dan undang-undang adalah hal yang boleh, maka menerimanya tidak bermasalah. Namun, bila dilakukan di kantor-kantor dan institusi pemerintah maka haruslah mengikuti undang-undang dan aturan yang berlaku tentang hal itu.

    SOAL 1637:  Apa hukum hadiah jika diberikan dalam rangka menutup mata atau melupakan dan mengabaikan (kesalahan) atau dalam rangka mendapatkan persetujuan pimpinan atas pekerjaan tertentu?
    JAWAB: Menerima hadiah–hadiah semacam ini hukumnya bermasalah dan bahkan tidak boleh atau dilarang. Secara umum jika memberi hadiah dengan maksud untuk merealisasikan tujuan yang bertentangan dengan syariat dan undang-undang atau demi untuk meraih keinginan pejabat untuk menyetujui hal-hal yang semestinya tidak disetujui maka menerima hadiah semacam itu tidak diperbolehkan bahkan wajib hukumnya untuk menahan diri agar tidak menerimanya serta wajib bagi para pimpinan untuk menghalangi perbuatan tersebut.

    SOAL 1638: Bolehkah seorang kakek dari ayah menghibahkan seluruh hatinya di saat masih hidup kepada istri anaknya yang telah meninggal begitu juga untuk anak-anak lakinya (cucunya)? Dan apakah anak-anak perempuaanya berhak untuk memprotes hal itu?
    JAWAB: Dia berhak untuk melakukan hal itu semacam hidupnya sesuai dengan keinginannya dan anak-anak perempuannya tidak berhak untuk memprotesnya.

    SOAL 1639: Seseorang yang tidak memiliki anak, saudara, saudari dan ibu bermaksud untuk memberikan hartanya pada istrinya atau famili istrinya sebagai hibah. Bolehkah ia melakukan hal itu? Apakah pemberiannya itu memiliki batasan dan kadar tertentu ataukah dia dapat memberikan semua hartanya?
    JAWAB: Tidak ada larangan bagi seorang pemilik harta di masa hidupnya untuk menghibahkan sebagian atau seluruh hartanya kepada siapasaja yang ia inginkan baik ahli warisnya atau bukan.
     
    SOAL 1640: Badan ikatan keluarga syahid menyerahkan kepada saya sejumlah uang dan bahan makanan untuk biaya majelis Fatihah anak saya yang syahid. Apakah mengambil hal itu memiliki dampak ukhrawi bagi saya? Dan apakah hal itu akan menyebabkan berkurangnya pahala sang syahid?
    JAWAB: Keluarga para syahid yang mulia tidaklah bermasalah untuk menerima bantuan tersebut dan tidak ada pengaruhnya dengan pahala dan balasan sang syahid dan keluarganya.

    SOAL 1641: Sebuah kotak bersama dibuat oleh pekerja hotel dan keamanan untuk mengumpulkan uang-uang tip yang mereka terima, kemudian mereka membagikannya secara merata di antara mereka. Namun, sebagian dari mereka yang memiliki kedudukan yang tinggi seperti ketua atau wakil selalu menuntut bagian yang lebih banyak sehingga selalu menimbulkan perselisihan dan perpecahan, apa hukum masalah ini?
    JAWAB: Masalah ini bergantung pada niat pemberi tip tersebut, jika ia memberinya kepada pribadi masing-masing maka merupakan hak milik pribadi mereka sendiri dan jika diberikan untuk semua maka harus dibagi kepada semua secara merata.

    SOAL 1642: Uang yang diberikan kepada anak kecil sebagai hadiah atau uang lebaran, apakah uang tersebut milik anak kecil tersebut atau milik ayah dan ibunya?
    JAWAB: Jika ayah menerima uang tersebut karena hak otoritas (wilayah) yang ia miliki atas anak-anak kecil maka uang-uang tersebut merupakan hak miliki anak.

    SOAL 1643: Seorang ibu memiliki dua orang putri. Dia bermaksud untuk menghibahkan sebidang tanah pertaniannya untuk cucunya (anak salah seorang keturunannya) yang pada akhirnya menyebabkan putri keduanya tidak akan mendapatkan warisan, sahkah yang ia lakukan ataukah sang putri kedua dapat menuntut bagiannya setelah kematian ibunya?
    JAWAB: Jika semasa hidupnya telah menghibahkan yang ia miliki pada cucunya maka menjadi hak miliknya (si cucu) dan tidak ada seorang pun yang berhak untuk memprotesnya. Adapun jika ia mewasiatkan bahwa setelah kematiannya, yang ia miliki adalah milik cucunya maka wasiat tersebut hanya berlaku pada sepertiga dari yang ia miliki adapun selebihnya tergantung pada izin ahli warisnya.

    SOAL 1644: Seseorang menghibahkan sejumlah tanah pertaniannya pada keponakannya dengan syarat ia mengawinkan dua anak tirinya dengan kedua anaknya tetapi keponakan tersebut hanya mengawinkan satu orang dari anak tirinya dengan anaknya dan tidak mau untuk mengawinkan anak tiri keduanya, apakah hibah dengan syarat tesebut sah hukumnya atau tidak?
    JAWAB:Hibah semacam itu sah tetapi syaratnya batil sebab ayah tiri tidak memiliki perwalian atas anak tirinya. Namun, perkawinan mereka pada saat ketiadaan ayah atau kakeknya bergantung pada kerelaan diri mereka sendiri. Lain halnya jika maksud dari syarat tersebut bahwasanya keponakannya lewat pertemuan dan perkenalan dapat meraih kerelaan dan persetujuan anak-anak tirinya untuk kawin dengan anak-anak orang tersebut maka syarat tersebut sah dan benar sehingga wajib untuk diamalkan, jika tidak maka pemberi hibah dapat membatalkan hibahnya.

    SOAL 1645: Kami memiliki sebuah apartemen yang kepemilikannya dicatat atas nama putri saya yang kecil. Setelah saya menceraikan ibunya dan sebelum ia berusia 17 tahun saya membatalkan hibah saya dan melakukan pencatatan atas nama putri dari istri kedua saya. Apa hukumnya?
    JAWAB:Agar Anda benar-benar telah menghibahkan hak milik Anda kepada putri Anda dan Anda telah menerimanya sebagai pemilik wilayah (otoritas) atasnya, maka hibah tersebut sah dan tidak dapat dibatalkan. Namun, jika hibah tidak dilakukan dengan niat sebenarnya, yang Anda lakukan hanya pencatatan kepemilikan atas namanya, maka hal itu tidak cukup untuk memindahkan kepemilikan, maka apartemen tersebut masih milik Anda dan berada di bawah hak dan kekuasaan Anda.

    SOAL 1646: Setelah kami menderita sakit yang parah, maka kami membagi-bagikan semua yang kami miliki kepada anak-anak kami. Kami pun mempersiapkan surat-surat kepemilikan atas hal itu. Setelah kesehatan kami pulih, kami mendatangi mereka dan meminta dari mereka untuk mengembalikan sebagian dari harta kami. Namun, mereka tidak mau untuk memberikannya kepada kami. Apa hukum masalah ini?
    JAWAB:Sekadar menuliskan surat-surat kepemilikan tidaklah cukup untuk memindahkan kepemilikan kepada anak-anak. Kesimpulannya, jika harta dan apa yang Anda miliki telah Anda hibahkan kepada anak-anak Anda dan mereka juga telah menerimanya dan menjadikannya di bawah penguasaan mereka, maka Anda tidak berhak untuk membatalkan hibah tersebut dan meminta kembali dari mereka. Namun, jika hibah belum terjadi atau belum dilakukan serah-terima, maka harta Anda masih merupakan hak milik Anda dan berada di bawah kekuasaan dan kehendak Anda sendiri.

    SOAL 1647: Seseorang menuliskan dalam surat wasiatnya, bahwa semua yang ada di dalam rumahku adalah telah kuhibahkan kepada istriku. Di rumah tersebut ada sebuah buku tulisan almarhum. Apakah hak cipta dan menerbitkan buku tersebut juga dimiliki oleh istrinya saja taukah merupakan hak ahli waris lainnya juga?
    JAWAB:Hak cipta sebuah buku mengikuti kepemilikan pemilik buku tersebut. Oleh karena itu, jika seorang penulis menghadiahkan buku karangannya kepada seseorang atau menghibahkannya, maka buku tersebut adalah miliknya dan begitu pula hal-hal yang berhubungan dengannya termasuk hak cipta.

    SOAL 1648: Sebagian kantor dan institusi pada hari-hari besar tertentu membagi-bagi hadiah pada para karyawannya. Dan tidak diketahui, tujuan pemberian hadiah-hadiah tersebut. Bolehkah para pekerja mengambil hadiah-hadiah tersebut dan menggunakannya?
    JAWAB:Jika yang memberi hadiah adalah orang yang memiliki otoritas untuk memberi sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, maka memberi hadiah dari harta negara tidaklah bermasalah. Oleh karena itu, jika mereka memiliki perkiraan yang kuat buat pemberi hadiah memang berhak untuk itu, maka tidak bermasalah untuk menerimanya.

    SOAL 1649: Apakah penerimaan atas barang hibah yang harus dilakukan oleh penerima hibah, cukup dengan sekadar penerimaan biasa ataukah diharuskan untuk dilakukan perubah nama kepemilikan menjadi namanya, khususnya seperti mobil, rumah dan tanah?
    JAWAB:Yang dimaksudkan dengan penerimaan barang yang dihibahkan, bukanlah penandatanganan surat kepemilikan, namun cukup bahwa barang yang ada di alam luar tersebut berada di bawah penguasaan dan kehendaknya. Dan tidak ada perbedaan antara barang hibah yang satu dengan yang lainnya.

    SOAL 1650: Seseorang menghadiahkan sesuatu kepada orang lain pada acara perkawinan, kelahiran atau lainnya. Empat atau tiga tahun kemudian dia bermaksud untuk memintanya kembali darinya. Apakah yang menerima wajib untuk mengembalikannya? Jika dia memberikannya untuk majelis-majelis yang didirikan dalam rangka memperingati hari lahir atau wafat para imam as, bolehkah ia memintanya lagi?
    JAWAB:Selama benda yang dihibahkan masih ada seperti semula, maka pemberi boleh untuk memintanya kembali dengan syarat penerimanya tersebut bukan dari familinya dan bukan hibah yang berimbalan. Namun, jika barang tersebut sudah tidak ada atau berubah dari bentuk aslinya ketika dihibahkan, maka ia tidak berhak lagi untuk memintanya kembali benda tersebut atau harganya. Begitu pula hukum uang yang diserahkan demi memperoleh kedekatan dan keridaan Tuhan tidak ada hak lagi untuk diminta kembali.


  • HUTANG-PIUTANG

    SOAL 1651: Ada seorang pemilik perusahaan yang meminjam uang pada saya untuk membeli bahan-bahan produksi. Beberapa waktu kemudian, dia mengembalikan uang tersebut kepada saya dengan adanya kelebihan yang dia berikan dengan kerelaan sempurna tanpa adanya syarat sebelumnya dan saya pun tidak mengharapkan hal itu. Bolehkah saya menerima kelebihan uang tersebut?
    JAWAB: Pada kasus yang ditanyakan, di mana syarat pemberian hutang bukanlah adanya kelebihan di saat membayar dan dia pun memberikan kelebihan itu dengan kerelaan sempurna dari dirinya sendiri, maka tidak bermasalah untuk menerimanya.

    SOAL 1652: Jika orang yang berhutang menolak untuk melunasi hutangnya, sehingga si pemberi piutang harus melunasi cek-cek yang harus ia bayar untuk mengajukannya ke pengadilan, maka selain dia harus melunasi hal itu ia pun harus membayar pajak pengadilan. Apakah secara syar’i ia memang bertanggung jawab atas hal itu?
    JAWAB: Jika memang yang memiliki hutang menolak untuk melunasi hutangnya sehingga harus diadukan ke pengadilan, maka biaya pengadilan dan pajaknya bukanlah tanggung jawab pemberi piutang.

    SOAL 1653: Saudara saya meminjam sejumlah uang kepada saya. Di saat saya membeli rumah, dia membawa sebuah karpet yang saya mengiranya, dia memberikannya kepada saya sebagai hadiah. Namun setelah saya menagih hutangnya, dia mengaku telah melunasi hutangnya dengan memberikan karpet tersebut kepada saya.
    a. Apakah benar apa yang dia lakukan, dengan menganggap karpet tersebut sebagai bayaran atas hutangnya, padahal dia tidak mengatakan apa-apa di saat menyerahkan karpet tersebut?
    b. Jika saya tidak setuju untuk menerima karpet sebagai pembayaran atas hutangnya, haruskah saya mengembalikan karpet tersebut kepadanya?
    c. Bolehkah saya menuntut pelunasan hutang darinya lebih dari yang saya serahkan kepadanya, dengan pertimbangan, bahwa uang tersebut memiliki nilai beli yang berbeda saat ini dengan saat ia meminjam (inflasi)?
    JAWAB: Menyerahkan karpet atau sejenisnya yang bukan sejenis hutang yang diterima saat berhutang, tidaklah dianggap sebagai pelunasan hutang, kecuali atas kesepakatan Anda sebagai pemberi piutang. Oleh karena selama Anda tidak merelakan hal itu, maka Anda berkewajiban mengembalikan karpet tersebut kepadanya, karena ia masih di bawah kepemilikannya. Berkenaan dengan selisih nilai beli saat itu dan saat pembayaran, berdasarkan prinsip kehati-hatian Anda wajib melakukan kesepakatan dengannya.

    SOAL 1654: Apa hukum membayar hutang dengan uang haram?
    JAWAB: Membayar hutang dengan uang milik orang lain tidak menggugurkan hutang Anda. Oleh karena itu, Anda tetap memiliki tanggungan untuk membayar hutang yang Anda pinjam.

    SOAL 1655: Ada seorang wanita yang meminjam uang dari orang lain sejumlah 1/3 harga rumah yang akan ia beli. Dia bersepakat dengan yang memberinya piutang untuk mengembalikan uangnya setelah kondisi ekonominya membaik. Pada saat itu pula putra sang perempuan tersebut memberikan selembar cek sejumlah uang yang diterima oleh ibunya sebagai jaminan atasnya. Setelah berlalu 4 tahun, ahli waris masing-masing pelaku hutang-piutang tersebut bermaksud untuk menyelesaikan masalah tersebut. Haruskah ahli waris sang ibu menyerahkan 1/3 rumah yang dibeli dengan uang hasil pinjaman kepada pemberi piutang? Ataukah mereka cukup melunasi uang sebesar yang tertera di dalam cek?
    JAWAB: Ahli waris pemberi piutang tidak berhak apa pun dari rumah tersebut, mereka hanya berhak untuk menuntut uang sejumlah yang dipinjamkan kepada almarhumah oleh mendiang ayahnya (pemberi warisan) dengan syarat warisan yang ditinggalkan oleh almarhumah mencukupi untuk melunasi hal itu. Berkenaan dengan selisih nilai beli saat itu dan saat pembayaran, berdasarkan prinsip kehati-hatian hendaknya dilakukan kesepakatan antara mereka.

    SOAL 1656: Saya meminjam sejumlah uang dari seseorang. Setelah lama berlalu orang tersebut tidak saya temukan lagi, sehingga saya tidak dapat membayar kepadanya. Apa tugas saya saat ini?
    JAWAB: Anda berkewajiban untuk menunggu dan mencarinya sehingga dapat melunasi hutang Anda padanya atau kepada ahli warisnya. Jika Anda telah putus harapan untuk menemukannya, maka Anda harus meminta solusi dari hakim syar’i atau Anda menyedekahkannya atas nama pemiliknya.

    SOAL 1657: Bolehkah seorang pemberi piutang menuntut dari yang berhutang kepadanya, semua biaya yang ia keluarkan untuk urusan birokrasi pengadilan dalam rangka membuktikan hutang-piutang tersebut?
    JAWAB: Secara syar’i yang berhutang tidak berkewajiban untuk membayar biaya pengadilan tersebut. Untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti ini hendaknya diselesaikan sesuai Undang-Undang RII yang berlaku.

    SOAL 1658: Jika orang yang punya tanggungan hutang tidak melunasi hutangnya atau mengabaikannya, bolekah si pemberi piutang merampas (mengambil) barang hak miliknya baik secara terang-terangan atau tidak?
    JAWAB: Jika ia mengingkari hutangnya atau ia tidak mau untuk melunasinya tanpa alasan yang benar, maka pemberi piutang dapat mengambil barang hak miliknya. Namun, jika ada undang-undang yang mengatur hal itu, maka wajib untuk dilaksanakan.

    SOAL 1659: Apakah hutang seorang yang telah meninggal dunia termasuk dalam tanggungan sesama manusia (haqqunnas) sehingga harus dibayarkan oleh ahli warisnya dari harta peninggalannya?
    JAWAB: Hutang baik kepada perorangan atau kepada lembaga dan negara adalah termasuk hak-hak orang lain yang harus dibayarkan oleh ahli waris almarhum dari harta peninggalannya. Mereka tidak berhak untuk mempergunakan harta peninggalannya sebelum dibayarkan terlebih dahulu.

    SOAL 1660: Ada seorang yang memiliki sebidang tanah dan di atasnya terdapat sebuah bangunan milik orang lain. Pemilik tanah tersebut memiliki hutang kepada dua orang lain. Bolehkah mereka mengajukan permohonan untuk menyita tanah dan bangunan tersebut ataukah ia hanya berhak untuk menyita tanahnya saja?
    JAWAB: Mereka tidak berhak untuk mengajukan permohonan untuk menyita barang yang bukan hak milik orang yang berhutang dari mereka.

    SOAL 1661: Apakah rumah yang ditempati oleh kreditir dan keluarganya diperkecualikan dari harta yang akan disita?
    JAWAB: Segala sesuatu yang merupakan kebutuhan primer sang kreditir untuk kelangsungan hidupnya, seperti rumah dan perabotnya yang wajar sesuai dengan status sosialnya, maka diperkecualikan dari paksaan untuk dijual guna melunasi hutangnya.

    SOAL 1662: Jika ada seorang pedagang yang tidak dapat melunasi hutang-hutangnya dan ia tidak memiliki apa-apa kecuali sebuah bangunan yang sudah ditawarkan untuk dijual, namun kalaupun laku ia hanya dapat melunasi setengah dari hutang-hutangnya. Apakah boleh para pemberi piutang untuk memaksanya menjual bangunan tersebut ataukah mereka harus memberi kesempatan waktu dan menunda pembayaran yang barangkali dengan menyicil (mengangsur) ia dapat melunasinya?
    JAWAB: Jika bangunan tersebut bukan rumah yang ia tempati dengan keluarganya, maka boleh saja para pemberi piutang untuk memaksanya menjualnya walaupun hasil penjualan juga tidak akan mencukupi. Berkenaan dengan sisa hutangnya, maka mereka harus bersabar sampai ia mampu untuk melunasinya.

    SOAL 1663: Wajibkah sebuah lembaga negara melunasi hutang yang diperoleh dari lembaga negara lainnya?
    JAWAB: Dalam hal kewajiban membayar hutang sama hukumnya dengan hutang-hutang lainnya.

    SOAL 1664: Jika seseorang melunasi hutangnya tanpa ditagih oleh si pemberi piutang, apakah ia berhak untuk mendapatkan imbalan atas hal itu?
    JAWAB: Ia tidak berhak untuk menuntut imbalan apa pun atas hal itu dan si pemberi piutang tidak berkewajiban untuk membayar hal itu.

    SOAL 1665: Jika orang yang berhutang meminta penundaan pelunasan hutangnya dari waktu yang telah disepakati, apakah pemberi piutang berhak untuk menuntut pembayaran lebih darinya?
    JAWAB: Di dalam pandangan syariat ia tidak berhak untuk menuntut selain sejumlah uang yang dipinjamkan kepadanya.

    SOAL 1666: Ayah saya telah melakukan transaksi semu dengan menyerahkan sejumlah uang kepada seseorang dan pada hakikatnya ia telah meminjamkan uang tersebut kepadanya. Setiap bulan ayah saya menerima labanya. Setelah ayah saya wafat orang tersebut meneruskan kebiasaan memberikan laba kepada kami setiap bulan hingga ia pun meninggal dunia. Apakah uang yang diberikannya tersebut hukumnya riba, sehingga ahli waris pemberi piutang berkewajiban untuk mengembalikannya kepada ahli waris yang berhutang?
    JAWAB: Sesuai dengan asumsi yang telah disebutkan, bahwa pada dasarnya muamalah yang dilakukan adalah hutang-piutang, maka setiap yang diterima oleh ayah Anda adalah uang riba yang harus dikembalikan oleh ahri warisnya kepada ahli waris peminjam.

    SOAL 1667: Bolehkah seseorang menyerahkan uangnya kepada seseorang dan setiap bulan mendapatkan keuntungan darinya?
    JAWAB: Jika mereka menyerahkan uang tersebut untuk dijalankan di bawah salah satu akad yang dibenarkan dalam syariat, maka tidak bermasalah. Begitu juga uang laba (keuntungan) yang diperoleh tidak bermasalah. Namun, jika mereka memberikannya sebagai hutang, maka –walaupun hutang-piutang tersebut sah hukumnya- uang (laba) yang diterima itu adalah riba dan haram hukumnya.

    SOAL 1668: Seseorang meminjam uang untuk tujuan usaha (modal). Jika usaha yang ia lakukan berhasil, bolehkah ia memebrikan sebagian hasil (keuntungan) yang diperolehnya kepada pemberi piutang? Bolehkah si pemberi hutang menuntut hal itu?
    JAWAB: Pemberi piutang tidak berhak untuk menuntut keuntungan dari hasil usaha yang didapatkan oleh yang berhutang. Namun, jika ia (yang berhutang) ingin berbuat baik dengan memberi sebagian keuntungan yang diperolehnya kepada pemberi piutang tanpa adanya kesepakatan sebelumnya, maka tidak bermasalah dan malah hal itu dianjurkan (mustahab).

    SOAL 1669: Seseorang membeli sebuah barang dari orang lain dengan cara kredit yang akan dicicilnya selama tiga bulan. Setelah berlalu tiga bulan ia meminta untuk menunda pembayaran tiga bulan lagi dengan catatan dia akan membayar bunganya. Bolehkah ia melakukan hal itu?
    JAWAB: Kelebihan uang (pembayaran) tersebut adalah riba dan haram hukumnya.

    SOAL 1670: Jika si A meminjam dengan cara riba dari sebuah bank melakukan pencatatan atas transaksi tersebut dan syarat-syaratnya, sedangkan si D adalah bagian keuangan yang bertugas untuk mengarsip setiap berkas-berkas transaksi yang dilakukan dan memindahkannya ke buku keuangan. Apa hukum si D berada dalam transaksi riba tersebut? Haramkah uang gaji yang ia peroleh? Dan bagaimana hukum si E yang bertugas melakukan pengecekan ulang atas pencatatan keuangan yang dilakukan dan memberiahukan kepada si D jika didapatkan adanya kesalahan?
    JAWAB: Setiap pekerjaan yang ada hubungannya dengan transaksi riba, baik dalam pelaksanaan, mengambil dan menerima serta beberapa persiapan sebelum dan sesudahnya, maka hukumnya haram dan tidak berhak untuk mendapatkan upah dan gaji.

    SOAL 1671: Mayoritas Muslim karena tidak memiliki modal yang cukup, maka mereka terpaksa meminjam uang dari orang-orang kafir, dengan konsekuensi adanya kewajiban untuk membayar lebih dari jumlah yang mereka ambil. Apa hukum meminjam dengan cara riba dari orang-orang kafir atau bank milik mereka, atau pun milik negara non-Islam?
    JAWAB: Meminjam dengan cara riba secara hukum taklifi6 haram hukumnya. Keharaman ini bersifat mutlak, sekalipun dari non-Muslim. Namun, hutang yang diperoleh itu dihukumi sah.

    SOAL 1672: Ada seorang yang meminjam sejumlah uang dengan syarat ia akan membiayai sebuah perjalanan yang akan dilakukan oleh pemberi piutang, seperti biaya perjalanan haji, mislanya. Bolehkah mereka melakukan hal itu?
    JAWAB: Menjadikan pembiayaan perjalanan sebagai syarat dalam memberikan piutang dan syarat-syarat lain yang sejenis dengannya, memiliki hukum yang sama dengan kewajiban membayar keuntungan dan bunga bagi peminjam. Oleh karena itu, haram hukumnya dan syarat tersebut batal. Namun, pinjaman itu sendiri sah hukumnya.

    SOAL 1673: Sebagian yayasan sosial simpan-pinjam membeli barang, tanah dan lain-lain dengan uang yang dititipkan oleh orang-orang (anggota) padanya. Apa hukum trnsaksi ini? Bolehkah para pengurus mempergunakan uang tersebut untuk menjual dan membeli barang, padahal ada sebagian pemilik uang yang tidak merelakan hal itu? Bolehkah pekerjaan ini secara syar’i?
    JAWAB:Jika para anggota menyerahkan uang mereka sebagai amanat dan titipan, maka apa yang dilakukan oleh para pengurus dengan uang itu dalam jual-beli adalah fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin mereka. Adapun, jika mereka menyerahkannya sebagai pinjaman kebaikan, maka apa yang dilakukan oleh para pengurus sesuai dengan wewenang yang diberikan kepada mereka, seperti membeli dan menjual dengannya barang-barang, tanah dan lain-lain, maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1674: Sejumlah orang meminjam uang kepada orang lain dan setiap bulannya mereka membayar keuntungan dan labanya, tanpa adanya akad tertentu selain kesepakatan antara mereka untuk hal itu. Apa hukumnya?
    JAWAB:Transaksi semacam ini adalah transaksi riba. Syarat dan faedah yang diterima adalah haram hukumnya dan tidak boleh.

    SOAL 1675: Jika seorang yang meminjam dari yayasan simpan-pinjam kemanusiaan di saat mengembalikan hutangnya ia menyerahkan sejumlah uang tambahan, tanpa adanya syarat apa-apa sebelumnya. Bolehkah uang tersebut diambil dan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan?
    JAWAB:Jika ia menyerahkan kelebihan uang tersebut dengan kerelaan dirinya dengan niat kebaikan maka itu adalah pekerjaan yang dianjurkan (mustahab). Para pengurus boleh saja menerima uang tersebut. Adapun kebolehan mereka mempergunakan uang tersebut untuk kepentingan pembangunan adalah tergantung pada aturan yang mengatur wewenang yang diberikan pada mereka.

    SOAL 1676: Seorang staf pegawai yayasan sosial simpan-pinjam membeli sebuah bangunan dari uang yang dia pinjam dari seseorang. Sebulan berikutnya dia melunasi hutang tersebut dengan uang simpanan anggota, tanpa izin mereka. Benarkah transaksi yang ia lakukan? Siapakah pemilik bangunan tersebut?
    JAWAB:Pembelian bangunan yayasan dengan uang yang dipinjamkan kepada yayasan, jika dilakukan sesuai wewenang dan kebijakan yang diberikan kepada staf tersebut, maka tidak bermasalah. Bangunan tersebut adalah milik yayasan. Dan tidak demikian, maka pembelian tersebut adalah fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin dan kerelaan pemiliknya.

    SOAL 1677: Apa hukum memberikan tip (tanda terimakasih) pada bank di saat menerima hutang?
    JAWAB:Jika uang yang diserahkan sebagai imbalan dan upah atas pekerjaan pemberian hutang yang dilakukan, sama dengan biaya pencatatan surat-surat resmi dan kas pembayaran air, listrik dan selainnya serta tidak ada hubungannya dengan bunga hutang. Maka membayar hal itu, menyerahkan dan menerima hutang tidaklah bermasalah.

    SOAL 1678: Sebuah lembaga sosial memberikan hutang kepada anggotanya. Namun, anggota yang mengajukan permohonan hutang disyaratkan menyimpan sejumlah uang selama tiga bulan atau enam bulan. Setelah berlalu masa tersebut, maka lembaga tersebut akan memberikan dua kali lipat pinjaman kepadanya. Setelah anggota yang berhutang melunasi hutangnya, maka uang simpanan tersebut dikembalikan kepadanya. Apa hukum pekerjaan semacam ini?
    JAWAB:Jika penyerahan (penitipan) uang dengan tujuan, uang tersebut untuk beberapa saat disimpan sebagai pinjaman dengan syarat kas lembaga itu juga berkewajiban untuk memberikan pinjaman, atau syarat kas dapat memberi pinjaman adalah adanya pinjaman anggota terlebih dahulu yang diberikan kepada kas, maka syarat semacam ini termasuk ke dalam transaksi riba dan batal. Namun, hutang-piutang itu sendiri sah hukumnya dari kedua belah pihak.

    SOAL 1679: Sebuah lembaga sosial yang memberikan pinjaman mensyaratkan kepada yang berhak mendapatkan pinjaman dengan beberapa syarat, di antaranya, keanggotaan, kepemilikan nomor anggota dan buku rekening, tinggal di tempat lembaga itu berada dan lain-lain. Apakah syarat-syarat ini dihukumi riba?
    JAWAB:Syarat keanggotaan dan berdomsili di tempat lembaga tersebut berada yang mempersempit kesempatan untuk mendapatkan pinjaman kepada pribadi-pribadi tertentu, tidaklah bermasalah. Adapun membuka rekening jika dimaksudkan dengannya tujuan yang sama seperti di atas, yaitu mempersempit hak orang untuk mendapatkannya juga tidak bermaslaah. Namun, jika syarat ini dimaksudkan agar yang mendapatkan pinjaman itu haruslah terlebih dahulu meminjamkan uangnya kepada lembaga tersebut, maka simpan-pinjam akan berubah hukum menjadi simpan-pinjam bermanfaat dan hukumnya batal (haram-peny.)

    SOAL 1680: Apakah ada jalan untuk melarikan diri dari hukum riba di dalam transaksi yang dilakukan oleh bank?
    JAWAB:Jalan keluar untuk terhindar dari riba adalah dengan memanfaatkan akad syar’i yang benar dengan menyempurnakan semua syaratnya.

    SOAL 1681: Bolehkah hutang yang didapat dari bank dipergunakan untuk kegunaan lain selain yang ditentukan oleh bank?
    JAWAB:Jika bank memberikan hutang kepada para nasabah dengan syarat harus dipergunakan pada kegunaan tertentu, maka tidak boleh melanggar dari hal iu. Begitu juga, jika bank memberikan pinjaman tersebut sebagai modal di dalam akad bagi hasil (mudharabah) atau kerjasama (syirkah) maka ia tidak berhak mempergunakannya untuk keperluan lain.

    SOAL 1682: Jika salah seorang penyandang cacat perang bermaksud untuk meminjam uang dari bank dan bank yang ditujukan khusus kepada para penyandang cacat perang sesuai dengan tingkat kecacatannnya, bolehkah ia menunjukkan surat keterangan dokter yang salah dalam menerangkan tingkat kecacatan dengan keterangan lebih dari kenyataannya, padahal ia tahu hal itu?
    JAWAB:Jika keterangan dokter yang tertulis di dalam surat itu dilakukan sesuai dengan pemeriksaan dokter spesialis dan sesuai dengan aturan yang berlaku, dan bank pun menganggap hal itu sebagai bukti sah yang untuk menentukan tingkat kecacatannya, maka ia boleh memanfaatkan surat tersebut untuk mendapatkan prioritas yang akan diberikan oleh bank, walaupun pada kenyataannya tingkat kecacatannya lebih kecil dari itu.


  • SHULUH

    SOAL 1683: Seseorang telah melakukan kesepakatan dengan istrinya atas semua harta yang dimiliki, seperti rumah, mobil dan karpet serta seluruh perabot rumahnya. Dia pun telah menentukan pengayom dan penerima wasiat untuk anak-anaknya yang belum balig setelah ia wafat. Apakah ayah dan ibunya berhak menuntut sesuatu dari harta peninggalannya setelah ia wafat?
    JAWAB:Jika memang terbukti, bahwa almarhum telah melakukan kesepakatan dengan memberikan seluruh yang ia miliki di saat hidupnya, sehingga di saat wafatnya ia tidak memiliki apa-apa, maka tidak ada objek yang akan diterapkan kepadanya sebagai warisan yang akan dituntut oleh ayah, ibu dan ahli waris lainnya. Dengan kata lain, tak ada seorang pun yang berhak untuk menuntut harta hak milik istri almarhum sejak masa hidupnya almarhum.

    SOAL 1684: Jika seseorang sepakat untuk memberikan sebagian dari yang ia miliki kepada salah seorang anaknya, kemudian setelah berlalu sekian waktu ia menjualnya kepada anak tersebut. Setelah kematian sang ayah, anak-anak yang merupakan ahli warisnya dengan bersandarkan pada surat keterangan dokter yang menerangkan, bahwa almarhum ayahnya sejak sebelum ia menjual dan setelah menjual barang tersebut sampai ia wafat tidak memiliki kesadaran yang sempurna. Pertanyaannya, apakah menjual barang yang telah diberikan dengan kesepakatan atas barang yang diberikan kepadanya tersebut sebelumnya adalah meniscayakan adanya pembatalan pemberian yang dilakukan sebelumnya, sehingga jual-beli yang dilakukan dihukumi sah? Namun, jika kompensasi yang dilakukan masih dianggap sah, apakah ia (hanya) berlaku pada 1/3 dari harta peninggalan atau pada seluruhnya?
    JAWAB: Kesepakatan yang dilakukan sebelumnya dihukumi sah. Oleh karena itu, selama tidak terbukti ia membatakan hal itu, maka ia tetap berlaku pada semua harta peninggalannya dan jual-beli yang dilakukan tidak sah, baik dalam keadaan berakal sempurna atau tidak.

    SOAL 1685: Seseorang melakukan kesepakatan dengan memberikan seluruh harta yang ia miliki termasuk hak-hak yang akan ia peroleh dari yayasan kesehatan dan kesejahteraan kepada istrinya. Namun, pihak yayasan tidak mau untuk membenarkan hal itu, karena sesuai dengan aturan yang berlaku ia tidak berhak untuk melakukan hal itu. Sang suami yang melakukan hal itu pun mengakui, bahwa ia melakukan hal tersebut dalam rangka melarikan diri dari membayar hutang kepada para pemberi piutang kepadanya. Apa hukum kesepakatan yang ia lakukan?
    JAWAB: Kesepakatan yang dilakukan atas harta hak milik orang lain atau yang masih berhubungan dengan orang lain hukumnya adalah fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin dan kerelaannya. Jika memang ia melakukan hal itu untuk melarikan diri dari membyar hutang pada orang yang memberikan piutang padanya, maka keabsahan kesepakatan tersebut bermasalah. Apalagi kalau ia tidak memiliki harapan adanya pemasukan lain sehingga ia dapat melunasi hutang-hutangnya dari penghasilan tersebut.

    SOAL 1686: Dalam sebuah kesepakatan disebutkan, bahwa seorang ayah telah melakukan kesepakatan dengan memberikan sebagian harta miliknya kepada salah seorang anaknya. Apakah yang ia lakukan dianggap sah secara hukum syariat dan undang-undang?
    JAWAB:Hanya dengan adanya tulisan kesepakatan bersama tidaklah mencukupi untuk menghukuminya sah, selama tidak diketahui, bahwa pelakunya telah melakukan hal itu dengan benar-benar sesuai yang tertulis padanya. Lain halnya jika memang telah diketahui bahwa kesepakatan telah dilakukan dengan benar-benar oleh pemiliknya, namun kita ragu apakah telah dilakukan dengan benar secara syar’i atau tidak, maka dihukumi sah.

    SOAL 1687: Ayah istri saya di saat saya mengawini anaknya melakukan kesepakatan atas sebidang tanah dengan sejumlah uang dengan saya, sehingga tanah tersebut menjadi milik saya. Hal itu dilakukan di depan kehadiran beberapa orang saksi. Namun saat ini, sang ayah mengaku, bahwa muamalah yang ia lakukan adalah sekadar formalitas (tidak sungguh-sungguh). Apa hukum masalah ini?
    JAWAB:Kesepakatan yang dilakukan dihukumi sah dan berlaku, selama tidak terbukti, bahwa apa yang ia lakukan sebelumnya memang benar-benar formalitas.

    SOAL 1688: Ayah saya semasa hidupnya melakukan kesepakatan dengan memberikan seluruh harta miliknya baik yang dapat dipindahkan atau tidak menjadi milik saya dengan syarat setelah wafatnya saya berkewajiban memberikan sejumlah uang kepada saudari-saudari saya. Mereka pun merelakan hal itu. Surat wasiat dan kesepakatan itu ditulis dan ditandatangani di atas kertas secara resmi. Setelah ayah saya wafat, saya melaksanakan kewajiban saya untuk memberikan hak-hak saudari-saudari saya dan saya pun memiliki semua sisa peninggalan ayah saya. Bolehkah saya melakukan penguasaan atas sisa peninggalan ayah saya tersebut? Apa hukumnya jika mereka tidak merelakan hal itu?
    JAWAB: Kesepakatan yang dilakukan tidaklah bermasalah, harta yang disebutkan adalah hak milik Anda dan ketidakrelaan ahli waris tidaklah memiliki dampak dan efek apa pun.

    SOAL 1689: Apa hukum kesepakatan yang dilakukan oleh seseorang dengan memberikan harta miliknya kepada salah seorang anaknya tanpa kehadiran anak-anaknya yang lain?
    JAWAB: Melakukan kesepakatan dengan menyerahkan harta milik pemilik di saat masa hidupnya kepada salah seorang ahli warisnya tidaklah disyaratkan adanya kerelaan dan persetujuan ahli waris lainnya.

    SOAL 1690: Seseroang yang melakukan kesepakatan dengan memberikan sejumlah harta miliknya kepada orang lain, dengan syarat hanya ia saja yang memanfaatkan harta miliknya tersebut, bolehkah ia mengizinkan orang lain memanfaatkannya juga atau bekerjasama dengan orang ketiga tanpa kerelaan dan persetujuan sang pemberi? Jika memang boleh dan sah, apakah ia boleh membatalkan kesepakatan tersebut?
    JAWAB:Tidak diperbolehkan bagi orang yang melakukan kesepakatan tidak mematuhi isi akad yang telah disepakati. Jika memang ia melihat pihak lawan melakukan penyelewengan dan pelanggaran atas isi akad kesepakatan, maka ia dapat membatalkan kesepakatan yang telah ia lakukan.

    SOAL 1691: Bolehkah seorang yang telah melakukan kesepakatan dengan akad yang benar membatalkan kesepakatannya tanpa pemberitahuan kepada pihak lawannya, serta melakukan kesepakatan kepada orang lain atas barang miliknya tersebut?
    JAWAB:Jika kesepakatan telah terjadi dengan cara yang benar, maka telah berlaku segala konsekuensinya (lazim). Oleh karena itu, selama tidak ada salah satu yang menyebabkan adanya hak untuk membatalkan (fasakh)nya, maka pelaku kesepakatan tidak berhak membatalkannya. Jika harta itu yang ia jadikan sebagai objek kesepakatan (kedua) kepada orang lain, maka dihukumi fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin dan kerelaan pelaku kesepakatan pertama.

    SOAL 1692: Setelah dilakukan pembagian warisan atas semua yang dimiliki oleh seorang ibu yang meninggal dunia kepada putra-putrinya sesuai dengan proses aturan yang berlaku dan masing-masing mereka telah memperoleh bagiannya masing-masing dan telah berlalu atas hal itu waktu yang relatif lama, salah seorang putri almarhumah sekarang mengaku, bahwa almarhumah semasa hidupnya telah melakukan transaksi berdasarkan kesepakatan dengan memberikan seluruh hartanya kepadanya. Dia pun menunjukkan surat yang ditulis secara biasa, dilengkapi dengan cap jari almarhumah dan ditandangani oleh dia dan suaminya. Dengan itu ia menuntut semua peninggalan ibunya, apa hukum dan tugas yang wajib dilakukan?
    JAWAB: Selama tidak terbukti, bahwa almarhumah telah melakukan kesepakatan dengan memberikan seluruh hartanya kepada putrinya tersebut, maka ia tidak berhak apa-apa atas apa yang ia dakwakan. Sekadar adanya surat yang menyatakan hal itu tidak mencukupi selama tidak terbukti, bahwa ia memang absah dan sesuai dengan realitas.

    SOAL 1693: Seorang ayah melakukan kesepakatan dengan memberikan seluruh yang ia miliki kepada anak-anaknya, dengan syarat selama ia hidup ia memiliki hak untuk mempergunakan dan menguasainya (tasharruf) apa hukum masalah-masalah di bawah ini:
    a. Sahkah kesepakatan yang dilakukan dengan syarat tersebut?
    b. Jika memang sah dan berlaku, bolehkah sang ayah membatalkannya? Jikalau yang demikian boleh, kemudian sang ayah menjual sebagian dari harta tersebut, apakah hal itu dianggap sebagai pembatalan atas kesepakatan sebelumnya? Jikalau itu memang dianggap demikian, apakah pembatalan atas semua atau hanya pada barang yang dijual saja?
    c. Kalimat yang disebutkan di dalam surat kesepakatan, yang berbunyi: “Selama masih hidup, ia memiliki hak tasharruf (wewenang),” apakah bermakna adanya hak untuk memindahkan kepemilikan kepada orang lain, ataukah hanya sekadar hak untuk memanfaatkannya saja?
    JAWAB: a. Kesepakatan dengan syarat seperti yang disebutkan di atas sah dan berlaku.
    b. Akad kesepakatan adalah akad yang lazim. Oleh karena itu, ia memiliki konsekuensi selama pelaku kesepakatan tidak memiliki hak yang membolehkannya untuk membatalkannya, maka ia tidak berhak untuk membatalkannya. Jika ia melakukan pembatalan, maka pembatalannya tidak sah dan jika ia menjualnya setelah melakukan kesepakatan atasnya kepada salah seorang yang mendapatkan barang tersebut (pihak lawan kesepakatan), maka bagi pembeli transaksi tersebut tidak sah dan bagi pihak-pihak lainnya dihukumi fudhuli yang akan sah dengan kerelaan dan izin mereka.
    c. Secara lahir kalimat tersebut bermakna hak untuk memanfaatkannya saja, bukan untuk memindahkan kepemilikan kepada orang lain.


  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA

    SOAL 1694: Saya adalah wakil (agen) salah satu perusahaan. Saya mendapatkan gaji sebagai imbalan atas jerih payah yang saya lakukan dalam hal iklan, pelayanan pasca penjualan di berbagai pameran-pameran internasional dan sejenisnya. Apa hukum uang yang saya dapatkan dari perusahaan tersebut?
    JAWAB:Mendapatkan upah sebagai imbalan atas segala pekerjaan seperti disebutkan di atas jika berhubungan dengan pekerjaan yang boleh tidaklah bermasalah.

    SOAL 1695: Seseorang membeli sebidang tanah dari wakil pemiliknya dengan cicilan. Setelah ia melunasi seluruh cicilan, pemilik yang mewakilkan dirinya kepada sang wakil mengaku, bahwa ia telah membatalkan jual-beli dan ia telah mengembalikan kepemilikan tanah tersebut pada dirinya. Apakah pengakuan yang dilakukan olehnya hukumnya sah dan benar, ataukah pembeli berhak untuk menuntut tanah tersebut darinya?
    JAWAB:Penjualan tanah oleh wakil pemilik dihukumi sah dan berlaku. Oleh karena itu, yang dijual (tanah) adalah milik pembeli. Penjual berkewajiban menyerahkannya padanya. Dan selama tidak terbukti, bahwa penjual memiliki salah satu sebab yang memberikan hak baginya untuk membatalkan jual-beli, maka ia tidak berhak untuk membatalkannya dan mengembalikan kepemilikan tanah tersebut kepada dirinya.

    SOAL 1696: Seseorang menjual beberapa bidang tanah sebagai wakil dari pemiliknya. Terjadi kesepakatan antar mereka untuk tidak memberikan surat resmi jual-beli kepada para pembeli. Setelah si pemilik wafat, para ahli warisnya dengan pengakuan kepemilikan pembeli atas tanah-tanah tersebut mendakwakan, bahwa yang berkewajiban untuk melakukan pencatatan resmi kepemilikan atas tanah-tanah tersebut adalah si wakil, padahal saat itu ia telah menyerahkan uang penjualan kepada pemiliknya. Pertanyaannya, apakah biaya pencatatan resmi kepemilikan harus ditanggung oleh ahli waris ataukah si wakil? Dana apakah ahli waris berhak untuk menuntut selisih harga yang ada antara saat itu dengan saat ini?
    JAWAB:Wakil tidak berkewajiban untuk melakukan pencatatan resmi kepemilikan atas nama para pembeli dan dia tidaklah memiliki tanggung jawab untuk menanggung biaya tersebut. Adapun maslaah uang tanah-tanah tersebut jika telah terbukti, bahwa dia telah menerimanya dari para pembeli dan menyerahkannya kepada pemiliknya, yaitu yang memberikan perwakilan pada dirinya, maka ahli waris tidak berhak untuk menuntut hal itu darinya. Begitu pula mereka tidak berhak untuk menuntut selisih harga antara saat penjualan dengan harga saat ini.

    SOAL 1697: Bolehkah seorang wakil mujtahid menyerahkan dana-dana keagamaan kepada mujtahid lain semasa mujtahid yang memberinya perwakilan masih hidup?
    JAWAB:Seorang wakil berkewajiban untuk menyerahkan dana-dana keagamaan kepada yang memberikannya perwakilan, kecuali ia memang memiliki izin untuk menyerahkannya kepada yang lain.

    SOAL 1698: Saudara saya adalah wakil saya untuk membeli line telepon dengan cara menyicil (mengangsur). Cicilan pertama saya serahkan kepadanya dan dia menyerahkannya ke kantor telepon dan untuk selanjutnya saya sendiri secara langsung menyerahkannya ke kantor telepon. Setelah itu, saudara saya wafat. Saat ini yang tercatat pada rekening adalah nama saudara saya. Apakah ahli warisnya berhak untuk menuntutnya dari saya?
    JAWAB:Jika saudara Anda membayar cicilan pertama sebagai wakil dari Anda, maka line telepon tersebut adalah milik Anda. Oleh karena itu, ahli waris saudara Anda tidak berhak apa-apa untuk menuntutnya.

    SOAL 1699: Saya menyerahkan sejumlah uang sebagai komisi perwakilan kepada seorang wakil (pengacara) dan di saat itu saya meminta darinya resit sebagai bukti tanda terima. Namun dia mengatakan, bahwa dia tidak pernah memberikannya kepada siapa pun. Setelah berlangsung beberapa waktu, sebelum melaksanakan tugasnya ia meninggal dunia. Bolehkah saya sekarang meminta kembali komisi tersebut dari ahli warisnya?
    JAWAB:Di dalam kasus yang ditanyakan Anda boleh untuk meminta kembali uang yang Anda telah bayarkan. Dan ahli waris berkewajiban mengembalikan uang tersebut kepada Anda dari harta milik almarhum.

    SOAL 1700: Apakah akad perwakilan akan batal dengan matinya salah seorang dari wakil atau yang mewakilkan dirinya?
    JAWAB:Ya, perwakilan akan batal dengan matinya salah seorang dari mereka.

    SOAL 1701: Seseorang melakukan perjalanan ke salah satu negara Asia. Di dalam sebuah kecelakaan di saat mengemudi kendaraannya ia meninggal dunia. Ahli warisnya (ibu dan istrinya) mengutus saya untuk mengurus kasusnya yang mengharuskan saya untuk berangkat ke tempat kejadian. Bolehkah saya mengambil harta peninggalan almarhum untuk kebutuhan ongkos saya ke tempat tersebut dan untuk biaya-biaya lainnya? Ataukah harus diambil dari uang yang akan diberikan oleh negara kepada keluarga almarhum?
    JAWAB:Yang menyuruh Anda untuk mengurus kasus tersebut dan menjadikan Anda sebagai wakilnya berkewajiban untuk membayar upah pekerjaan Anda dan semua yang dibutuhkan di dalam perjalanan Anda dari harta mereka sendiri, kecuali memang ada kesepakatan lain sebelumnya.

    SOAL 1702: Dalam sebuah transaksi perwakilan disebutkan –seperti yang umum saat ini- akan tidak bolehnya adanya menggantikan wakil, walaupun hal itu merupakan perwakilan yang mandiri, permulaan dan bukan merupakan bagian dari syarat akad di antara kedua belah pihak. Apakah dengan ditulisnya kalimat tersebut akad jaiz berubah menjadi akad lazim dan hak untuk mengganti akan gugur?
    JAWAB:Perwakilan yang bersifat lazim adalah sebuah akad perwakilan yang disebutkan di dalam akadnya, bahwa ia merupakan syarat di dalam akad tersebut. Sekadar dituliskan kalimat tersebut, maka tidak akan berpengaruh dalam kelaziman akad dan hak untuk menggantikan tidaklah gugur.

    SOAL 1703: Dengan memerhatikan, kadang-kadang usaha seorang wakil (pengacara) dalam sebuah dakwahan atau dalam menyelesaikan sebuah kasus, walaupun telah mengorbankan waktu, tenaga, uang dan lain-lain, namun tidak membawa hasil untuk kliennya. Apa hukum menerima dan menyerahkan komisi kepada pengacara tersebut dalam kasus seperti ini?
    JAWAB:Keabsahan perwakilan dan berhaknya seorang wakil untuk mendapatkan komisi dan upah yang disepakati atau upah standar yang umum atas jerih payah dan usaha dia tidaklah bergantung pada hasil dan yang diharapkan oleh kliennya, kecuali kesepakatan dari awal memang tidak demikian.

    SOAL 1704: Yang biasa terjadi pada pengadilan-pengadilan cabang yaitu adanya kejelasan akan batasan-batasan tentang ruang lingkup perwakilan seorang wakil, misalnya ditulis, bahwa si fulan adalah wakil saya untuk menjual rumah yang ada di tempat tertentu. Namun ada juga yang ditulis demikian, bahwa si fulan adalah wakil saya dalam mengurus seluruh persoalan. Pada yang terakhir ini sering terjadi perselsihan antara seorang wakil dengan yang mewakilkan tentang sebuah keputusan atau transaksi apakah termasuk dalam hak untuk mewakilinya atau tidak. Pertanyaannya, jika seorang wakil tidak dijelaskan ruang lingkup hak untuk mewakilinya, apakah ia memiliki hak untuk melakukan apa saja?
    JAWAB:Merupakan sebuah kewajiban bagi seorang wakil untuk bergerak dan mengambil keputusan dalam hal-hal yang ditentukan secara jelas di dalam akad perwakilan atau yang secara lahirnya memang masuk dalam hal itu, walaupun dipahami dengan berbagai indikasi verbal dan non-verbal atau preseden yang berlaku, di mana ada kelaziman antara perwakilan dalam hal-hal tertentu dan dengan beberapa hal lain tersebut. Secara umum perwakilan itu dapat digambarkan sebagai berikut:
    a. Perwakilan khusus dari dua sisi, baik pekerjaannya atau objeknya.
    b. Perwakilan bersifat umum dari dua sisinya.
    c. Perwakilan yang bersifat umum dari salah satu sisinya.
    d. Perwakilan yang bersifat mutlak dalam masalah pekerjaan dan proses saja; seperti halnya, jika mengatakan: Anda adalah wakil saya dalam hal rumah saya.
    e. Perwakilan yang bersifat mutlak dalam hal objek pekerjaan, seperti; Anda wakil saya dalam menjual seluruh harta milik saya.
    f. Perwakilan yang bersifat mutlak dalam kedua-duanya. Misalnya, Anda adalah wakil saya dalam mengurus dan mempergunakan harta saya.
    Wakil dalam setiap kasus haruslah melakukan sesuai dengan ruang lingkup yang dilimpahkan kepadanya dari sisi kekhususan atau kemutlakan seperti tersebut di atas dan hendaknya tidak melebihi dan melampauinya.


    SOAL 1705: Seseorang memberikan perwakilan kepada istrinya untuk menjual sebidang tanah dan sebagian dari bangunan yang ia miliki, dan membeli sebuah apartemen dengan uang tersebut untuk diberikan kepada anaknya yang masih kecil dan belum balig serta melakukan pencatatan kepemilikan atas namanya. Namun, ia memanfaatkan kesempatan tersebut dengan melakukan pencatatan kepemilikan atas nama dirinya. Sahkah apa yang ia lakukan secara syar’i? Karena apartemen tersebut dibeli dari hasil penjualan harta milik yang mewakilkan, apakah setelah ia wafat apartemen tersebut dimiliki oleh anaknya yang kecil itu saja ataukah milik seluruh ahli warisnya?
    JAWAB:Apa yang dilakukan oleh sang istri sesuai dengan perwakilan yang ia terima dari suaminya, seperti menjual tanah dan bangunan dihukumi sah dan berlaku. Adapun apartemen yang dibelinya, sekadar ditulis atas namanya tidak meniscayakan kepemilikannya. Oleh karena itu, jika ia membelinya sebagai wakil dari suaminya di masa hidupnya dan dia telah membelinya untuk anaknya yang kecil, maka apa yang ia lakukan dalam hal ini juga dihukumi sah dan apartemen merupakan hak milik khusus anaknya yang kecil. Namun, jika apartemen itu dia beli untuk dirinya sendiri di masa hidup suaminya atau dia beli untuk anaknya yang kecil setelah kematian suaminya yang mewakilkan dirinya kepadanya, maka transaksi tersebut hukumnya fudhuli yang keabsahannya bergantung pada izin dan kerelaan para ahli waris.

    SOAL 1706: Si fulan mendapatkan perwakilan dari beberapa orang untuk menyewa orang mengganti salat dan puasa yang mewakilkan, artinya ia telah menerima sejumlah uang agar diserahkan kepada orang yang dapat disewa untuk melakukan hal itu. Namun, ia berkhianat dengan tidak menyewa orang untuk pekerjaan tersebut. Saat ini dia menyesali perbuatannya dan bermaksud untuk membebaskan dirinya dari tugas tersebut. Apakah ia harus menyewa beberapa orang untuk melakukan salat dan puasa kada (ganti) dan membayarkan kepada mereka uang yang ia terima? Ataukah ia harus mengembalikan uang yang diterima kepada yang memberinya amanat dan perwakilan untuk hal itu? Ataukah ia harus menyerahkan uang sesuai dengan harga sewa saat ini kepada yang menjadikannya wakil? Jika dia sendiri yang akan melaksanakan salat dan puasa kada, namun sebelum menyelesaikannya ia meninggal dunia. Apa tugas yang harus dilakukannya?
    JAWAB:Jika seorang menjadi wakil, namun sebelum ia melaksanakan tugasnya dengan menyewa seseorang untuk melakukan salat dan puasa kada dan masa perwakilannya sudah habis, maka ia bertanggung jawab atas uang sejumlah yang diterimanya. Jika tidak demikian (masa perwakilan masih ada) maka ia bisa menyewa seseorang untuk melaksanakan salat dan puasa kada atau ia membatalkan perwakilan dan mengembalikan uang yang ia terima kepada yang menjadikannya wakil. Berkenaan dengan selisih harga sewa saat ia terima dan saat ia kembalikan sesuai dengan prinsip kehati-hatian hendaklah melakukan kesepakatan dengan orang yang menjadikannya wakil.
    Adapun seseorang yang disewa untuk melaksanakan salat dan puasa kada, jika ia sendiri yang disewa untuk melakukannya sendiri, maka pada saat meninggal dunia akad sewa-menyewa akan batal. Oleh karenanya, uang yang ia terima haruslah diambil dari peninggalannya dan dikembalikan kepada pemiliknya. Adapun jika tidak harus dia sendiri yang melaksanakannya, maka dari harta peninggalannya hendaknya disewa orang lain utnuk melakukannya. Itu semua jika memang almarhum memiliki harta yang ditinggalkan, jika tidak maka ia tidak memiliki tanggungan dan kewajiban apa-apa.


    SOAL 1707: Sebagian perusahaan memiliki pengacara yang bertugas untuk hadir di pengadilan dan melakukan pembelaan atas setiap tuntutan, dakwaan dan pengaduan yang ditujukan kepada perusahaan. Sekarang, jika perusahaan memiliki tuntutan yang menurut sang pengacara tidak benar, bolehkah ia membela dan berusaha memenangkannya? Jika ia melakukan hal itu, apakah ia memiliki tanggung jawab sekalipun pengadilan memenangkan pihak lawan? Apakah komisi dan gaji yang ia terima dalam rangka melakukan pembelaan atas tuntutan yang –menurut dirinya- tidak benar adalah uang yang haram hukumnya?
    JAWAB:Melakukan pembelaan atas sesuatu yang tidak benar dan berusaha untuk membuktikan kebenarannya tidak diperbolehkan. Realitas pekerjaan haram tidak akan berubah dengan putusan pengadilan yang memenangkan pihak lawan. Dan uang yang didapatkan atas hal itu adalah uang haram dan tidak benar.

    SOAL 1708: Seorang menjadi wakil orang lain dengan syarat sebelum melakukan apa-apa ia sudah menerima uang komisinya. Jika wakil tidak melakukan apa-apa, halalkah hukumnya uang yang ia terima?
    JAWAB:Seorang wakil di saat telah dilakukan akad perwakilan secara sempurna, maka ia berhak untuk mendapatkan komisi yang telah disepakati dan disebutkan di saat akad dilakukan, walaupun ia belum melakukan apa-apa. Ia pun berhak untuk meminta hal itu. Namun, jika pekerjaan yang semestinya dilakukan olehnya sampai lewat masanya tidak dilakukan atau masa perwakilan telah habis, maka perwakilan akan batal dan wakil berkewajiban mengembalikan komisi yang telah diterimanya.


  • SEDEKAH

    SOAL 1709: Komite kemanusian “Imam Khameini” menyediakan kotak-kotak sedekah di rumah-rumah, jalan-jalan dan tempat-tempat umum di perkotaan dan pedesaan untuk mengumpulkan sedekah dan menyerahkannya kepada yang berhak menerimanya. Bolehkah pekerja yang bekerja untuk hal itu mendapatkan bagian dari uang yang dikumpulkan sebagai tambahan atas gaji yang telah ditetapkan untuk mereka? Dan bolehkah memberikan dari uang tersebut kepada orang yang membantu untuk mengumpulkan atau membagikan namun ia bukan pegawai komite?
    JAWAB:Memberikan tambahan uang gaji kepada mereka yang diambil dari uang yang dikumpulkan bermasalah hukumnya. Bahkan selama kerelaan orang yang bersedekah tersebut belum dapat dipastikan, maka tidak boleh melakukan hal itu. Namun, menyerahkan sejumlah uang dari uang yang dikumpulkan kepada orang lain yang ikut membantu komite tidaklah bermasalah dengan syarat untuk mengumpulkan atau menyerahkannya kepada yang berhak memang dibutuhkan bantuan orang tersebut, khususnya secara lahiriah pemilik uang tersebut yakni pemberi sedekah merelakan hal itu.

    SOAL 1710: Bolehkah memberi sedekah kepada pengemis yang datang dan mengetuk rumah kita, duduk di jalan-jalan ataukah lebih baik jika diserahkan kepada anak-anak yatim dan fakir-miskin ataukah lebih baik jika dimasukkan ke dalam kota sedekah yang dikelola oleh komite kemanusiaan “Imam Khameini?”
    JAWAB: Sedekah sunah lebih baik jika diberikan kepada orang fakir yang tidak meminta-minta dan agamis (taat beragama). Begitu juga jika dimasukkan di dalam kotak sedekah yang dikelola oleh komite kemanusiaan “Imam Khameini” tidaklah bermasalah. Namun, sedekah wajib (seperti zakat mal, zakat fitrah, fidiyah dan kafarah-peny.) hendaklah diberikan sendiri kepada yang berhak menerimanya atau mewakilkan kepada orang lain untuk hal itu. Dan jika diketahui bahwa komite kemanusiaan “Imam Khameini” akan memberikannya kepada yang berhak menerimanya, maka memasukkannya ke dalam kotak-kotak sedekah itu pun tidak bermasalah.

    SOAL 1711: Apa tugas kita terhadap para pengemis yang meminta-minta dan menyambung hidupnya dengan meminta-minta serta mencoreng wajah kaum Muslim, khususnya, setelah pemerintah berupaya untuk mengumpulkan mereka? Bolehkah kita membantu mereka?
    JAWAB: Berusahalah untuk memberikan sedekah kepada para fakir-miskin yang agamis dan tidak meminta-minta (‘afif).

    SOAL 1712: Kami adalah seorang pelayan (penjaga) mesjid. Di bulan Ramadan pekerjaan kami pun bertambah banyak. Oleh karenanya, sebagian orang dermawan memberikan kepada kami sejumlah uang sebagai bantuan. Bolehkah kami menerimanya?
    JAWAB: Apa yang mereka berikan kepada Anda adalah bentuk perwujudan kebaikan mereka kepada Anda. Oleh karena itu, bagi Anda halal hukumnya dan tidaklah bermasalah menerimanya.


  • PINJAMAN DAN PENITIPAN

    SOAL 1713: Sebuah pabrik dengan semua isinya, alat-alat produksi dan bahan-bahan mentah untuk produksi dititipkan kepada satu orang sebagai amanat, kemudian terjadi kebakaran di tempat tersebut dan semua habis dilalap api. Apakah pemilik pabrik yang bertanggung jawab dan menanggung kerugian tersebut atukah yang diserahi amanat?
    JAWAB: Jika kebakaran tidaklah dilakukan oleh seseorang atau pun dia ketika menjaga amanat tersebut tidak melakukan kelalaian dan keteledoran, maka tidak ada seorang pun yang bertanggung jawab dan menanggung kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran tersebut.

    SOAL 1714: Seseorang menyusun sebuah surat wasiat dan menitipkannya kepada temannya sebagai amanat untuk diberikan kepada anak tertuanya setelah kematiannya. Namun, temannya tersebut tidak memberikan hal itu kepada anak almarhum, apakah perbuatannya itu dianggap sebagai sebuah pengkhianatan?
    JAWAB: Menahan diri untuk menyerahkan amanat kepada yang berhak untuk menerimanya seperti yang ditentukan oleh pemberi amanat adalah sebuah perbuatan khianat.

    SOAL 1715: Pada masa pengabdian di saat Wamil (Wajib Militer) kami menerima beberapa peralatan pribadi untuk digunakan keseharian. Setelah masa bakti selesai kami tidak mengembalikan barang-barang tersebut. Apakah saat ini jika kami membayar sejumlah uang ke rekening tabungan negara di bank pusat milik negara dianggap cukup?
    JAWAB: Jika barang-barang yang Anda dapatkan dari mereka adalah titipan, maka Anda harus mengembalikan barang itu sendiri kepada mereka (badan pengabdian Wamil) dan jika karena kelalaian dan keteledoran Anda, yang mungkin karena keterlambatan untuk menyerahkannya barang tersebut hilang atau rusak, maka Anda wajib mengembalikan yang sejenis dengannya atau uang seharga barang tersebut kepada BADAN itu. Namun, jika bukan demikian (bukan titipan) maka Anda tidak berkewajiban apa-apa.

    SOAL 1716: Sejumlah uang saya serahkan kepada seseorang yang jujur untuk dia bawa ke kota lain. Namun, uang itu hilang (raib) karena dirampok di tengah perjalanan. Apakah dia wajib bertanggung jawab dan menggantinya?
    JAWAB: Selama keteledoran dan kelalaian orang yang jujur tersebut dalam menjaganya tidak terbukti, maka dia tidaklah bertanggung jawab dan tidak berkewajiban untuk menggantinya.

    SOAL 1717: Kami menerima sejumlah uang yang dikumpulkan oleh dewan mesjid dari para dermawan kampung untuk biaya perbaikan mesjid dan memberi beberapa barang material yang dibutuhkan, seperti besi dan lain-lain. Namun di dalam perjalanan, uang tersebut hilang bersama barang-barang pribadi milik kami. Apa tugas kami selanjutnya?
    JAWAB: Jika Anda tidak melakukan keteledoran dan kelalaian dalam menjaganya, maka Anda tidak berkewajian untuk menggantinya.


  • WASIAT

    SOAL 1718: Sebagian para syuhada berwasiat, agar 1/3 harta peninggalannya digunakan untuk kepentingan “perang suci” saat ini di mana perang sudah selesai sehingga objek penerapannya tidak ada lagi. Apa hukum wasiat tersebut?
    JAWAB: Di saat objek penerapan wasiat sudah tidak ada lagi, maka harta yang diwasiatkan menjadi hak milik ahli waris. Namun sesuai dengan prinsip kehati-hatian, dianjurkan agar -dengan izin dan kerelaan ahli waris- harta tersebut dialokasikan untuk dana kebaikan lainnya.

    SOAL 1719: Saudara saya berwasiat agar 1/3 harta peninggalannya diberikan kepada para pengungsi perang desa tertentu. Saat ini sudah tidak ditemukan lagi pengungsi perang di tempat tersebut. Apa tugas kami?
    JAWAB: Jika dapat dipastikan, bahwa maksud saudara Anda dengan para pengungsi desa tersebut adalah yang sedang mengungsi di desa tersebut dari para korban perang, dan saat ini sudah tidak ada lagi, maka harta yang diwasiatkan menjadi milik ahli waris, namun, jika yang ia maksudkan adalah diberikan kepada para korban perang yang pernah mengungsi di desa itu, maka haruslah kepada mereka, walaupun saat ini mereka sudah tinggal di tempat lain.

    SOAL 1720: Bolehkah seseorang mewasiatkan agar setengah harta peninggalannya digunakan untuk pembiayaan majelis duka dan majelis khataman al-Quran? Ataukah hal itu tidak boleh sebab Islam telah menentukan jumlah maksimal untuk wasiat?
    JAWAB: Mewasiatkan harta peninggalan untuk biaya majelis duka sang almarhum, pemilik wasiat tidak bermaslaah. Namun, wasiat tersebut hanya berlaku pada 1/3 harta peninggalannya, adapun selebihnya bergantung pada izin dan kerelaan ahli waris.

    SOAL 1721: Apakah berwasiat itu hukumnya wajib, sehingga jika tidak dilakukan berarti telah melakukan sebuah pelanggaran atau maksiat?
    JAWAB: Jika ia memiliki titipan dan tanggungan yang berhubungan dengan hak-hak sesama atau hak Allah Swt yang selama hidupnya belum sempat ia laksanakan, maka ia wajib berwasiat, namun, jika tidak demikian, maka tidaklah wajib.

    SOAL 1722: Seseroang mewasiatkan kurang dari sepertiga hartanya kepada istrinya. Anak laki-laki tertuanya ia angkat sebagai penerima wasiat, namun ahli waris lain menentang hal itu. Apa tugasnya?
    JAWAB: Jika wasiat sepertiga atau kurang dari seluruh harta yang ditinggalkan, maka tidak ada alasan bagi ahli waris untuk menolaknya. Mereka harus melaksanakan sesuai yang diwasiatkan.

    SOAL 1723: Jika ahli waris mengingkari adanya wasiat secara mutlak, apa tugas kita?
    JAWAB: Yang mendakwakan adanya wasiat haruslah membuktikannya dengan cara yang ditetapkan secara syar’i. Jika telah terbukti dan wasiat berhubungan dengan seperti harta atau kurang darinya, maka ahli waris berkewajiban mengamalkan hal itu dan tidak ada hak untuk menolaknya.

    SOAL 1724: Seseorang berwasiat di hadapan beberapa orang yang dapat dipercaya, di antaranya salah seorang anak laki-lakinya, agar diperkecualikan dari harta peninggalannya sebelum dibagi kepada ahli waris untuk digunakan dalam menyelesaikan berbagai kewajiban fisikal seperti salat, puasa dan haji dan kewajiban finansial seperti zakat, khumus dan kafarah. Namun, sebagian ahli waris menolak hal itu dan menginginkan agar seluruh hartanya tanpa perkecualian dibagi kepada ahli waris. Apa solusi atas masalah ini?
    JAWAB: Steleah terbukti adanya wasiat atas hal itu dengan cara-cara pembuktian syar’i atau dengan pengakuan ahli waris, maka selama yang diwasiatkan tidak lebih dari sepertiga harta peninggalan, maka mereka tidak berhak untuk melakukan hal itu. Namun, mereka berkewajiban mengamalkan sesuai yang diwasiatkan dalam kewajiban fisikal dan finansial almarhum. Bahkan, jika terbukti secara syar’i atau dengan pengakuan ahli waris, bahwa almarhum memiliki tanggungan hutang harta yang berhubungan dengan sesama atau Tuhan seperti khumus, zakat dan kafarah atau fisikal dan finansial seperti haji, maka ahli waris berkewajiban untuk menyelesaikan tanggungan tersebut dari harta peninggalannya. Setelah itu baru dibagi-bagikan kepada ahli waris, sekalipun tidak ada wasiat atas hal itu.

    SOAL 1725: Seseorang yang memiliki tanah pertanian seluas tertentu, berwasiat agar mempergunakannya untuk kepentingan renovasi sebuah mesjid. Namun, ahli warisnya menjual tanh tersebut. Apakah wasiat almarhum itu berlaku ataukah ahli waris berhak untuk menjualnya?
    JAWAB:Jika isi wasiat itu menyebutkan, bahwa tanah pertanian agar dijual dan hasil penjualan dipergunakan untuk merenovasi sebuah mesjid dan hal itu tidak melebihi sepertiga sari seluruh harta peninggalan, maka wasiat tersebut sah dan berlaku atasnya hal itu. Penjualan tanah yang dilakukan oleh ahli waris tidaklah bermasalah. Namun, jika yang dimaksudkan oleh isi wasiat, hendaknya hasil bumi dari tanah tersebut digunakan untuk biaya renovasi mesjid, maka ahli waris tidak berhak untuk menjual tanah tersebut.

    SOAL 1726: Seseorang berwasiat agar dari sebidang tanah yang ia miliki dipergunakan untuk menyewa orang agar melaksanakan salat dan puasa kadanya serta untuk urusan kebaikan. Bolehkah menjual tanah tersebut, ataukah tanah tersebut dihukumi tanah wakaf?
    JAWAB:Selama tidak dipahami dari berbagai indikasi dan saksi, bahwa maksud wasiat tersebut adalah tanah itu tetap ada dan hasil darinya dipergunakan untuk keperluan seperti yang diwasiatkan, namun dipahami bahwa tanah itu sendiri dipergunakan untuk keperluan yang diwasiatkan, maka tanah tersebut tidak menjadi tanah wakaf. Hanya saja jika hasil penjualan tidak melebihi 1/3 dari harta peninggalan, maka menjual dan mempergunakannya sesuai dengan yang diwasiatkan tidaklah bermasalah.

    SOAL 1727: Bolehkah sejumlah uang disisihkan sebagai sepertiga harta peninggalan atau diserahkan kepada orang lain sebagai titipan, sehingga setelah meninggal dunia dapat dipergunakan untuk keperluannya sendiri?
    JAWAB:Hal itu boleh dengan syarat setelah kematiannya masih ada dua kali lipat dari uang tersebut untuk ahli warisnya.

    SOAL 1728: Seseorang berwasiat kepada ayahnya untuk menyewa orang guna melakukan salat dan puasa kada selama beberapa bulan. Saat ini orang tersebut hilang jejaknya. Wajibkah ayahnya menyewa orang untuk melakukan hal itu?
    JAWAB:Selama belum deketahui secara pasti atau belum terbukti dengan salah satu cara yang diterima dalam agama, bahwa orang tersebut sudah meninggal, maka tidak sah hukumnya menyewa seseorang untuk melaksanakan salat dan puasa kada baginya.

    SOAL 1729: Ayah saya berwasiat agar 1/3 tanahnya dipergunakan untuk membangun mesjid. Namun, karena sudah ada dua mesjid dan ada kebutuhan mendesak akan sekolah, bolehkah membangun sekolah sebagai ganti mesjid.
    JAWAB:Mengubah wasiat dengan membangun sekolah sebagai ganti mesjid tidaklah boleh. Namun, jika maksud darinya adalah membangun mesjid dan bukan membangun mesjid di tanah tersebut, maka tanah tersebut bisa dijual untuk membangun mesjid di tempat lain yang membutuhkan.

    SOAL 1730: Bolehkah seseorang berwasiat agar jasadnya setelah meninggal dunia diserahkan kepada mahasiswa kedokteran untuk pendidikan dan penelitian demi kemajuan patologi dan forensik? Ataukah hal itu tidak diperbolehkan karena dianggap sebagai perbuatan “mutslah” (baca; menyincang mayat) yang diharamkan di dalam agama?
    JAWAB:Yang diharamkan di dalam agama yang disebut dengan “mutslah” bukanlah dalam rangka tujuan di atas, atau sejenisnya yang akan menghasilkan kemaslahatan penting dalam ilmu bedah dan anatomi mayat. Oleh karena itu, dengan syarat menjaga kehormatan jenazah -yang merupakan sebuah aksioma- tidaklah bermasalah melakukan pembedahan atasnya.

    SOAL 1731: Jika seseorang berwasiat agar setelah kematiannya sebagaian anggota tubuhnya dihadiahkan ke rumah sakit atau seseorang (yang memebutuhkan). Bolehkah wasiat seperti ini dan wajibkah diamalkan?
    JAWAB:Keabsahan wasiat semacam ini, dengan mencangkok sebagian tubuh setelah kematian, selama tidak dianggap sebagai perbuatan “menginjak-injak kehormatan” maka tidaklah bermasalah dan wajib untuk diamalkan.

    SOAL 1732: Jika ahli waris merelakan wasiat yang lebih dari 1/3 harta peninggalan di saat sang pelaku wasiat masih hidup, cukupkah hal itu untuk menghukumi keabsahannya? Jika memang dianggap cukup, bolehkah mereka berubah pikiran dan tidak merelakan hal itu setelah kematian pelaku wasiat?
    JAWAB:Persetujuan dan kerelaan ahli waris di saat pelaku wasiat masih hidup atas kelebihan dari 1/3 harta cukup untuk menyatakan keabsahan wasiat. Mereka tidak memiliki hak untuk berubah dan membatalkan kerelaan mereka setelah itu.

    SOAL 1733: Salah seorang syahid korban perang berwasiat agar setelah kematiannya, ahli waris menyewa orang untuk mengganti salat dan puasanya yang ditinggalkan. Namun, ia tidak memiliki harta peninggalan, kecuali sebuah rumah dan perabotnya yang jika dijual akan menyebabkan anak-anaknya yang masih kecil berada di dalam kesulitan. Apa tugas ahli warisnya berkenaan dengan wasiat tersebut?
    JAWAB:Jika syahid yang mulia tersebut memang tidak memiliki harta peninggalan, wasiatnya tidak wajib untuk diamalkan. Berkenaan dengan salat dan puasa yang ditinggalkannya wajib diganti oleh anak laki-laki tertuanya setelah ia menginjak usia balig. Namun, jika almarhum memiliki harta peninggalan, maka wajib hukumnya 1/3 dari harta peninggalannya dipergunakan untuk melaksanakan wasiatnya. Adanya kesulitan yang diahadpai oleh ahli waris dan kebutuhan mereka pada harta peninggalannya tersebut bukanlah alasan yang dibenarkan di dalam agama untuk tidak mengamalkan wasiatnya.

    SOAL 1734: Apakah keberadaan orang yang akan menerima wasiat adalah syarat untuk keabsahan sebuah wasiat atas harta?
    JAWAB:Ya, keberadaan yang akan menerima wasiat adalah merupakan syarat dalam keabsahan wasiat kepemilikan, sekalipun ia masih berupa janin yang ada di dalam perut ibunya, bahkan sekalipun belum bernyawa. Yang penting ia lahir dalam keadaan hidup.

    SOAL 1735: Seorang pelaku wasiat di dalam wasiat tertulisnya, mengangkat seseorang sebagai penerima wasiat yang akan melaksanakan wasiatnya dan seorang lagi sebagai nadzir (pengawas) akan hal itu namun ia tidak menjelaskan hak dan tugas sang pengawas, apakah ia hanya bertugas untuk sekadar memantau pelaksanaan wasiat, sehingga penerima wasiat tidak melanggar isi wasiat ataukah ia juga berhak untuk memberikan pendapat dan kebijakan yang harus diikuti. Sebenarnya, apa saja tugas dan wewenang pengawas dalam hal ini?
    JAWAB:Dengan asumsi bahwa wasiat disebutkan secara mutlak tanpa adanya kejelasan yang terperinci, maka penerima wasiat tidaklah wajib untuk bermusayawarah dengan pengawas setiap akan melakukan sesuatu, walaupun itu lebih baik sesuai dengan prinsip kehati-kehatian. Dengan demikian, pengawas hanya memiliki wewenang untuk memantau apa yang dilakukan oleh penerima wasiat.

    SOAL 1736: Seseorang menjadikan anak laki-laki tertuanya sebagai penerima wasiatnya dan kami sebagai pengawas. Setelah itu, orang tersebut wafat. Tak lama kemudian anak penerima wasiat itu pun wafat. Hanyalah kami saat ini yang bertanggungjwab untuk melaksanakan wasiat almarhum. Namun karena kondisi khusus yang kami alamai saat ini menyebabkan kami tidak mampu untuk melaksanakan wasiat almarhum, bolehkah kami menyerahkan 1/3 harta peninggalan almarhum kepada dinas sosial untuk kemudian dialokasikan sebagai dana kebaikan dan kemanusiaan untuk yang membutuhkan yang saat ini ditangani oleh dinas sosial tersebut?
    JAWAB:Pengawas tidak berhak untuk melaksanakan wasiat almarhum, sekalipun penerima wasiat yang seharusnya melaksanakan wasiatnya meninggal dunia sebelum melaksakannya, kecuali dia (penerima wasiat) menjadikannya (sang nadzir) sebagai penerima wasiatnya yang bertugas untuk melaksanakan wasiat ayahnya yang belum terlaksana. Jika tidak demikian, maka pengawas wajib untuk mengadukan masalah tersebut ke hakim syar’i, sehingga ia menunjuk seseorang untuk mengamalkan wasiat almarhum. Secara umum mengubah dan mengganti wasiat pada hal lain tidaklah diperbolehkan.

    SOAL 1737: Jika seseorang berwasiat agar sejumlah hartanya digunakan untuk (biaya menyewa orang agar) membaca al-Quran di Kota Najaf yang mulia atau uang tersebut diwakafkan untuk pekerjaan tersebut. Sementara saat ini penanggung jawab wasiat atau wakaf tidak dapat melakukan hal itu, di mana dia belum bisa untuk mengirim uang tersebut agar menyewa seseorang yang melaksanakan hal itu. Apa tugas yang harsus dilakukan?
    JAWAB:Mengamalkan wasiat tersebut adalah wajib hukumnya, jika uang tersebut dapat digunakan sebagai biaya membaca al-Quran di Najaf, sekalipun pada masa yang akan datang.

    SOAL 1738: Ibu saya sebelum wafat berwasiat agar emas-emas peninggalannya digunakan untuk urusan kebaikan (sedekah) setiap malam Jumat. Sampai saat ini saya melakukan hal itu. Namun saat saya pergi ke luar negeri, di mana kemungkinan besar penduduknya non-Muslim, apa tugas saya?
    JAWAB:Selama tidak dapat dipastikan, bahwa maksud dari ibu Anda adalah umum, baik Muslim atau non-Muslim, maka wajib hukumnya hanya dipergunakan untuk hal-hal kebaikan dan kemanusian kaum Muslim saja, sekalipun untuk melaksanakan hal itu Anda harus menitipkan kepada orang jujur yang dapat dipercaya agar membagikannya kepada yang berhak dari kalangan kaum Muslim.

    SOAL 1739: Seseorang mewasiatkan agar sebagian tanah miliknya dijual pada bulan Muharam dan uangnya dipergunakan membiayai majelis-majelis duka Imam Husain as dan urusan kebaikan lainnya. Namun, karena menjual tanah tersebut kepada orang lain selain ahli waris akan menimbulkan berbagai problem, karena tanahnya menjadi satu dengan yang lainnya dari hak ahli waris, sementara ahli waris tidak bisa membelinya, kecuali dengan cara menyicil (mengangsur). Bolehkah ahli waris membeli tanah tersebut dengan cara menyicil (mengangsur), di mana setiap tahun uang hasil cicilannya digunakan untuk membiayai majelis duka Imam Husain as seperti yang diwasiatkan dan semua hal itu dilakukan dengan pengawasan nadzir dan orang yang diangkat sebagai penanggung jawab wasiat?
    JAWAB:Pada dasarnya pembelian tanah tersebut oleh ahli waris tidaklah bermasalah. Begitu pula membelinya dengan menyicil (mengangsur) dengan harga yang wajar juga tidak bermasalah, selama tidak dapat dipastikan, bahwa maksud almarhum dari wasiatnya untuk membiayai majelis Imam Husain as pada tahun pertama setelah kematiannya secara sekaligus. Selain itu, pengawas dan penanggung jawab wasiat haruslah menganggap hal itu sebagai sebuah kemaslahatan, dengan memerhatikan agar cicilan tidak sampai menyebabkan pelakunya dianggap telah menganggap remeh dan mengabaikan pelaksanaan wasiat.

    SOAL 1740: Seseorang sedang sakit di rumah sakit dengan sakit yang berakhir dengan kematiannya. Pada saat itu ia berwasiat kepada dua orang dan mengangkat salah seorang dari keduanya sebagai penanggung jawab wasiat dan yang satu lagi sebagai wakil. Namun setelah itu, ia berubah pikiran dan membatalkan apa yang ia lakukan sebelumnya. Penanggung jawab wasiat dan wakilnya pun mengetahui hal itu. Saat ini ia menuliskan wasiat lain dan mengangkat salah seorang dari keluarganya yang sedang tidak ada di tempat sebagai penanggung jawab wasiat (baru)nya.
    a. Apakah wasiat pertama berstatus sah dan berlaku seperti semula, setelah ia membatalkannya?
    b. Jika wasiat kedua yang dianggap sah dan orang yang sedang tidak ada di tempat itu sebagai penanggung jawabnya, jika penanggung jawab wasiat pertama dan wakilnya dengan menyandarkan pada wasiat pertama mengamalkan isi wasiat pertama, apakah ia dianggap telah melakukan pelanggaran dan harus mengganti uang almarhum yang telah dia infakkan dan menyerahkannya kepada penanggung jawab wasiat kedua?
    JAWAB:Setelah almarhum membatalkan wasiat pertama dan mencopot penanggung jawab wasiat tersebut di masa hidupnya, maka penanggung jawab pertama setelah ia mengetahui akan pencopotan dirinya tidak berhak lagi untuk melakukan sesuatu dengan menyandarkan pekerjaannya pada wasiat pertama. Jika ia melakukan hal itu, maka semua apa yang ia lakukan adalah fudhuli hukumnya dan bergantung pada izin dan kerelaan penanggung jawab wasiat kedua. Jika dia (penanggung jawab kedua) tidak mengizinkan dan merelakan hal itu, maka ia wajib untuk menanggung dan menggantinya.

    SOAL 1741: Seseorang berwasiat agar salah satu properti miliknya diberikan kepada salah seorang anaknya. Dua tahun kemudian ia berubah pikiran dan mengubah wasiatnya itu. Apakah mengubah satu wasiat pada yang lain sah dan benar hukumnya?
    Jika ia dalam keadaan sakit dan butuh pada pengawasan, apakah tanggung jawab menjaga dan mengawasi hanya ada pada pundak penerima dan penanggung jawab wasiatnya saja, yaitu anak laki-laki tertuanya? Ataukah semua anak-anaknya memiliki tanggung jawab yang sama?
    JAWAB:Seorang yang berwasiat boleh saja mengubah wasiatnya selama ia belum meninggal dunia dan berada dalam kesadaran yang sempurna (tidak gila) dan yang berlaku dan sah adalah wasiat yang kedua (terakhir). Menjaga dan mengawasi ayah yang sedang sakit, bila ia tidak mampu untuk membiayai seorang perawat khusus, maka seluruh anaknya yang bisa menjaga dan mengawasinya memiliki tanggung jawab yang sama. Tanggung jawab bukanlah hanya dimiliki oleh anak laki-laki tertuanya yang menjadi penanggung jawab wasiat ayahnya.

    SOAL 1742: Seorang ayah berwasiat agar sepertiga harta peninggalannya merupakan hak miliknya. Setelah disisihkan seluruh harta dibagi di antara ahli waris. Bolehkah kami menjual sepertiga harta tersebut untuk melaksanakan wasiat-wasiat ayah kami?
    JAWAB:Jika dia berwasiat agar sepertiga hartanya dijadikan sebagai biaya untuk melaksanakan wasiat-wasiatnya, maka menjual barang tersebut setelah memisahkannya dari harta milik ahli waris dan menggunakan uang hasil penjualan untuk merealisasikan wasiat-wasiatnya tidaklah bermasalah. Namun, jika dia berwasiat agar hasil dari sepertiga hartanya dijadikan sebagai biaya untuk merealisasikan wasiat-wasiatnya, maka barang yang merupakan sepertiga hartanya tersebut tidak boleh dijual, sekalipun untuk biaya merealisasikan wasiat-wasiatnya.

    SOAL 1743: Seseorang yang berwasiat mengangkat seorang penerima dan penanggung jawab wasiatnya dan seorang lagi sebagai pengawas. Namun, ia tidak menerangkan tentang tugas dan wewenang masing-masing. Begitu juga dia tidak menyinggung sepertiga hartanya dan unttuk apa digunakan.
    a. Dalam kasus ini apa tugas penerima dan penanggung jawab wasiat?
    b. Apakah dengan adanya wasiat dan pengangkatan seorang penerima dan penanggung jawab wasiat cukup untuk mewajibkannya menyisihkan sepertiga hartanya untuk melaksanakan wasiat almarhum?
    JAWAB:Jika maksud almarhum dapat dipahami demikian dari berbagai indikasi, saksi atau preseden yang berlaku, maka penerima dan penanggung jawab mengamalkan hal itu sesuai yang dia pahami. Namun, jika tidak dapat dipahami demikian karena memang isi wasiat sangat ambigu (mendua), maka wasiat tersebut batal hukumnya dan dianggap tidak ada.

    SOAL 1744: Seseorang berwasiat demikian: “Seluruh kain milikku, baik yang terjahit atau tidak dan barang-barang lainnya adalah milik istriku.” Pertanyaannya, apakah maksud dari kata “barang-barang lainnya” adalah semua harta yang dapat dipindahkan hak kepemilikannya? Ataukah hanya terbatas barang-barang yang lebih kecil (lebih murah) dari kain dan baju, seperti sepatu dan sejenisnya?
    JAWAB:Selama maksud dari kata tersebut tidak dipahami dengan jelas dan dari indikasi-indikasi luar tidak dapat dipahami juga, maka kata tersebut tidak dapat dilaksanakan karena ketidakjelasannya. Untuk memilih salah satu dari kemungkinan yang ada hendaknya dilakukan dengan izin dan kerelaan ahli waris.

    SOAL 1745: Seorang wanita berwasiat agar sepertiga dari peninggalannya digunakan untuk biaya mengkada salatnya selama 8 tahun. Adapun sisinya untuk mengembalikan hak-hak orang yang ia zalimi, tanggungan khumus dan amal kebaikan. Namun, dikarenakan saat pelaksanaan wasiat bertepatan dengan masa perang yang membutuhkan biaya lebih dari yang lain, di sisi lain penanggung jawab wasiat memiliki keyakinan, bahwa sebenarnya almarhumah tidak memiliki tanggungan satu salat apa pun. Oleh karena itu, ia hanya menyewa orang untuk melakukan salat kada selama dua tahun dan sisa uangnya dia alokasikan untuk khumus dan mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi dan dana perang. Apakah penanggung jawab wasiat masih memiliki kewajiban yang belum dilaksanakan?
    JAWAB:Merupakan sebuah kewajiban bagi penanggung jawab wasiat untuk mengamalkan sesuai dengan wasiat almarhumah dan tidak boleh ia meninggalkan dan mengabaikannya sekalipun pada sebagiannya. Oleh karena itu, sejumlah uang yang digunakan tidak sesuai dengan wasiat, dia berkewajiban untuk menggantinya dan melakukan sesuai dengan wasiat.

    SOAL 1746: Seseorang berwasiat kepada dua orang rekannya agar mengamalkan sesuai apa yang tertulis dalam surat wasiatnya. Pada poin ketiga disebutkan bahwa seluruh kekayaannya, baik yang bergerak atau tidak, tunai atau piutang pada orang lain setelah dikumpulkan digunakan untuk membayar segala hutang almarhum. Pada poin 4, 5 dan 6 dijelaskan tentang kegunaan sepertiga dari harta peninggalan yang telah dipisahkan. Sebagaimana juga dijelaskan, bahwa setelah berlalu 17 tahun hendaknya sisa dari 1/3 tersebut diberikan kepada ahli warsi yang fakir dan miskin. Namun, dua orang penanggung jawab wasiat tersebut sampai saat ini belum bisa memisahkan sepertiga harta tersebut dan menggunakannya sesuai yang disebutkan di atas, sementara ahli waris mengaku, bahwa surat wasiat tidak berlaku lagi setelah masa itu (17 tahun) berlalu dan mereka pun tidak lagi memiliki hak untuk ikut campur dalam harta peninggalan amarhum. Apa hukum masalah ini? Dan apa tugas dua orang penanggung jawab wasiat tersebut?
    JAWAB:Wasiat dan pengangkatan penanggung jawab wasiat tidak akan batal dan berakhir dengan adanya penundaan di dalam merealisasikan isi wasiat tersebut. Oleh karena itu, keduanya berkewajiban untuk mengamalkan sesuai yang diwasiatkan kepadanya, selama tidak disebutkan masa tertentu yang menunjukkan berapa lama keduanya diangkat menjadi penanggung jawab wasiat. Ahli waris tidak berhak untuk ikut campur dan menghalangi penanggung jawab wasiat dalam mengamalkan isi wasiat.

    SOAL 1747: Enam bulan setelah dilakukan pembagian harta warisan kepada seluruh ahli waris dan setelah dibuatkan surat kepemilikan atas nama masing-masing mereka, salah seorang ahli waris mengaku, bahwa almarhum berwasiat kepadanya secara lisan saja (tanpa adanya tulisan) agar sebagian dari rumah peninggalan diberikan kepada salah seorang anak laki almarhum. Sebagian ahli waris wanita memberikan kesaksian atas hal itu. Apakah pengakuan ini bisa diterima, walaupun telah berlalu masa seperti disebut di atas?
    JAWAB:Berlalunya masa dan selesainya seluruh proses administrasi dan biroksari tidaklah mencegah diterimanya sebuah pengakuan atas sebuah wasiat, selama dapat dibuktikan dengan bukti-bukti yang dapat diterima secara syar’i. Oleh karena itu, jika orang tersebut berhasil membuktikan apa yang ia katakan dengan bukti-bukti yang dapat diterima secara syar’i, maka wajiblah dilakukan sesuai dengan isi wasiat tersebut. Jika tidak, maka bagi mereka yang telah menerima dan mengaku akan kebenaran keberadaan wasiat tersebu, wajib baginya untuk melaksanakannya sesuai kadar masing-masing.

    SOAL 1748: Seseorang berwasiat kepada dua orang agar sebidang tanahnya dijual dan dengan hasil penjualannya hendaknya mereka berdua melakukan ibadah haji atas namanya. Kemudian ada orang ketiga yang mengaku, bahwa ia telah melakukan ibadah haji atas nama almarhum tanpa mendapatkan izin dan kesepakatan dari penanggung jawab wasiat dan pengawas terlebih dahulu. Saat ini penanggung jawab wasiat pun sudah meninggal dunia dan yang hidup hanya si pengawas saja. Apakah pengawas berkewajiban untuk berangkat menunaikan ibadah haji atas nama almarhum dari hasil penjualan tanah tersebut? Ataukah ia harus membayar upah kepada orang yang telah mengaku menjalankan ibadah haji atas nama almarhum? Ataukah ia tidak berkewajiban apa-apa?
    JAWAB:Jika almarhum memiliki tanggungan wajib haji yang belum dilaksanakan dan dengan haji yang dilakukan oleh penggantinya, ia berkeinginan untuk membebaskan dirinya dari kewajiban tersebut, maka jika memang benar orang ketiga telah melaksanakan haji atas nama almarhum, maka hal itu sudah cukup, namun ia tidak berhak untuk meminta upah. Jika tidak demikian (artinya almarhum tidak memiliki tanggungan wajib haji, namun ia menginginkan agar dengan uang tersebut dia mengutus penanggung jawab dan pengawas untuk melaksanakan haji atas namanya sebagai haji sunah-peny.) maka mereka berdua wajib untuk mengamalkan hal itu dari uang hasil penjualan tanah tersebut dan bila penanggung jawab meninggal terlebih dahulu, maka pengawas berkewajiban untuk mengadukan masalah tersebut kepada hakim syar’i.

    SOAL 1749: Bolehkah ahli waris memaksa penerima dan penanggung jawab wasiat agar membayar sejumlah uang untuk melakukan salat dan puasa kada almarhum? Apa tugas penanggung jawab wasiat dalam hal ini?
    JAWAB:Mengamalkan dan merealisasikan isi wasiat adalah bagian dari tanggung jawab dan tugas penerima dan penanggung jawab wasiat dan haruslah ia mengamalkannya sesuai dengan kemaslahatan dan kebijakannya. Ahli waris tidak berhak untuk ikut campur dalam hal itu.

    SOAL 1750: Surat wasiat ikut terbakar atau hilang di saat si pembuat wasiat tewas akibat bom yan diledakkan di tanker minyak. Tak seorang pun tahu isi wasiat tersebut. Si penerima dan penanggung jawab wasiat tidak tahu apakah hanya dirinya yang diangkat menjadi penanggung jawab wasiat ataukah ada orang lain bersamanya. Apa tugas dia?
    JAWAB:Setelah wasiat sudah pasti diterima oleh penerima dan penanggung jawab wasiat, maka ia haruslah melakukan apa yang ia yakini sebagai bagian dari isi wasiat. Dia tidak perlu memerhatikan adanya kemungkinan ada penanggung jawab lain selain dirinya.

    SOAL 1751: Bolehkah seseorang mengangkat orang lain selain ahli waris sebagai penerima dan penanggung jawab wasiat? Adakah hak bagi seseorang untuk protes dan tidak setuju atas pilihannya?
    JAWAB:Memilih dan menentukan penerima dan penanggung jawab wasiat di antara orang-orang yang dipercaya dan layak untuk itu adalah hak pemberi wasiat. Tidak bermasalah jika ia memilih orang lain selain ahli waris dan ahli waris tidak berhak untuk memprotes dan tidak setuju atas pilihannya.

    SOAL 1752: Bolehkah sebagian ahli waris membelanjakan harta almarhum untuk menjamu tamu-tamu tanpa musyawarah dengan yang lain dan tanpa minta persetujuan penerima dan penanggung jawab wasiat?
    JAWAB:Jika yang ia lakukan dengan niat untuk mengamalkan wasiat almarhum, maka seharusnya yang berkewajiban untuk melakukan itu adalah penerima dan penanggung jawab wasiat. Mereka tidak berhak untuk melakukan hal itu tanpa persetujuannya. Namun, jika ia melakukan hal itu dengan niat akan diambil dari hak ahli waris, maka itu bergantung pada izin dan kerelaan ahli waris yang lain. Jika mereka tidak merelakannya, maka ia dihukumi telah melakukan gasab pada bagian hak milik ahli waris lainnya.

    SOAL 1753: Seorang pelaku wasiat menuliskan di dalam surat wasiatnya, bahwa si A adalah penerima dan penanggung jawab wasiat pertama dan si B kedua dan si C ketiga. Apakah ketiga-tiganya sebagai penerima dan penanggung jawab wasiatnya ataukah hanya yang pertama saja?
    JAWAB:Masalah seperti ini adalah sesuai dengan maksud dan niat yang berwasiat. Selama tidak dapat dipahami dari berbagai indikasi dan saksi, apakah ketiga-tiganya secara bersama-sama ataukah bertiga secara berurutan dan setelah yang satu meninggal diganti lainnya, maka hendaknya dihasilkan kesepakatan di antara mereka bertiga agar dalam mengamalkan wasiat, mereka dapat melakukannya secara bersama-sama.

    SOAL 1754: Jika seseorang menunjuk penerima dan penanggung jawab wasiat sebanyak tiga orang secara bersamaan, namun mereka bertiga tidak pernah bersepakat dalam cara mengamalkan wasiatnya. Apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan ini?
    JAWAB:Pada saat penerima dan penanggung jawab wasiat lebih dari satu dan terjadi perselisihan dalam cara melaksanakan wasiat, maka hendaklah diselesaikan dengan merujuk kepada hakim syar’i.

    SOAL 1755: Karena saya sebagai anak lelaki tertua yang harus melakukan salat dan puasa kada ayah saya yang ditinggalkan semasa hidupnya. Apa tugas saya jika ayah saya berwasiat agar dilakukan salat dan puasa kada untuknya selama satu tahun saja, padahal saya tahu beliau memiliki tanggungan bertahun-tahun?
    JAWAB:Jika dia mewasiatkan untuk dilakukan salat dan puasa kada dengan biaya dari sepertiga harta peninggalannya, maka dibolehkan bagi Anda untuk menyewa seseorang melakukan hal itu. Anda yang tahu, bahwa tanggungan yang ia miliki dari kewajiban salat dan puasa lebih banyak dari itu, maka Anda wajib melaksanakannya, sekalipun dengan menyewa orang lain untuk mengamalkannya dari uang Anda sendiri.

    SOAL 1756: Seseorang berwasiat kepada anak lelaki tertuanya agar sebidang tanah miliknya dijual dan dengan uang hasil penjualannya ia harus melaksanakan ibadah haji atas nama ayahnya. Ia pun berjanji akan melakukan hal itu. Namun, dikarenakan pendaftaran untuk haji telah ditutup, maka ia tidak dapat melaksanakannya tahun ini. Pada tahun berikutnya ia pun tidak dapat melaksanakannya, karena biaya haji telah naik dan uang hasil penjualan tanah tidak mencukupi lagi. Oleh karena itu, terpaksa ia harus menyewa orang lain untuk mengamalkannya (dari miqat), namun uang itu pun tidak mencukupi. Wajibkah bagi ahli waris yang lain untuk membantu sehingga wasiat ayah mereka dapat terlaksana ataukah kewajiban hanya ada pada saudara tertua yang mendapatkan wasiat dari ayahnya?
    JAWAB:Tidak seorang pun dari mereka berkewajiban untuk membantu sehingga wasiat tersebut dapat terlaksana. Namun, jika kewajiban haji memang menjadi tanggungan yang ada di pundak almarhum dan belum dilaksanakan selama hidupnya, maka uang hasil penjualan tanah yang telah ia tentukan wajib untuk disempurnakan dengan harta peninggalan yang lain sebelum dibagi kepada ahli waris sehingga dapat dilaksanakan dengan menyewa orang lain untuk haji, sekalipun dari miqat.

    SOAL 1757:
    Jika terdapat resi tanda bukti, bahwa almarhum telah membayar kewajiban khumusnya, atau beberapa orang memberikan kesaksian atas hal itu, wajibkah bagi ahli waris untuk membayar khumus dari harta peninggalannya?
    JAWAB:Sekadar adanya resi tanda bukti pembayaran atau adanya kesaksian bahwa ia telah membayar kewajiban khumusnya, tidaklah cukup untuk memastikan bahwa ia memang bebas tanggungan dari kewajiban finansial seperti khumus atau lainnya. Oleh karenanya, jika almarhum pada saat hidupnya mengakui dalam wasiatnya, bahwa dirinya memiliki tanggungan keuangan yang belum diselesaikan atau di dalam harta peninggalannya ada sejumlah harta yang masih berhubungan dengan harta khumus yang harus dibayarkan, atau ahli waris yakin akan hal itu, maka sejumlah yang diakui oleh almarhum atau sejumlah yang diyakini oleh ahli waris, haruslah dibayarkan oleh ahli waris. Jika tidak demikian, maka tidak ada kewajiban apa-apa bagi ahli waris.

    SOAL 1758: Seseorang telah berwasiat agar sepertiga hartanya untuk dirinya. Di dalam surat wasiatnya ia memberi catatan pinggir, bahwa sebuah rumah yang ada di dalam kebunnya digunakan untuk memenuhi pengeluaran sepertiganya. Kemudian setelah berlalu 20 tahun dari saat wafatnya, penerima dan penanggung jawab wasiat harus menjualnya dan uangnya diberikan kepadanya. Apakah maksud dari sepertiga adalah sepertiga dari seluruh harta peninggalannya, termasuk di dalamnya rumah dan harta lainnya, sehingga kalau harga rumah kurang dari sepertiga, harus disempurnakan dengan harta peninggalan lainnya? Ataukah sepertiga itu maksudnya adalah rumah saja sedangkan harta lainnya yang merupakan hak ahli waris tidaklah diambil sepertiganya?
    JAWAB:Jika ia bermaksud dengan wasiat tersebut dan apa yang dituliskan di catatan, hanyalah rumah saja yang dianggap sebagai sepertiga yang diperuntukkan khusus untuk dirinya. Rumah itu pun –setelah dilunasi hutang-hutang almarhum- tidak lebih dari sepertiga, maka dalam hal ini hanya rumah saja yang dimaksud dengan sepertiga yang dimiliki secara khusus oleh almarhum. Begitu juga jika maksud dia setelah mewasiatkan dengan sepertiga untuk dirinya dia menentukan rumah sebagai biaya pengeluaran sepertiga tersebut, sedangkan harganya juga merupakan sepertiga dari semua harta peninggalan setelah dilunasi hutang-hutang almarhum. Adapun jika tidak demikian, maka harga rumah haruslah dilengkapi (ditambah) dengan yang lainnya sehingga jumlah semuanya menjadi sepertiga dari seluruh harta peninggalan.

    SOAL 1759: Setelah berlalu 20 tahun dari pembagian harta warisan dan setelah 4 tahun dari bagian hak milik putri almarhum dijual pada orang lain, ibu mereka (istri almarhum) menemukan sebuah surat wasiat yang menyatakan, bahwa semua harta suami (almarhum) adalah milik istrinya. Dia pun mengakui, bahwa sejak masa hidup almarhum surat wasiat tersebut ada padanya, namun tak seorang pun mengetahuinya. Dengan demikian, apakah pembagian warisan dan penjualan yang dilakukan oleh putri almarhum atas bagiannya dihukumi batal dan tidak sah? Kalau memang batal apakah pembatalan surat kepemilikan yang mana telah dibeli oleh orang ketiga dari putri almarhum dihukumi sah karena adanya perselisihan antara ibu dan anak perempuan tersebut?
    JAWAB:Dengan asumsi, bahwa surat wasiat itu benar dan sah, sesuai dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan, namun karena si ibu sejak suaminya wafat sampai pembagian harta warisan kepada yang berhak, termasuk kepada putri almarhum diam dan tidak memprotes hal itu, padahal surat wasiat ada di tangannya. Begitu pula di saat anak perempuannya menjual bagiannya kepada orang lain ia diam padahal tidak ada yang menghalanginya untuk menyampaikan yang sesungguhnya, maka diamnya sang ibu dianggap kerelaan dan persetujuan atas semua apa yang dilakukan. Oleh karena itu, setelah itu ia tidak berhak lagi untuk menggugat dan menuntutnya. Semua harta warisan yang telah dibagi dihukumi sah. Begitu juga bagian yang dijual oleh anak perempuan almarhum sah dan bagian tersebut menjadi milik pembeli.

    SOAL 1760: Salah seorang syahid korban perang berwasiat kepada ayahnya, bahwa jika hutang-hutangnya tidak dapat dilunasi dengan mempertahankan rumah tempat tinggalnya maka rumah tersebut hendaknya dijual. Uang hasil penjualannya digunakan untuk melunasi seluruh hutangnya dan dibelanjakan untuk urusan kebaikan. Begitu juga uang tanah diberikan pada pamannya, kepada ibunya untuk melaksanakan ibadah haji dan biaya melakukan salat dan puasa kada beberapa tahun.
    Saudara almarhum kawin dengan mantan istrinya dan dengan pengetahuannya bahwa sang istri telah membeli sebuah rumah, ia tinggal di rumah tersebut dan menyerahkan sejumlah uang serta sekeping uang emas yang diambil dari milik anaknya untuk renovasi rumahnya. Pertanyaannya, apa hukum yang dilakukan olehnya terhadap rumah almarhum dan harta milik anaknya? Apa hukum menggunakan uang bulanan yang diberikan kepada anak para syahid, dengan alasan ia (suami) yang mendidiknya dan memberikan nafkah padanya?
    JAWAB:Pada kasus yang ditanyakan, wajib untuk dihitung seluruh harta kekayaan almarhum dan setelah semua hutangnya dilunasi, maka dari sisanya dilaksanakan seluruh wasiat almarhum, seperti membayar biaya untuk mengkada salat dan puasanya, begitu pula biaya melaksanakan ibadah haji bagi ibunya. Kemudian dua pertiga sisanya dibagi di antara ahli waris, yaitu ayah, ibu, anak dan istri sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah di dalam al-Quran dan sunah Nabi saw. Semua apa yang akan dilakukan berkenaan dengan rumah, perabot dan seluruh harta yang berhubungan dengan hak milik anak kecil yang belum balig, hendaknya dilakukan dengan izin wali syar’inya. Saudara almarhum tidak berhak untuk mempergunakan uang anak kecil (yatim) tersebut untuk merenovasi rumah, tanpa izin wali syar’i. Begitu juga ia tidak boleh mempergunakan uang emas dan uang bulanan untuk merenovasi rumah dan kebutuhan lainnya. Bahkan sekalipun untuk memberi nafkah kepada anak kecil yatim tersebut ia tidak diperbolehkan melakukan hal itu, kecuali dengan izin wali syar’inya. Jika tidak demikian, maka ia bertanggung jawab untuk mengembalikannya kepada anak kecil tersebut. Sebagaimana pembelian rumah juga harus dilaksanakan dengan izin dan persetujuan ahli waris dan wali syar’i anak kecil tersebut.

    SOAL 1761: Seseorang menuliskan pada surat wasiatnya, bahwa seluruh harta yang ia miliki, di antaranya tiga hektar kebun buah dengan kesepakatan, agar dua hektarnya setelah ia meninggal dibagikan kepada seluruh anaknya. Sementara satu hektar lagi untuk dirinya, sehingga dapat dipergunakan untuk melaksanakan wasiat-wasiatnya. Setelah ia wafat ternyata diketahui, bahwa kebun yang ada kurang dari dua hektar. Pertanyaannya:
    a. Apakah yang ia tulis di dalam surat wasiat adalah sebuah kesepakatan ataukah wasiat atas hartanya yang berlaku setelah ia wafat?
    b. Setelah ketahuan, bahwa kebun yang ada hanya kurang dari dua hektar, apakah ia merupakan milik anak-anaknya dan satu hektar yang disebutkan di dalam surat wasiat tidak berlaku, karena memang tidak ada? Ataukah harus dilakukan dengan cara lain?
    JAWAB:Selama tidak terbukti terjadinya kesepakatan dengan benar secara syar’i, yaitu dengan diterima oleh semua pihak yang melakukan kesepakatan semasa hidup almarhum, maka surat tersebut dianggap sebagai wasiat. Dengan demikian, masalahnya adalah ia berwasiat dengan kebun buah untuk dirinya dan anak-anaknya. Maka wasiat yang dihukumi sah dan berlaku adalah pada sepertiga darinya. Adapun selebihnya maka tergantung pada izin dan kerelaan ahli waris.

    SOAL 1762: Seseorang melakukan pencatatan kepemilikan seluruh hartanya atas nama seorang anak laki-lakinya, dengan syarat sejumlah uang setelah wafatnya diberikan kepada masing-masing saudara perempuannya sebagai ganti dari bagian hak mereka dari warisan. Namun, salah seorang mereka tidak hadir di saat ayah mereka meninggal dunia, sehingga ia tidak mendapatkan apa-pa dari saudaranya. Di saat ia menuntutnya, saudaranya pun tidak memberikan apa-apa kepadanya. Saat ini setelah berlalu beberapa tahun dari waktu itu, di saat nilai beli uang sejumlah yang disebutkan dalam wasiat mengalami penurunan yang jauh, saudaranya tersebut menyatakan kesediaan untuk memberikan kepadanya uang tersebut. Karena itulah saudara perempuannya menuntut lebih dari jumlah semula, sesuai dengan nilai beli yang berlaku saat itu. Dan hal itu ditolak oleh saudaranya, bahkan menuduhnya telah melakukan praktik riba. Apa hukum kasus ini?
    JAWAB:Jika penyerahan kepemilikan harta almarhum kepada anak laki-lakinya dan penyerahan sejumlah uang seperti yang diwasiatkan olehnya dilakukan secara benar, maka masing-masing saudara perempuan hanya berhak untuk mendapatkan sejumlah yang diwasiatkan oleh ayah mereka. Namun, jika harga dan nilai beli saat penyerahan sudah berubah, maka sesuai prinsip kehati-hatian maksimal mereka wajib untuk melakukan kesepakatan atas selisih tersebut. Hal itu tidak dihukumi riba.

    SOAL 1763: Ayah dan ibu saya berwasiat kepada saya sebagai anak laki-laki tunggal, semasa hidup mereka di hadapan anak-anak lainnya, dengan mengkhususkan sebidang tanah sebagai sepertiga dari seluruh hartanya, agar setelah mereka meninggal digunakan untuk biaya kafan, penguburan, salat, puasa (kada) dan lain-lain. Namun, pada saat ayah saya meninggal dunia, mereka (saudara-saudara saya yang lain) tidak memiliki uang. Oleh karenanya, seluruh biaya saya yang mengeluarkan. Bolehkah saya mengambil sejumlah yang saya keluarkan dari sepertiga harta tersebut?
    JAWAB:Jika apa yang Anda keluarkan sebagai realisasi atas wasiat dan dengan niat itu Anda ingin mengambil dari sepertiga harta peninggalan, maka hal itu boleh Anda lakukan. Namun, jika tidak demikian, maka tidak boleh.

    SOAL 1764: Seseorang berwasiat, jika istrinya setelah ia meninggal dunia tidak kawin (lagi) sepertiga rumah miliknya yang ia tinggal di dalamnya saat ini adalah miliknya. Dikarenakan setelah masa idah berlalu ia tidak menikah (lagi) dan tidak ada tanda-tanda, bahwa ia akan kawin di masa mendatang, apa tugas penerima dan penanggung jawab wasiat dan ahli waris yang lain berkenaan dengan wasiat almarhum?
    JAWAB: Pada saat ini mereka wajib untuk memberikan hal itu kepada istri almarhum, namun kepemilikan bersyarat dengan tetap untuk tidak kawin (lagi). Jika di kemudian hari ia kawin, maka ahli waris berhak untuk membatalkan kepemilikan dan memintanya kembali.

    SOAL 1765: Di saat kami bermaksud untuk membagi-bagi warisan ayah kami yang beliau dapatkan sebagai warisan dari ayahnya (kakek kami) sehingga kami, paman dan nenek bersama-sama berhak atas warisan tersebut, tiba-tiba mereka mengeluarkan sebuah surat wasiat yang ditulis oleh kakek kami pada tiga puluh tahun yang lalu, yang menyatakan, bahwa nenek dan paman selain bagian warisan, masing-masing mereka mendapatkan tambahan sejumlah uang. Mereka pun melipatgandakan jumlah tersebut sebagai penyesuaian dengan nilai beli saat ini. Konsekuensinya mereka menuntut beberapa kali lipat dari yang disebutkan di dalam wasiat. Apakah yang mereka lakukan benar secara syar’i?
    JAWAB:Berdasarkan prinsip kehati-hatian maksimal, hendaknya mereka melakukan kesepakatan bersama atas selisih nilai uang yang ada. Jika memang ada undang-undang yang mengatur hal itu, maka wajib untuk ditaati dan diamalkan sesuai dengannya.

    SOAL 1766: Salah seorang syahid korban perang yang mulia berwasiat agar sepotong karpet yang baru dia beli untuk rumahnya dihadiahkan untuk komplek kuburan suci Imam Husain as di Karbala, Irak. Jika karpet tersebut kami simpan sampai tiba saat yang memungkinkan untuk merealisasikan wasiatnya, maka karpet tersebut akan rusak dan tidak akan dapat digunakan lagi. Bolehkah untuk menghindari kerugian tersebut, kami alihkan posisi peletakannya di mesjid atau husainiyah kampung kami tinggal?
    JAWAB:Jika penggunaan sementara di mesjid dan husainiyah adalah usaha dalam rangka menjaga agar tidak rusak, sehingga dapat direalisasikan sesuai wasiat, maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1767: Seseorang berwasiat agar sebagian dari hasil sebagian harta miliknya digunakan untuk kebutuhan mesjid, husainiyah, majelis taklim dan urusan kebaikan lainnya. Namun, yang ia miliki dirampas orang dan untuk membebaskannya dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apakah wasiat tersebut tetap sah selama adanya kemungkinan untuk dibebaskan dari si perampas? Bolehkah mempergunakan uang yang diambil dari objek yang diwasiatkan untuk biaya membebaskannya?
    JAWAB:Mempergunakan uang dari hasil barang yang diwasiatkan sebesar biaya yang dibutuhkan untuk membebaskan hak milik almarhum dari tangan perampas tidaklah bermasalah. Dan untuk keabsahan wasiat dalam kepemilikan cukup dengan adanya kemungkinan untuk dapat dimanfaatkan dalam hal yang diwasiatkan, sekalipun baru dapat terealisasi setelah dibebaskan dan diambil kembali dari tangan perampas dan untuk hal itu juga membutuhkan biaya.

    SOAL 1768: Seseorang berwasiat agar semua harta miliknya diberikan kepada seorang anak laki-lakinya dan konsekuensinya enam orang anak perempuannya tidak mendapatkan apa-apa. Apakah wasiat seperti itu sah dan berlaku? Jika tidak, bagaimana pembagian harta tersebut di antara keenam orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki?
    JAWAB: Keabsahan wasiat tersebut sah pada sepertiga dari seluruh harta peninggalannya. Adapun selebihnya bergantung pada izin dan kerelaan ahli waris lainnya. Jika memang mereka (anak-anak perempuan almarhum) tidak menyetuji hal itu, maka masing-masing mereka mendapatkan harta warisan dari 2/3 harta tersebut. Jadi, secara keseluruhan harta almarhum dibagi menjadi 24 bagian. Dan dibagi sesuai perincian berikut:
    a. Anak laki-laki mendapatkan 12 bagian dari 24, dengan perincian 8 bagian sebagai bagian yang didapat dari sepertiga harta peninggalan sesuai wasiat, ditambah 4 bagian dari 24 sebagai bagian dirinya dari warisan (2/3 sisanya) .
    b. Anak-anak perempuan masing-masing mendapat 2 bagian dari 24 bagian harta warisan.

  • GHASAB9SOAL 1769: Seseorang membeli sebidang tanah milik ayahnya dan melakukan pencatatan kepemilikan atas nama seorang anaknya yang masih kecil dan belum balig. Surat tersebut dibuat secara biasa (tulisan tangan dan tidak resmi) seperti ini: “Penjual si fulan menjual tanah kepada seorang anaknya yang bernama si fulan.” Di saat anak tersebut mencapai usia balig, ia menjualnya kepada orang lain. Namun, ahli waris sang ayah mengaku, bahwa tanah tersebut didapatkan sebagai warisan ayahnya, walaupun nama ayahnya tidak disebutkan pada surat tersebut, ia melakukan tindakan penjualan tersebut padahal bukan hak miliknya. Bolehkah ahli waris menjegal pembeli kedua?JAWAB:Sekadar melakukan pencatatan nama anak kecil sebagai pihak pembeli tidaklah menjadi tolok-ukur kepemilikannya. Oleh karenanya, jika dapat dibuktikan, bahwa si ayah telah membeli tanah tersebut dengan uangnya sendiri untuk dirinya dan ia menghibahkannya kepada anaknya atau melakukan dengannya, maka tanah itu menjadi hak milik anaknya tersebut. Dan jika ia menjualnya kepada orang lain di saat telah menginjak usia dewasa, maka siapa pun tidak memiliki hak untuk menjegal dan menggagalkannya.SOAL 1770: Saya membeli sebidang tanah yang telah dilakukan penjualan dan pembelian oleh beberapa orang penjual atasnya. Di atas tanah tersebut saya membangun sebiah rumah. Saat ini ada seorang yang mengaku, bahwa tanah tersebut adalah miliknya. Dia pun menunjukkan sebuah surat kepemilikan atas nama dirinya yang dikeluarkan secara resmi pra-revolusi Islam. Oleh karenanya, ia mengadukan saya dan beberapa orang tetangga saya ke pengadilan. Apakah dengan adanya dakwaannya atas apa yang saya lakukan dengan membangun rumah di atas tanah tersebut dianggap sebagai perbuatan gasab?JAWAB:Pembelian tanah dari yang memilikinya sebelumnya sesuai dengan hukum lahiriah syariat adalah benar dan dihukumi sah. Oleh karenanya, tanah adalah milik pembeli. Selama orang tersebut tidak dapat membuktikan di pengadilan, bahwa tanah tersebut adalah miliknya, maka ia tidak berhak untuk mengganggu dan menuntut pemilik dan pengurus tanah tersebut saat ini.SOAL 1771: Sebidang tanah memiliki surat resmi kepemilikan atas nama seorang ayah. Kemudian dikeluarkan surat resmi lain dengan nama anaknya yang belum balig. Namun, masih tetap berada di bawah kendali dan kekuasaan sang ayah. Saat ini si anak telah menginjak usia balig dan ia mengaku tanah tersebut adalah miliknya dengan berdalih namanya yang tercantum padanya. Namun, ayahnya mengatakan, bahwa tanah adalah miliknya, karena dialah yang membeli sendiri dengan uangnya sendiri dan untuk dirinya sendiri, hanya saja ia melakukan pencatatan kepemilikan atas nama anaknya untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayar. Apakah jika anaknya memanfaatkan tanah tersebut dan melakukan sesuatu atasnya, tanpa izin dan restu dari ayahnya dianggap sebagai perbuatan gasab?JAWAB:Jika sang ayah membeli tanah tersebut dengan uangnya sendiri untuk dirinya, agar nanti setelah anaknya balig dan bisa memanfaatkannya, maka selama tidak terbukti, bahwa ia telah menghibahkannya kepada anaknya, ia tidak berhak untuk memanfaatkan dan menganggap sebagai hak miliknya dengan berdalih namanya yang tercantum pada surat kepemilikan.SOAL 1772: Seseorang membeli sebidang tanah pada lima puluh tahun yang lalu. Saat ini ia berdalih dengan nama gunung tinggi yang disebutkan di dalam surat kepemilikan sebagai batas tanah yang dibelinya, ia mengaku kepemilikan jutaan meter tanah umum yang di atasnya terdapat rumah-rumah kuno penduduk yang terletak di antara tanah yang ia beli dengan gunung tinggi tersebut. Dia pun menuduh semua salat yang dilakukan oleh penduduk tempat tersebut batal dan tidak sah karena tanah yang mereka tempati adalah tanah gasab. Yang perlu digarisbawahi, dia dari sejak dahulu kala belum pernah melakukan sesuatu pun atas tanah tersebut. Dia pun tidak memiliki bukti-bukti yang dapat menjelaskan akan kondisi tanah tersebut pada seratus tahun yang lalu. Apa hukum masalah ini?JAWAB:Jika tanah yang terletak di antara tanah yang ia beli dengan gunung yang disebutkan sebagai pembatasan kepemilikan adalah tanah tak bertuan yang tidak dimiliki oleh seseorang, atau merupakan tanah yang berada di bawah kendali dan penguasaan orang-orang dulu dan berpindah kepada orang-orang yang hidup saat ini di tempat tersebut, maka apa yang dilakukan oleh setiap orang di rumah dan tanah masing-masing mereka tinggal dihukumi sebagai pemiliknya. Oleh karenanya, selama orang tersebut tidak dapat membuktikan dakwaan kepemilikannya di hadapan para hakim, maka apa yang dilakukan oleh penduduk di atas tanah mereka dihukumi sebagai perbuatan halal dan boleh.SOAL 1773: Bolehkah tanah yang diputuskan oleh pengadilan sebagai tanah yang disita, tanpa izin dan restu pemilik sebelumnya, dibangun di atasnya sebuah mesjid? Dan bolehkah mendirikan salat dan majelis-majelis keagamaan lainnya di tempat tersebut?JAWAB:Jika tanah tersebut di atas sesuai keputusan pengadilan atau undang-undang yang berlaku di RII telah diambil dari pemilik sebelumnya, atau yang mengaku sebagai pemilik sebelumnya tidak terbukti sebagai pemiliknya secara syar’i, maka tidaklah diperlukan izin dan restu pemilik sebelumnya untuk memanfaatkan tempat tersebut dan melakukan sesuatu atasnya. Oleh karenanya, membangun mesjid, mendirikan salat dan majelis-majelis keagamaan lainnya di tempat tersebut tidaklah bermasalah.SOAL 1774: Sebidang tanah dimiliki secara turun-temurun sampai akhirnya dirampas oleh seseorang. Dan pasca kemenangan revolusi dan berdirinya pemerintahan baru, dilakukan pengembalian tanah tersebut kepada pemiliknya. Apakah tanah tersebut menjadi milik ahli waris pemilik sebelumnya? Ataukah mereka hanya memiliki hak didahulukan untuk membelinya dari negara?JAWAB:

    Sekadar adanya penguasaan atas tanah tersebut yang terjadi secara turun-temurun bukanlah menjadi tolok-ukur kepemilikan atasnya. Sebagaimana bukan tolok-ukur untuk menentukan hak didahulukan untuk membelinya. Namun selama tidak terbukti, bahwa tanah tersebut bukan milik mereka, maka hal itu menjadi indikasi syar’i atas kepemilikan mereka. Oleh karenanya, jika dapat dibuktikan, bahwa ahli waris yang ada bukanlah pemilik tanah tersebut, atau terbukti bahwa tanah tersebut adalah milik orang lain, maka ahli waris tidak berhak untuk menuntutnya atau menuntut uang kompensasi dan juga harganya. Jika tidak demikian, maka mereka memiliki hak untuk menuntut tanah itu sendiri atau uang seharga tanah tersebut, dengan dalih merekalah orang-orang yang memegang dan mengurusi tanah tersebut (dzulyad).

  • MAHJUR10 DAN TANDA-TANDA BALIG SOAL 1775: Seorang ayah memiliki seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang sudah balig namun tidak memiliki akal sempurna (safih) yang berada di bawah tanggung jawabnya. Setelah dia meninggal dunia, bolehkah anak perempuannya mempergunakan harta milik saudaranya sebagai wali terhadap saudaranya yang tidak memiliki akal sempurna?JAWAB:Saudara perempuan dan laki-laki tidak dapat menjadi wali atas saudaranya yang tidak memiliki akal sempurna dan harta miliknya. Namun, walinya jika tidak ada kakeknya (dari ayah) atau orang yang diangkat oleh ayahnya sebagai walinya dengan wasiat adalah hakim syar’i.SOAL 1776: Apakah yang menjadi ukuran masa balig anak laki-laki dan perempuan usia mereka harus sesuai dengan kalender Syamsiah (Masehi) atau Qamariah (Hijriah)?JAWAB:Yang menjadi tolok-ukur adalah kalender Hijriah-Qamariah.SOAL 1777: Bagaimana caranya mendapatkan tanggal kelahiran seseorang sesuai kalender Hijriah-Qamariah, sehingga dapat mengidentifikasi bahwa seorang anak telah mencapai usia balig atau belum?JAWAB:Jika tanggal lahirnya telah diketahui sesuai dengan kalender Syamsiyah, maka dapat diperoleh usia sesuai dengan kalender Hijriah-Qamariah dengan mengurangi selisih hari dalam setahun antara kalender Syamsiah dengan Qamariah.SOAL 1778: Apakah anak laki-laki yang telah mengalami mimpi keluar air mani (ihtilam) sebelum umur 15 tahun dihukumi telah mencapai usia balig?JAWAB:Ya, dengan adanya ihtilam itu ia dihukumi telah mencapai usia balig, karena ihtilam adalah salah satu cara untuk menentukan usia balig.SOAL 1779: Jika timbul sangkaan sebesar sepuluh persen, bahwa dua tanda balig yang lain selain usia telah terjadi lebih cepat, apa hukumnya?JAWAB:Sekadar sangkaan dan perkiraan, bahwa dua tanda balig tersebut lebih cepat terjadi tidaklah cukup untuk menghukumi balig.SOAL 1780: Apakah berhubungan badan (jimak) merupakan salah satu tanda balig. Sehingga setelah itu wajib melaksanakan semua kewajiban orang balig? Jika seseorang tidak mengetahui masalah ini dan telah berlalu bertahun-tahun, apakah ia wajib melakukan mandi junub? Apakah segala ibadah yang disyaratkan adanya kesucian dari junub, seperti salat dan puasa dihukumi batal dan wajib untuk diganti (kada) jika dilakukan sebelum mandi junub?JAWAB:Melakukan hubungan intim (jimak) tanpa ejakulasi bukanlah tanda balig. Namun, hal itu menyebabkannya berjunub. Oleh karenanya, di saat menginjak usia balig ia wajib melaksanakan mandi junub. Selama satu dari tanda balig belum dialami, maka ia tidak dihukumi balig dan tidak berkewajiban untuk mengamalkan kewajiban syar’i. Siapasaja yang di saat belum balig menjadi junub karena melakukan hubungan badan dan pada saat balig ia melakukan salat dan puasa sebelum melakukan mandi wajib junub, maka ia wajib mengulang salatnya. Adapun puasanya jika ia memang tidak tahu, bahwa dirinya dihukumi junub, maka tidak wajib untuk menggantinya.SOAL 1781: Beberapa orang anak laki-laki dan perempuan yang berada di bawah tanggungan yayasan kami sesuai tanggal kelahiran mereka telah mencapai usia balig, namun sebagian dari mereka ada yang mengalami gangguan mental dan lemah ingatan ketika dilakukan tes IQ dan kecerdasan. Hasil tes tersebut membuktikan, bahwa sebagian mereka mengalami keterbelakangan berfikir (down sindroum) sejak setahun yang lalu atau lebih. Sebagian lagi tidak bisa disebut gila, karena memang dapat memahami dalam batas tertentu kewajiban agama dan sosial mereka. Apakah hasil tes yang dibuktikan oleh yayasan sama dengan keputusan para dokter sehingga dapat menjadi pegangan bagi diri mereka?JAWAB:Yang menjadi tolok-ukur akan adanya kewajiban syar’i dan taklif bagi seseorang adalah mencapai usia balig dan menurut pandangan umum (uruf) dia adalah orang yang berakal. Adapun tingkatan kecerdasan dan IQ tidaklah berpengaruh.SOAL 1782: Pada sebagian hukum yang berhubungan dengan anak kecil mumayyiz disebutkan definisi mumayyiz adalah di saat mereka mengetahui dan dapat membedakan antara baik dan buruk? Umur berapakah seorang anak dianggap mumayyiz?JAWAB:Yang dimaksud dengan baik dan buruk adalah sesuatu yang menurut pandangan umum (uruf) dianggap baik atau buruk. Dalam hal ini lingkungan, kebiasaan dan budaya di mana anak tersebut tinggal haruslah diperhatikan. Adapun usia berapa seseorang mencapai usia mumayiz (remaja), maka akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kecerdasan dan potensi yang dimiliknya.SOAL 1783: Apakah mendapatkan darah yang bersifat darah haid yang keluar dari seorang wanita sebelum usia 9 tahun dihukumi sebagai tanda balignya?JAWAB:Darah yang demikian bukanlah tanda balignya secara syar’i dan tiak pula memiliki konsekuensi hukum darah haid, sekalipun memiliki sifat-sifat darah haid.SOAL 1784: Jika seseorang karena sebab tertentu dicabut hak melakukan transaksi akan hak miliknya oleh pengadilan, sebelum wafatnya memberikan sejumlah uang kepada keponakannya sebagai tanda terimakasih atas bantuan dan pelayanannya selama ini. Sang keponakan menerimanya dan menggunakan uang tersebut untuk biaya yang diperlukan dalam pengurusan jenazah almarhum. Bolehkah pengadilan menuntut uang tersebut darinya?JAWAB:

    Jika uang yang diberikan kepada keponakannya adalah uang yang oleh pengadilan dicabut untuk membelanjakannya, atau milik orang lain, maka ia tidak berhak untuk memberikannya padanya. Keponakannya juga tidak dapat menerimanya dan menggunakannya. Oleh karenanya, pengadilan berhak untuk menuntutnya. Jika harta tersebut bukan demikian, maka tidak ada seorang pun yang berhak untuk ikut-campur dan memintanya kembali dari sang keponakan.

  • MUDHARABAH SOAL 1785: Apa hukum melakukan transaksi mudharabah dengan emas dan perak?JAWAB:Mudharabah dengan uang yang saat ini umum dipakai orang tidaklah bermasalah, namun mudharabah dengan barang tidaklah benar.SOAL 1786: Sahkah melakukan akad mudharabah pada usaha produksi, jasa, distribusi dan perdagangan? Dan apakah sah akad mudharabah yang banyak dilakukan hari ini padahal bukan dalam praktik perdagangan?JAWAB:Akad mudharabah hanyalah khusus digunakan pada penanaman modal dalam perdagangan dengan praktik jual-beli. Oleh karena itu, menggunakannya pada praktik lain seperti produksi, jasa, distribusi tidaklah benar. Namun, bisa saja digunakan akad-akad lain yang dibenarkan di dalam syariat, seperti ju’alah, shuluh dan lain-lain.SOAL 1787: Sejumlah uang saya terima dari teman saya dengan niat mudharabah, dengan syarat saya akan mengembalikannya kepadanya setelah sekian waktu ditambah dengan sejumlah tambahan. Uang tersebut saya serahkan kepada teman saya yang lain yang membutuhkannya dengan kesepakatan 1/3 dari keuntungan yang ia dapat akan diserahkan kepada saya. Benarkah pekerjaan yang saya lakukan?JAWAB:Mendapatkan sejumlah uang dari seseorang dengan kesepakatan akan mengembalikannya kepada pemiliknya beserta sejumlah tambahan bukanlah akad mudharabah, namun itu adalah pinjaman riba dan haram hukumnya. Adapun menyerahkan uang sebagai mudharabah, tidaklah dianggap hutang dan tidaklah dianggap sebagai pemilik orang yang mengerjakannya (memutarkannya) namun kepemilikan tetap pada pemilik uang dan yang bekerja dengannya hanyalah memiliki izin dan restu untuk memutar uang tersebut dalam perdagangan yang keduanya bersepakat dalam pembagian keuntungan. Yang memutar uang tersebut tidak berhak untuk meminjamkan sebagian uang tersebut kepada orang lain tanpa izin pemiliknya, sebagaimana ia tidak berhak untuk menyerahkannya kepada orang lain sebagai transaksi mudharabah lain.SOAL 1788: Apa hukum mendapatkan pinjaman hutang dengan nama mudharabah dari orang-orang yang tidak meminjamkan uang kecuali dengan nama tersebut dan adanya kewajiban untuk membayar keuntungan 4.000 atau 5.000 tuman setiap bulannya -sesuai kesepakatan- pada setiap peminjaman 100.000 tuman?JAWAB:Mendapatkan pinjaman hutang dengan cara yang disebutkan bukanlah mudharabah, namun itu adalah praktik pinjaman riba yang secara hukum taklifi haram hukumnya dan dengan pengubahan nama tidak menjadi halal. Walaupun pinjaman itu sendiri pada dasarnya sah dan uang tersebut menjadi milik peminjam.SOAL 1789: Seseorang menyerahkan sejumlah uang kepada orang lain agar ia berdagang dengannya. Setiap bulannya pedagang tersebut akan memberikan sejumlah uang kepadanya sebagai keuntungannya. Dan semua kerugian ia (pedagang) yang menanggungnya. Sahkah muamalah semacam ini?JAWAB:Jika mereka bersepakat dengan uang itu dengan cara benar secara syar’i dilakukan akad mudharabah, dan pedagang tersebut disyaratkan untuk menyerahkan kepada pemilik modal setiap bulannya sebagian dari keuntungannya, dan jika ada kerugian atas uang modal tersebut pedagang itulah yang bertanggung jawab, maka muamalah semacam ini sah hukumnya. Jika tidak demikian, maka tidak memiliki pembenar di dalam syariat.SOAL 1790: Saya menyerahkan sejumlah uang kepada seseorang untuk jual-beli dan impor kendaraan, dengan syarat hasil pendapatan dari penjualan setiap bulannya dibagi dua di antara kami berdua. Setelah berlangsung sekian lama ia pun datang dan menyerahkan sejumlah uang kepada saya dengan mengatakan kepada saya: Ini adalah bagianmu dari keuntungan. Bolehkah saya mengambil uang tersebut?JAWAB:Jika uang yang Anda berikan kepadanya dengan niat mudharabah, dia pun dengan uang itu melakukan transaksi jual-beli kendaraan dan dia menyerahkan uang kepada Anda sebagai bagian Anda dari keuntungan, maka uang tersebut halal hukumnya.SOAL 1791: Seseorang menyerahkan sejumlah uang kepada orang lain dengan tujuan agar berdagang dengannya. Setiap bulannya ia mendapatkan keuntungan sementara darinya dan pada akhir tahun mereka melakukan penghitungan akan untung-rugi yang dialami. Jika keduanya masing-masing merelakan adanya keuntungan dan kerugian di antara mereka, apakah apa yang mereka lakukan ini benar?JAWAB:Jika uang yang diserahkan itu adalah dimaksudkan sebagai transaksi mudharabah secara benar, maka tidaklah bermasalah jika pemilik uang mendapatkan keuntungan sementara setiap bulan. Begitu juga tidaklah bermasalah kesepakatan yang mereka lakukan pada akhir tahun untuk menggugurkan masing-masing hak dan kewajiban keduanya. Namun, jika pemilik uang menyerahkan uang tersebut sebagai pinjaman dengan syarat ia akan mendapatkan keuntungan tiap bulannya dan pada akhir tahun mereka melakukan kesepakatan untuk menggugurkan masing-masing hak dan kewajiban keduanya, maka itu adalah praktik pinjam-meminjam riba yang secara hukum taklifi haram hukumnya dan syarat tersebut hukumnya tidak sah dan tidak berlaku, walaupun pinjaman itu sendiri pada dasarnya sah. Sekadar adanya kesepakatan untuk saling menghibahkan keuntungan dan kerugian masing-masing tidak menjadikan halal uang tersebut, karena pemberi piutang tidaklah berhak terhadap keuntungan yang didapat dan tidak menanggung kerugian yang dialami.SOAL 1792: Seseorang menerima sejumlah uang dari orang lain dengan akad mudharabah, dengan kesepakatan 2/3 dari keuntungan adalah milik yang menjalankan dan 1/3 ari keuntungan adalah untuk pemilik uang. Uang itu ia pergunakan untuk membeli barang dan dikirim ke kotanya. Namun, di perjalanan mengalami perampokan. Siapa yang menanggungnya?JAWAB:Hilangnya seluruh modal atau sebagian darinya atau barang yang diperdagangkan, jika tidak disebabkan oleh kesengajaan atau kelalaian pelaku perdagangan atau orang lain, maka merupakan tanggung jawab pemilik modal yang nantinya ditutup dengan keuntungan yang didapat, kecuali jika ada kesepakatan sebelumnya, bahwa kerugian yang terjadi akan ditanggung oleh pelaku perdagangan.SOAL 1793: Bolehkah sejumlah uang diambil dari seseorang dengan niat mudharabah akan dijadikan modal perdagangan dan usaha, dengan kesepakatan keuntungan akan dibagi dua di antara mereka dan tidak termasuk riba?JAWAB:Jika uang tersebut diberikan atau diterima sebagai pinjaman, maka semua hasil yang didapatkan adalah milik peminjam. Begitu pula segala kerugian yang dialami. Pemilik uang hanya berhak untuk mendapatkan uangnya kembali dan tidak berhak untuk mendapatkan apa-apa. Namun, jika dengan tujuan mudharabah, maka haruslah dilakukan akad mudharabah yang benar secara syar’i, termasuk syarat-syarat lainnya, yang di antaranya ditentukannya pembagian keuntungan di antara keduanya dengan cara prosentasi yang jelas. Jika tidak demikian (bukan pinjaman dan bukan mudharabah-peny.) maka uang dan segala hasilnya adalah milik penanam modal dan pelaku perdagangan hanya mendapatkan upah atas pekerjaan yang ia lakukan.SOAL 1794: Apakah uang yang didapatkan dari bank sebagai hasil dari uang yang mereka titipkan kepada bank sebagai modal dalam praktik mudharabah halal hukumnya, padahal bank yang berlaku saat ini tidak mempraktikkan sistem mudharabah murni, karena bank tidak menanggung kerugian yang terjadi?JAWAB:Sekadar tidak menanggung kerugian tidak meniscayakan ketidakabsahan mudharabah atau ketidakmurniannya (semu) sebab tidaklah bermasalah secara syar’i seorang pemilik modal atau wakilnya di saat akad mudharabah melakukan kesepakatan, bahwa pelaku dan pemutar modal tidak menanggung kerugian. Yang bertanggung jawab akan kerugian hanyalah pemilik modal saja (atau sebaliknya-peny.). Oleh karenanya, selama tidak terbukti, bahwa mudharabah yang dilakukan oleh bank sebagai wakil pemilik modal, adalah mudharabah semu dan tidak benar, maka ia dihukumi sah dan benar. Konsekuensinya, uang yang didapatkan oleh pemilik modal adalah halal hukumnya.SOAL 1795: Saya menyerahkan sejumlah uang kepada seorang pengusaha emas sebagai modal dalam jual-beli yang ia lakukan. Karena ia selalu mendapatkan keuntungan dalam usaha perdagangan yang ia lakukan, maka bolehkah saya setiap bulan menuntut keuntungan darinya? Jika hal itu bermasalah, bolehkah sebagai gantinya saya mengambil sejumlah perhiasan? Jika uang yang saya terima diserahkan kepada saya melalui seorang perantara, apakah masalah itu akan terangkat? Dan jika uang tersebut diberikan kepada saya sebagai hadiah, apakah masih bermasalah?JAWAB:Pada akad mudharabah disyaratkan adanya kejelasan pembagian keuntungan yang didapat oleh masing-masing pelaku perdagangan dan pemilik modal dengan prosentase yang jelas, seperti 1/3, 1/4, 1/2 atau lainnya. Oleh karenanya, jika ditentukan demikian maka mudharabah dihukumi sah. Tidak ada beda dalam hukum antara keuntungan yang diterima tiap bulan itu uang tunai, barang atau perhiasan. Begitu juga diterima sendiri atau melalui perantara orang lain. Dan sama saja antara ia terima uang tersebut sebagai keuntungan dari modal yang ia berikan atau pelaku perdagangan memberikan hadiah kepada pemilik modal karena ia telah memberikan modal kepadanya. Namun, boleh saja mereka melakukan kesepakatan agar pelaku perdagangan memberikan sebagian keuntungan (sementara) kepada pemilik modal sebagai pinjaman darinya kepadanya yang nanti di akhir masa mudharabah dilakukan perhitungan atasnya.SOAL 1796: Seseorang menerima sejumlah uang dari beberapa orang dengan niat mudharabah agar diperdagangkan dengannya dan mereka bersepakat agar keuntungan yang akan didapat dibagi dengan prosentase di antara mereka sesuai kadar uang yang dimiliki. Apa hukum pekerjaan ini?JAWAB:Penyerahan uang dilakukan dengan pengetahuan pemilik uang maka tidaklah bermasalah.SOAL 1797: Bolehkah pada saat akad dilakukan, pemilik modal mensyaratkan pelaku perdagangan harus memberikan sejumlah uang kepada pemilik modal sebagai keuntungan dari modal yang diberikan kepadanya dan berkenaan dengan kelebihan dan kekurangannya mereka melakukan kesepakatan (untuk menghalalkannya-peny.) dengan kata lain bolehkah dalam akad mudharabah lazim dilakukan syarat dan kesepakatan yang bertentangan dengan mudharabah itu sendiri?JAWAB:Jika maksud dari syarat adalah kesepakatan yang memiliki muatan, bahwa pemilik modal menghalalkan bagiannya (haknya) dari keuntungan yang ia dapatkan sesuai prosentase yang telah disepakati setelah ia mendapatkannya setiap bulan dari pelaku perdagangan, maka itu tidaklah bermasalah. Namun, jika maksud dari sayarat tersebut adalah penentuan dari pemilik modal bagian dirinya dari keuntungan adalah yang diberikan oleh pelaku perdagangan kepadanya setiap bulan, maka syarat ini bertentangan dengan konsekuensi mudharabah itu sendiri dan hukumnya batal.SOAL 1798: Seorang pedagang menerima sejumlah uang dari seseorang sebagai modal dengan akad mudharabah, dengan syarat ia menyerahkan kepadanya sebagian keuntungan dengan pembagian prosentase tertentu. Akhirnya, dengan uang dan modal darinya dan milik dirinya sendiri ia memutar roda perdagangan. Dari awal mereka tahu dan sadar, bahwa penentuan pembagian keuntungan di antara keduanya sangatlah sulit. Oleh karenanya, mereka bersepakat untuk melakukan kesepakatan bersama. Apakah akad mudharabah semacam ini sah hukumnya?JAWAB:Tidak memungkinkannya penentuan kadar keuntungan bulanan pemilik modal setiap bulannya tidak merusak keabsahan akad mudharabah, selama syarat-syarat lainnya terpenuhi. Pada dasarnya jika akad mudharabah dan syarat-syaratnya dilakukan dengan benar, setelah itu mereka sepakat untuk melakukan kesepakatan dalam hal keuntungan yang akan didapatkan, maka tidaklah bermasalah.SOAL 1799: Seseorang menyerahkan sejumlah uang kepada orang lain dengan akad mudharabah dan ada orang ketiga yang menjadi penjamin atas uang tersebut. Pertanyaanya, jika suatu saat pelaku perdagangan melarikan diri dengan uang tersebut bersamanya, apakah pemilik berhak untuk menuntutnya dari penjamin?JAWAB:Adanya penjamin dalam sebuah akad mudharabah, seperti di atas tidaklah bermasalah. Konsekeunsinya jika pelaku perdagangan melarikan diri dengan membawa uang yang dia ambil sebagai modal dalam akad mudharabah, atau ia melakukan kesengajaan dan keteledoran yang menyebabkan hilangnya uang tersebut, maka pemilik modal berhak untuk menuntut uangnya dari penjamin.SOAL 1800: Jika seorang pedagang yang mendapatkan titipan modal dari beberapa orang dengan akad mudharabah, meminjamkan modal tersebut kepada orang lain tanpa izin pemiliknya, baik seluruh modal atau modal yang didapatkan dari seorang tertentu, apakah ia dianggap telah melakukan ketidakjujuran atas semua orang yang telah mempercayakan penyerahan uangnya kepadanya?JAWAB:

    Dia telah dianggap tidak jujur pada orang yang ia pinjamkan uang miliknya, berkenaan dengan selainnya, maka ia masih dianggap sebagai orang yang jujur. Konsekuensi dari yang ia lakukan adalah dia bertanggung jawab atas uang tersebut.

  • PERBANKAN SOAL 1801: Jika bank di saat memberi pinjaman kepada kreditir mensyaratkan agar membayar lebih dari yang ia terima. Apakah seorang mukalaf yang akan meminjam berkewajiban untuk meminta izin dari hakim syar’i atau wakilnya? Bolehkah mengambil hutang dengan cara demikian pada kondisi tidak mendesak (tidak darurat)?JAWAB:Pada dasarnya untuk mendapatkan pinjaman tidak ada syarat adanya izin dari hakim syar’i, sekalipun pinjaman itu dari bank pemerintah. Secara hukum wadh’i perbuatan itu sah hukumnya, walaupun dianggap sebagai pinjaman riba yang secara hukum taklifi haram hukumnya, baik dengan seorang Muslim atau non-Muslim dari (bank) pemerintah Islam atau tidak, kecuali pada kondisi yang mengharuskan hal itu (darurat) di mana seseorang boleh untuk melakukan yang haram. Meminjam yang hukumnya haram tidaklah menjadi halal dengan izin hakim syar’i. Bahkan izinnya tidak memiliki objek apa pun dalam hal ini. Yang bisa dilakukan oleh seorang mukalaf sehingga tidak melakukan yang haram adalah dengan tidak meniatkan pembayaran tambahan, sekalipun dia tahu, bahwa pemberi pinjaman pasti mengambil hal itu darinya. Hukum meminjam yang tidak riba tidaklah khusus pada kondisi darurat saja.SOAL 1802: Bank Perumahan RII memberikan hutang kepada masyarakat untuk membangun rumah, merenovasi atau membelinya. Setelah rumah dibeli, dibangun atau direnovasi, maka bank mengharuskan mereka membayarnya dengan menyicil (mengangsur) yang jumlahnya lebih besar dari yang mereka terima. Apakah kelebihan bayaran ini ada pembenarannya di dalam syariat?JAWAB:Uang yang diberikan oleh bank perumahan untuk membeli rumah atau membangunnya bukanlah uang pinjaman, namun ia diberikan dengan salah satu akad yang benar di dalam syariat, seperti ju’alah11 (sayembara), sewa dan sejenisnya, yang mana jika syarat-syarat akad tersebut dipenuhi, maka tidaklah bermasalah atas keabsahannya.SOAL 1803: Bank biasanya memberikan keuntungan (bunga) pada uang masyarakat yang disimpan padanya antara 3-20 %. Apakah boleh bunga tersebut dianggap sebagai ganti dari adanya inflasi yang menyebabkan turunnya nilai beli mata uang pada saat diambil oleh nasabah dibandingkan dengan nilai di saat menyerahkan, sehingga dengan demikian keluar dari hukum riba?JAWAB:Jika kelebihan (bunga) dan keuntungan yang diberikan oleh bank merupakan hasil dari pemutaran bank sebagai wakil dari para nasabah di bawah salah satu akad yang dibenarkan dan syar’i, maka itu bukanlah riba, namun keuntungan dari sebuah muamalah syar’i yang tidak bermasalah.SOAL 1804: Apa hukum bekerja di bank dengan sistem riba, bagi orang yang terpaksa bekerja di tempat tersebut karena tidak adanya pekerjaan di tempat lain yang dapat melangsungkan kehidupannya? JAWAB:Jika ia bekerja di bagian yang berhubungan dengan riba atau ada andil dalam merealisasikan transaksi riba, maka hukumnya tidak boleh. Sekadar tidak ada pekerjaan halal lain untuk melangsungkan kehidupannnya bukanlah pembenar untuk bermata pencaharian haram.SOAL 1805: Bank perumahan membelikan sebuah rumah bagi saya dengan syarat saya membayar kepadanya dengan cara menyicil (mengangsur). Apakah muamalah ini benar dan saya menjadi pemilik rumah tersebut?JAWAB:Jika bank membeli rumah tersebut untuk dirinya dan menjualnya kepada Anda dengan cara menyicil (mengangsur) dalam pembayarannya, maka tidaklah bermasalah.SOAL 1806: Beberapa bank memberi pinjaman untuk membangun bangunan dengan cara ikut serta dalam kepemilikan dengan salah satu akad yang ada. Kemudian mereka menetapkan adanya kelebihan (bunga) dalam pembayaran sekitar 5-8 %. Apa hukumnya?JAWAB:Mengambil pinjaman dari bank dengan niat kerjasama atau akad lain dari akad-akad yang benar secara syar’i tidaklah masuk dalam hukum hutang-piutang. Keuntungan yang diambil oleh bank dari muamalah semacam ini tidaklah dihukumi riba. Dengan demikian, mengambil uang dari bank di bawah salah satu akad yang dibenarkan untuk membangun atau membeli rumah tidak lah bermasalah. Jika uang tersebut didapatkan sebagai hutang dan adanya syarat untuk mengembalikannya dengan tambahan, maka sekalipun itu adalah riba dan haram hukumnya secara hukum taklifi, namun secara hukum wadh’i hutang-piutang itu adalah benar dan sah. Oleh karenanya, boleh hukumnya -mempergunakan uang hasil pinjaman tersebut.SOAL 1807: Apakah bunga yang diwajibkan untuk dibayar oleh kreditir (penerima kredit) di saat melunasi hutangnya kepada Bank RII halal hukumnya?JAWAB:Jika memang benar bahwa bank memberikan pinjaman kepada masyarakat (nasabah) untuk membeli atau membangun rumah, atau pun untuk hal-hal lain sebagai hutang, maka tidak diragukan lagi akan keharaman praktik pengambilan bunga tersebut dan bank tidak berhak untuk menuntut hal itu. Namun sehemat kami, bank tidak memberinya sebagai hutang. Praktik yang dilakukan oleh bank adalah memberikan uang tersebut dengan salah satu akad muamalah seperti kerjasama, mudharabah, sewa, ju’alah atau pun yang semisal dengannya. Sebagai contoh, bank menyerahkan sebagian biaya membangun sebuah rumah sehingga bank menjadi mitra dalam kepemilikan rumah tersebut. Kemudian bank menjual bagian yang dimilikinya kepada mitranya itu dengan menyicil (mengangsur) selama 20 bulan atau menyewakan bagian miliknya kepada mitranya dengan harga sewa tertentu. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh bank dan keuntungan yang diperolehnya dengan muamalah-muamalah tersebut tidaklah bermasalah dan tidak ada hubungannya dengan hutang-piutang dan bunga.SOAL 1808: Setelah bank memberikan kepada saya sejumlah uang untuk bekerjasama dalam sebuah proyek, setengah darinya saya serahkan kepada teman saya dengan syarat dia yang melunasi “bunga” yang harus dibayarkan kepada bank. Apa kewajiban saya?JAWAB:Jika bank memberikannya pada Anda sehingga ia memiliki saham dan bagian serta berkerjasama dengan Anda dalam proyek yang telah ditentukan, maka Anda tidak berhak untuk mempergunakannya untuk kepentingan lain, apalagi meminjamkannya kepada orang lain sebagai hutang. Namun, uang tersebut adalah amanat di tangan Anda yang harus Anda gunakan untuk keperluan yang telah ditentukan atau mengembalikannya kepada bank.SOAL 1809: Seseorang menerima sejumlah uang untuk kegunaan mudharabah dengan sebuah dokumen palsu, dengan syarat setelah berlalunya waktu tertentu ia harus mengembalikannya kepada bank dan ditambah dengan “bunganya.” Pertanyaannya, ketika bank tidak mengetahui akan kepalsuan dokumen tersebut, maka apakah hal itu dianggap sebagai hutang dan bunga yang harus ia bayar adalah riba? Apa hukumnya jika bank mengetahui hal itu, namun ia tetap memberinya?JAWAB:Jika pelaksanaan akad mudharabah yang dilakukan oleh bank salah satu syaratnya adalah keabsahan dan keaslian dokumen tersebut, di mana akad dilakukan atasnya, maka dengan asumsi, bahwa dokumen tersebut adalah dokumen palsu, maka akad itu batal hukumnya. Konsekuensinya, uang yang diterima dari bank bukanlah hutang dan bukan pula mudharabah, namun dari hukum kewajiban menanggungnya adalah sama dengan sesuatu yang diterima dengan akad yang tidak benar (salah), maka semua keuntungan yang didapat darinya adalah milik bank. Ini semua jika pihak bank tidak tahu akan kepalsuan dokumen tersebut. Namun, jika bank mengetahui hal itu, maka uang yang diambil dihukumi sebagai barang gasab.SOAL 1810: Para nasabah yang menabung di bank dengan niat agar uang tersebut diputar oleh bank dengan salah satu akad muamalah, tanpa mengetahui secara terperinci bagiannya dari keuntungan, hanya saja disepakati agar setiap 6 bulan bagiannya dari keuntungan dibayarkan kepadanya. Bolehkah praktik semacam ini?JAWAB:Jika para nasabah yang menyimpan (mendeposit) uangnya di bank dengan cara, mereka telah mewakilkan kepada bank seluruh kebijakan dan wewenang termsauk menentukan jenis proyek pemutaran uangnya, serta penentuan bagiannya dari keuntungan, maka apa yang dilakukan oleh mereka dengan mendeposit uangnya di bank dan apa yang mereka dapatkan dari keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan uang tersebut dalam muamalah yang halal di dalam syariat, maka tidaklah bermasalah. Ketidaktahuan mereka akan bagian dan miliknya tidaklah merusak keabsahannya.SOAL 1811: Bolehkah menyimpan uang dengan niat deposito jangka panjang di bank-bank negara non-Islam yang merupakan musuh kaum Muslim atau menjalin persahabatan dan perdamaian dengan musuh kaum Muslim?JAWAB:Menyimpan di bank-bank negara non-Islam pada dasarnya tidaklah bermasalah dengan syarat tidak akan memperkuat perekonomian dan kekuatan politik mereka yang akan dipergunakan dalam rangka memusuhi Islam dan kaum Muslim. Jika tidak demikian (memang akan memperkuat-peny.) maka tidak diperbolehkan.SOAL 1812: Dengan memerhatikan sebagian bank yang ada di negara-negara Islam dimiliki oleh para tiran yang zalim dan sebagiannya adalah milik negara-negara kafir atau perusahaan-perusahaan swasta kaum Muslim atau non-Muslim, maka apa hukum melakukan praktik perbankan dengan masing-masing mereka?JAWAB:Melakukan transaksi yang halal di dalam syariat dengan bank-bank tersebut tidaklah bermasalah, namun praktik riba dan mengambil keuntungan dari hutang-piutang dengan bank-bank kaum Muslim tidaklah diperbolehkan, kecuali pemilik modalnya adalah para nasabah non-Muslim.SOAL 1813: Bank-bank Islami sesuai dengan aturan yang berlaku menerima deposito para nasabah dan mempergunakannya di salah satu muamalah yang benar dalam berbagai bidang perekonomian yang memberikan keuntungan kepada mereka dan hal itu halal hukumnya. Bolehkah seperti praktik yang sama, sejumlah uang diserahkan kepada orang yang dapat dipercaya untuk mempergunakannya dalam berbagi bidang perekonomian seperti bank?JAWAB:Jika uang yang diserahkan kepada pihak lain itu sebagai hutang, yang disyaratkan agar pelaku perdagangan membayar kepadanya keuntungannya dalam jumlah prosentase tertentu setiap bulan atau setiap tahun, maka secara hukum taklifi haram hukumnya, sekalipun hutang-piutang itu sendiri pada dasarnya secara hukum wadh’i sah. Keuntungan yang didapatkan dari sebuah hutang adalah riba yang haram hukumnya secara syar’i. Namun, jika uang yang diserahkan kepada pihak lain (mitra kerja) dengan tujuan agar ia mempergunakannya di dalam sebuah pekerjaan halal, dengan syarat dan kesepakatan di dalam sebuah akad yang benar prosentasi tertentu dari keuntungan diberikan kepada pemilik uang, maka muamalah semacam ini sah dan keuntungan yang didapatkan halal hukumnya dan tidak ada perbedaan di dalam hukum antara bank atau personal.SOAL 1814: Jika sistem yang berlaku di dalam praktik sebuah bank adalah sistem riba, apa hukum menanam saham (deposito) di bank tersebut? Dan apa hukum mendapatkan kredit darinya?JAWAB:Menyimpan uang dengan niat simpanan kebaikan (qardhul hasanah tanpa bunga) atau menerima pinjaman dengan pinjaman kebaikan (tanpa bunga) tidaklah bermasalah. Namun, meminjamkan uang dengan sistem riba secara mutlak dari segi hukum taklifi haram hukumnya, sekalipun hutang-piutang itu sendiri secara hukum wadh’i sah.SOAL 1815: Sejumlah uang saya terima dari bank sebagai modal mudharabah. Bolehkah saya membeli rumah dari uang tersebut?JAWAB:Modal mudharabah adalah amanat pemiliknya di tangan pelaku pekerjaan dan usaha. Dia tidak berhak untuk mempergunakannya kecuali untuk perdagangan seperti yang disepakati. Dengan demikian jika ia mempergunakannya secara sepihak untuk kegunaan lain, maka hukumnya adalah hukum gasab.SOAL 1816: Seseorang yang mengambil uang dari bank untuk tujuan bisnis dengan syarat dia dan bank sama-sama berhak dalam keuntungan, jika orang tersebut mengalami kerugian, apakah bank juga bersamanya menanggung kerugian tersebut?JAWAB:Di dalam mudharabah kerugian yang menimpa modal adalah ditanggung pemiliknya dan ditutup dengan keuntungan yang didapatkan. Namun, tidaklah bermasalah jika disepakati, bahwa pelaku bisnis itulah yang menanggung semua kerugian.SOAL 1817: Seseorang membuka rekening di sebuah bank. Setelah berlalu beberapa waktu ada tambahan “bunga” pada rekeningnya. Apa hukum mengambil uang tersebut?JAWAB:Jika uang tersebut ia simpan dengan niat menghutangkan dengan syarat mendapatkan bunga atau itulah yang ada di dalam benaknya atau memang ia menabung dan menyimpan dengan tujuan mendapatkan bunga, maka tidaklah diperbolehkan, karena bunga itu merupakan riba yang haram hukumnya di dalam syariat. Namun, jika ia lakukan tidak untuk itu maka tidaklah bermasalah.SOAL 1818: Pada sebagian bank dilakukan sebuah praktik demikian, siapa yang menabung setiap bulan dengan jumlah tertentu di rekeningnya dan ia tidak pernah mengambilnya selama 5 tahun, maka setelah 5 tahun bank akan memberikan sejumlah uang kepadanya seumur hidupnya. Apa hukum praktik semacam ini?JAWAB:Praktik demikian tidak memiliki pembenaran di dalam hukum syariat, bahkan itulah dia praktik riba.SOAL 1819: Apa hukum deposito jangka panjang yang memiliki keuntungan prosentase tertentu?JAWAB:Tidaklah bermasalah jika para nasabah melakukan hal itu dengan niat akan dipergunakan dalam salah satu akad muamalah yang halal.SOAL 1820: Jika seseorang mengambil sejumlah uang dari bank dengan dalih akan dipergunakan pada kegunaan khusus, yang mana hal itu ia lakukan sekadar formalitas saja, karena yang penting baginya adalah mendapatkan uang tersebut untuk ia pergunakan pada urusan-urusan lain atau setelah ia menerima uang tersebut ia bertekad untuk mempergunakannya pada urusan yang lebih penting. Apa hukum hal ini?JAWAB:Jika penyerahan dan penerimaan uang dilakukan sebagai hutang-piutang, maka dalam semua asumsi di atas benar dan sah. Uang itu menjadi milik peminjam. Oleh karenanya, penggunaannya bergantung pada keinginannya, sekalipun disyaratkan ia menggunakannya pada urusan tertentu, maka ia wajib secara hukum taklifi untuk melakukannya sesuai dengan yang disepakati. Namun, jika penerimaan dan penyerahan itu dilakukan dengan niat mudharabah, misalnya atau sebagai bentuk kerjasama, maka akad yang dilakukan hanya sekadar formalitas saja maka itu tidak benar dan tidak sah hukumnya. Konsekuensinya, uang tersebut adalah milik bank, maka siapasaja yang merimanya tidak memiliki hak untuk mempergunakannya. Begitu juga jika uang yang diterima tersebut diterima dengan niat akad sungguh-sungguh, maka uang tersebut nmerupakan amanat di tangannya yang mana ia tidak berhak untuk mempergunakannya untuk urusan lainnya.SOAL 1821: Seseorang menerima sejumlah uang untuk tujuan mudharabah dari sebuah bank. Setelah berlalu beberapa waktu, uang yang ia terima dan bagian bank dari keuntungan ia bayarkan kepada bank dengan cara menyicil (mengangsur). Namun, pegawai bank yang bertugas yang menerima cicilan tersebut mengambilnya untuk dirinya dan membatalkan dokumen yang ada sebagai formalitas. Di pengadilan ia mengakui hal itu. Apakah sampai saat ini pelaku perdagangan berkewajiban untuk menyerahkannya kepada bank?JAWAB:Jika cicilan kepada bank telah dilakukan sesuai aturan yang berlaku dan penggelapan uang yang dilakukan oleh pegawai bank tidak disebabkan oleh kesalahan kreditir dalam melaksanakan aturan pembayaran, maka setelah ia bayarkan cicilan itu, ia tidak berkewajiban untuk menanggung apa-apa. Namun, pegawai itulah yang berkewajiban untuk membayarkan hal itu.SOAL 1822: Apakah bank wajib memberitahu pemilik rekening yang mendapatkan undian, bahwa dia mendapatkannya?JAWAB:Bergantung pada aturan bank. Jika pemberian hadiah bergantung pada hal itu, sehingga si pemilik rekening datang untuk mengambilnya, maka bank wajib memberitahu padanya.SOAL 1823: Bolehkah secara syar’i para pegawai bank mengambil sebagian keuntungan yang didapat oleh para nasabah, baik secara pribadi atau lembaga?JAWAB:Jika keuntungan itu adalah milik bank, maka hukumnya bergantung pada aturan yang berlaku. Namun, bila keuntungan itu milik para nasabah, maka haruslah mendapatkan izin dari pemiliknya.SOAL 1824: Beberapa bank setiap bulan mmberikan “bunga” kepada para nasabah yang menyimpan uangnya padanya. Dengan memerhatikan kadar bunga itu sudah dipastikan sekalipun sebelum dijalankan dalam bidang perekonomian tertentu. Selain itu, pemilik modal tidak ikut serta dalam kerugian yang ditimbulkan karena pekerjaan. Bolehkah menyimpan uang di bank dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan? Ataukah karena yang dilakukan adalah riba, maka transaksi itu haram hukumnya?JAWAB:Jika penyerahan uang tersebut kepada bank dilakukan sebagai hutang kepada bank dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, maka jelaslah, bahwa itu adalah hutang-piutang riba yang secara hukum taklifi haram hukumnya. Keuntungan yang didapatkan juga adalah riba dan haram hukumnya. Namun, jika deposito yang dilakukan bukan untuk hutang-piutang, melainkan dengan tujuan agar uang tersebut dipergunakan oleh bank dalam salah satu transaksi perkonomian yang syar’i, maka tidaklah bermasalah. Penentuan bank akan keuntungan sebelum dimulainya transaksi dan pemutaran uang, begitu pula tidak ikut sertanya pemilik uang akan kerugian yang mungkin terjadi, tidaklah merusak keabsahan transaksi tersebut.SOAL 1825: Jika seorang mukalaf mengetahui, bahwa aturan yang berlaku dan berjalan di sebuah bank berkenaan dengan mudharabah dan penjualan dengan kredit tidak dilakukan dengan cara yang benar oleh pegawai bank, apakah boleh menyimpan uang dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan?JAWAB:Jika kita asumsikan, seorang mukalaf mengetahui, bahwa para pegawai bank menjalankan uang dalam muamalah yang tidak benar, maka menyerahkan uang dan mengambil keuntungan darinya tidaklah boleh. Namun, dengan memerhatikan banyaknya uang yang disimpan di bank oleh pemiliknya dan banyaknya jenis muamalah yang dilakukan oleh bank, pada saat yang sama kita tahu, bahwa banyak juga di antara muamalah itu dilakukan dengan benar secara syar’i, maka untuk mendapatkan pengetahuan seperti itu tentu sangatlah sulit.SOAL 1826: Sebuah perusahaan atau lembaga pemerintah melakukan kesepakatan dengan para pegawainya, setiap bulannya mereka mengurangi gaji karyawannya untuk dijadikan deposito di salah satu bank dan keuntungan yang diperoleh dibagikan kepada mereka sesuai jumlah kepemilikan modal masing-masing. Sahkah apa yang mereka lakukan? Dan apa hukum keuntungan yang didapatkan?JAWAB:Jika penyerahan kepada bank dilakukan sebagai hutang kepada bank dengan syarat adanya keuntungan atau dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, atau itulah yang mendasarinya, maka hukumnya haram dan keuntungan yang didapat adalah riba yang haram hukumnya. Konsekuensinya, menerima dan menggunakan uang tersebut tidak diperbolehkan. Namun, jika simpanan di bank itu dilakukan untuk tujuan lain yang halal, seperti menjaga keamanan uang mereka, mereka pun tidak mensyaratkan adanya keuntungan (bunga), dan tidak pula mengharapkan hal itu, melainkan bank sendiri yang memberikan bunga itu kepada mereka sebagai hasil keuntungan bank atas pekerjaan yang melakukan dalam muamalah yang benar, maka mengambil bunga dan keuntungan itu tidaklah bermasalah dan menjadi milik mereka.SOAL 1827: Benarkah apa yang dilakukan oleh bank dalam rangka mendorong orang agar menyimpan padanya, dengan menjanjikan para nasabah yang tidak mengambil uangnya dari rekeningnya selama enam bulan, maka ia akan mendapatkan berbagai kemudahan dari bank? JAWAB:Memberikan janji-janji semacam ini dan memberikan berbagai kemudahan yang dilakukan oleh bank dalam rangka mendorong orang untuk menyimpan uangnya, tidaklah bermasalah.SOAL 1828: Kadang-kadang di saat melakukan pembayaran rekening listrik, air atau lainnya selain jumlah yang harus dibayarkan, ada lagi sejumlah uang yang tersisa (kembalian) pada bank, misalnya jumlah yang harus dibayarkan 80 tuman, namun orang menyerahkan uang 100 tuman, sisanya dia tidak memintanya dan pegawai bank juga tidak mengembalikannya. Bolehkah pegawai bank mengambil uang tersebut untuk dirinya?JAWAB:

    Uang-uang itu adalah milik orang-orang yang membayar yang mana pegawai yang menerimanya berkewajiban untuk mengembalikannya kepada mereka, jika diketahui dengan jelas pemiliknya. Jika tidak diketahui lagi, maka uang tersebut hukumnya adalah hukum uang yang tidak jelas pemiliknya dan pegawai tersebut tidak boleh mengambilnya untuk dirinya sendiri, kecuali dipastikan, bahwa mereka telah memberikan kepadanya uang-uang tersebut atau mereka tidak menginginkannya lagi.

  • Hadiah BankSOAL 1829: Sejumlah uang saya simpan di Bank “Melliy” setelah beberapa lama bank memberikan saya sejumlah uang sebagai hadiah. Apa hukumnya?JAWAB:Menerima hadiah dan mempergunakannya tidaklah bermasalah.SOAL 1830: Ada sejumlah hadiah yang diberikan kepada para nasabah. Apa hukum menerimanya? Kalau memang boleh, apakah ada kewajiban mengeluarkan khumusnya?JAWAB:Menyimpan uang di “simpanan kebaikan” dan menerima hadiah darinya tidaklah bermasalah. Hadiah tidaklah diwajibkan khumus darinya.SOAL 1831: Jika para pemilik rekening karena tidak mengetahui atau karena sebab lain tidak datang untuk mengambil hadiah miliknya, bolehkah bank menggunakannya dan membagi-bagikannya di antara para pegawai dan stafnya?JAWAB:

    Bank dan para pegawainya tidak berhak untuk menggunakan hadiah milik pemenang tanpa mendapatkan izin dari mereka.

  • Bekerja di BankSOAL 1832: Kami adalah seorang pegawai sebuah bank di salah satu cabangnya di luar negri. Negara tempat kami tinggal mewajibkan kami mengikuti aturan perbankan yang berlaku di tempat tersebut yang bersistem riba dan non-riba. Bolehkah menerima tugas ini dan bekerja di bank tersebut? Apa hukum uang gaji yang kami terima?JAWAB:Pada dasarnya melakukan tugas tersebut tidaklah bermasalah, namun bekerja pada bagian transaksi riba tidaklah diperbolehkan. Orang yang bekerja di tempat tersebut tidak berhak untuk menerima gaji dan mempergunakannya. Adapun menerima gaji dari bank (secara umum) di mana seseorang tidak tahu, bahwa pada uang yang diterimanya ada uang haramnya, tidaklah bermasalah.SOAL 1833: Bolehkah bekerja di bank pada bagian kredit, akunting dan menegerial?JAWAB:

    Bekerja di bagian yang disebutkan dan menerima gajinya jika tidak berhubungan dengan muamalah yang haram, tidaklah bermasalah.

  • Hukum Cek dan GiroSOAL 1834: Apa hukum muamalah dengan cek dan giro mundur dengan uang tunai dan lebih murah dari nominal yang tertera seperti yang umum dilakukan saat ini?JAWAB:Menjual cek mundur atau giro secara tunai dengan harga lebih murah dari nominal yang tertera yang dilakukan oleh pemberi piutang kepada yang berhutang tidaklah bermasalah, namun menjualnya kepada orang ketiga tidaklah boleh.SOAL 1835: Apakah cek hukumnya sama seperti uang, sehingga jika yang punya hutang menyerahkannya kepada pemberi piutang, maka ia akan terbebas dari hutangnya?JAWAB:

    Cek tidaklah berkedudukan seperti uang tunai. Karenanya, sebuah hutang akan dianggap lunas dengan diserahkannya cek tersebut oleh yang berhutang kepada pemberi piutang atau harga barang yang dijual akan dianggap telah dibayar oleh pembeli kepada penjual, jika memang dalam pandangan umum bahwa menerima cek dianggap sebagai menerima uang tunai. Dalam hal ini akan berbeda antara satu kasus dengan kasus lainnya dan antara satu orang dengan orang lainnya.

  • ASURANSI SOAL 1836: Apa hukum asuransi jiwa?JAWAB:Secara hukum tidaklah dilarang.SOAL 1837: Bolehkah orang lain yang bukan keluarga kita memanfaatkan buku (kartu) asuransi pengobatan? Dan bolehkah kita menyerahkan buku (kartu) asuransi pengobatan kita kepada orang lain?JAWAB:Mempergunakan buku (kartu) asuransi hanya diperbolehkan bagi orang yang telah melakukan kesepakatan dengan perusahaan yang akan memberikan pelayanan kesehatan baginya. Pemanfaatan orang lain darinya mewajibkan baginya untuk menanggungnya.SOAL 1838: Sebuah perusahaan asuransi melakukan sebuah akad dan kesepakatan asuransi jiwa dengan seorang peserta asuransi, di mana pada saat ia wafat, perusahaan tersebut berkewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada orang-orang yang telah ditentukan. Apabila saat ini orang tersebut memiliki tanggungan hutang, sementara harta yang dimilikinya tidak mencukupi untuk melunasinya, bolehkah para pemberi piutang mengambil dari uang tersebut?JAWAB:

    Dalam hal ini yang berlaku adalah yang telah menjadi kesepakatan dengan perusahaan asuransi jiwa. Jika ia bersepakat untuk memberi kepada orang yang telah ditentukan baik satu orang atau lebih setelah kematiannya, maka uang tersebut tidaklah memiliki hukum sama dengan harta peninggalan orang yang sudah mati, namun hukumnya adalah uang yang telah dikhususkan menjadi milik orang yang telah ditentukan namanya itu.


  • ASET NEGARA

    SOAL 1839: Sejak beberapa tahun saya memiliki tanggungan sejumlah uang kepada baitulmal-baitulmal. Saat ini saya berkeinginan untuk membebaskan diri darinya. Apa tugas saya yang harus saya lakukan?
    JAWAB: Jika uang baitulmal yang ada pada Anda adalah uang negara yang berhubungan dengan instansi tertentu, maka jika memungkinkan Anda harus mengembalikannya kepada instansi tersebut. Namun, jika tidak, maka Anda harus menyerahkannya kepada simpanan (rekening) umum milik negara.

    SOAL 1840: Kami (pernah) mempergunakan uang baitulmal untuk keperluan pribadi. Apa tugas yang harus kami lakukan sehingga kami terbebas darinya? Sejauh mana seorang pegawai negeri boleh mempergunakan fasilitas milik baitulmal? Apa hukumnya jika dilakukan dengan izin pemimpin yang terkait?
    JAWAB: Penggunaan fasilitis milik baitulmal pada jam kerja resmi sebatas wajar sesuai kebutuhan dan situasi dan kondisi kerja yang merupakan izin non-verbal kepada para pegawai untuk mempergunakannya, tidaklah bermasalah. Begitu juga penggunaan fasilitas tersebut dengan izin seorang yang memang memiliki wewenang secara undang-undang dan syar’i tidaklah bermasalah. Ringkasnya, jika apa yang Anda lakukan tidak keluar dari dua koridor di atas, maka Anda tidaklah memiliki tanggungan apa-apa. Namun, jika Anda mempergunakannya lebih dari batas yang wajar atau tanpa izin yang berwenang, maka jika barang tersebut masih ada haruslah dikembalikan dan jika tidak ada atau rusak, maka Anda harus mengembalikan uang seharga barang tersebut. Begitu pula halnya jika ada nilai sewa, maka Anda harus membayar uang seharga sewa yang wajar dan umum.

    SOAL 1841: Setelah tim dokter yang bertugas untuk mengindentifikasi tingkat cacat yang kami alami (akibat perang) melakukan tugasnya, maka kami mendapatkan sejumlah uang sebagai bantuan negara untuk kami. Namun kami memiliki dugaan, bahwa kami tidak berhak sebanyak itu, karena para dokter yang memeriksa kami, dikarenakan kedekatan dengan kami mereka memiliki perhatian (khusus) pada kami. Ada kemungkinan juga kami berhak lebih dari itu, karena luka yang kami derita banyak sekali. Dalam kasus ini apa tugas kami?
    JAWAB: Menerima sejumlah uang sebagai bantuan dan subsidi negara sesuai dengan prosentase kecacatan fisik Anda sebagaimana telah dilakukan oleh tim dokter yang telah ditetapkan, tidaklah bermaslah, keculai jika Anda memiliki kayakinan, bahwa Anda memang tidak berhak atas hal itu.

    SOAL 1842: Kami menerima kelebihan uang gaji kira-kira sebanyak dua bulan gaji kami karena kesalahan bagian keuangan. Kami pun telah memeberitahu kepada pimpinan tempat kami bekerja. Namun saat itu, tidak kami kembalikan dan sampai saat ini telah berlalu empat tahun. Mengingat uang yang kami terima itu adalah bagian dari kas tahunan negara, apa tugas kami untuk membebaskan diri dari tanggungan tersebut?
    JAWAB: Kesalahan bagian keuangan bukanlah penyebab Anda berhak untuk mendapatkan uang tersebut. Oleh karenanya, Anda berkewajiban untuk mengembalikannya pada lembaga tempat Anda bekerja, sekalipun termasuk kas negara tahun sebelumnya.

    SOAL 1843: Sesuai peraturan yang ada, para penyandang cacat akibat perang lebih dari 25 % berhak untuk mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan pinjaman dari instansi negara terkait. Apakah para korban yang menderita cacat kurang dari itu dapat juga mendapatkan hal yang sama? Apa hukumnya jika mereka mendapatkan hal yang sama?
    JAWAB: Barangsiapa yang tidak cukup syarat untuk mendapatkan pinjaman dari baitulmal, maka ia tidak boleh mendapatkannya. Jika mereka mendapatkannya, maka ia tidak boleh (tidak berhak) untuk mempergunakannya.

    SOAL 1844: Apa hukum kekayaan negara Islam atau bukan yang berada di bawah pengelolaan pemerintah, perusahaan dan lembaga-lembaga negara? Apakah ia termasuk harta yang tidak jelas pemiliknya, atau dianggap sebagai milik negara?
    JAWAB: Kekayaan negara, sekalipun bukan negara Islam, dihukumi sebagai milik negara. Oleh karenanya, haruslah diperlakukan sebagaimana harta kekayaan yang jelas pemiliknya, sehingga penggunaannya bergantung pada izin orang (pemimpin) yang berwenang.

    SOAL 1845: Apakah ada kewajiban untuk menjaga harta kekayaan umum milik negara, begitu pula harta kekayaan warga secara pribadi di negara-negara kafir? Apakah boleh memanfaatkan fasilitas lembaga pendidikan negara di luar aturan yang berlaku?
    JAWAB: Kewajiban untuk menjaga harta kekayaan milik orang lain tidak ada perbedaan antara milik perseorangan atau negara, Muslim atau bukan, di negara Islam atau bukan. Secara umum, mempergunakan harta kekayaan milik orang lain tanpa seizin pemiliknya adalah haram dan dihukumi gasab serta wajib untuk menggantinya (bila rusak dan hilang akibat kita-peny.)

    SOAL 1846: Kartu kupon makan yang diberikan kepada para mahasiswa di kampus-kampus sebagai ganti pembayaran uang, jika tidak dimanfaatkan di hari tertentu berarti hangus serta tidak dapat diambil uangnya kembali. Bolehkah kami menggunakan kartu tersebut pada hari yang lain? Apa hukum makanan yang kami peroleh dari kartu yang telah lewat masanya tersebut?
    JAWAB: Memanfaatkan kartu kupon makan yang telah lewat masanya (hangus) tidklah diperbolehkan. Makanan yang diperoleh dengan kartu itu adalah haram dan dihukumi gasab yang melazimkan kewajiban untuk membayar ganti (uang)nya.

    SOAL 1847: Di kampus-kampus dan instansi-instansi pendidikan ada pembagian makanan dan beberapa kebutuhan para mahasiswa lainnya yang diberikan khusus oleh Kementerian Perdagangan dan instansi-instansi lainnya kepada para mahasiswa yang sedang kuliah. Bolehkah kami mengikutsertakan para pegawai dan staf yang bekerja di kampus-kampus tersebut untuk mendapatkan hal itu juga?
    JAWAB: Tidak boleh membagikan makanan dan barang-barang lain yang dikhususkan untuk para mahasiwa kepada orang lain selain mereka.

    SOAL 1848: Lembaga dan instansi negara memberikan mobil kepada para pimpinan baik sipil maupun militer agar dipergunakan untuk urusan pekerjaan dan tugasnya. Bolehkah mobil-mobil itu dimanfaatkan untuk urusan pribadi?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan bagi para direktur dan pimpinan serta seluruh pegawai bawahan untuk memanfaatkan harta kekayaan negara untuk urusan pribadi mereka, kecuali dengan izin dari lembaga dan instansi terkait.

    SOAL 1849: Apa hukum sebagian pimpinan yang menggelapkan dan memanfaatkan anggaran negara yang dikhususkan untuk membeli makanan dan buah-buahan yang akan disuguhkan untuk para tamu mereka sendiri?
    JAWAB: Mempergunakan uang milik negara di luar ketentuan dan kewenangan yang diberikan dihukumi gasab dan harus menggantinya, kecuali dengan izin pimpinan di atasnya yang sesuai dengan undang-undang.

    SOAL 1850: Jika seseorang memiliki tuntutan hak-hak yang diberikan oleh negara kepadanya, namun ia tidak dapat membuktikannya secara undang-undang sehingga dapat menuntutnya, apakah boleh ia mengambil haknya (dengan jumlah yang sama) dari uang negara yang berada di bawah kekuasaannya sebagai ganti dari hak miliknya yang tidak dapat dia ambil (taqash)?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan melakukan hal itu. Dia harus menempuh jalur hukum yang legal untuk mendapatkan kembali hak-haknya.

    SOAL 1851: Perusahaan air minum meletakkan ikan pada bendungan air dari ikan-ikan yang didapatkan dari sungai. Perusahaan mengizinkan para pegawainya untuk memancing ikan di tempat tersebut dan tidak mengizinkan selainnya. Bolehkah yang lain memancing ikan di tempat tersebut?
    JAWAB: Ikan-ikan yang ada di dalam bendungan walaupun berasal dari ikan yang diletakkan dari tempat lain, namun saat ini kepemilikannya ikut pada kepemilikan air di mana ikan tersebut hidup di dalamnya. Dengan demikian, memancing ikan-ikan tersebut haruslah seizin perusahaan air minum sebagai pemiliknya.


  • Pegawai Negeri

    SOAL 1852: Bolehkah mendirikan salat jamaah pada jam kerja? Jika tidak boleh, bolehkah mengganti jam kerja tersebut pada waktu yang lain, sehingga dengan demikian diperbolehkan untuk melakukan salat jamaah pada jam kerja?
    JAWAB:Mengingat sangat pentingnya mendirikan salat harian pada awal waktunya dan banyaknya penekanan akan hal itu. Begitu pula dengan keutamaan salat jamaah, maka selayaknya para pegawai melakukan sebuah metode khusus sehingga ia dapat melaksanakan salat wajib harian dengan berjamaah di awal waktu dalam waktu sesingkat mungkin. Sebagaimana ia harus mempersiapkan diri dan berbagai mukadimah kesucian sebelumnya dengan cara tidak menjadikannya sebagai alasan untuk memperlambat pelayanan pada masyarakat yang butuh pelayanannya.

    SOAL 1853: Pada sebagian pusat pendidikan dan pelajaran sering disaksikan guru atau pimpinan sebuah bagian dengan persetujuan kepala bagiannya mengajar di tempat lain pada jam-jam kantor, sehingga selain gaji bulanan yang ia terima ia mendapatkan tambahan honor mengajar. Bolehkah hal itu?
    JAWAB:Persetujuan kepada bagian untuk mengizinkan hal itu bergantung pada wewenang yang ia miliki. Namun, karena pegawai tersebut telah mendapatkan gaji bulanan dari negara, maka ia tidak berhak untuk mengajar di tempat lain pada jam kantornya (tugasnya) serta mendapatan gaji lain.

    SOAL 1854: Mengingat jam kantor itu bisa jadi lebih dari pukul 14.30 maka apa hukum makan siang pada jam kantor?
    JAWAB: Jika tidak memakan waktu yang lama, sehingga tidak meniscayakan pekerjaan terhenti, maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1855: Seorang pegawai yang memiliki waktu kosong yang banyak, sementara ia tidak diperkenankan untuk melakukan pekerjaan di bagian lain, apakah boleh ia melakukan hal-hal yang bersifat pribadi?
    JAWAB: Kebolehan melakukan pekerjaan yang bersifat pribadi pada jam-jam kerja bergantung pada aturan yang berlaku pada lembaga tempat bekerja masing-masing.

    SOAL 1856: Bolehkah para staf sebuah lembaga pemerintah melakukan salat jamaah dan mengadakan majelis duka Imam Husain as?
    JAWAB: Mendirikan salat jamaah dan mengadakan majelis dalam rangka menerangkan hukum-hukum dan pengetahuan Islam di sela-sela melakukan salat jamaah (Zuhur dan Asar) pada bulan Ramadan dan hari-hari besar tidaklah bermasalah, selama tidak mengurangi hak-hak masyarakat yang membutuhkan pelayanan.

    SOAL 1857: Kami bekerja di sebuah instansi militer. Tempat bekerja kami berada di dua tempat yang berbeda. Sebagian rekan kerja kami di saat pergi dari tempat yang satu ke tempat lainnya melakukan urusan pribadinya yang memakan waktu relatif lama. Apakah untuk melakukan hal itu harus mendapatkan izin?
    JAWAB: Melakukan pekerjaan yang bersifat pribadi pada jam-jam kerja haruslah seizin pimpinan yang bertanggung jawab atasnya.

    SOAL 1858: Di sebelah kantor kami bekerja ada sebuah mesjid. Bolehkah kami melaksanakan salat jamaah di mesjid tersebut pada jam kerja?
    JAWAB: Keluar dari kantor menuju mesjid untuk melaksanakan salat jamaah di mesjid tersebut, jika memang di kantor tersebut tidak ada pelaksanaan salat jamaah, tidaklah bermasalah. Namun, persiapan yang harus disiapkan sebelumnya haruslah dilakukan dengan sesingkat mungkin.

    SOAL 1859: Jika setiap bulan seorang pegawai memiliki waktu lembur selama 30 sampai 40 jam. Bolehkah seorang pimpinan dalam rangka memotivasi etos kerja pegawai lainnya dengan melipatgandakan jam kerja lembur pegawai tersebut, misalnya dihitung sampai 120 jam? Jika hal itu tidak boleh, apa hukum gaji lembur yang telah diterima bulan-bulan sebelumnya?
    JAWAB: Menulis laporan yang tidak sesuai dengan realitas yang berhubungan dengan jam kerja lembur, tidaklah diperbolehkan. Dan pegawai tersebut tidak berhak untuk mendapatkan gaji lembur (palsu) tersebut. Namun, jika pimpinan memiliki wewenang secara undang-undang untuk melakukan hal itu, maka boleh saja ia melipatgandakan dua kali dari kenyataannya. Dan gaji tambahan yang diterima boleh dan halal.


  • WAKAF

    SOAL 1860: Apakah untuk keabsahan wakaf disyaratkan sigat tertentu? Jikalau memang disyaratkan, apakah harus berbahasa Arab?
    JAWAB: Mengucapkan sigat tertentu dalam wakaf bukanlah sebuah syarat. Sebab di dalam wakaf mu’athat sudah mencukupi. Oleh karenanya, bahasa Arab pun tidak disayaratkan.

    SOAL 1861: Seseorang mewakafkan hasil kebunnya selama 50 tahun untuk menyewa seseorang melakukan salat dan puasa kadanya. Adapun setelah berlalu 50 tahun, maka hasil kebunnya tersebut dipergunakan untuk pengeluaran acara peringatan malam-malam Lailatul Qadr. Dia telah menunjuk 4 orang anaknya untuk menjadi penanggung jawab wakaf. Namun saat ini, kebun tersebut tidak menghasilkan apa-apa dan akan mengalami kerusakan total (tanah mati). Jika dijual, maka uang hasil penjualan dapat dipergunakan untuk menyewa orang untuk melakukan salat dan puasa kadanya sekalipun untuk masa 200 tahun. Anak-anaknya pun setuju hal itu. Bolehkah menjual kebun tersebut dan mempergunakan uangnya untuk hal itu?
    JAWAB: Jika maksud pemilik kebun dengan mewakafkan hasil kebunnya secara tertib (berurutan) pertama untuk dirinya dan selanjutnya untuk orang lain, maka wakaf untuk dirinya tidak benar dan batal. Adapun untuk orang lain juga tidak kosong dari masalah sebab termasuk pada jenis wakaf yang awalnya tidak jelas (munqathi’ul awwal) namun, jika ia menginginkan dengan hal itu agar dia memperkecualikan 50 tahun pertama untuk dirinya (sebagai wasiat-peny.) baru setelah itu ia wakafkan untuk orang lain, maka hukumnya sah dan boleh. Adapun menjualnya tidak diperbolehkan, selama masih memungkinkan untuk menjaganya dan berusaha agar wasiat terlaksana, sekalipun dengan mengeluarkan biaya yang diambil dari hasil kebunnya atau disewakan kepada orang lain baik untuk dibangun atau lainnya dan hasilnya dipergunakan untuk mengamalkan wasiat dan wakaf. Lain halnya, jika semua itu sudah tidak bisa lagi ditempuh, maka sebagai alternatif terakhir boleh saja menjualnya dan uang hasil penjualan dipergunakan untuk mengamalkan wasiat dan wakafnya.

    SOAL 1862: Dengan taufik dan karunia Allah kami telah membangun sebuah bangunan dengan niat mesjid di desa kami, namun karena sudah ada dua mesjid dan tidak dibutuhkan adanya mesjid lain dan yang lebih dibutuhkan adalah adanya lembaga pendidikan. Di sisis lain, kami belum pernah melafazkan sigat wakaf dan belum dilakukan salat di tempat tersebut maka kalau memang tidak bermasalah secara syar’i, kami siap untuk mengubah niat kami tersebut dan menyerahkannya kepada departemen pendidikan. Bolehkah hal itu?
    JAWAB: Sekadar membangun bangunan dan meniatkannya untuk mesjid tanpa mengucapkan sigat wakaf dan belum diserahkan kepada orang-orang untuk melakukan salat di tempat tersebut, maka belum terealisasi wakaf untuk mesjid bagi tempat tersebut. Dengan demikian, bangunan itu masih milik Anda dan Anda berhak untuk menjadikannya sebagai tempat apa saja yang Anda kehendaki. Oleh karenanya, menyerahkan bangunan tersebut kepada departemen pendidikan tidaklah bermasalah.

    SOAL 1863: Apakah uang yang diberikan untuk dipergunakan keperluan husainiyah dihukumi sebagai wakaf? Ataukah barang yang dibeli dengan uang tersebut haruslah diucapkan untuknya sigat wakaf?
    JAWAB: Sekadar terkupulnya uang tidaklah dihukumi wakaf. Namun, setelah uang tersebut dibelanjakan untuk barang-barang keperluan husainiyah maka terjadilah wakaf secara mu’athat yang tidak diperlukan lagi sigat (format) pewakafan untuk hal itu.


  • Hukum-hukum Wakaf

    SOAL 1864: Sebagian orang tanpa mendapatkan restu dari penanggung jawab khusus membongkar sebuah bangunan perpustakaan yang terletak antara sebuah kamar sekolah mesjid jamik dan dapur sebuah husainiyah dan menjadikannya bersambung dengan mesjid sehingga dianggap bagian dari mesjid. Apa hukum yang ia lakukan? Dan sahkah melakukan salat di tempat tersebut?
    JAWAB: Jika terbukti, bahwa tanah perpustakaan diwakafkan khusus hanya untuk perpustakaan, maka tidak ada seorang pun yang berhak untuk mengubahnya menjadi mesjid. Melakukan salat di tempat tersebut juga tidak boleh. Orang yang telah melakukan pembongkaran berkewajiban untuk mengembalikannya pada keadaan semula. Namun, jika tidak terbukti demikian, maka melakukan salat di tempat tersebut tidaklah bermasalah.

    SOAL 1865: Bolehkah mewakafkan dengan wakaf sementara untuk jangka waktu tertentu, misalnya sebuah tempat untuk mesjid selama 10 tahun, kemudian setelah itu kembali kepada pemiliknya?
    JAWAB: Pekerjaan yang ia lakukan tidak sah sebagai wakaf dan tidak memiliki hukum mesjid. Namun, boleh saja seseorang menjadikan sebuah tempat untuk jangka tertentu sebagai tempat salat umum.

    SOAL 1866: Sebidang tanah wakaf terketak di sebelah pekuburan umum kaum Muslim yang telah penuh. Tanah tersebut sangat cocok kalau dijadikan sebagai tempat perluasan tanah kuburan umum. Bolehkah melakukan hal itu?
    JAWAB: Mengubah tanah yang diwakafkan untuk selain kuburan menjadikannya sebagai tanah kuburan secara gratis tidaklah diperbolehkan. Namun, jika penanggung jawab melihat sebagai sebuah kemaslahatan untuk menjadikannya sebagai wakaf manfaat dengan menyewakannya sebagai kuburan tidaklah bermalasah.

    SOAL 1867: Sebagian tanah wakaf yang terletak di kawasan perluasan untuk jalan, kebun bunga atau kantor pemerintah diambil-alih oleh instansi tertentu tanpa meminta izin dari penanggung jawab dan tanpa memberikan uang pengganti atau sewa.
    a. Bolehkah mereka melakukan hal itu?
    b. Wajibkah mereka yang melakukan hal itu mengganti tanah lain atau harganya?
    c. Haruskah mereka yang melakukan hal itu membayar ganti rugi sesuai harga standar mulai sejak dirusak sampai saat ia menggantinya?
    d. Untuk menggantikannya dengan tanah lain atau membayar harganya kemudian dibelikan tanah di tempat lain, haruskah mendapat izin dari hakim syar’i atau cukup dengan restu dari Dinas Sosial dan Urusan Wakaf atau penanggung jawabnya dengan tetap memerhatikan maslahat dan manfaat wakaf?
    JAWAB: a. Tidak diperbolehkan melakukan perubahan apa pun pada barang wakaf tanpa restu penanggung jawabnya.
    b. Jika wakafnya bermanfaat, maka mempergunakan dan mengambil manfaaatnya haruslah dengan menyewa dari penanggung jawabnya.
    c. Tidak boleh juga hukumnya menjual dan mengubah bentuk wakaf yang dapat diambil manfaatnya.
    d. Jika terjadi pembongkaran atau kerusakan dan kerugian, maka pelaku berkewajiban untuk mengganti dan membayar sewa standarnya kepada penanggung jawab wakaf untuk digunakan sesuai dengan tujuan wakaf.
    e. Tidak ada perbedaan hukum antara yang melakukannya perorangan atau lembaga.
    f. Penanggung jawab wakaf diperbolehkan melakukan kesepakatan dalam hal uang sewa dan uang ganti dengan pelaku pembongkaran tanpa merujuk kepada hakim syar’i dengan catatan tetap menjaga maslahat manfaat wakaf.


    SOAL 1868: Ada sebidang tanah wakaf yang memiliki jalan setapak. Saat ini dikarenakan pembangunan rumah dibutuhkan adanya pelebaran jalan pada kedua sisinya. Bolehkah memotong tanah wakaf tersebut untuk keperluan itu? Jika tidak boleh, bolehkah meminta izin dari penanggung jawabnya untuk hal itu?
    JAWAB: Mengubah tanah wakaf menjadi jalan tidaklah diperbolehkan, kecuali memang sebuah keharusan yang mendesak dan tidak mungkin dihindari, atau pun bila memanfaatkan tanah wakaf tersebut meniscayakan hal itu jika tanah itu sendiri yang diwakafkan. Namun, jika manfaat dari tanah itu yang diwakafkan, maka mengubahnya menjadi jalan dengan memerhatikan maslahat (walaupun bukan sebuah keharusan) tidaklah bermasalah.

    SOAL 1869: Ada sebidang tanah yang diwakafkan oleh pemiliknya sejak 20 tahun yang lalu sebagai tempat kuburan umum kaum Muslim. Di masa hidupnya, ia sendiri yang menjadi penanggung jawab wakafnya dan setelah kematiannya ia menunjuk beberpa orang ulama yang disebutkan namanya di dalam surat wakaf. Begitu pula di dalam satu surat wakaf itu pun disebutkan cara pemilihan dan pengangkatan penanggung jawab berikutnya. Apakah penanggung jawab saat ini berhak untuk mengubah atau menambah beberapa poin yang tertera pada surat wakaf? Jika perubahan itu mengakibatkan berubahnya tujuan wakaf, seperti dijadikannya tempat tersebut sebagai halte bus, apakah hukum wakaf masih tetap berlaku?
    JAWAB: Wakaf secara hukum syar iy akan terjadi (sah) dengan dilakukannya serah-terima. Karenanya tidak boleh lagi bagi yang mewakafkan atau penanggungjawabnya untuk melakukan perubahan barang yang diwakafkan, baik secara keseluruhan ataupun sebagian. Begitu pula tidak boleh melakukan pengurangan atau penambahan syarat. Dan adanya perubahan tidak akan menghilangkan hukum wakaf barang tersebut.


  • Syarat-syarat Wakaf

    SOAL 1870: Sahkah wakaf dari orang yang dipaksa untuk melakukannya?
    JAWAB: Jika seseorang mewakafkan hartanya karena dipaksa, maka selama ia belum merelakan dan merestuinya, maka wakaf tidak sah. Kerelaan dan restu yang diberikan kemudian (menyusul) bermasalah atas keabsahannya.

    SOAL 1871: Sebagian pemeluk Zoroaster membangun rumah sakit yang diwakafkan untuk urusan kemanusiaan dan kebaikan selama seribu tahun. Di dalam surat wakaf disebutkan demikian: “Jika pemasukan rumah sakit surplus, maka harus dipergunakan untuk pembelian dan penambahan tempat tidur.” Mengingat aturan dan undang-undang wakaf dalam fikih mazhab Imamiah, bolehkah penanggung jawab wakaf saat ini melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan yang ada di dalam surat wakaf?
    JAWAB: Pada kasus di mana wakaf dari kaum Muslim dihukumi benar, maka dari selain Muslim, baik Ahli Kitab atau bukan dihukumi sah juga. Dengan demikian, rumah sakit yang diwakafkan untuk urusan kemanusiaan dan kebaikan sampai seribu tahun –sekalipun termasuk wakaf yang tidak jelas akhirnya (munqathi’ul akhir)- namun dihukumi sah dan tidaklah bermasalah secara syar’i. Oleh karenanya, penanggung jawab bertanggung jawab untuk mengamalkan apa yang didinginkan oleh pemberi wakaf. Dia pun tidak memiliki alasan untuk mengabaikannya.


  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf

    SOAL 1872: Bolehkah orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab oleh hakim atau oleh pemberi wakaf, meminta komisi untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kantor urusan wakaf? Dan bolehkah ia menyuruh orang lain untuk menggantikannya dan memberi uang (upah) baginya?
    JAWAB: Penanggung jawab wakaf, baik ia diangkat oleh hakim atau pemberi wakaf, jika tidak ditentukan upah khusus baginya, maka ia boleh meminta (mengambil) upah standar dan wajar untuk pekerjaan yang harus dilakukan demi kelangsungan wakaf.

    SOAL 1873: Sebuah pengadilan perdata khusus, mengangkat seseorang yang jujur dan dapat dipercaya untuk menjadi pengawas seorang penanggung jawab wakaf. Jika penanggung jawab wakaf memiliki wewenang untuk mengangkat orang lain setelah kematiannya, bolehkah ia melakukan hal itu tanpa bermusyawarah dengan pengawas yang ditunjuk?
    JAWAB: Jika wewenang yang diberikan kepada pengawas bersifat umum, dalam semua hal, termasuk dalam pengangkatan penanggung jawab setelahnya, maka ia (penanggung jawab saat ini) tidak berhak untuk mengangkat penanggung jawab selanjutnya sesuai keinginan dan pendapatnya tanpa bermusyawarah dengan pengawas.

    SOAL 1874: Para pemilik rumah dan tanah di sekitar mesjid mewakafkan tanahnya kepada mesjid untuk keperluan perluasan mesjid. Imam jumat mesjid tersebut setelah bermusyawarah dengan beberapa ulama lain bermaksud untuk melakukan pencatatan resmi surat wakaf untuk masing-masing pemberi wakaf, mereka pun menyetujui hal itu. Namun, orang pertama yang membangun mesjid (asli) tidak menyetujui hal itu dan menginginkan agar tanah-tanah (baru) itu, pewakafannya digabungkan dengan yang lama dan dia tetap menjadi penanggung jawab wakaf yang lama dan baru. Berhakkah ia menuntut hal itu? Wajibkah bagi kami untuk memenuhi permintaannya?
    JAWAB: Wewenang untuk mewakafkan dan membuat surat resmi pewakafan serta penanggung jawab wakaf adalah hak para pemilik tanah yang mewakafkan tanahnya. Pembangun mesjid yang lama tidak berhak untuk menentang keinginan mereka.

    SOAL 1875: Jika para penanggung jawab sebuah husainiyah setelah pewakafan terlaksana dengan sempurna, menyusun aturan-aturan intern (semacam ART-peny.) di mana beberapa pasalnya bertentangan dengan konsekuensi wakaf. Bolehkah mengamalkan pasal-pasal tersebut?
    JAWAB: Para penanggung jawab wakaf tidak berhak untuk menyusun dan menetapkan aturan-aturan yang bertentangan dengan konsekuensi wakaf. Oleh karenanya, tidak boleh mengamalkannya.

    SOAL 1876: Jika beberapa orang diangkat sebagai penanggung jawab wakaf. Bolehkah salah seorang dari mereka tanpa bermusyawarah dengan yang lain mengurusnya sendiri? Jika terjadi perselisihan di antara mereka, bolehkah masing-masing mereka mengambil keputusan sesuai dengan pendapatnya sendiri, ataukah harus merujuk kepada hakim syar’i?
    JAWAB: Jika pemberi wakaf mengangkat mereka secara mutlak (tanpa penjelasan) dan tidak ada indikasi yang menunjukkan, bahwa wewenang salah seorang dari mereka atau bahkan mayoritas dari mereka bisa mandiri, maka tak seorang pun dari mereka, sekalipun merupakan pendapat yang lebih banyak berhak untuk mengurusnya sendiri secara mandiri, namun mereka harus bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan dalam mengurus wakafnya. Jika terjadi perselisihan di antara mereka, maka haruslah merujuk kepada hakim syar’i untuk menyatukan pendapat mereka.

    SOAL 1877: Benarkah tindakan pemberhentian (pencopotan) salah seorang penanggung jawab wakaf oleh penanggung jawab lainnya?
    JAWAB: Tidak benar, kecuali jika pemberi wakaf memang memberikan wewenang kepadanya untuk melakukan hal itu.

    SOAL 1878: Jika salah seorang penanggung jawab wakaf menuduh penanggung jawab lainnya telah berkhianat. Apa hukumnya?
    JAWAB: Mereka harus membuktikan orang yang dituduh khianat tersebut di hadapan hakim syar’i.

    SOAL 1879: Jika seseorang mewakafkan tanah miliknya sebagai wakaf umum dan dia sendiri selama masih hidup yang akan menjadi penanggung jawab wakaf dan setelah kematiannya, ia mengangkat anak laki-laki tertuanya menjadi penanggung jawab wakafnya. Dia pun memberikan beberapa wewenang khusus bagi anak tertuanya itu. Apakah pengurus Dinas Sosial dan Wakaf (negara) berhak untuk mencabut semua wewenang tersebut darinya?
    JAWAB: Selama penanggung jawab wakaf yang diangkat oleh pemberi wakaf tidak keluar dari koridor wewenang yang diberikan kepadanya oleh pemberi wakaf, maka semua itu merupakan wewenangnya dalam mengurus barang yang diwakafkan, sesuai dengan yang diberikan oleh pemberi wakaf di saat melakukan sigat wakaf. Mengubah dan mengurangi wewenang tersebut tidaklah diperbolehkan.

    SOAL 1880: Seseorang mewakafkan sebidang tanahnya untuk mesjid dan menjadikan anak-anak dan cucunya terus ke bawah sebagai penanggung jawab atasnya. Dia pun menjelaskan, bahwa jika keturunannya habis, maka penanggung jawabnya adalah seorang ulama (rohaniawan) yang memimpin salat jamaah lima kali sehari di mesjid tersebut. Oleh karenanya, setelah anak-anak dan cucunya tidak ada lagi, maka penanggung jawabnya berpindah kepada imam salat jamaah mesjid tersebut, hingga akhirnya imam tersebut mengalami stroke. Dewan ulama dan imam Jumat mengambil keputusan untuk mengangkat imam lain memimpin salat di mesjid tersebut. Apakah dengan demikian ia pun secara otomatis tidak lagi memiliki wewenang sebagai penanggung jawab wakaf, ataukah ia berhak untuk mengangkat orang lain sebagai wakilnya untuk memimpin salat dan ia tetap menjadi penanggung jawab wakaf?
    JAWAB: Jika diasumsikan, bahwa ia (berhak) menjadi penanggung jawab wakaf karena ia sebagai imam salat lima kali sehari semalam, maka dengan uzur yang diderita atau karena satu dan lain hal, maka gugurlah wewenang dan jabatannya sebagai penanggung jawab wakaf.

    SOAL 1881: Seseorang mewakafkan propertinya, sehingga uang yang dihasilkannya darinya dipergunakan untuk urusan kebaikan, diberikan kepada para sayid (yang membutuhkan) biaya menyelenggarakan majelis duka (Rasulullah saw dan para imam as). Saat ini harga sewa tempat tersebut telah naik. Bolehkah Dinas Sosial dan Wakaf menyerwakan tempat tersebut kepada yayasan atau perorangan dengan harga murah dengan alasan budaya, poitik dan sosial?
    JAWAB: Para penanggung jawab wakaf dan pengurus Dinas Sosial dan Wakaf berkewajiban untuk memerhatikan kemaslahatan dan manfaat wakaf dalam penyewaan barang yang diwakafkan kepada yang menginginkannya. Ringkasnya, jika penyewaan dengan harga yang murah itu karena kondisi khusus penyewa atau peran penting yang dilakukan olehnya, di mana padanya terkandung manfaat dan maslahat wakaf itu sendiri, maka tidaklah bermasalah, dan jika tidak demikian, maka tidaklah diperbolehkan.

    SOAL 1882: Berdasarkan fatwa almarhum Imam Khameini (qs) bahwa mesjid tidak memiliki penanggung jawab (khusus). Apakah hukum ini mencakup barang-barang yang diwakafkan untuk mesjid, seperti barang-barang yang dipergunakan dalam rangka terselenggaranya majelis taklim dan sejenisnya? Kalau memang demikian, bagaimana hukum barang-barang yang diwakafkan yang memiliki penanggung jawab syar’i dan konstitusi secara abadi. Sebagaimana petugas Dinas Sosial dan Wakaf pun bertindak sebagai penanggung jawab wakaf? Bolehkah para penanggung jawab itu melepaskan tanggung jawab tersebut, padahal pernah juga dinukil dari fatwa Almarhum Imam bahwa mereka tidak berhak dan tidak boleh untuk melepaskan jabatan dan wewenang mereka serta mengabaikannya begitu saja. Namun, mereka berkewajiban untuk melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemberi wakaf di saat menyampaikan sigat wakaf?
    JAWAB: Hukum bahwa mesjid tidak memiliki penanggung jawab (khusus) merupakan hukum khusus untuk mesjid saja dan tidak mencakup barang-barang yang diwakafkan kepada mesjid. Oleh karenanya, hukum itu tidak mencakup juga hal-hal yang diwakafkan untuk keperluan majlais-majelis taklim. Dengan demikian, menentukan (mengangkat) penanggung jawab untuk wakaf khusus atau umum dalam rangka, sekalipun untuk mengurus hal-hal yang dibutuhkan oleh mesjid, seperti penerangan, air, kebersihan dan lain-lain tidaklah bermasalah. Penanggung jawab yang diangkat tidak boleh untuk melepaskan diri dari tanggung jawabnya, namun ia berkewajiban untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh pemberi wakaf, sekalipun harus dengan memperkerjakan seorang wakil yang akan membantunya. Orang lain tidak berhak apa pun untuk mengganggu dan ikut campur dalam urusan dan tugasnya.

    SOAL 1883: Bolehkah seseorang yang bukan penanggung jawab syar’i mencampuri urusan wakaf dengan mengganti dan mengubah beberapa poin di dalam sigat wakaf? Bolehkah ia meminta agar penanggung jawab wakaf menyerahkan tanah wakaf tersebut kepada seseorang yang mana penanggung jawab menganggapnya tidak memiliki kelayakan?
    JAWAB: Yang berwenang untuk pengurusan wakaf hanyalah orang yang telah ditunjuk secara khusus oleh pemberi wakaf di saat melakukan akad wakaf. Jika pemberi wakaf tidak menunjuk seseorang (khusus) untuk itu, maka Dinas Sosial dan Wakaf sebagai kepanjangan tangan dari hakim kaum Muslim, mengangkat seseorang untuk itu. Orang lain tidak boleh untuk mencampuri urusan itu. Sebagaimana tidak ada seorang pun yang berhak untuk mengubah dan mengganti poin-poin wakaf, sekalipun penanggung jawab yang telah ditunjuk.

    SOAL 1884: Jika seorang pemberi wakaf mengangkat seseorang untuk menjadi pengawas atas barang yang ia wakafkan dan ia menegaskan, bahwa tidak ada orang lain yang berhak untuk mencopotnya selain Wali Amril Muslimin. Bolehkah ia sendiri yang melepaskan dirinya dari jabatan tersebut?
    JAWAB: Tidak diperbolehkan seorang pengawas setelah menerima tugas tersebut melepaskan diri dari tanggung jawab dan tugasnya. Begitu pula hukumnya berkenaan dengan penanggungjaab wakaf, ia pun tidak boleh melakukan hal itu.

    SOAL 1885: Ada sebuah barang yang di wakafkan di mana sebagiannya sebagai wakaf khusus dan yang lainnya sebagai wakaf umum. Pemberi wakaf mengangkat penanggung jawab dan mengatakan bahwa setelah meninggalnya orang tersebut anak laki-laki tertuanya yang menggantikannya kemudian diteruskan oleh anak keturunannya. Jika di antara mereka ada yang memenuhi syarat namun menolak untuk menjadi penaggung jawab, bolehkah adiknya menerimanya dengan persetujuan sang kakak?
    JAWAB: Seseorang yang memenuhi syarat untuk menjadi penanggung jawab boleh untuk tidak menerima hal itu. Lain halnya jika ia telah menerimanya maka berdasarkan kehati-hatian maksimal ia tidak boleh untuk mengundurkan diri. Namun, boleh saja ia mengangkat wakil yang akan mengurus secara langsung barang yang diwakafkan tersebut. Begitu pula selama tingkatan atas yang memenuhi syarat dan telah menerima tanggung jawab tersebut masih ada, maka tingkatan yang di bawahnya tidak boleh menerimanya.

    SOAL 1886: Jika beberapa orang yang menerima wakaf memiliki kelayakan untuk menjadi penanggung jawab wakaf datang ke pengadilan dan memohon kepada hakim agar diangkat menjadi penanggung jawabnya, namun hakim karena menganggapnya tidak layak menolak permintaan mereka. Bolehkah mereka menolak penanggung jawab (yang diangkat) yang memiliki kelayakan, dengan alasan umurnya lebih muda?
    JAWAB: Bagi yang tidak memiliki kelayakan tidak boleh untuk menolak dan tidak setuju kepada pengangkatan orang yang memiliki kelayakan.

    SOAL 1887: Jika seorang penanggung jawab wakaf yang ditunjuk telah melakukan sebuah kelalaian atau keteledoran, bolehkah ia mengundurkan diri dan menunjuk orang lain untuk menggantikannya?
    JAWAB: Sekadar adanya keteledoran dan kelalaian dalam melaksanakan tugas tidaklah menjadi pembenar untuk mengundurkan diri dan mengangkat orang lain menggantikannya. Namun, ia harus mengajukan masalahnya kepada hakim dan meminta darinya agar dialah yang mengurus wakaf tersebut, atau ia memohon untuk diizinkan menunjuk wakil untuk hal itu, atau dia (hakim) sendiri yang menambah satu orang penanggung jawab bergabung dengannya.

    SOAL 1888: Siapakah yang memiliki wewenang untuk mengurus, menjaga, merenovasi bangunan makam putra-putra para imam as–yang terdapat di berbagai kota dan desa di Iran- serta mengumpulkan uang yang dinazarkan kepada mereka, sementara tidak ada penanggung jawab khusus untuk itu dan sejak lama tanah di sekitarnya dijadikan sebagai kuburan umum, bolehkah seseorang mengaku bahwa tanah tersebut adalah miliknya?
    JAWAB: Wewenang untuk tempat-tempat suci dan penuh berkah yang tidak memiliki penanggung jawab khusus seperti itu adalah dimiliki oleh hakim dan Wali Amril Muslimin. Saat ini, wewenang tersebut dimiliki oleh wakil wali fakih di Dinas Sosial dan Urusan Wakaf. Tanah-tanah seperti itu yang telah dijadikan sebagai tanah kuburan untuk mengubur jenazah kaum Muslim sejak dahulu kala, hukumnya adalah sebagai tanah wakaf untuk umum, kecuali ada bukti-bukti syar’i lain yang menunjukkan hal itu.

    SOAL 1889: Bolehkah sebuah barang wakaf yang dimanfaatkan oleh kaum Muslim dikelola oleh penanggung jawab non-Muslim yang diangkat oleh Dinas Sosial dan Urusan Wakaf?
    JAWAB: Seorang non-Muslim tidak boleh diangkat menjadi penanggung jawab barang wakaf kaum Muslim.

    SOAL 1890: Siapakah yang dimaksud dengan penanggung jawab wakaf yang diangkat dan yang tidak diangkat? Jika seorang pemberi wakaf mengangkat seseorang untuk menjadi penanggung jawab wakaf dan sekaligus memberikan wewenang baginya untuk menunjuk penanggung jawab setelah kematiannya. Apakah penanggung jawab kedua yang ditunjuk oleh penanggung jawab pertama dianggap penanggung jawab yang ditunjuk oleh si pemberi wakaf juga?
    JAWAB: Penanggung jawab yang diangkat adalah orang yang diangkat menjadi penanggung jawab wakaf oleh orang yang mewakafkan hartanya di saat mengucapkan sigat wakaf. Jika ia saat itu pun memberikan wewenang untuk mengangkat penanggung jawab berikutnya kepada penanggung jawab yang diangkatnya saat ini, maka penanggung jawab berhak untuk itu dan orang yang diangkat olehnya memiliki hukum yang sama dengan orang yang langsung diangkat oleh pemberi wakaf.

    SOAL 1891: Bolehkah seorang penanggung jawab wakaf menyerahkan wewenang dan tanggung jawabnya kepada Dinas Sosial dan Urusan Wakaf?
    JAWAB: Dia tidak berhak untuk melakukan hal itu, namun boleh saja Dinas Sosial dan Urusan Wakaf menunjuk wakil untuk hal itu.

    SOAL 1892: Pengadilan mengangkat seseorang yang jujur dan dapat dipercaya sebagai pengawas atas penanggung jawab yang dituduh melakukan keteledoran dalam menjalankan tanggung jawabnya. Penanggung jawab setelah dibuktikan, bahwa ia bersih dari tuduhan tersebut meninggal dunia. Apakah pengawas berhak untuk menandatangani pengesahan atau pembatalan transaksi yang beberapa tahun sebelumnya dilakukan oleh penanggung jawab sebelum ia diangkat menjadi pengawas? Ataukah ia hanya berhak pasca pengangkatan menjadi pengawas sampai penanggung jawab meninggal dunia? Dengan memerhatikan setelah penanggung jawab dinyatakan bebas dari tuduhannya tidak ada surat pencabutan pengawas dari wewenangnya, apakah ia masih memiliki wewenang untuk itu sampai pengadilan melakukan pencabutan? Ataukah tercabut dengan sendirinya?
    JAWAB: Jika dia diangkat menjadi pengawas yang wajib mengawasi penanggung jawab yang dituduh melakukan keteledoran dan kelalaian, maka wewenangnya hanya mengawasinya saja, ia tidak berhak untuk ikut campur dalam urusan yang dilakukan oleh penanggung jawab. Dan dengan dibebaskannya penanggung jawab tersebut dari tuduhannya, maka tugas dan wewenangnya juga berakhir. Begitu pula setelah penanggung jawab meninggal dunia dan diangkat penanggung jawab baru, maka pengawas tersebut tidak memiliki hak apa-apa terhadap apa yang dilakukan oleh penanggung jawab baru.


  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan

    SOAL 1893: Jika beberapa orang mengumpulkan uang dari para penderma untuk membeli sebuah rumah untuk dijadikan sebagai husainiyah, apakah hal ini cukup bagi mereka untuk mewakafkan rumah tersebut menjdai husainiyah? Ataukah mereka harus meminta perwakilan dari para pemilik uang? Bukankah pemberi wakaf disyaratkan sebagai pemilik harta wakaf atau yang dihukumi pemilik, sementara pengumpul itu bukanlah pemiliknya, apakah mereka dianggap sebagai pemiliknya?
    JAWAB: Jika si pengumpul itu adalah wakil para pemberi uang untuk membeli rumah dan menjadikannya sebagai husainiyah, maka wakaf atas rumah tersebut dianggap sah.

    SOAL 1894: Apakah hutan dan kebun-kebun asli yang tidak pernah dijamah oleh tangan manusia, dan sesuai pasal 45 UUD RII disebutkan sebagai barang “anfal” dapat dijadikan barang wakaf?
    JAWAB: Untuk keabsahan wakaf, disyaratkan barang tersebut adalah milik syar’i orang yang akan mewakafakannya. Jadi, karena hutan dan kebun yang merupakan barang anfal tidak dimiliki oleh siapa pun, maka wakaf atas hal itu tidak sah.

    SOAL 1895: Apakah seorang kepala daerah berhak untuk mewakafkan sebagian harta miliknya untuk kepentingan umum?
    JAWAB: Masalah ini bergantung pada wewenang konstitusionalnya dan jenis barang yang dimilikinya. Jika memang hal itu dibolehkan seperti klinik, rumah sakit, mesjid atau sejenisnya, maka tidaklah bermasalah. Namun, jika dari tempat-tempat yang khusus merupakan wewenang PEMDA, maka tidak diperbolehkan.


  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf

    SOAL 1896: Penduduk sebuah kampung setelah membangun sebuah mesjid di atas sebidang tanah yang mereka dapatkan dari Dinas Pertanahan Daerah, timbul selisih pendapat di antara mereka apakah wakafnya umum atau khusus. Sebagian berpendapat haruslah dilakukan pencatatan sebagai wakaf khusus, sebagaian yang lain berpendapat haruslah dilakukan pencatatan sebagai wakaf umum, karena seluruh penduduk kampung ikut serta dalam pembangunannya. Apa hukum kasus ini?
    JAWAB: Mesjid termasuk jenis wakaf umum dan tidak bisa dijadikan wakaf khusus, sebagaimana tidak bisa diwakafkan untuk kelompok tertentu. Adapun sekadar penamaan dengan nama orang tertentu atau beberapa orang karena momen tertentu tidaklah bermasalah. Namun, tidak layak bagi kaum Mukmin yang telah ikut andil untuk membangun mesjid tersebut terlibat dalam perselisihan di antara mereka.

    SOAL 1897: Seorang ketua kelompok sesat tertentu telah mewakafkan rumah atau tanah miliknya kepada pengikut (jamaah). Mengingat wakaf haruslah memiliki tujuan yang benar sehingga dihukumi sah, di sisi lain keyakinan dan praktik kelompok tersebut menyimpang dari kebenaran dan menyesatkan, apakah wakaf yang ia lakukan tidak benar dan batal? Bolehkah mempergunakan harta tersebut untuk kepentingan jamaahnya?
    JAWAB: Jika terbukti, bahwa tujuan wakaf barang tersebut adalah sebuah tujuan haram dan termasuk pada membantu perbuatan maksiat dan dosa, maka wakaf semacam itu batal. Oleh karenanya, mempergunakan harta yang secara syar’i haram hukumnya tidaklah dibenarkan.


  • Sigat (pernyataan) Wakaf

    SOAL 1898: Apakah jemaah yang ikut serta dalam majelis-majelis yang diadakan di sebuah husainiyah yang merupakan penduduk kampung setempat berhak untuk ikut campur dan memberikan interpretasi dalam memahami poin-poin yang tertulis dalam surat wakaf?
    JAWAB: Untuk memahami maksud yang tertera di dalam surat wakaf yang tidak jelas, maka haruslah dipahami dengan berbagai indikasi dan penguat verbal dan non-verbal. Siapa pun tidak berhak untuk memaksakan interpretasi pribadinya.

    SOAL 1899: Jika sebuah tempat diwakafkan untuk tempat belajar dan mengajar ilmu-ilmu agama, bolehkah orang lain, seperti musafir memanfaatkan tempat dan fasilitas yang ada di tempat tersebut, padahal masih ada murid atau santri yang sedang belajar di tempat itu?
    JAWAB: Jika memang tempat tersebut diwakafkan secara khusus untuk pelajar agama atau untuk melakukan kegiatan belajar dan mengajar, maka tidak boleh orang lain memanfaatkan tempat dan fasilitas yang ada.

    SOAL 1900: Di dalam sebuah surat wakaf disebutkan poin-poin demikian: “ ... dalam sigat wakaf yang telah disyaratkan dipilih oleh penduduk desa sebagai presidium ...” apakah hal itu menunjukkan bahwa dewan presidium itu harus dipilih oleh seluruh penduduk desa? Dan jika tidak, maka siapakah yang berhak untuk mengangkat mereka?
    JAWAB: Secara lahiriyah makna kalimat tersebut memang mengindikasikan demikian.

    SOAL 1901: Jika dalam syarat sebagai penanggung jawab disebutkan “kelayakan dan dewasa (matang)” selain adanya putra tertua laki-laki, maka apakah cukup dengan adanya usia tertentu yang secara umum seseorang sudah dianggap dewasa dan matang?
    JAWAB: Diharuskan adanya pemastian bahwa semua syarat terpenuhi.

    SOAL 1902: Seseorang telah mewakafkan hartanya untuk biaya pengadaan majelis-majelis duka Imam Husain as di hari-hari Muharam dan lainnya. Setelah kematiannya, ia mengangkat anak-anaknya untuk menjadi penanggung jawab hal itu untuk selama-lamanya. Dia pun menentukan sepertiga dari hasil hartanya untuk penanggung jawabnya. Jika pada saat pemberi wakaf masih hidup ia memiliki anak-anak laki dan perempuan di tingkat pertama, kedua dan ketiga (anak, cucu, cicit), apakah penanggung jawab yang dimaksud adalah mereka semua secara bersamaan dan uang yang telah dipersiapkan tersebut dibagi kepada mereka semua? Jika memang dmikian, apakah akan dibagi secara merata dan sama antara anak laki-laki dan perempuan?
    JAWAB: Jika tidak ada indikasi yang menunjukkan, bahwa maksudnya adalah hak secara tertib dan berurutan sesuai tingkatan warisan yang ada, maka semua mereka memiliki hak untuk menjadi penanggung jawab dan mereka berhak untuk mendapatkan uang tersebut secara merata dan sama.

    SOAL 1903: Jika seorang pemberi wakaf setelah kematiannya nanti mengangkat untuk menjadi penanggung jawab wakafnya seseorang dari kalangan ulama dan mujtahid. Apakah seorang ulama yang belum mencapai derajat ijtihad (mujtahid) berhak untuk itu?
    JAWAB: Selama tidak ada yang dapat dipahami, bahwa yang ia maksudkan adalah khusus mujtahid saja, maka tidaklah bermaslah seorang ulama yang belum mencapai derajat ijtihad menjadi penanggung jawabnya.


  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya

    SOAL 1904: Ada seseorang yang telah mewakafkan sebidang tanah miliknya untuk membangun husainiyah di atasnya. Setelah bangunan berdiri sempurna, ada sekelompok orang yang mengubah sebagiannya menjadi mesjid dan mereka mendirikan salat Jumat di tempat tersebut dengan keyakinan, bahwa tempat tersebut adalah mesjid. Apakah boleh mengubah husainiyah menjadi mesjid? Apakah berlaku padanya hukum-hukum mesjid?
    JAWAB: Orang yang telah mewakafkan yang dimilikinya, begitu juga orang lain, tidak berhak untuk mengubah husainiyah menjadi mesjid. Oleh karena itu, bangunan tersebut tidak berubah menjadi mesjid dan tidak berlaku padanya hukum-hukum mesjid. Namun, tidak ada larangan untuk mendirikan salat Jumat di tempat tersebut.

    SOAL 1905: Jika seseorang telah menjual sebidang tanahnya yang ia dapatkan sebagai warisan, beberapa tahun yang lalu, setelah itu terbukti, bahwa tanah tersebut adalah tanah wakaf. Apakah transaksi jual-beli yang dilakukan hukumnya batal (tidak sah)? Kalau memang demikian, apakah dia berkewajiban untuk mengembalikan kepada pembeli uang yang telah ia terima ataukah dia berkewajiban untuk menyerahkan kepadanya uang seharga tanah saat ini?


    JAWAB: Setelah terbukti, bahwa tanah yang telah ia jual sebenarnya adalah tanah wakaf dan dia tidak berhak menjualnya, maka transaksi jual-beli yang ia lakukan hukumnya batal. Oleh karena itu, ia berkewajiban untuk mengembalikannya menjadi tanah wakaf dan mengembalikan uang yang telah ia terima kepada pembeli.

    SOAL 1906: Ada seseorang yang sejak 100 tahun yang lalu telah mewakafkan tanahnya kepada putra-putranya. Di dalam akta wakaf disebutkan, bahwa jika di antara putra-putranya ada yang berada dalam kondisi ekonomi membutuhkan (miskin) maka ia berhak untuk menjual bagiannya kepada salah seorang pewaris lainnya. Oleh karena itu, sebagian dari putranya telah menjual bagiannya sejak beberapa tahun yang lalu. Akhi-akhir ini tersebar isu, bahwasanya dikarenakan tanah tersebut adalah wakaf, maka syarat yang ada tidak bermakna. Dengan demikian, jual-beli yang dilakukan atasnya batal hukumnya. Apakah boleh menjual tanah wakaf yang seperti ini, yang merupakan wakaf khusus dan bukan wakaf umum sesuai dengan yang tercatat dalam akta wakaf?


    JAWAB: Jika terbukti memang benar, bahwa yang mewakafkan memberikan syarat tersebut, maka ketika salah seorang mereka menjadi miskin berhak untuk menjual bagiannya demi (menutupi) kebutuhan dan kefakirannya. Pada saat itu, jual-beli yang dilakukan hukumnya sah.

    SOAL 1907: Saya menghadiahkan sebidang tanah kepada kementerian pendidikan untuk membangun sekolah di atasnya. Namun setelah saya melakukan konsultasi, ternyata harga tanah tersebut (jika dijual) dapat digunakan untuk membangun beberapa sekolah di kampung-kampung lain. Oleh karena itu, saya bermaksud menjual tanah tersebut dengan izin dan kontrol dari kantor kementerian pendidikan agar dapat membangun beberapa sekolah di bagian selatan kota atau di tempat-tempat tertinggal. Apakah boleh saya melakukan hal itu?


    JAWAB: Jika akad pewakafan tanah untuk membangun sekolah di atasnya telah Anda lakukan dan telah diterima oleh pihak kementerian pendidikan, sebagai orang yang mengurus dan bertanggung jawab atas wakaf tersebut, maka Anda tidak berhak untuk ikut campur atau mengubahnya. Adapun jika belum dilakukan akad wakaf, sekalipun dengan bahasa Parsi, atau belum dilakukan serah terima, maka tanah tersebut masih hak milik Anda dan Anda berhak untuk melakukan apa yang Anda inginkan.


    SOAL 1908: Ada kuburan salah seorang putra Imam suci Ahlulbait as yang memiliki tiga kubah emas yang satu sama lain saling bersambung. Kubah emas ini telah dicuri oleh pencuri sebanyak dua kali. Namun, pelakunya tertangkap dan dikembalikan ke tempat asalnya. Dengan memerhatikan adanya kemungkinan untuk dicuri kembali, bolehkah kami menjual kubah emas tersebut dan uang yang didapatkan akan dipergunakan untuk melakukan renovasi tempat tersebut?
    JAWAB: Hanya sekadar adanya kemungkinan untuk dicuri tidak merupakan justifikasi untuk menjual dan menggantikannya dengan yang lain. Namun, jika petugas yang berkewajiban untuk mengurusnya (mutawalli syar’i) berdasarkan beberapa bukti dan indikasi memahami, bahwa kubah emas tersebut telah dipersiapkan untuk renovasi dan menutupi kebutuhan kuburan, atau kuburan tersebut memang sangat membutuhkan untuk dilakukan renovasi dan perbaikan, dan tidak ada sumber lain yang dapat memenuhinya, maka tidak ada larangan baginya untuk menjual emas tersebut dan uangnya dipergunakan untuk perbaikan dan renovasi dengan kontrol lembaga wakaf.

    SOAL 1909: Ada seseorang yang mewakafkan beberapa sungai dan tanah pertanian untuk anak-anaknya. Namun, karena jumlah mereka banyak dan mahalnya biaya pengolahan tanah untuk pertanian serta sedikitnya hasil yang akan diperoleh tak seorang pun dari mereka yang berminat untuk memanfaatkannya. Tidak lama lagi tanah tersebut akan menjadi rusak dan tidak dapat lagi menghasilkan tanaman. Dikarenakan sebab-sebab yang telah disebutkan di atas, bolehkah menjualnya dan membelanjakan uangnya dalam urusan kebaikan?
    JAWAB: Tidak boleh menjual atau mengubah barang wakaf, selama masih dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang mana wakaf dilakukan untuknya, walaupun dengan cara harus disewakan kepada orang lain atau kepada sebagian pemilik hak wakaf, dan uangnya dibelanjakan kepada manfaat yang diharapkan dari wakaf tersebut. Adapun, jika memang tidak lagi dapat dimanfaatkan untuk apa pun juga, maka boleh untuk menjualnya, namun uang yang diperoleh harus dibelanjakan untuk membeli barang lain yang dapat diambil manfaatnya oleh penerima wakaf.

    SOAL 1910: Ada sebuah mimbar yang diwakafkan kepada sebuah mesjid. Namun, karena terlalu tinggi saat ini tidak dapat dimanfaatkan. Apakah boleh diganti dengan mimbar lain yang cocok untuk dimanfaatkan di mesjid tersebut?
    JAWAB: Jika memang tidak dapat dimanfaatkan dengan bentuknya yang ada sekarang, tidak pula di mesjid-mesjid lain, maka boleh untuk diubah bentuknya.

    SOAL 1911: Jika seseorang mendapatkan tanah dari “peraturan perbaikan tanah” kemudian mewakafkannya dengan wakaf khusus, apakah boleh menjualnya?


    JAWAB: Jika dia secara syar’i dianggap sebagai pemilik tanah tersebut dan telah dilakukan proses pewakafan dengan benar secara syar’i, maka tidak boleh baginya atau bagi orang lain untuk menjualnya, mengubahnya dan menggantikannya pada yang lainnya, sekalipun wakafnya wakaf khusus, kecuali dalam beberapa kasus tertentu yang diperkecualikan dan dibolehkan untuk dijual.

    SOAL 1912: Ayah saya telah mewakafkan sebidang tanah dan pohon kurma yang ada di atasnya untuk memberi jamuan pada acara peringatan Asyura dan malam-malam Lailatul Qadr. Sampai sekarang, pohon tersebut telah berusia hampir seratus tahun dan sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi buahnya. Saya sebagai anak tertua, wakil dan yang menerima wasiatnya, apakah boleh untuk menjualnya dan akan saya pergunakan uangnya untuk membangun sekolah atau husainiyah agar menjadi amal jariah ayah saya?


    JAWAB: Jika tanah tersebut juga tanah yang diwakafkan, maka tidak boleh untuk menjualnya atau mengubahnya dengan yang lainnya hanya dengan alasan, bahwa pohon sudah tidak berbuah lagi, namun harus digantikan dengan pohon-pohon lain yang dapat diambil manfaatnya dan dibelanjakan untuk tujuan wakaf tersebut, jika hal itu memungkinkan, walaupun dengan mempergunakan uang hasil (penjualan) pohon yang sudah tidak bermanfaat lagi. Kalau tidak memungkinkan demikian, maka tanah tersebut harus dimanfaatkan dengan cara lain, misalnya dengan disewakan untuk pertanian atau untuk dibangun rumah di atasnya dan uang hasil sewa dipergunakan untuk tujuan wakaf. Secara umum, selama masih memungkinkan untuk diperoleh manfaat dari tanah yang diwakafkan, maka tidak boleh menjualnya dan menggantikannya dengan yang lain. Namun, tidak ada larangan untuk menjual pohon yang diwakafkan, jika sudah tidak berbuah lagi dan dipergunakan uangnya untuk menanam pohon-pohon baru. Jika hal itu memungkinkan. Jika tidak, maka uangnya dipergunakan untuk tujuan wakaf itu sendiri.

    SOAL 1913: Ada seorang yang memberikan beberapa potong besi dan barang-barang material lainnya untuk membangun sebuah mesjid di suatu tempat. Setelah mesjid berdiri masih tersisa beberapa potong darinya. Apakah boleh menjual barang-barang tersebut dan uang yang diperoleh akan dibayarkan untuk melunasi hutang-hutang mesjid dan segala yang dibutuhkannya?


    JAWAB: Jika barang-barang material tersebut telah diberikan oleh pemiliknya untuk membangun mesjid, maka kelebihan yang ada tidak boleh dijual, selama masih bisa dimanfaatkan untuk merenovasi dan membangun mesjid-mesjid lain. Adapun jika pemilik material tersebut hanya memperbolehkan untuk mempergunakan dan memanfaatkan barang-barang materialnya untuk membangun mesjid tersebut, maka kelebihan yang ada adalah masih hak miliknya dan terpulang kepadanya.

    SOAL 1914: Ada seorang yang mewakafkan perpustakaannya kepada putra-putranya. Namun, dikarenakan tak satu pun dari mereka berhasil untuk belajar ilmu agama dan menjadi ulama, maka tidak ada yang dapat memanfaatkannya. Sebagian buku dan kitab yang ada telah dimakan rayap dan yang lainnya juga akan mengalami nasib yang sama. Apakah boleh menjual buku dan kitab yang masih tersisa dan utuh?


    JAWAB: Jika dia telah mewakafkan perpustakaannya kepada putra-putranya dengan syarat mereka belajar ilmu agama dan menjadi ulama, maka wakaf yang demikian batal hukumnya, karena syaratnya tidak terealisasi. Namun, jika ia mewakafkannya keapda mereka agar mereka dapat memanfaatkannya, dan saat ini tidak ada yang dapat memanfaatkannya dari mereka dan tidak ada pula harapan di masa mendatang untuk mereka dapat memanfaatkannya, maka wakafnya sah hukumnya dan mereka berkewajiban untuk membuka kesempatan bagi orang yang dapat memanfaatkannya. Begitu juga, jika ia mewakafkan untuk orang yang dapat memanfaatkannya dan menjadikan putra-putranya sebagai penanggung jawabnya. Secara umum mereka tidak berhak untuk menjualnya dan penanggung jawab syar’i atas wakaf berkewajiban untuk mengganti dan memperbaiki kerusakan yang terjadi dengan cara yang baik.

    SOAL 1915: Ada sebidang tanah pertanian yang diwakafkan, dan posisinya berada di tempat yang tinggi yang tidak memungkinkan untuk dialirkan air kepadanya. Beberapa waktu yang lalu telah berhasil untuk dialirkan air ke atasnya, namun masih tersisa onggokan tanah di tengah lahan tersebut yang mencegah untuk dilakukan cocok tanam. Apakah boleh menjual tanah tersebut dan uang yang diperoleh dipergunakan untuk keperluan kuburan salah seorang putra Imam suci Ahlulbait as yang letaknya berdekatan dengan tanah tersebut?


    JAWAB: Jika tanah tersebut menghalangi untuk dapat dimanfaakan, maka boleh saja memindahkan dan menjualnya serta uang yang diperoleh dipergunakan untuk tujuan wakaf tersebut.

    SOAL 1916: Ada sebagian kios dan toko yang dibangun di atas tanah wakaf dan disewakan dengan tanpa dijual hak mempergunakannya (sarqufliyah). Apakah boleh bagi penyewa untuk menjual hak tersebut? Jika boleh, apakah uang yang diperoleh merupakan miliknya atau harus dikembalikan kepada keuntungan wakaf dan dipergunakan untuk tujuan wakaf?


    JAWAB: Jika penanggung jawab wakaf dengan mempertimbangkan maslahat, memperbolehkan penyewa untuk menjual haknya, maka uang yang didapat adalah milik keuntungan wakaf yang harus dipergunakan untuk tujuan wakaf. Adapun jika dia tidak memperbolehkan hal itu, maka jual-beli yang dilakukan batal hukumnya dan ia harus mengembalikan uang tersebut kepada yang memberi. Secara umum, penyewa yang tidak memiliki hak untuk menjual haknya, namun tetap menjualnya, maka ia tidak memiliki hak untuk memiliki uang hasil yang didapat.


  • KUBURAN

    SOAL 1917: Apa hukum menjadikan kuburan umum kaum Muslim sebagai milik pribadi serta membangun bangunan di atasnya? Apakah pekuburan umum kaum Muslim dihukumi wakaf? Apakah melakukan tindakan seperti kepemilikan pribadi padanya dianggap sebagai perbuatan tidak benar (gasab)? Apakah mereka yang melakukan tindakan itu harulah membayar uang sewa standar?
    Jika memang mereka harus membayar uang sewa standar, ke mana uang tersebut akan dipergunakan? Apa hukum bangunan yang sudah dibangun di atasnya?
    JAWAB: Sekadar melakukan pencatatan kepemilikan pribadi atas tanah pekuburan umum kaum Muslim tidaklah menjadi bukti secara syar’i atas kepemilikan tanah tersebut. Begitu juga sekadar di tempat tersebut dikuburkan banyak jenazah kaum Muslim tidak menjadi bukti bahwa tanah tersebut adalah tanah wakaf. Yang jelas adalah tanah tersebut adalah tanah yang sudah secara umum dipahami oleh penduduk kampung tersebut sebagai tempat pemakaman umum. Kecuali memang ada indikator atas pewakafan tanah tersebut sebagai tempat penguburan umum jenazah kaum Muslim. Orang-orang yang melakukan tindakan seperti hak milik sendiri (pribadi) dihukumi sebagai tindakan haram dan gasab, semua bangunan yang mereka bangun haruslah dirubuhkan dan dikembalikan seperti kadaan semula. Namun, tidak cukup bukti untuk mewajibkan mereka membayar uang sewa.

    SOAL 1918: Ada sebuah pemakaman umum yang umurnya lebih dari 35 tahun. Namun, PEMDA setempat sejak zaman rezim pra-revolusi telah menjadikannya sebagai taman dan membangun beberapa bangunan di atasnya. Apakah saat ini instansi terkait diperbolehkan untuk membangun bangun-bangunan lain yang dibutuhkan di tanah tersebut?
    JAWAB: Jika tanah kuburan tersebut telah diwakafkan untuk menguburkan jenazah kaum Muslim sedangkan membangun bangunan di tempat tersebut meniscayakan adanya penggalian kuburan yang akan menginjak-injak kehormatan kaum Mukmin, orang-orang saleh dan ulama yang dikuburkan di dalamnya atau tanah tersebut adalah tanah umum yang dipergunakan oleh para penduduk kampung demi keperluan mereka, maka membangun bangunan dan melakukan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kepentingan pribadi serta mengubah yang ada tidaklah diperbolehkan. Namun, jika tidak seperti disebutkan, maka pekerjaan itu sendiri pada dasarnya tidaklah bermasalah, tapi haruslah memerhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    SOAL 1919: Ada sebidang tanah yang diwakafkan untuk menguburkan jenazah kaum Muslim. Di tengah areal tersebut ada dikuburkan putra salah seorang imam suci as. Pada beberapa tahun terakhir, banyak jasad-jasad suci para syuhada (korban perang) yang dikuburkan di tempat tersebut. Dan karena tidak adanya tempat lain untuk lapangan dan arena olahraga yang dapat dipergunakan oleh para pemuda kampung tersebut, apakah boleh menjadikan tempat tersebut sebagai tempat bermain dan berolahraga dengan tetap menjaga kesopanan dan kehormatan tempat tersebut?
    JAWAB: Mengubah kuburan menjadi tempat olahraga dan tempat bermain tidaklah boleh. Begitu juga tidak diperbolehkan melakukan tindakan-tindakan lain yang bertentangan dengan tujuan awal wakaf. Sebagaimana menginjak-injak kehormatan para syuhada adalah sebuah kesalahan.

    SOAL 1920: Bolehkah salah seorang pengunjung kuburan putra Imam memarkir mobilnya di areal kuburan yang sejak dahulu kala memang dijadikan sebagian tempat kuburan umum kaum Muslim namun saat ini, sudah tidak lagi dikuburkan jenazah-jenazah baru di tempat tersebut karena sudah dikhususkan tempat lain untuk hal itu?
    JAWAB: Selama tindakan itu secara pandangan umum (uruf) tidak dianggap pelecehan terhadap kuburan dan kaum Mukmin serta tidak mengganggu para peziarah yang datang berziarah ke tempat tersebut, maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1921: Ada sebagian orang yang melarang dikuburkannya jenazah di sebelah sebagian kuburan. Apakah memang ada larangan dalam agama untuk melakukan hal itu? Dan apakah mereka berhak dan dibenarkan untuk melakukan hal itu?
    JAWAB: Jika areal kuburan memang diwakafkan untuk pekuburan umum, maka tidak ada seorang pun yang berhak untuk mengkhususkan bagian tertentu di sekitar kuburan (jenazah) keluarganya dan mencegah orang lain untuk menguburkan jenazah keluarga atau saudaranya di areal tersebut.

    SOAL 1922: Ada sebidang tanah di sebelah tanah pekuburan umum yang sudah penuh dan tidak menampung jenazah baru. Tanah tersebut telah dilelang oleh pihak pengadilan dan kepemilikannya jatuh pada seseorang. Bolehkah kami menguburkan jenazah-jenazah kami di tanah tersebut dengan terlebih dahulu meminta izin kepada pemiliknya yang sekarang?
    JAWAB: Jika pemiliknya saat ini adalah pemiliknya yang sah secara syar’i, maka melakukan hal itu dengan izin dan restunya tidaklah bermasalah.

    SOAL 1923: Ada seorang yang mewakafkan sebidang tanah miliknya sebagai wakaf untuk dipergunakan sebagai pekuburan umum kaum Muslim. Bolehkah anggota presidium pengurus wakaf tersebut memungut uang dari orang yang akan menguburkan jenazah keluarganya?
    JAWAB: Mereka tidak berhak untuk memungut biaya bagi mereka yang akan menguburkan jenazah keluarganya di tempat tersebut, kecuali jika mereka melakukan layanan tertentu, maka mereka diperbolehkan untuk memungut sejumlah uang sebagai imbalan dan ongkos atas layanan yang mereka lakukan.

    SOAL 1924: Kami bermaksud untuk membangun kantor pusat telekomunikasi di sebuah desa. Karena itu, kami memohon dari penduduk desa untuk menyediakan tanah untuk membangun kantor tersebut. Namun, karena memang tidak ada lahan kosong untuk itu, bolehkah kami membangun kantor tersebut di bagian tanah yang tidak dipakai dari areal pekuburan kuno?
    JAWAB: Jika pekuburan umum kaum Muslim itu adalah tanah wakaf yang diperuntukkan untuk kuburan atau membangun kantor pusat telekomunikasi itu akan meniscayakan adanya pembongkaran sebagian kuburan yang dianggap penghinaan atas kehormatan kaum Mukmin maka tidaklah diperbolehkan. Jika tidak demikian, maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1925: Kami bermaksud untuk meletakkan sejumlah batu di sebelah kuburan para syuhada, sebagai monumen yang akan mengingatkan para syuhada yang dikuburkan di tempat (kota) lain. Dengan tujuan di masa akan datang akan menjadi tempat ziarah mereka dan orang-orang akan mengenangnya. Bolehkah hal itu?
    JAWAB: Membangun monumen bagi para syuhada yang mulia tidaklah bermasalah. Namun, jika tempat tersebut adalah tempat yang diwakafkan untuk menguburkan jenazah kaum Muslim secara umum dan hal itu akan mengganggu orang lain untuk menguburkan jenazah sanak-saudara mereka maka tindakan itu tidaklah boleh.

    SOAL 1926: Kami bermaksud untuk membangun sebuah pusat kesehatan masyarakat di sebuah lahan tanah huma di sebelah sebuah pekuburan. Sebagian penduduk tempat tersebut mengatakan, bahwa tanah itu adalah bagian dari tanah kuburan. Para petinggi kampung tidak dapat menentukan apakah hal itu benar atau tidak. Sejumlah orang-orang yang telah lanjut usianya memberikan kesaksian, bahwa dugaan sebagian orang bahwa di tempat tersebut dikuburkan sejumlah orang adalah salah. Namun, kedua kelompok tersebut sepakat bahwa di sekitar areal tanah yang akan kita bangun itu terdapat beberapa kuburan. Apa yang harus kami lakukan?
    JAWAB: Selama tidak ada bukti bahwa tanah tersebut adalah tanah wakaf untuk pekuburan umum kaum Muslim dan tanah tersebut tidak termasuk tanah umum yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat untuk melakukan acara-acara tertentu dan membangun pusat kesehatan tidaklah menyebabkan pembongkaran yang akan melecehkan kehormatan kuburan kaum Mukmin, maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1927: Bolehkah di sebagian areal pekuburan umum yang belum digunakan dan masih tersisa lahan yang luas untuk menguburkan jenazah dan pada saat yang sama bentuk pewakafannya tidak jelas, dibangun sebuah mesjid atau klinik kesehatan yang akan disewakan pada penduduk setempat dan ongkos sewanya akan dipergunakan untuk kebutuhan umum kuburan? Apalagi di tempat tersebut tidak ada lahan kosong yang dipergunakan untuk membangun klinik kesehatan?
    JAWAB: Jika tanah tersebut diwakafkan untuk dijadikan sebagai tempat pekuburan umum jenazah kaum Muslim, maka menyewakannya walaupun ongkosnya untuk membangun mesjid atau klinik kesehatan di tempat tersebut tidaklah diperbolehkan. Namun, jika tidak ada indikator yang dapat dipahami darinya bahwa tanah tersebut adalah tanah wakaf untuk pekuburan umum dan di tempat yang akan dibangun itu memang tidak ada kuburannya dan pada saat yang sama tempat tersebut bukanlah milik seseorang dan bukan pula tempat yang dibutuhkan oleh penduduk setempat untuk menguburkan jenazah mereka atau untuk keperluan lainnya, maka menjadikannya sebagai tempat yang manfaatnya kembali kepada kemaslahatan umum desa tersebut adalah boleh.

    SOAL 1928: Kementerian Energi berencana untuk membangun beberapa bendungan untuk pembangkit tenaga listrik. Di antara tanah yang masuk dalam rencana tersebut adalah sebuah areal kuburan lama dan baru yang harus dihancurkan terlebih dahulu. Apa hukum masalah tersebut?
    JAWAB: Menghancurkan kuburan lama yang mana jasad yang ada di dalamnya telah menjadi tanah tidaklah bermasalah. Namun, menghancurkan kuburan-kuburan baru serta menggali yang belum hancur jasad-jasad yang ada di dalamnya tidaklah boleh. Kecuali jika pembangunan bendungan itu merupakan keharusan sosial ekonomi dan menyelamatkan kuburan tersebut misalnya dengan jalan belokan, sangatlah sulit, maka tidak apa-apa untuk memindahkannya ke tempat lain dengan tetap berusaha agar tidak membongkarnya, misalnya dengan mengangkat seluruh kuburan dan tanah-tanah di sampingnya dan bila tulang-tulang atau tubuh jenazah itu nampak kelihatan maka haruslah dikburkan di tempat lain.

    SOAL 1929: Ada sebidang tanah di sebelah sebuah kuburan yang pada tanah tersebut tidak ada tanda-tanda sebagai kuburan. Walaupun ada kemungkinan ia merupakan kuburan lama. Apakah boleh membangun bangunan untuk kegiatan kemasyarakatan di tempat tersebut?
    JAWAB: Jika ada bukti-bukti bahwa tanah tersebut adalah bagian dari tanah wakaf yang diperuntukkan untuk penguburan umum jenazah kaum Muslim atau menurut pandangan umum (uruf) dianggap sebagai bagian darinya, maka hukumnya sama dengan hukum tanah kuburan. Karenanya, tidak diperkenankan melakukan tindakan apa pun di tempat tersebut.

    SOAL 1930: Bolehkah seseorang di saat hidupnya membeli sebidang tanah untuk dipersiapkan sebagai tempat kuburan dirinya?
    JAWAB: Jika ia membeli tanah tersebut dari kepemilikan orang lain, tidaklah bermasalah. Namun, jika ia melakukan hal itu pada tanah yang diwakafkan untuk pekuburan umum kaum Mukmin dan secara otomatis mengkhususkan tempat tertentu semacam itu mencegah orang lain untuk menggunakan haknya menguburkan di tempat tersebut, maka tindakan seperti itu tidaklah boleh.

    SOAL 1931: Bolehkah membangun sebuah jalan untuk pejalan kaki yang mengharuskan untuk menghancurkan (meratakan) sebagian kuburan kaum Mukmin yang dikuburkan sebelum dua puluh tahun yang lalu?
    JAWAB: Jika kuburan tersebut bukanlah tanah wakaf, maka mengubah sebagian kuburan menjadi jalan umum pejalan kaki, tidaklah bermasalah selama tidak menyebabkan adanya pembongkaran kuburan dan tidak dianggap sebagai pelecehan atas kehormatan kuburan kaum Mukmin.

    SOAL 1932: Ada sebuah kuburan yang tidak terurus di tengah sebuah kota dan bentuk pewakafannya juga tidak jelas, bolehkah membangun sebuah mesjid di tempat tersebut?
    JAWAB: Jika kuburan tersebut bukanlah tanah wakaf dan bukan milik orang tertentu dan bukanlah tempat umum yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk acara-acara tertentu serta pembangunan mesjid tidaklah meniscayakan pembongkaran dan penghinaan atas kehormatan kuburan kaum Mukmin, maka tidaklah bermasalah untuk membangun sebuah mesjid di tempat tersebut.

    SOAL 1933: Ada sebidang tanah yang kurang lebih sejak seratus tahun yang lalu merupakan pekuburan umum. Beberapa tahun yang lalu dilakukan penggalian padanya dan ditemukan beberapa tulang jenazah. Apakah boleh PEMDA menjual tanah tersebut?
    JAWAB: Jika tanah kuburan yang disebutkan itu adalah tanah wakaf, maka tidaklah sah transaksi akad jual-beli yang dilakukan dan tindakan yang menyebabkan adanya penggalian dan pembongkaran kuburan juga merupakan perbuatan haram.