Mikosis atau infeksi jamur adalah masalah kesehatan umum karena pada dasarnya jamur hidup secara alami di tubuh kita. Sebagian besar kasus dapat diatasi dengan pengobatan. Jika memiliki sistem kekebalan yang lemah atau berisiko terkena infeksi parah atau bertahan lama, bicarakan dengan dokter mengenai perlindungan terbaik. PRODI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO 2014-2015 Jl. Budi Utomo No. 10 Telp. (0352) 487 662 Ponorogo Fax. (0352) 461796 2 BAB 1 KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI A. Pengertian Oksigenasi B. Sistem tubuh yang berhubungan dengan system oksigenasi C. Proses Fisiologi pernapasan D. Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi E. Perubahan fungsi jantung F. Perubahan fungsi pernafasan 3 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah membaca bab ini diharapkan mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan pengertian oksigenasi 2. Menyebutkan sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi (anatomi fisiologi) 3. Menjelaskan proses fisiologi pernapasan 4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi 5. Menjelaskan perubahan fungsi jantung 6. Menjelaskan perubahan fungsi pernafasan 4 BAB 1 KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI A. PENGERTIAN OKSIGENASI Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ dan sel tubuh. Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksigen (O 2) untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. B. SISTEM TUBUH YANG BERPERAN DALAM KEBUTUHAN OKSIGENASI (ANATOMI-FISIOLOGI) Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh sangat tergantung dari sistem kardiovaskuler, hematologi, dan keadaan respirasi itu sendiri, dalam bahasan ini akan dibahas lebih jauh mengenai system yang dimaksud ANATOMI FISIOLOGI KARDIOVASKULER Pendahuluan Jantung merupakan organ pemompa yang besar yang memelihara peredaran darah melalui seluruh tubuh, di dalamnya terdapat pembuluh darah arteri yang membawa darah dari jantung, pembuluh darah vena yang 5 membawadarah ke jantung dan pembuluh kapiler yang menggabungkan arteri dan vena, yang terentang di antaranya dan merupakan jalan lalu lintas antara makanan dan bahan buangan. Di sini juga terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstrasiel ataupun intrasel. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler Bentuk, letak dan ukuran jantung Jantung merupakan organ otot yang berongga, berukuran kepalan tangan kira-kira 250-300 gram, menyerupai jantung pisang, terletak dibagian tengah rongga thoraks. Jantung terdiri dari atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Antara atrium dan ventrikel dibatasi oleh annulus fibrosus. Ga mbar 1.1 Struktur Penampang Jantung. (Sumber: Syaifuddin, 1992) 6 Lapisan-lapisan jantung Lapisan-lapisan jantung terdiri atas : a. Endokardium. Merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah dalam, terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender yang melapisi rongga jantung b. Miokardium. Merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otototot jantung. c. Perikardium. Lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral yang bertemu di pangkal dan membentuk kantung jantung Pergerakan jantung Jantung dapat bergerak yaitu: mengembang dan menguncup disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan saraf otonom. Rangsangan ini diterima oleh jantung pad simpul saraf yang terdapat pada atrium dekstra dekat masuknya vena kava yang disebut Nodus Sino Atrial (SA Node) Dari sisi rangsangan akan diteruskan ke dinding atrium dan juga ke bagian septum kordis oleh nodus atrio ventricular atau simpul tawara melalui berkas wenkebach Dari simpul tawara rangsangan akan melalui bundle atrio ventricular (berkas his) dan pada bagian cincin yang terdapat antara atrium dan vebtrikel yang disebut annulus fibrosus, rangsangan akan terhenti kira-kira 1/10 detik. 7 Seterusnya rangsangan tersebut akan diteruskan ke bagian apeks kordis dan melalui berkas purkinye disebarkan ke seluruh dinding ventrikel dengan demikian jantung berkontraksi. Gambar 1.2 Proses Pergerakan Jantung (Sumber: Syaifuddin, 1992) Dalam kerjanya jantung mempunyai 3 (tiga) periode: a. Periode konstriksi (periode systole). Suatu keadaan dimana jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup. Pada periode ini katup/valvula bikus dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup, katup/valvula semilunaris aorta dan semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru-paru kiri dan kanan, sedangkan darah dari 8 ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. b. Periode dilatasi (periode diastole). Suatu keadaan dimana jantung mengembang. Pada periode ini katup/valvula bikus dan trikuspidalis terbuka, sehingga darah dari atrium sinistra masuk ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Selanjutnya darah yang ada di paru-paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke atrium dekstra. c. Periode istirahat. Yaitu waktu antara periode konstriksi dan dilatasi dimana jantung berhenti kira-kira 1/10 detik. Pada saat seseorang beristirahat, jantung akan menguncup sebanyak 70-80 kali/menit. Pada tiap-tiap konstriksi jantung akan memindahkan darah ke aorta sebanyak 60-70cc, demikian pula sebaliknya ketika seseorang melakukan aktivitas maka jantung akan lebih cepat berkonstriksi sehingga darah lebih banyak dialirkan ke seluruh tubuh. Katup-katup pada jantung a. Katup arterioventrikular : katup antara atrium dan ventrikel. Antara atrium dan ventrikel kiri disebut katup/valvula bikuspidalis/mitral, katup antara atrium dan ventrikel kanan disebut katup/valvula trikuspidalis. b. Katup semilunaris : katup antara ventikel kiri dengan aorta disebut semilunaris aorta dan katup antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis disebut katup semilunaris arteri pulmonalis Sistem Penghantar Jantung Jantung mempunyai kemampuan mencetuskan impuls sendiri, system ini terdiri atas : 9 a. Simpul SA Node (sinoatrial) : mencetuskan impuls 70-80/menit dalam keadaan normal sampai 200/menit pada olah raga berat, kerusakan pada SA Node harus dibantu dengan alat pacu jantung. b. Simpul AV Node (Atrioventrikular Node) : dalam keadaan normal hanya menerima dan mengikuti irama dari simpul SA, namun apabila SA rusak maka akan mengambil alih fungsi pencetus impuls, tetapi dengan frekwensi lebih rendah antara 40-60/menit. c. Bundel his d. Serabut purkinye Gambar 1.3 Sistem konduksi Jantung. (Sumber Cannobbio MM, 1990. Dikutip dari Potter & Perry, 2005) Siklus jantung 10 Merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu konstriksi (sistol) dan pengendoran (diastole). Perubahan pada siklus jantung berupa : a. Pada waktu systole : 1) Kontraksi isovolumetrik kontraksi ventrikel menyebabkan katup mitral tertutup, tekanan dalam ventrikel meningkat mencapai tekanan dalam aorta 2) Fase ejeksi: tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam aorta, akibatnya katup semilunaris aorta terbuka, darah didorong keluar dari ventrikel ke aorta, karena sifat elastisitas dinding aorta maka darah ditampung lebih dahulu untuk selanjutnya didorong ke arteri b. Pada waktu diastole: 1) Fase relaksasi isovolumetrik, tekanan dalam vebtrikel kiri lebih rendah dari pada dalam aorta sehingga katup semilunaris aorta tertutup dan menahan darah agar tidak kembali ke ventrikel 2) Fase pengisian panjang, darah masuk ventrikeldari atrium karena tekanan ventrikel lebih rendah dari pada atrium 3) Fase pengisian lambat, darah dari atrium masih mengalir sedikit ke ventrikel 4) Fase sistole atrium, memompakan sedikit lagi darah yang ada di atrium Peredaran darah jantung Arteri Merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh bagian dan alat tubuh. Arteri yang paling besar di dalm tubuh adalah aorta dan arteri pulmonalis, arteri ini mempunyai cabang-cabang ke 11 seluruh tubuh yang desebut arteriola yang akhirnya akan menjadi pembuluh darah ranbut (kapiler). Arteri dapat mengecil dan melebar (kontraksi dan dilatasi disebabkan oleh karena pengaruh saraf dari susunan saraf otonom yang disebut vasomotor (vasodilator dan vasokonstruktor) Vena (Pembuluh Darah Balik) Merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian/alat tubuh masuk ke dalam jantung. Vena yang besar diantaranya adalah vena kava dan vena pulmonalis, vena-vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil yang disebut venolus dan selanjutnya menjadi kapiler. Vena dalam tubuh dibagi 2 yaitu yang dibawah kulit (superficial) dan vena dalam (profunda), vena profunda terletak diantara otot dan organ dalam, sedangkan vena superfisialis ada didekat permukaaan kulit. Tenaga untuk mendorong darah yang berada divena berasal dari : 1) Tekanan hidrostatik dari jantung yang masih tersisa, 2) Tekanan yang berasal dari otot yang berkontraksi karena sebagian vena berada diantara otot, 3) Daya hisap rongga toraks saat inspirasi, daya hisap jantung saat sistol. Tabel 1.1 Perbedaan pembuluh darah vena dan pembuluh darah arteri Vena 1. Membawa Arteri darah kotor kecuali vena pulmonalis 2. Mempunyai dinding 1. Membawa darah bersih kecuali arteri pulmonalis yang tipis 2. Mempunyai dinding yang jaringan yang terbal 3. Jaringan kurang elastic 3. Mempunyai elastic 4. Mempunyai katub-katub sepanjang jalannya mengarah ke jantung 4. Katup hanya pada permulaan keluar ke jantung 12 5. Tidak menunjukkan adanya 5. Menunjukkan adanya tempat tempat mendengar denyut untuk jantung jantung mendengar denyut (Sumber : Syaifuddin, 1992) Kapiler Merupakan merupakan pembuluh darah yang halus berdinding selapis endotel, tersebar diseluruh sel jaringan yang hidup kecuali rambut, kuku dan tulang rawan. Fungsi kapiler 1) alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena, 2) tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan jaringan, 3) mengambil hasil-hasil dari kelenjar, 4) menyerap zat makanan yang terdapat di usus, dan 5) menyaring darah yang terdapat di ginjal. Saluran Limfe Saluran ini meliputi seluruh tubuh yang akhirnya berkumpul dan berakhir di vena rongga toraks, cairan dialirkan melalui pembuluh ini kurang lebih 120 ml/menit atau 2-3 liter/hari, waktu olahraga dapat meningkat 10-30 kali. Di beberapa tempat kelenjar limfe berfungsi sebagai filtrasi, missal terhadap bakteri. Apabila di daerah tertentu terdapat bakteri seperti yang terjadi pada bisul, ada kuman yang terlepas kesaluran limfe. Dikelenjar limfe kuman akan ditahan dan terjadi reaksi radang. ANATOMI FISIOLOGI DARAH Pendahuluan Darah merupakan media transportasi berbagai zat yang berada di dalam tubuh manusia, darah berperan untuk proses keseimbangan/homeostasis dalam mempertahankan stabilitas lingkungan dalam tubuh dan untuk 13 mengembalikan fungsi tubuh dalam keadaan semula. Darah selamanya berada dalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung. Anatomi dan fisiologi darah Darah merupakan suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang berwarnamerah, warna merah ini sangat tergantung dari o2 dan CO2 yang ada di dalamnya. Banyaknya darah Pada tubuh orang sehat atau orang dewasa terdapat kurang lebih 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter dengan pH 7,37-7,45. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, tergantung kepada umur, pekerjaan, keadaan jantung dan pembuluh darah. Bagian-bagian Darah Tabel 1.2 Bagian-bagian Darah Bagian-bagian darah 1. Air 91% 2. Protein 3% (albumin, globulin, protombin dan fibrinogen) 3. Mineral 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium, kalsium & zat besi) 4. Bahan 0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, organic kolesterol & asam amino) (Sumber: Syaifuddin, 1992) 14 Fungsi Darah 1. Sebagai alat pengangkut, yaitu : a. Mengambil o2/zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan/alat tubuh d. Mengangkut dan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal 2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantara leukosit, antibody/zatzat anti racun 3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh Bagian-bagian Darah terdiri atas: 1. Sel-sel darah a. Eritrosit (sel darah merah) b. Leukosit (sel darah putih) c. Trombosit (sel pembeku darah) 2. Plasma darah Sel-sel Darah Eritrosit (sel darah merah) Eritrosit merupakan sel darah merah dengan bentuk seperti cakram/bokonkaf, dan tidak mempunyai inti. Ukurannya kira-kira 7,7 unit (0,007 mm) diameter, dan tidak dapat bergerak. Banyaknya kira-kira 5 juta dalam 1 mm3 (41/2-5 juta). Warnanya kuning kemerah-merahan karena didalamnya mengandung hemoglobin, dan semakin bertambah merah jika 15 didalamnya banyak mengandung O2. Fungsinya mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat CO 2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Leukosit (sel darah putih) Leukost merupakan sel darah putih dengan bentuk yang dapt berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening (tidak berwarna) banyaknya dalam 1 mm 3 darah kira-kira 6.000-9.000. Jika jumlah leukosit dalam darah melebihi 10.000 mm3 disebut leukositosis dan kurang dari 6.000 mm3 disebut leucopenia. Fungsinya: 1) sebagai serdadu tubuh yaitu. Membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES atau Sistem Retikulo Endotel, tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe. 2) Sebagai pengangkut yaitu; mengangkut/membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa dan diteruskan ke pembuluh darah. Macam-macam Leukosit , meliputi : 1. Agranulosit Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, terdiri dari : a. Limfosit, dihasilkan dari RES dan kelenjar limfe, bentuknya besar dan kecil, di dalam sitoplasma tidak terdapat granula dan intinya besar, banyaknya 20-25%. Fungsinya sebagai kekebalan/imunitas yaitu membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh. b. Monosit, dibuat di sumsum tulang, lebih besar dari limfosit, banyaknya 3-8%, protoplasma lebar, warna biru sedikit abu-abu 16 dengan bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat dan panjang warnanya lembayung muda. Fungsinya sebagai fagosit dengan membunuh bakteri-bakteri yang masuk ke dalam tubuh. 2. Granulosit Sel leukosit yang mempunyai granula di dalamnya, terdiri dari : a. Netrofil, mempunyai inti sel yang berangkai kadang-kadang seperti terpisah, protoplasma banyak bintik-bintik halus/granula, banyaknya 60-70%. Fungsinya membunuh bakteri, pada infeksi akut jumlah sel ini meningkat. b. Eosinofil, ukuran dan bentuknya hamper sama dengan neutrofil tetapi granula dalam sitoplasmanya lebih besar,banyaknya kira-kira 2-4%. c. Basofil, selini kecil dari pada eosinofil tetapi mempunyai inti yangbentuknya teratur, di dalam protoplasma terdapat granula- granula besar. Banyaknya 1/2 -2% di sumsum merah. Sel ini berperan pada reaksi hipersensitif tipe cepat seperti urtikaria, rhinitis alergika, syok anafilaktik, dan menyerang beberapa jenis parasit, sel ini meningkat pada penderita alergi. Trombosit (sel pembeku) Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat ada yang lonjong, warnanya putih, banyaknya normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm3. Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan darah. Jika jumlahnya kurang dari normal, maka jika ada luka darah tidak akan lekas membeku sehingga timbul perdarahan yang terus-menerus. Trombosit yang 17 melebihi 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Plasma Darah Plasma darah merupakan bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-kuningan yang dalam reaksi bersifat alkali. Hampir 90% dari plasma darah terdiri dari air, disamping itu terdapat pula zat-zat lain yang terlarut di dalamnya. Plasma mudah beku karena terdapat protein fibrinogen yang dapat berubah menjadi fibrin yang berperan dalam pembekuan darah. Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah: 1. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah 2. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium dan lain-lain) yang berguna dalam metabolisme dan juga dalam mengadakan osmotik 3. Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah dan juga menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh. 4. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral dan vitamin) 5. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh. 6. Antibodi/antitoksin 18 Gambar 1.4 Berbagai macam struktur sel darah putih (Sumber: Syaifuddin, 1992) ANATOMI FISIOLOGI PERNAFASAN Pendahuluan Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung O2 dari atmosfer ke dalam tubuh dan membuang CO 2 sebagai sisa dari oksidasi ke luar tubuh atau atmosfer yang terjadi ketika proses inspirasi dan ekspirasi. Kegiatan ini dikendalikan oleh susunan saluran pernapasan dimulai dari hidung, faring, laring, trakhea, bronkhus, bronkheolus dan berakhir di alveolus. Anatomi Sistem Pernapasan Struktur sistem pernapasan tersusun sedemikian rupa untuk memudahkan pengambilan oksigen melalui proses inspirasi dan pengeluaran karbondioksida melalui proses ekspirasi. Struksur sistem pernafasan dimulai dari hidung dan berakhir pada alveolus. Gambar 1.1 mengambarkan susunan sistem pernafasan yang dimaksud. 19 Gambar 1.5 Struktur Saluran Pernafasan (Sumber: Thibodeau, G.A.1992. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004 a. Hidung = Naso = Nasal Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang yang disebut kavum nasi dan dipisahkan oleh sekat hidung yang disebut septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu hidung yang berfungsi untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Fungsi hidung, terdiri dari: 1) Sebagai saluran pernapasan 2) Sebagai penyaring udara yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung 3) Menghangatkan udara pernapasan melalui mukosa 4) Membunuh kuman yang masuk melalui leukosit yang ada dalam selaput lendir mukosa hidung 20 Gambar 1.6 Potongan midsagital kepala dan leher yang memperlihatkan struktur saluran pernafasan atas. (Sumber: Thomson et al, (1993). (Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004). b. Tekak = Faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tulang tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah dalam ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain; Ke atas berhubungan dengan rongga hidung, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, ke bawah depan berhubungan dengan laring dan ke bawah belakang berhubungan dengan esophagus. Rongga tekak dibagi dalam tiga bagian 21 1) Bagian sebelah atas sama tingginya dengan koana disebut Nasofaring. 2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan itsmus fausium disebut dengan Orofaring 3) Bagian bawah sakali dinamakan Laringofaring mengelilingi mulut, esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya. c. Pangkal Tenggorokan (Laring) Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara. Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Pada pangkal tenggorok ini ada epiglotis yaitu katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan. 22 Gambar 1.7 Anatomi Laring (A) tampak anterior. (B), tampak posterior (Sumber: Thibodeau & Patton, 1996, Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) d. Batang Tenggorokan (Trakea) 23 Trakea (pipa udara) Adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esofagus yang memisahkan trakhea menjadi bronkhus kiri dan kanan. Trakea dilapisi epitelium respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak sel goblet. Sel-sel bersilia ini berfungsi untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara saat bernafas. e. Cabang Tenggorokan (Bronkhus) Merupakan kelanjutan dari trakhea, yang terdiri dari dua bagian bronkhus kanan dan kiri. Bronkus kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer sehingga memungkinkan objek asing yang masuk ke dalam trakea akan ditempatkan dalam bronkus kanan. Sedangkan bronchus kiri lebih panjang dan lebih ramping, Brokhus bercabang lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang disebut bronkhiolus (bronkhioli). 24 Gambar 1.8 Pohon (Percabangan) bronchial dan alveoli. (Sumber: Wingerd, 1994. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) f. Paru-Paru Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung- gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel, dan pada lapisan nilah terjadi pertukaran udara dimana O 2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Pembagian paru-paru 1) Paru kanan: terdiri atas 3 lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus inferior. Masing-masing lobus ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan kecil yang disebut segment. Paru-paru kanan memiliki 10 segment, 5 buah pada lobus superior, 2 buah pada lobus medialis, dan 3 buah pada lobus inferior. 2) Paru kiri: terdiri atas 2 lobus, lobus pulmo sinistra superior, dan lobus inferior. Paru-paru kiri memiliki 10 segment, 5 buah pada lobus superior, dan 5 buah pada lobus inferior. Gambar 1.9 Struktur Paru-paru. (Sumber: Wingerd, 1995, Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) 25 Gambar : 1.10 Alveoli di ujung akhir jalan nafas bagian bawah. (Sumber Thomson J dkk, 1993 dikutip dari Potter & Perry, 2005) C. PROSES FISIOLOGI PERNAPASAN Dalam sistem pernafasan pemasukan O 2 dan pembuangan CO2 keluar tubuh melibatkan sitem pernafasan dan system kardiavaskular, jantung memompa darah yang banyak mengandung O2 melalui pembuluh arteri keseluruhan tubuh untuk keperluan sel dan memompa darah dari seluruh tubuh yang banyak mengandung CO2 ke paru–paru untuk dikeluarkan ke atmosfer. Fungsi Pernafasan Fungsi pernafasan dapat dibagi atas: 1) Pertukaran gas, 2) Pengaturan keseimbangan asam basa a. Pertukaran Gas Pertukaran gas melalui proses 3 tahapan: 1) Ventilasi 2) Difusi 3) Transportasi 26 1) Ventilasi Ialah masuknya O2 atmosfer kedalam alveoli dan keluarnya CO 2 dan alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi dan ekspirasi). Inspirasi adalah gerakan perpindahan udara masuk ke dalam paru-paru, sedangkan ekspirasi adalah gerakan perpindahan udara keluar atau meninggalkan paru-paru. Ventilasi dipengaruhi oleh: a) Volume udara (kuantitas) dan jenis gas yang mengalami pertukaran b) Keadaan saluran napas c) Complince dan recoil d) Pengaturan nafas. Gambar : 1.11 Mekanisme ventilasi. (A) Inspirasi; (B) Ekspirasi. (Sumber: Thibodeau & Patton, 1996. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004). 27 Gambar 1.12 Alur respirasi (inspirasi dan ekspirasi). Sumber Wilson SF, Thomson JM. (Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004). Kontraksi diafragma Relaksasi otot-otot akspiratori Kontraksi otot-otot pengangkat dada Peningkatan ukuran Peningkatan diameter diameter vertical thoraks anteroposterior dan transfersal toraks Penurunan tekanan intrathoraks sekitar 4 mm Hg sampai sekitar 6 mm Hg lebih rendah dari tekanan atmosfer dalam inspirasi tenang Kohesi pleura viseralis dan parietalis 28 Pengembangan atau ekspansi paru Penurunan tekanan alveolar (dari tingkat tekanan atmosfir sampai sekitar 3 mm Hg lebih rendah dari tekanan atmosfir) Terbentuknya gradien tekanan (sekitar 3 mm Hg) dari tekanan atmosfir terhadap tekanan alveolar Inspirasi Gambar 1.13 Skema mekanisme inspirasi. (Sumber: Thibodeau & Patton, 1996, Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) Relaksasi otot-otot inspirasi Kontraksi otot-otot ekspirasi Penurunan ukuran thoraks Rekoil elastic dari jaringan paru Peningkatan tekanan intrathoraks sekitar-6 mm Hg sampai -4 mm Hg Penurunan ukuran paru 29 Peningkatan tekanan alveolar sekitar -3 mm Hg sampai +3 atau +4 mm Hg Gradian tekanan dari tekanan alveoli sampai tekanan atmosfir Ekspirasi Gambar 1.14 Skema mekanisme ekspirasi. (Sumber: Thibodeau & Patton, 1996, Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) a) Volume udara (kuantitas) dan jenis gas yang mengalami pertukaran. Kuantitas pada prinsipnya bersifat konstan yaitu jumlah udara yang dihisap sama dengan jumlah udara yang dikeluarkan. Tetapi dalam kualitas terdapat perbedaan komposisi yakni udara yang dihisap banyak mengandung O2 dan udara yang dikeluarkan banyak mengandung CO 2. b) Keadaan saluran napas Selama inspirasi udara akan melewati saluran napas, mulai hidung sampai alveoli keadaan saluran napas harus bebas dari hambatan/resistensi. c) Complience dan Recoil Yaitu daya pengembangan dan pengempisan paru pada thoraks. Yaitu kemampuan peregangan dari paru untuk tetap dalam posisi berdilatasi complience dapat diukur dengan volume paru dibagi perubahan tekanan 30 jalan nafas (AV/AP). Nilai normal paru adalah O 2, H2O pada berbagai penyakit, misalnya edema paru dan fibrosis dan fibrosis paru complience akan berkurang. Kemampuan ini dibentuk oleh: gerakan naik turun diafragma, elevasi dan depresi iga, elastisitas jaringan paru dan surfactant Gerakan naik turun diafragma Kontraksi menyebabkan diafragma menjadi desenden, menyebabkan tekanan pleural yang negatif dan peningkatan dimensi vert ikal paru, yang memberi kontribusi pada inflasi paru–paru. Peningkatan dimensi vertikal dan penurunan tekanan intrapulmonar (negatif dengan pada tekanan atmosfer menyebabkan udara masuk ke dalam paru–paru). Elevasi dan depresi iga Interkostal eksternal berkontraksi meningkatkan ujung anterior rangka menyebabkan pergerakan ke arah dalam dan ke arah luar, sehingga meningkatkan antero postenor toraks. Intercosta internal Elastisitas jaringan paru Ialah sifat elastisitas dari jaringan yakni untuk kembali kepada ukuran semula setelah terjadi perubahan volume akibat tekanan dari lumen maupun tekanan dari luar. Elastisitas respirasi dibagi 2: Elastisitas thoraks dan Elastisitas Paru. Pada waktu inspirasi diperlukan daya elastisitas yang aktif, sedangkan fase ekspirasi diperlukan daya elastisitas yang pasif. Surfactant 31 Tahankan tegangan permukaan alveoli dan mencegahnya dari kolabs. Dihasilkan sel septal (sel epitel alveoli type II). Fungsinya: (1) mengurangi tegangan permukaan alveoli apabila complience bertambah, (2) menstabilkan alveoli bila terjadi perpindahan udara diantara alveoli, (3) mempertahankan tekanan alveoli supaya tetap tinggi, oleh karena cairan ini akan ke rongga alveoli, sehingga tegangan permukaan tetap kecil. d) Pengaturan Nafas Pusat pengaturan nafas terdapat pada Medulla oblongata dan Pons. Pusat napas terangsang oleh peningkatan CO 2 darah yang merupakan hasil metabolisme sel. Adanya trauma kepala edema otak akan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga menyebabkan gangguan pada sistem pengendalian. Gambar 1.15 Pusat pernafasan pada batang otak. (Sumber: Bulock, BL, 1996. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) 32 2) Difusi Gas Pertukaran gas mencakup dua proses independen, pernapasan internal yaitu pertukaran gas antara alveoli dengan aliran darah dan pernafasan eksternal yaitu pertukaran gas antara kapiler dalam tubuh (selain dalam paru-paru) dengan sel-sel tubuh. Kedua proses tersebut mencakup perpindahan gas melalui difusi. Difusi sendiri adalah pertukaran antara o2 dan co2 alveoli dengan kapiler paru. Diartikan lain bahwa difusi ialah gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah. Gambar 1.16 Pernapasan internal dan eksternal. (Sumber: Wingerd, 1994. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) Difusi gas dalam paru-paru di pengaruhi oleh: 33 a) Ketebalan membran respirasi b) Luas permukaan membran c) Koefisien difusi d) Perbedaan tekanan. a) Ketebalan membran respirasi Gas berfungsi dan alveoli kedalam darah kapiler paru atau sebaliknya melintasi membran alveoli kapiler yang tipis dibentuk oleh epitel pulmonal, endofel kapiler, serta membran basaks masing–masing berdifusi: ketebalan membran respirasi dapat meningkat pada: edema paru, radang akut, parenkim paru, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik: kecepatan difusi berbanding terbalik dengan tebalnya membran. b) Luas permukaan membran Apabila terjadi penyakit seperti radang paru akut, TBC, pengangkatan sebagaian lobus paru maka dapat menyebabkan berkurangnya luas permukaan membran sehingga mengganggu permukaan gas. c) Koefisien Difusi Koefisien difusi tiap gas dalam membran respirasi tergantung pada daya larutnya didalam membran itu. Kecepatan difusi CO 2 20x lebih cepat dari O2 sehingga kekurangan O2 belum tentu disertai CO2. O2 berdifusi 2x lebih cepat daripada Nitrogen (N). Kecepatan difusi CO 2 200x lebih cepat dari O2 sehingga mudah terjadi keracunan. d) Perbedaan Tekanan Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena perubahan tekanan. Pengembalian O2 dari alveoli kedalam darah didasarkan atas perbedaan tekanan partikel O2 antara alveoli dan pembuluh kapiler. Semakin tinggi 34 tekanan partikel O2 dalam darah alveoli semakin tinggi kadar O 2 dalam dan semakin cepat pengikatan O2 oleh darah. Pemindahan CO2 dari darah ke alveoli berdasarkan perbedaan tekanan partikel CO2 dalam darah vena yakni sebesar 46 mmHg dan tekanan alveoli 39 mmHg. Gambar 1.17: A: Kontraksi diafragma untuk meningkatkan dimensi vertical paruparu, B: Relaksasi diafragma untuk menurunkan dimensi vertical paru-paru (Sumber Wade JF, 1982. Dikutip dari Potter & Perry, 2005) 3) Transportasi Gas 35 Penyaluran O2 dari alveoli keseluruh tubuh dan pembuangan CO 2 dari seluruh tubuh ke atmosfer ditentukan oleh aktivitas sistem paru dan sistem kardiovaskuler. Proses penghantaran ini bergantung pada: a) Curah jantung b) Jumlah eritrosit c) Exercise d) Hematokrit darah e) Keadaan pembuluh darah a) Curah jantung Kecepatan dan penurunan tempat O2 ke jaringan dipengaruhi oleh curah jantung. Kegagalan miokard untuk memompa volume darah dengan jumlah yang cukup untuk sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik menyebabkan gagal jantung. Bila gagal jantung kiri yaitu jumlah darah yang dipompa dan ventrikel kiri menurun drastis sehingga banyak darah yang terkumpul di paru–paru, sehingga menyebabkan kongesti paru. Gagal jantung kanan lebih disebabkan karena penyakit pulmonal/akibat gagal jantung kiri. Akibatnya jantung kanan bekerja lebih keras dan jantung meningkat kebutuhan oksigennya. Darah yang keluar dari ventrikel kanan juga menurun akibatnya darah mengumpul disirkulasi sistemik. Dalam keadaan normal curah jantung Sekitar 5 liter melalui darah ditransport sekitar 5 ml O2 dan 4 ml CO2 per 100 ml darah. b) Jumlah eritrosit Eritrosit dan Hb membawa 9 % oksigen, setiap proses yang menurunkan atau mengubah hemoglobin, seperti anemia dan inhalasi substansi 36 beracun, menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen. Pada anemia ditandai kadar hemoglobin di bawah normal. Peningkatan kerusakan eritrosit/kehilangan darah. Karbon monoksida merupakan toksik inhalasi yang paling sering dijumpai. Zat ini menurunkan kapasitas Hb dan eritrosit membawa oksigen. Afinitas hemoglobin untuk terikat karbon monoksida 210 x lebih besar daripada afinitasnya untuk terikat dengan oksigen. c) Exercise Dengan exercise akan meningkatkan O2 dalam tubuh sehingga medulla oblongata dan pons sebagai pusat pengontrol pernafasan mempengaruhi kecepatan denyut jantung dan mempercepat pengiriman CO 2 keluar tubuh. Kecepatan transport O2 ke jaringan dapat meningkatkan sekitar 15x normal pada gerak. Pada seorang atlet 20 x dari normal. d) Hematokrit darah Apabila hematokrit darah meningkat maka berdampak meningkatnya viskositas darah akibatnya beban jantung meningkat. Apabila kondisi ini terus menerus terjadi penurunan curah jantung dan O2/CO2 tidak dapat lancar proses penyaluran keseluruhan tubuh atau pembuangan ke atmosfer. Penurunan hematokrit menggambarkan penurunan eritrosit dan Hb dalam darah. Sehingga menyebabkan penurunan tranportasi oksigen keseluruh tubuh. e) Keadaan Pembuluh Darah Apabila pembuluh darah tersumbat karena trombus, emboli, dan arteri sklerosis maka aliran darah arteri dan vena tidak lancar. Jika arteri yang tersumbat maka O2 tidak bisa lancar dikirim keseluruh tubuh begitu juga 37 sebaliknya jika vena yang tersumbat maka CO2 tidak bisa lancar dibuang dari jaringan keluar tubuh. Transport Oksigen Proses transport oksigen bergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke paru– paru, aliran darah ke paru–paru dan jaringan (perfusi), kecepatan difusi, dan kapasitas membawa oksigen. Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma, jumlah hemoglobin, dan kecenderungan hemoglobin untuk berikatan dengan oksigen. Transport oksigen dilakukan 2 cara: Secara fisik larut dalam plasma relatif kecil yaitu hanya sekitar 3%. Dan Secara kimia berikatan dengan Hb membentuk oksi hemoglobin (HbO 2) 97%. Transport karbondioksida Darah vena mentransportasi sebagian besar karbon dioksida. Pengangkutan CO 2 didalam darah dari jaringan ke paru menyebabkan perubahan sebagai berikut: Darah yang tereduksi mempunyai kadar CO2 tinggi sehingga berwarna lebih gelap. ph relatif lebih rendah karena HCO lebih tinggi. Kadar Cl-, Na+, K+ mengalami penurunan, kadar HCO- meningkat. Transport CO2 dari jaringan ke paru–paru kemudian dibuang ke atmosfer, dilakukan dengan cara: Secara fisik larut dalam plasma 5%. Pemindahan CO 2 dari darah ke alveoli berdasarkan perbedaan tekanan partikel CO 2 dalam darah vena yakni sebesar 46 mmHg dan tekanan alveoli 39 mmHg. Secara kimia bergabung dengan Hb membentuk Carbomino Hemoglobin 30% KHCO 3 + HHb + O2 Kl + BO2 + CO2 + H2O. Dimana CO2 dibebaskan dari darah ke alveoli. Berikatan dengan air kemudian membentuk bikarbonat plasma 65%. Pengangkutan CO 2 dari jaringan ke paru–paru adalah 1 liter darah membawa 5 cc CO2 yang terdiri dari 38 41,5% cc dalam bentuk HCO3, 4 cc dalam bentuk ikatan amino, dan 3,55 cc dalam bentuk larutan plasma darah. Tabel 1.3 Volume dan Kapasitas Pulmonal Volume Diskripsi Nilai Kapasitas Rumus Normal Nilai Normal Volume Volume udara yang 500 ml Kapasitas TV+IRV+ 4500- Tidal (TV) mengalir Vital (VC) ERV 5000 ml udara 3000- Kapasitas TV+IRV 3500- yang 3300 Inspirasi atau kedalam keluar dari saluran pernafasan selama siklus pernafasan normal Volume Volume Cadangan maksimum Inspirasi dapat (IRV) dalam saluran pernafasan setelah dialirkan ke ml 3800 ml (IC) inspirasi normal Volume Volume udara 1000- Kapasitas Cadangan maksimum yang 1200 Residual Ekspirasi dapat (ERV) luar saluran pernafasan setelah dialirkan ke ml ERV+RV 22002400 ml Fungsional (FRC) ekspirasi normal Volume Volume udara yang 1200 Kapasitas Residual tersisa dalam saluran ml Paru Total ERV+RV (RV) pernafasan (TLC) setelah TV+IRV+ 57006200 ml ekspirasi maksimum (Sumber: Thibodeau & Patton, 1996. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) 39 b. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa Ph darah normal adalah berkisar antara 7,35 sampai 7,45. Manusia supaya tetap hidup adalha berkisar antara 7,0 sampai 7,8. Ph darah dapat bervariasi: Variasi fisiologis Darah arteri mempunyai Ph lebih tinggi dibandingkan dengan darah vena, hal ini karena konsentrasi CO2 lebih tinggi pada darah vena. Variasi patologis Asidosis : Ph darah lebih kecil dari 7,2 Alkalosis : Ph darah lebih besar dari 7,5 Dalam darah terdapat 2 sistem yagn bersifat variabel : H2CO3 (asam) dan HCO3 (basa/ bikarbonat). Ph darah ditentukan oleh keseimbangan asam basa yang terdapat di dalam darah. Kadar H2CO3 dalam darah ditentukan oleh CO2 melalui mekanisme pernafasan dan mekanisme ginjal sebagai tambahan. Gangguan keseimbangan asam basa Asidosis Ialah suatu keadaan dimana terjadi kelebihan asam dalam darah Asidosis respiratorik Retensi CO2 yang lebih/produksi CO2 oleh jaringan yang lebih banyak dibandingkan dengan kemampuan pembebasan CO 2 oleh paru–paru. Asidosis metabolik 40 Terjadi karena: 1) Intake dari asam yang tinggi: metanol, NH4Cl, 2) Bertambahnya produksi asam: asam laktat, 3) Berkurangnya ekskresi asam oleh ginjal: asidosis tubulus ginjal, 4) Pengeluaran bikarbonat: pada diare yang lama. Alkalosis Ialah suatu peninggian basa dalam darah Alkalosis respiratorik Adalah suatu keadaan dimana PaCO 2 dalam darah berkurang yang disebabkan oleh hiperventilasi. Keadaan ini disebabkan oleh karena pemakaian obat–obatan. Alkalosis metabolik Disebabkan karena HCl lambung berkurang, misalnya muntah dan pemberian zat–zat alkali melalui IV. Biasanya terjadi kenaikan Ph, peninggian kadar kalium yang berasal dari kalium intra seluler sehingga kalium dalam urin juga akan mengalami peninggian. D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN OKSIGEN Keadekuatan sirkulasi, ventilasi, perfusi dan transportasi gas ke jaringan dipengaruhi oleh empat hal : (1) fisiologis, (2) perkembangan, (3) perilaku, dan (4) lingkungan : a. Faktor fisiologis Setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kerja kardiopulmonar secara langsung akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Pada tabel 1.4 dapat dijelaskan proses fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi. Tabel 1.4 proses fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi. 41 Proses Pengaruh pada oksigenasi. Anemia Menurunnya kapasitas darah yang darah yang oksigen yang membawa oksigen Racun inhalasi Menurunnya kapasitas membawa oksigen Obstruksi jalan nafas Membatasi pengiriman diinspirasi alveoli Tempat yang tinggi Menurunnya konsentrasi oksigen inspirator karena konsentrasi oksigen yang rendah Demam Meningkatnya metabolism dan kebutuhan oksigen di jaringan Penurunan gerakan Mencegah dinding dada menurunkan penurunan diameter diafragma dan anteroposterior thoraks pada saat inspirasi, menurunnya volume udara yang diinspirasi (Sumber : Potter & Perry, 2005) b. Tahap Perkembangan 1) Bayi dan Todler Bayi dan toddler beresiko mengalami infeksi saluran pernafasan bagian atas sebagai hasil pemaparan agen infeksi dan asap rokok. Hali ini terjadi karena pada saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara dan pada usia prematur kecenderungan pembentukan surfactan berkurang 2) Anak usia sekolah dan remaja Anak usia sekolah, dan remaja beresiko terpapar pada infeksi saluran pernapasan, misalnya menghisap asap rokok dan merokok. Individu 42 yang mulai merokok pada usia remaja dan meneruskannya sampai usia dewasa pertengahan mengalami peningkatan resiko penyakit kardiopulmonar dan kanker paru. 3) Dewasa muda dan dewasa Dewasa muda dan pertengahan banyak terpapar pada banyak resiko kardiopulmonar seperti: diet yang tidak sehat, stress, kurang aktivitas/aktivitas fisik, obat-obatan, dan merokok. Dengan mengurangi factor-faktor resiko tersebut dapat menurunkan resiko menderita penyakit kardiopulmonar. 4) Lansia Pada lansia seiring bertambahnya usia maka akan berdampak pada system pernafasan dan system jantung. Pada system arterial akan terjadi plak aterosklerosis sehingga tekanan darah bisa meningkat. Kompliansi dinding dada menurun, penurunan otot-otot pernafasan, identik juga sering terjadi pada lansia. Selain itu penurunan kerja silia dan mekanisme batuk efektif menyebabkan individu/lansia mengalami infeksi saluran pernafasan. c. Perilaku Perilaku atau gaya hidup, seacara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi oksigen. Faktor gaya hidup yang mempengaruhi fungsi pernafasan meliputi nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalahgunaan substansi dan stress. Tabel 1.5 dan 1.6 menggambarkan promosi kesehatan kardiovaskuler dan pernafasan yang bisa dilakukan perawat 1) Nutrisi Pada seseorang yang obesitas berat akan menyebabkan penurunan ekspansi paru, dan peningkatan kebutuhan oksigen untuk memenuhi 43 kebutuhan metabolisme tubuh. Pada seseorang yang mengalami kekurangan gizi akan mengalami kelemahan otot pernafasan sehingga akan menyebabkan kekuatan otot dan kerja pernafasan menurun. Efisiensi batuk pun menurun akibat kelemahan otot pernafasan, sehingga menyebabkan klien mengalami retensi sekresi di saluran pernafasan. 2) Latihan fisik/Aktifitas Latihan fisik dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen, kondisi ini akan menyebabkan frekuensi dan kedalaman meningkat, pernafasan individu sehingga akan mempengaruhi kemampuan individu untuk menghirup lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan oksigen. 3) Merokok Merokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah perifer. Nikotin yang diinhalasi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah koroner, dampaknya akan meningkatkan tekanan darah dan menurunkan aliran darah ke pembuluh darah perifer. Resiko kanker paru 10 kali lebih kuat pada individu yang merokok daripada individu yang tidak merokok. 4) Penyalahgunaan substansi Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan dapat mengganggu oksigenasi dengan jalan mendepresi pusat pernafasan, menurunkan kedalaman pernafasan dan jumlah oksigen yang diinhalasi. 5) Stress Keadaan yang terus menerus pada ansietas berat akan meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen. Tubuh berespon terhadap ansietas dan stress lain dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan. 44 Tabel 1.5 Promosi kesehatan Kardiovaskuler Promosi kesehatan Kardiovaskuler 1. Pertahankan berat badan idela 2. Diet rendah garam dan rendah lemak 3. Program latihan fisik yang teratur 4. Kurangi stress 5. Jangan merokok 6. Pantau kolestero dan trigliserida 7. Periksa takanan darah setiap tahun (Sumber : Potter & Perry, 2005) Tabel 1.6 Promosi kesehatan pernafasan Promosi kesehatan Kardiovaskuler 1. Jangan merokok 2. Hindari menghisap asap rokok 3. Lakukan program latihan fisik 4. Gunakan masker atau pelindung tubuh 5. Lakukan vaksin flu satiap tahun 6. Lakukan vaksin Pnemokokus 7. Tutup mulut dan hidung ketika Lakukan vaksinbatuk dan bersin 8. Hindari berada di tengah (Sumber : Potter & Perry, 2005) d. Faktor Lingkungan Lingkungan sangat mempengaruhi kebituhan oksigenasi. Insiden penyakit paru lebih tinggi di daerah berkabut atau dataran tinggi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian 45 memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat. Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen. Lingkungan kerja yang penuh dengan polutan (asbestos, bedak talk, debu dsb) beresiko meningkatkan berbagai penyakit dalam saluran pernafasan. Kondisi lingkungan pekerjaan yang dipenuhi dengan stressor secara terus menerus pada ansietas berat akan meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen. Tubuh berespon terhadap ansietas dan stress lain dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan. E. PERUBAHAN FUNGSI JANTUNG a. Gangguan dalam Konduksi Gangguan dalam konduksi merupakan gangguan-gangguan yang terjadi karena penghantaran hasil impuls listrik yang tidak sesuai. Gangguan irama ini disebut dengan disritmia, yang berarti penyimpanagn pada irama jantung sinus normal. Hal ini terjadi karena merupakan respon terhadap ischemia, kelainan katub, ansietas, dan keracunan obat; akibat penggunaan kafein, alcohol, atau tembakau; ketidakseimbangan asam dan basa atau elektrolit. atau komplikasi 46 Disritmia diklasifikasikan berdasarkan respon jantungdan tempat asal impuls. Respon jantung dapat berupa takikardia (frekuensi denyut jantung lebih dari 100 kali/menit), bradikardia (frekuensi denyut jantung kurang dari 60 kali/menit), denyut premature (denyut dini), atau blok jantung (denyut jantung tertunda atau tidak ada). b. Perubahan curah jantung Kegagalan miokard untuk memompa darah dengan jumlah yang cukup untuk sirkulasi pulmonar dan sirkulasi sistemik dapat menyebabkan gagal jantung. Kegagalan pompa miokard ini diakibatkan oleh penyakit arteri koroner primer, kondisi-kondisi kardiomiopati, gangguan katub, dan penyakit pulmonar. Gagal jantung kiri merupakan kondisi abnormal, yang ditandai dengan kerusakan ventrikel kiri akibat tekanan dan kongesti pulmonary yang meningkat, sehingga menyebabkan darah yang dipompa oleh ventrikel kiri menurun dan menyebabkan penurunan curah jantung. Temuan klinis meliputi suara cracles pada saat diauskultasi, hipoksia, nafas pendek pada saat ekspirasi, dan pada saat istirahat, batuk, atau saat mengalami dispnea nocturnal paroksimal. Gagal jantung kanan disebabkan karena kerusakan fungsi ventrikel kanan yang ditandai dengan kongesti vena pada sirkulasi sistemik. Kondisi ini merupakan kelanjutan dari gagal jantung kiri dan beberapa penyakit pulmonary. Temuan klinis yang diperoleh adalah berat badan klien meningkat, vena-vena di leher mengalami distensi, hepatomegali dan splenomegali, dan edema perifer. c. Kerusakan fungsi katub 47 Penyakit katub jantung merupakan gangguan katub jantung yang didapat atau kongenital. Penyakit ini ditandai dengan stenosis dan obstruksi aliran darah atau degenerasi katub dan regurgitasi darah. d. Iskhemia miokard Iskhemia miokard terjadi bila suplai darah ke miokard dari arteri koroner tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan oksigen pada organ. Dua manifestasi yang umum pada Iskhemia miokard adalah angina pectoris dan infarak miokard. Angina pectoris merupakan ketidakseimbangan sementara antara suplai dan kebutuhan oksigen pada miokard. Manifestasi klinisnya adalah nyeri dada yang menimbulkan rasa sakit, nyeri tajam, kesemutan, terbakar, atau terasa seperti tekanan. Infark miokard disebabkan penurunan aliran darah koroner yang tiba-tiba atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard tanpa disertai perfusi koroner yang adekuat. Manifestasi klinis yang ditemukan adalah nyeri dada seperti sensasi pukulan, diperas/diremas atau seperti tusukan. Nyeri menjalar ke lengan kiri, leher, gigi, ulu hati dan punggung. Nyeri terasa saat istirahat atau pada saat beraktivitas, berlangsung lebih dari 30 menit dan tidak hilang dengan istirahat, perubahan posisi atau pemberian nitrogliserin sublingual. F. PERUBAHAN FUNGSI PERNAFASAN a. Hiperventilasi Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang diproduksi melalui metabolisme seluler. Hiperventilasi dapat disebabkan 48 oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan asam basa, dan hipoksia yang biasanya dikaoitkan dengan embolus paru dan syok . Respon klinis yang dihasilkan adalah peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan. Hal ini terjadi karena haemoglobin tidak membebaskan oksigen ke jaringan dengan mudah sehingga akan menyebabkan hipoksia jaringan. Tabel 1.7 di bawah ini menggambarkan tanda dan gejala hiperventilasi alveolar. Tabel 1.7 Tanda dan gejala hiperventilasi alveolar Tanda dan gejala Hiperventilasi alveolar Takikardia Nafas pendek Nyeri dada Pusing Sakit kepala ringan Disorientasi Paretesia Tinitus Penglihatan kabur Disorientasi Tetani (spasme karpopedal) (Sumber : Potter & Perry, 2005) b. Hipoventilasi Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbondioksida secara 49 adekuat. Tanda dan gejala hipoventilasi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.8 Tanda dan gejala hipoventilasi alveolar Tanda dan gejala Hipoventilasi alveolar Pusing Nyeri kepala (daerah oksipital) Latargi Disorientasi Penurunan kemampuan mengikuti instruksi Disritmia jantung Ketidakseimbangan elektrolit Konvulsi Koma Henti jantung (Sumber : Potter & Perry, 2005) c. Hipoksia Hipoksia merupkan kondisi tidak adekuatnya/tercukupinya pemenuhan O2 oleh tubuh/selular akibat dari defisiensi O 2 yang dinspirasi atau meningkatnya penggunaan O2 pada tingkat sel . Hipoksia dapat disebabkan oleh : (1) penurunan kadar Hb (Haemoglobin) dan penurunan kapasitas pembawa oksigen, (2) penurunan konsentrasi O2 yang diinspirasi, (3) ketidakmampuan jaringan untuk mengambil O2 dari darah, (4) penurunan difusi O2 dari alveoli ke dalam darah seperti pada pneumonia, (5) penurunan perfusi jaringan seperti pada syok, dan (6) Kerusakan/gangguan ventilasi seperti pada fraktur iga multiple atau trauma dada. Tanda gejala hipoksia dapat dilihat pada tabel 1.9 50 Tabel 1.9 Tanda dan gejala hipoksia Tanda dan gejala Hipoksia Gelisah Rasa takut, ansietas Disorientasi Penurunan kemampuan berkonsentrasi Penurunan tingkat kesadaran Peningkatan keletihan Pusing Perubahan peilaku Peningkatan frekuensi nadi Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan Peningkatan tekanan darah Disritmia jantung Pucat Sianosis Clubbing Dispnea (Sumber : Potter & Perry, 2005) 51 BAB 2 PROSES KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI A. Pengkajian B. Diagnosa Keperawatan C. Perencanaan D. Pelaksanaan/Implementasi E. Evaluasi 52 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah membaca bab ini diharapkan mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan gangguan oksigenasi 2. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan oksigenasi 3. Menjelaskan perencanaan keperawatan pada klien dengan gangguan oksigenasi 4. Menjelaskan implementasi keperawatan pada klien dengan gangguan oksigenasi 5. Menjelaskan evaluasi keperawatan gangguan oksigenasi pada klien dengan 53 BAB 2 PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH OKSIGENASI A. Pengkajian 1. Riwayat keperawatan a. Masalah pernapasan yang pernah dialami 1) Apakah pernah mengalami perubahan pola pernapasan? 2) Apakah pernah mengalami batuk dan sputum? 3) Apakah pernah mengalami nyeri dada? 4) Aktifitas apa sajakah yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala diatas? b. Riwayat penyakit pernapasan 1) Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC, dan lain-lain? 2) Bagaimana frekuensi setiap kejadian? c. Riwayat penyakit kardiovaskuler 1) Apakah pernah mengalami penyakit jantung, atau gangguan peredaran darah? d. Gaya Hidup 1) Apakah mempunyai kebiasaan hidup yang tidak sehat seperti merokok, berasal dari keluarga perokok, apakah lingkungan kerja penuh dengan kebiasaan merokok, asap rokok, polusi dsb? 2. Pengkajian secara umum Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data mengenai: biodata klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat pekerjaan dan kebiasaan, riwayat psikososial dan pemeriksaan fisik. 54 a. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan) Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya. b. Keluhan utama Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien. Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien gangguan kebutuhan oksigen dan karbondioksida antara lain : (1) batuk, (2) peningkatan produksi sputum, (3) dyspnea, (4) hemoptysis, (5) mengi, dan (6) chest pain. 1) Batuk (Cough). Batuk adalah reflek protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabangan trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dalam membersihkan jalan napas bagian dalam. Signifikasi, adanya batuk dapat menunjukkan penyakit pulmonal yang serius. Yang juga sama pentingnya adalah tipe batuk. Batuk yang kering, iritatif menandakan infeksi saluran napas atas dengan asal virus Laringo trakeitis menyebabkan batuk dengan puncak bunyi kering? Hacking? Brassy? Mengi? Ringan? Berat? Waktu batuk dicatat. Batuk malam hari dapat menunjukkan awitan gagal jantung sebelah kiri atas asma bronchial. Batuk pada pagi hari dengan pembentukan sputum merupakan indikatif bronchitis. Batuk dengan awitan akhir berarti berasal dari proses infeksi akut. 2) Peningkatan Produksi Sputum. 55 Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan tenggorok. Sputum secara konstans dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum terdiri atas lendir, debius selular, mikroorganisme, darah, pus dan benda asing. Trakeobronkial tree secara normal memproduksi sekitar 3 ons mucus sehari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal (“Normal Cleansing Mechanism”). Tetapi produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi tertentu. Hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan dari proses patologik. Jika infeksi timbul sputum dapat berwarna kuning atau hijau, sputum mungkin jernih, putih atau kelabu. Pada keadaan edema paru sputum akan berwarna merah mudah, mengandung darah dan dengan jumlah yang banyak. Tabel 2.1 Karakteristik sputum. Karakteristik sputum Warna Konsistensi Jernih Berbuih Putih Berair Kuning Liat, kental Bercampur darah Hijau Bau Coklat Tidak berbau Merah Bau busuk Kualitas Kadungan Darah Sama setiap waktu Kadang-kadang 56 Meningkat Pada awal pagi hari Menurun Merah cerah atau merah gelap Mengandung darah Perubahan warna Warna sama sepanjang hari Warna menjadi jernih jika batuk Warna secara progresif lebih gelap (Sumber: Potter & Perry, 2005) 3) Dyspnea. Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea?. kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri. Dispnea dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Inspiratori dispne : yakni kesukaran barnapas pada waktu inspirasi yang disebabkan oleh karena sulitnya udara untuk memasuki paru-paru 2. Ekspiratori dispne : yakni kesukaran bernapas pada waktu eksipasi yang disebabkan oleh karena sulitnya udara yang keluar dari paru-paru 3. Kardiak dispne : yakni dispne yang disebabkan primer penyakit jantung 4. Exertoinal dispne : yakni dispne yang disebabkan oleh kerena olahraga 5. Ekspansional dispne : yakni dispne yang disebabkan oleh karena kesulitan ekspansi dari rongga thorak 57 6. Paroksismal dispne : yakni dispne yang terjadi sewaktu-waktu, baik pada malam maupun pada siang hari 7. Ortostatik dipsne : yakni dispne yang berkurang pada waktu posisi duduk. Tingkatan dispnea berdasarkan New York Heart Association dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan : 1. Tingkat 1 : bila dispnea tidak membatasi aktifitas, artinya kebutuhan oksigen baik pada masa istirahat maupun pada masa setelah latihan dapat dikompensasi paru-paru. 2. Tingkat 2 : Terjadi pembatasan yang ringan dari fungsi paru, artinya pada penderita yang melakukan aktifitas fisik dapat terjadi dispne, akan tetapi pada waktu istirahat tidak terjadi dipsnea. 3. Tingkat 3 : Aktifitas fisik penderita sangat terbatas dan dengan aktifitas fisik yang ringan saja sudah dapat menimbulkan sesak napas. 4. Tingkat 4 : Dispne terjadi pada keadaan istirahat. Kerja ringan akan memperberat keadaan dispneanya. 4) Hemoptysis Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber perdarahan dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah atau berasal dari parenklin paru atau bahkan perut. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Lakukan pula pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah dan warna (mis. Merah terang atau berbusa). Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain: Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway 58 necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru. 5) Mengi. Bunyi mengi dihasilkan ketika udara mengalir melalu jalan napas yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi dan ekspirasi. Mengi dapat terdengar hanya dengan menggunakan stetostkop. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan aaah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat disebabkan oleh odem mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat kehilangan elastisitas jaringan, dan benda sing atau tumur yang sebagian menyumbat aliran udara. 6) Chest Pain. Nyeri dada atau chest pain mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung, lakukan analisis gejala yang lengkap pada nyeri dada. Informasi tentang lokasi, durasi dan intensitas nyeri dada penting untuk dikumpulkan, dan akan memberikan petunjuk diri tentang penyebab. Nyeri dada dialami oleh banyak pasien dengan pnemonia, embolisme pulmonal dengan infark paru, dan pleuritis dan merupakan gejala lanjut karsinoma broncogenik. Pada karsinoma, nyeri mungkin pekak dan persisten karena kanker telah menyerang dinding dada, mediastinum atau tulang belakang. Dengan medikasi analgesik sangat efektif dalam meredakan nyeri dada tetapi harus hati-hati agar tidak menekan pusat pernapasan atau batuk produktif. Nyeri dada jantung biasanya digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti diremas-remas, dengan rasa tertekan atau sesak pada area substernal. 59 Tabel 2.2 Nyeri Dada Torakal-Pulmonal Sumber Dinding dada Karakteristik Sakit konstan tempat yang meningkat Kemungkinan penyebab pada Trauma, batuk, herpes jelas, zoster dengan gerakan Pleura Tajam, awitan mendadak, Inflamasi pleura meningkat infark dengan (pleuris), pernapasan atau dengan pulmonal, upaya ventilasi pneumotoraks, tumor mendadak (batuk, bersin) unilateral Parenkim paru Tumpul, sakit konstan, Tumor jinak pulmonal, letak tidak jelas karsinoma pneumotoraks (Sumber: Asih, NGY & Effendy C, 2004) c. Riwayat kesehatan saat ini Pengkajian riwayat penyakit sekarang sistem pernafasan dimulai dengan perawat menanyakan tentang perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan dan dilakukannya pengkajian saat itu. Misalnya: sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan timbul, apa yang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha 60 mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut, dan sebagainnya. Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada klien sedetail-detailnya, dan semuannya diterangkan pada riwayat penyakit sekarang. Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala adalah lama timbulnya (durasi), lokasi penjalarannya terutama untuk nyeri : sifat keluhan (karakter), berat ringannya, mula timbulnnya (onset), faktor-faktor yang meringankan atau memperberat, dan gejala yang menyertainnya. d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien dan anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan, karena kondisi ini memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Tanyakan klien tentang perawatan di rumah sakit atau pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Dapatkan pula informasi tentang kapan penyakit terjadi atau waktu perawatan. Tanyakan apakah klien telah mengalami pemeriksaan rontgen dan kapan, dan apakah pemeriksaan diagnostik pulmonal dilakukan. Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan. Misal asma, kanker paru. Sebutkan usia dan penyebab kematian anggota keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang perokok, perokok pasif sering kali mengalami gejala pernapasan lebih buruk. e. Riwayat kesehatan keluarga Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan pernfasan sangat penting untuk mendukung keluhan dari penderita, perlu dicari riwayat keluarga yang memberikan predisposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak nafas, batuk lama, batuk darah dari generasi terdahulu. Adanya penyakit 61 tekanan darah tinggi dan kencing manis dapat memperberat keluhan penderita. Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu : 1) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya. 2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat. 3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut. f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan Perawat menanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya, Kebiasaan social: menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, mis. minum alcohol, atau obat tertentu. Kebiasaan merokok: menanyakan tentang kebiasaan merokok terkait sudah berapa lama, berapa batang per hari, jenis rokok yang dikonsumsi (filter, kretek), Situasi kerja: menanyakan apakah pekerjaan penuh dengan stress, bagaimana menanggani stress, apa dampak stress terhadap kesehatannya, apakah lingkungan juga dipenuhi dengan polusi udara, allergen yang berdampak dalam masalaha kesehatannya, penting juga untuk diidentifikasikan. g. Pengkajian Psikososial 1) Psikologis Dalam hal ini perawat perlu mengetahui tentang : 62 a) Persepsi/tanggapan klien terhadap masalahnya/ penyakitnya b) Pengaruh sakit terhadap cara hidup c) Perasaan klien terhadap sakit dan therapy d) Persepsi/tanggapan keluarga terhadap masalah yang dihadapi klien/ penyakit dan therapy e) Harapan klien dan keluarga terhadap masalah yang dihadapi sekarang 2) Riwayat sosial a) Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya: merokok, pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll. 2. Pemeriksaan Fisik a. Mata 1) Xantelasma/lesi kuning pada kelopak mata (dikarenakan hiperlipidemia) 2) Konjungtiva pucat (karena anemia) 3) Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia) 4) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis akibat bakteri) b. Hidung 1) Pernapasan dengan cuping hidung (megap-megap, dispnea) c. Mulut dan bibir 1) Membran mukosa sianosis (karena penurunan oksigen) 2) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit paru kronik) d. Vena leher 1) Adanya distensi/bendungan (dikaitkan dengan gagal jantung kanan) 63 e. Kulit 1) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunya aliran darah perifer) 2) Sianosis secara umum (hipoksemia) 3) Penurunan turgor (dehidrasi) 4) Edema (dikaitkan dengan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan) 5) Edema periorbital (dikaitkan dengan penyakit ginjal) f. Jari dan kuku 1) Sianosis perifer (karena kurangnya sulpai oksigen ke perifer) 2) Clubing finger (karena hipoksemia kronik) g. Dada dan thoraks 1) Inspeksi Sebelum dilakukan teknik ispeksi seorang perawat harus mengetahui dan menguasai landmarks anatomi thoraks posterior, lateral dan anterior. (Gambar 2.1) Hal ini bertujuan untuk menemukan letak dan mengetahui struktur organ yang ada dibawahnya, terutama lobus paru, jantung dan pembuluh darah besar. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk (tabel 2.3) dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada bisa dikerjakan pada saat bergerak. atau pada saat diam, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernafasan. Sedangkan untuk mengamati adanya kelainan bentuk tulang punggung baik kiposis, skoliosis, maupun lordosis (tabel 2.4), akan lebih mudah dilakukan pada saat dada tidak bergerak. Pengamatan dada pada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi (eupnea, bradhipnea, takhiepnea), sifat (pernafasan dada, diafragma, perut) dan ritme/irama Pernafasan (biot, cheyne stoke, kusmaul, dsb). Tabel 2.5 menggambarkan hasil interpretasi frekuensi normal berdasarkan tingkat usia. 64 Gambar 2.1 Landmarks thoraks dan struktur yang terdapat di bawah paru. (Sumber Matassarin, 1997. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) Tabel 2.3 Bentuk Dada dan Diskripsinya 65 Bentuk dada Diskripsi Normal Bayi Bentuk dada bayi melingkar dengan diameter dari depan ke belakang (anteroposteroir) sama dengan diameter tranversal Normal dewasa Bentuk dada normal pada orang dewasa perbandingan antara diameter anteroposterior dengan diameter tranversal 1:2 Pigeon chest (Pectus Bentuk Carinatum) dengan dada tidak diameter normal ditandai tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan sternum menonjol ke depan, Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat. Funnel Chest (Pectus Bentuk Excavatum) dada tidak normal yang merupakan kelainan bawaan ditandai dengan diameter tranversal membesar, diameter antero-posterior mengecil dan sternum menyempit ke dalam (kebalikan dari pigeon chest), Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja Barrel Chest (dada tong) Bentuk dada tidak normal yang ditandai dengan diameter antero-posterior tranversal yang mempunyai perbandingan 1:1, sering terjadi pada klien emfisema (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011) 66 Tabel 2.4 Kelainan Bentuk Tulang Belakang dan Diskripsinya Bentuk Skoliosis Diskripsi Kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan pembengkokan pada tulang belakang yang mengarah ke arah lateral Kifosis Kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan kenaikan kurvatura/pembengkokan tulang belakang bagian dada Lordosis Kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan membebek (kondisi seperti bebek), dimana terjadi akibat kurvatura/ pembengkokan pada tulang belakang bagian pinggang yang berlebihan (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011) Tabel 2.5 Interpretasi Frekuensi Pernafasan berdasarkan Tingkat Usia Tingkat usia Hasil normal Bayi baru lahir 35-40 kali/menit Bayi 1 minggu – 11 bulan 30-50 kali/menit Todler 2 – 4 tahun 25-32 kali/menit Anak umur 4 – 12 tahun 20-30 kali/menit Remaja 14 – 18 tahun 16-19 kali/menit Dewasa 12-20 kali/menit Lansia (diatas 65 tahun) Jumlah respirasi per menit biasanya meningkat secara bertahap dari dewasa (Sumber: Potter & Perry, 2005). Selain frekuensi pernafasan, yang perlu diinspeksi oleh perawat adalah bagaiman pola pernafasan klien. Tabel berikut menggambarkan pola pernafasan klien dan makna klinisnya 67 Tabel 2.6 Gambaran Pola Pernafasan Klien dan Makna Klinisnya Tipe/pola Frekuensi pernafasan Makna klinis tiap menit Eupnea 16-20 Normal Takipnea > 35 Kegagalan pernafasan, pada demam, respons ansietas, Nafas pendek, infeksi pernafasan Bradipnea < 10 Tidur, depresi pernafasan, overdosis obat, lesi system saraf pusat Apnea Periode tidak Dapat terjadi sebentar-sebentar bernafas berlangsung seperti tidur apnea, gagal nafas > 15 detik Hiperpnea 16-20 Akibat ansietas atau respons pada nyeri, menyebabkan pernafasan, parastesia, alkalosis tetani konfusi yang terlihat nyata Kussmaul Biasanya > 35 dapat Pola takipnea berhubungan menjadi lambat atau dengan ketoasidosis diabetikum, normal asidosis metabolic, atau gagal ginjal Cheyne Variabel stokes Pola yang meningkat dan menurun disebabkan status asam perubahan basa, dalam masalah metabolic yang mendasari dan menderita neuroserebral Biot Variabel Periode apnea dan nafas dangkal disebabkan gangguan sisitem saraf pusat, ditemukan pada beberapa 68 pasien sehat. Apneustik Meningkat Peningkatan pada waktu inspirasidengan waktu ekspirasi bunyi norok (grunting) yang pendek, terlihat pada lesi system saraf pusat pada pusat pernafasan (Sumber Weilitz PB: Pocket guide to respiratory care, St Louis, 1991, Mosby) Langkah-langkah kerja inspeksi pada dada dapat dikerjakan sebagai berikut: Tabel 2.7 Langkah Kerja Inspeksi pada Dada Langkah Kerja Inspeksi pada dada 1. Lepas baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas pinggang 2. Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan dan kondisinya). Pasien dapat diatur pada posisi duduk atau berdiri 3. Yakinkan bahwa anda sudah siap (tangan bersih dan hangat), ruangan dan stetoskop sudah siap 4. Beri penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dikerjakan 5. Lakukan inspeksi bentuk dada dari 4 sisi, depan, belakang, sisi kanan dan kiri pada saat istirahat (diam), saat inspirasi dan saat ekspirasi. a. Pada saat inspeksi dari depan perhatikan area pada klavikula, fossa supra dan infraklavikula, sternum dan tulang rusuk. b. Dari sisi belakang amati lokasi vertebra servikalis ke tujuh (puncak scapula terletak sejajar dengan vertebra torakalis ke delapan), perhatikan pula bentuk tulang belakang dan catat bila ada kelainan bentuk c. Terakhir inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui adanya kelainan bentuk dada misalnya bentuk dada barrel chest 69 6. Amati lebih teliti keadaan kulit dada dan catat setiap ditemukan adannya pulsasi pada interkostalis atau di bawah jantung, retraksi interkostalis selama bernafas, jaringan parut dan setiap ditemukan tanda-tanda menonjol yang lainnya (Sumber: Priharjo R, 1996) Tabel 2.8 Temuan pada Pemeriksaan Inspeksi Paru Inspeksi Normal Abnormal Penampilan Pernafasan tenang Bibir monyong umum Duduk dan bersandar tanpa menghirup nafas ketika kesulitan Tampak resah dan gelisah Kulit kering Condong ke depan dengan Bidang kuku merah muda tangan atau siku diatas lutut Membran mukosa merah Kulit: muda dan lembab berkeringat, sedikit pucat, atau agak kemerahan Sianosis: kulit atau membrane mukosa tampak kebiruan Sianosis sentral: akibat penuruna oksigenasi darah Sianosis perifer: akibat vasokontriksi setempat atau penurunan curah jantung Kuku tabuh: pembesaran falang terminal tenpa nyeri yang berhubungan dengan hipoksia jaringan kronis Trakea Bagian tengah leher Deviasi trakea: pergeseran 70 tempat baik lateral, anterior maupun posterior Distensi vena jugularis Batuk: kuat atau lemah, kering atau basah, produktif atau non produktif Pembentukkan jumlah, sputum: warna, bau, konsistensi Frekuensi Eupnea: 12-20 kali/menit Takipnea: frekuensi > 20 kali/menit Bradipnea: frekuensi < 10 kali/menit Pola Upaya inspirasi minimal: Pernafasan dengan otot-otot Pernapasan pasif, ekspirasi tenang aksesoris Rasio Inspirasi Ekspirasi=1:2 Hiperpnea: Pria: pernafasan diafragma kedalaman pernafasan Wanita: pernafasan thoraks Apnea: tidak ada pernafasan peningkatan total Biot: irama tidak teratur dengan periode apnea Cheyne-Stokes: nafas dalam dan dangal bersiklus, diikuti dengan periode apnea Kusmaul: pernafasan cepat, dalam dan teratur Paradok: bagian dinding 71 dada bergerak ke dalam selama inhalasi dank e luar selama ekhalasi Stridor: bunyi yang terdengar jelas, keras, tidak nyaring selama inhalasi dan ekhalasi. Konfigurasi Tampak simetris Ekspansi dada tidak sama thoraks Perkembangan muscular asimetris Diameter anteroposterior Dada tong: diameter AP AP) < tranfersal meningkat dalam hubungannya dengan diameter tranfersal Tulang belakang lurus Kifosis: fleksi ekstensif tulang belakang Skoliosis: peningkatan lengkung lateral Skapula pada bidang Letak scapula asimetris horizontal yang sama (Sumber : Asih, NGY & Effendy C, 2004) 72 Gambar 2.2 Bentuk dada barel chest, proporsi AP:Lat = 1:1. (Sumber: MuttaqinA, 2010) Gambar 2.3 Kelainan bentuk tulang belakang, Kiri: Skoliosis, Tengah: Kifosis, Kanan: Lordosis. (Sumber :MuttaqinA, 2010) 2) Palpasi Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile fremitus (vibrasi). Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti: massa, lesi, 73 bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri. Vocal fremitus: getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara. Langkah kerja palpasi dinding dada sebagaimana dalam tabel berikut : Tabel : 2.9 Langkah Kerja Palpasi pada Dinding Dada Langkah Kerja Palpasi pada Dinding Dada 1. Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru-paru/dinding dada: a. Letakkan kedua telapak tangan secara datar pada dinding dada depan b. Anjurkan pasien untuk menarik nafas c.Rasakan gerakan dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan sisi kiri d. Berdirilah di belakang pasien, letakkan tangan anda pada sisi dada pasien, perhatikan getaran ke samping sewaktu pasien bernafas e. Letakkan kedua tangan anda di punggung pasien dan bandingkan gerakan kedua sisi dinding dada. 2. Lakukan palpasi untuk mengkaji tactil vremitus. Suruh pasien menyebutkan bilangan “enam puluh enam” sambil anda melakukan palpasi dengan cara: a. Letakkan telapak tangan anda pada bagian belakang dinding dada dekat apek paru b. Ulangi langkah diatas dengan tangan bergerak ke bagian dasar paru c.Bandingkan fremitus pada kedua sisi paru-paru dan diantara apek serta dasr paru d. Lakukan palpasi taktil fremitus pada dinding dada anterior dan posterior (Sumber: Priharjo R, 1996) 74 Gambar: 2.4 Urutan palpasi toraks (posterior dan anterior). (sumber: Matassarin-Jacob dan Black, 1997 dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) Tabel 2.10 Temuan pada Pemeriksaan Palpasi Paru Palpasi Normal Kulit dan dinding Kulit dada tak nyeri Abnormal tekan, Kulit lembab atau terlalu lembut, hangat dan kering kering Krepitus: berbunyi tajam ketikakulit di palpasi yang disebabkan oleh kebocoran udara paru-paru ke dalam Tulang belakang dan iga jaringan sub kutan tidak nyeri tekan Fremitus Simetris, vibrasi Nyeri tekan setempat ringan Peningkatan fremitus: teraba pada dindin dada akibat vibrasi melalui media selama bersuara padat, seperti pada tumor paru Penurunan fremitus: akibat 75 vibrasi melalui peningkatan ruang dalam dada, seperti pada pneumothoraks atau obesitas Fremitus asimetris merupakan suatu kondisi yang selalu tidak normal Ekspansi dada Ekspansi simetris 3 sampai Ekspansi kurang dari 3 cm, lateral 8 cm nyeri atau asimetris (Sumber : Asih, NGY & Effendy C, 2004) 3) Perkusi Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Secara sistematis, perkusi paru dapat dilakukan dengan cara-cara sebagaimana tertera pada tabel berikut: Tabel 2.11 Langkah Kerja Perkusi pada Dinding Dada Langkah Kerja Perkusi pada Dinding Dada 1. Lakukan perkusi paru-paru anterior dengan posisi pasien supinasi a. Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap spasium interkostalis b. Bandingkan sisi kanan dan kiri 2. Lakukan perkusi pada paru-paru posterior dengan posisi pasien sebaiknya duduk atau berdiri a. Yakinkan dulu bahwa pasien telah duduk lurus b. Mulai perkusi dari puncak paru ke bawah c.Bandingkan antara sisi kanan dan kiri d. Catat hasil perkusi 76 3. Lakukan perkusi paru anterior untuk mendeterminasi gerakan diafragma (penting pada pasien emfisema) a. Suruh pasien untuk tarik nafas panjang dan menahannya b. Mulai perkusi: dari atas ke bawah (dari resonan ke redup) sampai bunyi redup didapatkan c.Beri tanda dengan spidol pada tempat dimana didapatkan bunyi redup (biasanya pada spasium interkostalis ke-9, sedikit lebih tinggi dari posisi hati di dada kanan) d. Suruh pasien untuk menghembuskan nafas secara maksimal dan menahannya e. Lakukan perkusi dari bunyi redup (tanda I) ke atas. Biasanya bunyi redup ke-2 ditemukan diatas tanda 1. Beri tanda pada kulit yang ditemukan redup (tanda II) f. Ukur jarak antara tanda I dan II. Pada wanita jarak kedua tanda ini normalnya 3-5 cm dan pada pria 5-6 cm (Sumber: Priharjo R, 1996) Gambar 2.5 Urutan perkusi dan auskultasi toraks. (Sumber: Lammon et al, 1995. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) 77 Tabel 2.12 Temuan pada Pemeriksaan Perkusi Paru Perkusi Normal resonan, Abnormal Bidang Bunyi tingkat Hiperesonan: akan paru kenyaringan rendah, terdengar menggaung, mudah pengumpulan udara atau pada terdengar, kualitas sama pneumothoraks pada kedua sisi Pekak atau datar: terjadi akibat penurunan udara di dalam paru-paru (tumor, cairan) Gerakan Letak diafragma pada Posisi dan posisi vertebra torakalis ke-10 difragma Setiap tinggi: distensi lambung atau kerusakan hemidiafragma saraf frenikus. Penurunan bergerak3-6 cm atau tanpa gerakan pada kedua hemodiafragma (Sumber : Asih, NGY & Effendy C, 2004) Jenis suara perkusi : Suara perkusi normal : Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal. Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru. Tympany : musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara. Suara Perkusi Abnormal : Hiperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang 78 Flatness abnormal berisi udara. : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya seluruhnya berisi jaringan. 4) Auskultasi Auskutasi merupakan teknik pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyi yang dihasilkan tubuh dengan menggunakan suatu alat yang disebut stetoskop. Pengkajian dengan auskultasi pada paru merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara ucapan. Langkah kerja auskultasi pada dada dapat dilakukan sebagai berikut: Tabel 2.13 Langkah Kerja Auskultasi Pada Dada Langkah Kerja Auskultasi pada Dada 1. Duduklah menghadap pasien 2. Suruh pasien bernafas secara normal dan mulailah auskultasi dengan pertama kali meletakkan stetoskop pada trakea, dengar bunyi nafas secara teliti. 3. Lanjutkan auskultasi dengan arah seperti pada perkusi, dengar suara nafas yang normal dan perhatikan bila ada suara tambahan 4. Ulangi auskultasi pada dada lateral dan posterior serta bandingkan sisi kanan dan kiri (Sumber: Priharjo R, 1996) Dari auskultasi diatas maka dapat didengarkan suara nafas normal (tabel 2.14) dan suara nafas tambahan (tabel 2.15) 79 Tabel 2.14 Ciri-ciri Suara Nafas Normal Dekripsi Lokasi Vesikuler Bunyi Asal Paling baik terdengar di Diciptakan oleh vesikuler lembut dan udara halus, perifer paru (kecuali di yang bergerak melewati bernada atas scapula) jalan nafas yang lebih rendah. Fase inspirasi 3 kecil kali lebih lama dari fase ekspirasi Bronkovesikuler Bunyi baik didengar Diciptakan oleh udara bronkovesikuler secara posterior antara yang bergerak melewati bernada bunyi Paling sedang tiupan dan scapula dan anterior di jalan nafas yang lebih dengan atas bronkhiolus di besar intensitas sedang. Fase samping sternum pada inspirasi sama dengan rongga interkosta fase ekspirasi pertama dan kedua Bronkial Paling baik terdengar di Diciptakan oleh Bunyi terdengar bronchial atas trakea keras dan bernada tinggi dengan kualitas bergema. Ekspirasi lebih lama dari pada inspirasi (rasio 3:2) (Sumber : Potter & Perry, 2005) udara yang bergerak melewati trakea yang dekat dengan dinding dada 80 Gambar 2.6 Lokasi bunyi nafas normal. (Sumber: Black dan Matassarin-Jacob, 1997. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) Tabel 2.15 Bunyi Suara Nafas Tambahan Bunyi Daerah yang Penyebab Karakter diauskultasi Krekels Paling sering Reinflasi Krekels halus adalah bunyi terjadi di lobus sekelompok dependen: dasar alveolus paru acak kanan dan kiri dan gemercik bernada halus yang tinggi, singkat, tiba- terdengar yang di akhir tiba: aliran udara inspirasi, biasanya tidak yang kacau hilang dengan batuk. Krekels basah adalah bunyi yang lebih rendah, lebih lambat terdengar di pertengahan inspirasi; tidak hilang dengan batuk Ronki Terdengar di Spasme mukular, Bunyi atas trakea dan cairan, bronkus; cukup atau rendah, keras, bernada bergemuruh, jika mucus pada jalan kasar, yang paling sering keras, nafas yang besar, terdengar selama inspirasi dapat terdengar menyebabkan atau di hilang dengan batuk sebagian turbulensi ekspirasi, dapat 81 besar bidang paru Mengi Dapat didengar Aliran di udara Bunyi musical bernada seluruh kecepatan tinggi tinggi dan kontinu seperti bidang paru melewati bronkus berdecit yang terdengar yang mengalami secara kontinu selama penyempitan inspirasi atau ekspirasi; berat biasanya lebih keras pada ekspirasi, tidak hilang dengan batuk Gesekan Terdengar pleura bidang di Pleura yang Bunyi kering, berciut yang paru mengalami paling terdengar selama lateral (jika klien inflamasi, pleura inspirasi; duduk tegak) tidak hilang parietalis dengan batuk, terdengar yangbergesekan paling dengan keras pleura permukaan viseralis di atas anterior lateral Sumber: data dari Forgas: Chest 73:399, 1978 Data dari Wikins RL, Hodgkin JE, Lopez B: Lung sounds: a practical guide, St Louis, 1988, Mosby-Year book; dikutip dari (Potter & Perry, 2005) Berikut di bawah ini adalah berbagai macam masalah dalam paru yang mungkin akan didapatkan setelah dilakukannya pengkajian. Tabel 2.16 Berbagai Masalah dalam Paru Variabel Pneumonia Emfisema Asma Pneumothorak Efusi pleura Tidak produktif Sedikit, kadang pengkajian Batuk Menyentak Kronis Tidak teratur muncul Pada awalnya Menyentak Pada awalnya batuk non produktif 82 tidak produktif tidak produktif namun namun menjadi kemudian sangat menjadi produktif produktif sesuai serangan saat dengan kemunduran kondisi Sputum Kental dan berwarna (pada Sedikit sputum Kental dan yang jernih banyak bila tahap akhir) Tidak ada Tidak ada kondisi memburuk Nyeri Pernafasan Tiba—tiba dan Tidak ada Tiba-tiba tajam bila dada (mungkin ada tajam di dada ada bergerak pada saat semakin sakit serangan) Dispnea Dispnea Cepat dan meningkat Tidak ada Ekspirasi lebih Dispnea panjang dan ekspirasi bibir mencucu berat panjang dan Biasanya tidak Kecepatan meningkat Menggunakan Mungkin gagal otot nafas asesoris Gerakan nafas yang tidak normal menyebabkan pada area yang retraksi terkena interkostalis Palpasi Taktil fremitus meningkat Taktil fremitus menurun Taktil fremitus bisa meningkat, menurun Taktil fremitus Taktil fremitus menurun menurun Hiperesonan Bunyi atau tetap Perkusi Resonan Resonan/Hipere Resonan menurun sonan meningkat atau atau tumpul melemah Gerakan Gerakan Gerakan diafragma diafragma diafragma melemah pada minimal melemah sisi terkena yang datar 83 Auskultasi Rales Bunyi nafas melemah Ronkhi atau Bunyi nafas melemah tidak ada Wheezing dan Bunyi melemah nafas atau Bunyi nafas melemah atau tidak ada pada tidak ada pada Lebih wheezing area area pada ekspirasi terkena yang yang terkena ronkhi Egoponi dan berdesir pada area di atas tinggi air Kekhusussan Umumnya Diameter AP disertai demam dada dan menggigil bertambah mungkin Wheezing, Payah, tekanan Trakhea gelisah, darah menurun, mungkin berkeringat saat nadi cepat bergeser serangan Takhikardia (Sumber: Nursing photobook, Assesing Your Patients, Intermed Communications Inc., Pennsylvania, 1980., dikutip dari Priharjo R, 1996) 3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan untuk menentukan keadekuatan system konduksi jantung Pemeriksaan konduksi yang dilakukan untuk menentukan keadekuatan system jantung elektrokardiogram, mencakup monitor peremiksaan dengan Holter, pemeriksaan stress menggunakan latihan dan pemeriksaan elektrofisiologi. 1) EKG (Elektrokardiogram) Pemeriksaan ini menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls, dan posisi listrik jantung (aksis jantung) 2) Monitor Holter Monitor Holter merupakan peralatan yang dapat dibawa (portable) dan berfungsi merekam aktivitaslistrik jantung dan menghasilkan EKG yang terus menerus selama periode tertentu (mis. 12 jam). Dengan monitor 84 Holter memungkinkan klien tetap bisa melakukan aktivitas normal mereka sementara aktivitas listrik jantung tetap merekam. 3) Exercise Stress Test Pemeriksaan ini digunakan untuk mengevaluasi respon jantung terhadap stress fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai respon miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner. 4) Pemeriksaan elektrofisiologis (PEF) Pemeriksaan elektrofisiologis (PEF) merupakan pengukuran invasive aktivitas listrik. Kateter elektroda diinsersi ke dalam atrium kanan, biasanya melalui vena femoral. Stimulasi listrik kemudian dihantarkan melalui kateter sementara monitor dan computer EKG merekam respon listrik jantung terhadap stimulus. b. Pemeriksaan untuk menentukan kontraksi miokardium aliran darah Untuk menentukan kontraksi miokardium aliran darah dapat dilakukan pemeriksaan ekokardiografi, skintigrafi, kateterisasi, dan angiografi. 1) Ekocardiografi Echocardiography merupakan pengukuran noninvasive untuk mengevaluasi struktur internal jantung dan gerakan dinding jantung. 2) Skintigrafi Skintigrafi mertupakan tindakan noninvasive yang menggunakan radioisotope untuk mengevaluasi struktur jantung, perfusi miokard, dan kontraktilitas. 3) Kateterisasi jantung dan Angiografi Kateterisasi jantung dan Angiografi adalah prosedur invasive yang digunakan untuk memvisualisasikan ruang-ruang jantung, katub, pembuluh darah besar, dan arteri koroner, serta mengukur tekanan dan volume di dalam empat ruang. 85 c. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi Untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi dapat dilakukan pemeriksaan tes fungsi paru, kecepatan aliran ekspirasi puncak, pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri dan hitung darah lengkap. 1) Pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbondioksida secara efisien. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan masker mulut (mouthpiece) yang dihubungkan dengan spirometer yang berfungsi untuk mencatat volume paru.Pengukuran yang dilakukan mencakup volume tidal, Volume cadangan inspirasi, Volume residual, dan volume cadangan ekspirasi. 2) Kecepatan aliran ekspirasi puncak Kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate [PEFR]) adalah titik aliran tertinggi yangdicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan nafas menjadi besar. 3) Pemeriksaan gas darah arteri Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pembuluh darah arteri yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi ion hydrogen, tekanan parsial oksigen dan karbondioksida dan saturasi hemoglobin. Pemeriksaan ini dapat menggambarkan bagaimana difusi gas melalui membran kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan. 4) Oksimetri Pengukuran saturasi oksigen kapiler dapat dilakukan dengan menggunakan oksimetri. Saturasi oksigen (O2 sat)adalah prosentase hemoglobin yang disaturasi oksigen. Keuntungannya: mudah dilakukan, tidan invasive, dan dengan mudah diperoleh., dan tidak menimbulkan 86 nyeri. Klien yang bisa dilakukan pemeriksaan ini adalah klien yang mengalami kelainan perfusi/ventilasi, seperti pneumonia, emfisema, bronchitis kronis, asma embolisme pulmonar, dan gagal jantung kongestif. 5) Pemeriksaan darah lengkap Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan sel darah putih per mm3 darah. Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam sel darah merah (eritrosit). Defisiensi sel darah merah akan menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen karena molekul hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut ke jaringan lebih sedikit. Apabila jumlah sel darah merah meningkat (mis. Polisitemia) kapasitas darah yang mengangkut oksigen meningkat. Namun peningkatan jumlah sel darah merah akan meningkatkan kekentalan (viskositas) dan resiko terbentuknya thrombus. d. Pemeriksaan untuk melihat/memvisualisasikan struktur sistem pernapasan Pemeriksaan untuk melihat/memvisualisasikan struktur sistem pernapasan dapat dilakukan dengan pemeriksaan sinar-X pada dada, bronkoakopi, dan pemindaian paru 1) X-Ray thoraks Pemeriksaan sinar-X dada terdiri dari radiografi thoraks, yang memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya cairan (mis. Pneumonia), massa (mis. Kanker paru), fraktur (mis. Fraktur klavikula dan tulang iga), dan proses-proses abnormal lainnya. 2) Bronkoskopi Bronkoskopi adalah pemeriksaan visual pada pohon trakeobronkeal melalui bronkoskop serat optic yang fleksibel, dan sempit. Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan atau sampel 87 sputum dan untuk mengangkat plak lender atau benda asing yang menghambat jalan nafas. 3) Pemindaian paru Pemindaian paru yang paling umum adalah pemindaian Computed Tomografi (CT) Scan Paru. Sebuah pemindaian CT Paru dapat mengidentifikasikan massa abnormal melalui ukuran dan lokasi tetapi tidak dapat mengidentifikasikan tipe jaringan, dan untuk menidentifikasi jaringan maka harus dilakukan dengan biopsi. e. Pemeriksaan untuk menentukan sel abnormal/ infeksi system pernapasan Pemeriksaan untuk menentukan apakah terdapat sel-sel abnormal atau infeksi di dalam saluran pernafasan meliputi kultur tenggorok, specimen sputum, pemeriksaan kulit dan torasentesis. 1) Kultur apus tenggorok Kultur apus tenggorok adalah suatu pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikroorganisme yang patogenik dengan jalan mengambil sampel kultur tenggorok yang diperoleh dengan mengusap daerah tonsil dan daerah orofaring dengan menggunakan swab steril. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan swab ke dalam daerah faring dan menghapuskannya sepanjang daerah yang berwarna kemerahan dan daerah eksudat. 2) Spisemen sputum Spisemen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang dalam sputum (mis. TB Paru). Sputum untuk sitologi adalah specimen sputum yang diambil untuk mengidentifikasikan kanker paru abnormal dan dengan tipe sel yang ada didalmnya. 3) Pemeriksaan kulit Pemeriksaan kulit memungkinkan perawat atau dokter mengetahui adanya bakteri, jamur, atau penyakit paru yang disebabkan karena virus. 88 Caranya dengan menginjeksikan antigen secara intradermal, kemudian bekas suntikan diberi tanda bundar dank lien diinstruksikan untuk mencuci bundaran tersebut. Pemeriksaan ini dibaca setelah 24 jam. Hasil posistif jika didapatkan indurasi pada kulit. Indurasi ini merupakan penebalan pada kulit yang bisa dipalpasi, meninggi, mengeras yang terdapat di sekitar injeksi. Indurasi ini disebabkan oleh edema dan inflamasi dari reaksi antigen antibody. 4) Torasentesis Torasentesis adalah suatu pemeriksaan dengan jalan membedah dinding dada dan ruang pleura dengan jarum untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostic atau tujuan terapeutik atau untuk mengangkat specimen untuk biopsi. Prosedur dilakukan dengan teknik aseptic dengan menggunakan anstesi local. Klien biasanya duduk tegak dengan thoraks anterior yang ditopang bantal atau dengan meja diatas tempat tidur. B. Diagnosis Keperawatan Klien yang mengalami perubahan oksigenasi dapat memiliki diagnosa keperawatan sebagaimana dalam tabel berikut: Tabel 2.17 Diagnosa Keperawatan yang berhubungan dengan Gangguan Oksigenasi Diagnosa Definisi Faktor yang keperawatan berhubungan Bersihan jalan suatu keadaan - nafas efektif tidak dimana individu tidak mampu membersihkan sekresi atau - Batasan karakteristik Energy yang Subyektif: menurun/kele - Pernyataan tihan kesulitan infeksi bernafas (saluran Obyektif: pernafasan), obstruksi, dan - Bunyi nafas sekresi dalam abnormal, trakheobronki rales, ronki 89 obstruksi saluran nafas - untuk mempertahan al Taruma/ cedera inhalasi - - kan jalan nafas yang paten - - Pola nafas keadaan tidak efektif - dimana pola inhalasi dan ekshalasi individu tidak memungkinka n - pengembanga n atau pengosongan paru adekuat. - yang Perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernafasan Takipnea Batuk efektif atau tidak efektif dengan atau tanpa sputum Sianosis Dispnea Apnea Cemas Gelisah Penggunaan otot bantu pernafasan Pernafasan terhambat atau berisik Subyektif Kerusakan neuromuskula - Mengungkapk r (pusat an nafas pernafasan)/m pendek uskular (ototObyektif otot pernafasan) - Dispnea Perubahan - Takipnea rasio O2/CO2 - Fremitus Infeksi saluran - AGD abnormal pernafasan - Sianosis - Batuk - Pengembanga n hidung - Perubahan kedalaman pernafasan - Fase ekspirasi memanjang - Diameter AP 90 Gangguan Keadaan pertukaran dimana gas individu - - mengalami - penurunan keluar masuknya - oksigen - dan/atau karbondioksid a di antara alveoli pari- paru bertambah - Ekskursi dada bertambah - Takikardia Ketidakseimba Subyektif ngan perfusi - Ungkapan ventilasi sesak Perubahan - Merasa akan aliran darah mati Perubahan Obyektif membrane alveolar- Hipoksia kapiler - Sianosis Infeksi saluran - Hiperkapnea pernafasan - Takikardia Kemempuan - Somnolens pembawa - Gelisah oksigen darah - Iritabilitas berubah - Tidak mampu mengeluarkan sekresi dan system vaskuler. Perubahan Suatu keadaan perfusi dimana jaringan seorang - - individu mengalami - penurunan nutrisi dan Kardiopulmonal dan Penghentian aliran darah perifer arteri-vena Subyektif Masalah pertukaran - Ungkapan gas nyeri dada Hipovolemia - Palpitasi Hipervolemia - Dispnea - Perasaan akan mati oksigenasi pada tingkat seluler karena Obyektif - Pulsasi arteri menurun 91 defisit suplai - darah kapiler - - Penurunan Suatu keadaan curah jantung dimana darah - yang dipompakan oleh jantung berkurang - sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. Resiko Keadaan terhadap dimana infeksi individu Subyektif Perubahan pada preload - Ungkapan letih (penurunan - Dispnea aliran balik vena, Obyektif perubahan kontraktilitas - Aritmia otot jantung) - Distensi vena Perubahan jugularis pada afterload - Perubahan (perubahan warna kulit tahanan dan vaskuler membrane sistemik, mukosa perubahan - Sianosis inotropik pada - Oliguria jantung) - Nadi perifer menurun - Kulit pucat dan dingin - Rales - Gelisah Faktor resiko - Pucat Suhu kulit ekstemitas dingain Pengisian kapiler lambat (CRT > 3 detik) Perubahan frekuensi dan irama jantung Sianosis sentral Hemoptisis Diagnosa resiko tidak ditandai dengan tanda Pertahan primer tidak dan gejala karena adekuat 92 beresiko tinggi terhadap - invasi organism patogenik - - Intoleransi Suatu keadaan aktifitas dimana individu - mempunyai energy fisiologis atau psikologis yang - tidak memadai untuk meneruskan - masalah belum terjadi (penurunan kerja silia) Pertahanan sekunder tidak adekuat (Hb menurun) Imunitas yang didapat tidak adekuat, dan paparan terhadap lingkungan meningkat Kurang pengetahuan untuk menghindari paparan terhadap patogen Tirah baring Subyektif yang lama/ - Ungkapan imobilisasi verbal Kelemahan mengenai letih umum atau lemah Ketidakseimba - Dispnea atau ngan antara ketidaknyama suplai dan nan kebutuhan - Nyeri oksigen. - Kurang/tidak minat untuk beraktivitas Obyektif - atau menyelesaikan aktivitas - Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal, Perubahan EKG 93 sehari-hari menunjukkan aritmia atau ischemia Pucat, sianosis. yang diinginkan - atau diperlukan. (Sumber : Doengoes, ME dkk, 2000) C. Perencanaan dan Pelaksanaan Keperawatan 1. Tujuan : a. Mempertahankan jalan napas agar efektif b. Mempertahankan pola pernapasan agar kembali efektif c. Mempertahankan pertukaran gas d. Memperbaiki perfusi jaringan e. Meningkatkan curah jantung f. Meminimalkan dan mencegah terjadinya infeksi g. Meningkatkan toleransi aktivitasnya 2. Rencana Tindakan a. Mempertahankan Jalan napas agar efektif Tabel 2.18 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Tidak Efektifnya Bersihan Jalan Pernafasan Intervensi Rasional 1) Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki kedalaman dan penggunaan akumulasi secret otot aksesori. ketidakmampuan indikasi atau membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori 94 digunakan dan kerja pernapasan meningkat. 2) Catat kemampuan untuk Pengeluaran sulit bila sekret tebal, atau sputum berdarah akibat kerusakan batuk efektif, catat karakter, paru atau luka bronchial yang jumlah memerlukan mengeluarkan secret sputum, adanya hemoptisis. evaluasi/intervensi lanjut. 3) Berikan pasien posisi semi atau Fowler. Meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan 4) Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam. ventilasi maksimal membuka area atelektasis gerakan dan sekret peningkatan agar mudah dikeluarkan 5) Lakukan fisioterapi dada Meminimalkan dan (postural drainage, clapping, sumbatan/obstrusi perkusi dan vibrasi) pernafasan. 6) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu. Mencegah mencegah saluran obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret. 7) Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan kontraindikasi. 8) Lembabkan udara/oksigen inspirasi. 9) Bantu inkubasi darurat bila perlu. Mencegah pengeringan membran mukosa. Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut. 10) Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen 95 sesuai indikasi. trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas. (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011) b. Mempertahankan pola pernapasan kembali efektif Intervensi : Tabel 2.19 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Tidak Efektifnya Pola Pernafasan Intervensi 1) Kaji frekuensi pernafasan Rasional kedalaman dan Kecepatan biasanya mencapai ekspansi kedalaman pernafasan bervariasi dada. Catat upaya pernafasan tergantung derajat gagal nafas. termasuk penggunaan otot Expansi bantu pernafasan / pelebaran berhubungan dengan atelektasis nasal. dan atau nyeri dada dada terbatas yang 2) Auskultasi bunyi nafas dan Ronki dan wheezing menyertai catat adanya bunyi nafas obstruksi jalan nafas / kegagalan seperti krekels, wheezing. pernafasan. 3) Tinggikan kepala dan bantu Duduk tinggi memungkinkan mengubah posisi fowler atau ekspansi paru dan memudahkan semi fowler pernafasan. 4) Kaji/awasi secara rutin kulit, kuku dan warna Hipoksia akan dimanifestasikan dan dengan perubahan perubahan yang terjadi pada mukosa membrane mukosa bibir pucat/sianosi, kuku pucat dengan bibir membrane menjadi CRT > 3 detik 5) Observasi pola batuk dan Kongesti alveolar mengakibatkan 96 karakter sekret. batuk sering/iritasi. 6) Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk. Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas. 7) Ajarkan pasien pernafasan Membantu pasien diafragmatik dan pernafasan memperpanjang waktu ekspirasi. bibir Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif. 8) Berikan dorongan menyelingi untuk aktivitas dan periode istiraha pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan. 9) Berikan dorongan penggunaan pelatihan otototot Memungkinkan pernafasan Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan. jika diharuskan 10) Kolaborasi (Berikan oksigen tambahan, humidifikasi Memaksimalkan Berikan menurunkan tambahan memberikan misalnya : nebulizer) bernafas kerja dan nafas, kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret. (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011) c. Mempertahankan pertukaran gas Tabel 2.20 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Gangguan Pertukaran Gas Intervensi 1) Kaji dispnea, takipnea, bunyi Rasional Pada beberapa penyakit saluran 97 pernapasan abnormal. pernafasan (mis. dapat Tuberkulosis Peningkatan upaya respirasi, paru) menyebabkan keterbatasan ekspansi dada meluasnya jangkauan dalam paru- dan kelemahan. pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. 2) Evaluasi perubahan-tingkat Akumulasi secret dapat kesadaran, catat tanda-tanda menggangu oksigenasi di organ sianosis dan perubahan warna vital dan jaringan. kulit, membran mukosa, dan warna kuku. 3) Demonstrasikan/anjurkan Meningkatnya resistensi aliran untuk mengeluarkan napas udara untuk mencegah kolapsnya dengan jalan napas. bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. 4) Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi. sesuai kebutuhan. 5) Monitor GDA. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi. 6) Tingikan kepala tempat tidur Suplai oksigen dapat diperbaiki 98 dan bantu untuk memilih dengan posisi duduk tinggi dan posisi yang mudah untuk latihan nafas untuk menurunkan bernafas (mis fowler atau kolaps jalan nafas, tindakan ini semi fowler). juga bisa meningkatkan ekspansi paru secara maksimal. 7) Dorong untuk pengeluaran Sputum menganggu proses sputum/ penghisapan bila ada pertukaran gas serta penghisapan indikasi dilakukan bila batuk tidak efektif. 8) Awasi dan pantau tingkat kesadaran / status mental Penurunan kesadaran merupakan manisfestasi umum dari hipoksia 9) Awasi tanda vital dan status jantung Perubahan tekanan menunjukkan efek darah hipoksia sistemik pada fungsi jantung 10) Berikan oksigen sesuai tambahan indikasi pertahankan Dapat memperbaiki atau dan mencegah terjadinya hipoksia dan ventilasi kegagalan nafas serta tindakan mekanik dan Bantu intubasi untuk penyelamatan hidup. (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011) d. Memperbaiki perfusi jaringan Tabel 2.21 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Gangguan Perfusi Jaringan Intervensi 1) Awasi tanda pengisian dasar kuku. vital kapiler, kulit/membrane Rasional kaji warna mukosa, Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan jaringan dan perfusi membantu menetukan kebutuhan intervensi. 99 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan: kontraindikasi bila ada hipotensi. 3) Kaji ektremitas bagian perifer Pada klien dengan gangguan perfusi jaringan didapatkan akral dingin 4) Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas Dispnea atau sesak, gemericik menununjukkan gangguan/ perhatikan bunyi adventisius. kelainan pada jantung karena Awasi regangan jantung lama/ peningkatan kompensasi curah upaya auskultasi pernapasan; bunyi napas perhatikan bunyi adventisius. 5) Observasi CRT (Capillary Refill Time) jantung. CRT > 3 detik mengidentifikasikan keparahan gangguan perfusi jaringan perifer klien 6) Cegah dan hindari terjadinya perdarahan Perdarahan meningkatkan gangguan perfusi jaringan akan memperparah kondisi klien 7) Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. Iskemia jaringan seluler mempengaruhi miokardial/ potensial risiko infark 8) Hindari penggunaan botol Termoreseptor jaringan dermal penghangat atau botol air dangkal karena gangguan oksigen. panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer. 9) Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan Berikan sel laboraturium. darah merah Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi. 100 lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. 10) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan. (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011) e. Meningkatkan curah jantung Tabel 2.22 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Resiko Penurunan Curah Jantung Intervensi Rasional 1) Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai perifer akibat berdiri jika memungkinkan. vasodilatasi yang Perhatikan besarnya tekanan berlebihan dan penurunan volume nadi. sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan refleksi kompensasi dari peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah. 2) Kaji nadi atau denyut jantung saat pasien tidur Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat terhadap adanya takikardia. 3) Auskultasi perhatikan suara adanya jantung, bunyi S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung tambahan, adanya jantung meningkat pada keadaan irama gallop dan murmur hipermetabolik, adanya S3 sebagai sistolik. tanda adanya kemungkinan gagal jantung. 101 4) Pantau EKG, catat dan Takikardia merupakan cerminan perhatikan kecepatan atau langsung stimulasi otot jantung irama jnatung dan adanya oleh berbagai keadaan, dsiritmia disritmia. seringkali terjadi membahayakan dan fungsi dapat antung atau curah jantung. 5) Auskultasi suara nafas, Tanda awal terjadinya kongesti perhatikan adanya suara yang paru yang berhubungan dengan tidak normal. timbulnya gagal jantung. 6) Periksa/teliti kemungkinan adanya nyeri angina yang dada atau dikeluhkan Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia. pasien. 7) Batasi dan toleransi aktifitas klien Peningkatan aktifitas akan meningkatkan metabolisme tubuh dan penggunaan Oksigen pada tingat seluler 8) Observasi tanda dan gejala Dehidrasi yang cepat dapat terjadi haus yang hebat, mukosa yang akan menurunkan volume membran kering, nadi lemah, sirkulasi dan menurunkan curah pengisisan jantung. kapiler lambat, penurunan produksi urine dan hipotensi. 9) Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai indikasi. Pemberian dengan cairan cepat memperbaiki melalui perlu volume IV untuk sirkulasi tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal jantung/kebutuhan terhadap 102 pemberian zat inotropik. 10) Berikan O2 sesuai indikasi Mungkin juga diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme/kebutuhan terhadap oksigen tersebut. (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011) f. Meminimalkan dan mencegah terjadinya infeksi Tabel 2.23 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Resiko Terjadinya Infeksi Intervensi 1) Review patologi Rasional penyakit, Membantu pasien agar mau pada penyakit infeksi saluran mengerti dan menerima terapi pernafasan (mis. TB Paru) yang diberikan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui komplikasi. bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi. 2) Identifikasi orang-orang yang beresiko seperti terkena anggota infeksi keluarga, Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi. teman, orang dalam satu perkumpulan. 3) Anjurkan pasien menutup Kebiasaan ini untuk mencegah 103 mulut dan membuang dahak terjadinya penularan infeksi. di tempat penampungan yang tertutup jika batuk. 4) Gunakan masker setiap melakukan tindakan. Mengurangi risiko penyebaran infeksi. 5) Monitor temperatur. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi. 6) Identifikasi individu yang Pengetahuan tentang faktor- berisiko tinggi untuk terinfeksi faktor ini membantu pasien untuk ulang (mis. Pada TB Paru), mengubah seperti: menghindari/mengurangi keadaan alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass gaya hidup dan yang lebih buruk. intestinal, menggunakan obat penekan imun/kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker. 7) Tekankan untuk menghentikan terapi tidak Penghentian yang mengakibatkan dijalani. akan resiko peningkatan terjadinya infeksi 8) Lakukan pemeriksaan sputum untuk terapi pemeriksaan kultur, monitor sputum Untuk melihat kharakteristik sputum, menegakkan diagnosa, dan mengidentifikasikan kuman penyebab. 9) Berikan nutrisi yang adekuat Kondisi malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. 10) Kolaborasi antibiotic pemberian Membunuh kuman/mikroorganisme pencetus 104 infeksi sehingga meminimalkan bisa dan mencegah perluasan infeksi (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011) g. Peningkatan toleransi aktivitas Tabel 2.24 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Intervensi 1) Evaluasi respons terhadap aktivitas. Rasional pasien Catat Menetapkan kebutuhan/kemampuan laporan dyspnea peningkatan dalam kelemahan/kelelahan memudahkan pilihan intervensi. dan beraktivitas pasien dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. 2) Jelaskan pentingnya istirahat Tirah baring dipertahankan selama dalam rencana pengobatan fase akut suatu penyaki dan dan perlunya keseimbangan digunakan aktivitas dan istirahat. kebutuhan metabolik, menghemat untuk menurunkan energi untuk penyembuhan. 3) Bantu pasien memilih posisi Pasien mungkin nyaman dengan nyaman untuk istirahat dan kepala atau tidur. kedepan meja atau bantal. 4) Berikan posisi semi fowler atau fowler tinggi atau menunduk Meningkatkan ekspansi paru dan mencukupi pemenuhan kebutuhan oksigen 5) Berikan lingkungan tenang Menurunkan stress dan 105 dan batasi pengunjung selama rangsangan fase akut sesuai indikasi. sehingga yang berlebihan bisa meningkatkan Mengidentifikasi kembali istirahat. 6) Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah penyimpangan aktivitas diharapkan 7) Berikan bantuan dalam tujuan yang Dapat meminimalkan kelelahan melaksanakan aktivitas sesuai dan yang suplai dan kebutuhan oksigen, dan diperlukan dan dilakukan secara bertahap. membantu keseimbangan mengurangi penggunaan energi yang berlebihan 8) Anjurkan makanan dalam Makanan dalam porsi besar susah porsi kecil tapi sering dengan dikunyah dan memerlukan banyak makanan energy yang mudah pasien dalam dikunyah 9) Dukung Otot-otot yang mengalami menegakkan latihan secara kontaminasi membutuhkan lebih bertahap dan teratur (jika banyak O2. sudah dengan memungkinkan), berjalan perlahan atau latihan yang sesuai. 10) Kolaborasi dalam pemberian O2 sesuai diindikasikan dengan yang Memaksimalkan bernafas, memperbaiki fungsi pernafasan dan menurunkan kerja nafas. (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011) 106 E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam : 1. Mempertahankan jalan napas secara efekti ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk bernafas, jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal, serta tidak ditemukan adanya tanda hipoksia 2. Mempertahankan pola napas secara efektif ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk bernafas, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal, tidak ditemukan adanya tanda hipoksia serta kamampuan paru berkembang dengan baik 3. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk bernafas, jalan nafas bersih, tidak ditemukan dipnea pada usaha napas, inspirasi dan ekspirasi dalam batas normal, serta saturasi dan PCO2 dalam keadaan normal 4. Meningkatkan perfusi jaringan yang ditunjukkan dengan adanya kemampuan pengisian kapiler, frekuensi, irama, kekuatan nadi dalam batas normal dan status hidrasi normal. 5. Meningkatkan curah jantung yang ditunjukkan dengan pasien rileks tidak dijumpai hipoksia, dispnea, irama jantung teratur, akral hangat, nadi dalam batas normal, tidak ada perubahan EKG yang menunjukkan adanya aritmia atau ischemia 6. Meminimalkan/mencegah infeksi yang ditunjukkan dengan tidak dijumpainya tanda-tanda infeksi saluran pernafasan seperti demam, menggiggil, batuk berdahak, sputum purulen, suara nafas tidak normal dsb. 7. Meningkatkan toleransi aktivitas yang ditunjukkan dengan pasien mampu mentoleransi aktivitasnya, tidak dijumpai dispnea atau ketidaknyamanan, frekuensi jantung atau tekanan darah dalam batas normal, tidak ada 107 perubahan EKG yang menunjukkan adanya aritmia atau ischemia, tidak pucat, maupun sianosis. 108 BAB 3 PRAKTIK KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI F. Tehnik Latihan Nafas Dalam G. Tehnik Latihan Batuk Efektif H. Tehnik Pernafasan Pursed Lips I. Tehnik Pernafasan Diafragma J. Tehnik Fisioterapi dada K. Tehnik Pemberian Oksigen L. Tehnik Pengambilan Sputum M. Tehnik Penghisapan Lendir N. Tehnik Pemberian Nebulizer 109 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah membaca bab ini diharapkan mahasiswa mampu: 6. Mendemonstrasikan Tehnik Latihan Nafas dalam dengan baik dan benar 7. Mendemonstrasikan Tehnik Latihan Batuk Efektif dengan baik dan benar 8. Mendemonstrasikan Tehnik Pernafasan Pursed Lips dengan baik dan benar 9. Mendemonstrasikan Tehnik Pernafasan Diafragma dengan baik dan benar 10. Mendemonstrasikan Tehnik Fisioterapi dada dengan baik dan benar 11. Mendemonstrasikan Tehnik Pemberian Oksigen dengan baik dan benar 12. Mendemonstrasikan Tehnik Pengambilan Sputum dengan baik dan benar 13. Mendemonstrasikan Tehnik Penghisapan lendir dengan baik dan benar 14. Mendemonstrasikan Tehnik Pemberian Nebulizer dengan baik dan benar 110 BAB III PRAKTIK KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI A. Teknik Latihan Napas Dalam Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002). Tujuan relaksasi nafas dalam menurut Smeltzer & Bare, (2002) adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan. Tabel 3.1 Tindakan Klinis dan Rasional Membantu Klien Nafas Dalam Tindakan Rasional 1. Perawat Cuci tangan 1. Mencegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan penyakit 2. Jelaskan prosedur tindakan 2. Memberi pemahaman dan mendapatkan kerjasama klien 3. Bantu klien duduk di tempat 3. Postur yang tegak tidur atau posisikan tempat memungkinkan ekspansi paru tidur dalam posisi fowler tinggi maksimal 4. Instruksikan klien menarik nafas sedalam mungkin. Letakkan tangan anda pada sangkar iga 4. Menghasilkan ekspansi paru yang maksimal dan membuka jalan nafas 111 untuk mengkaji ekspansi paru 5. Instruksikan klien untuk menghembuskan nafas secara 5. Menghasilkan ekspirasi yang maksimal perlahan 6. Ulangi langkah 4 dan 5 sebanyak 10-20 kali 7. Catat respon yang 6. Dapat menginikasikan hiperventilasi terjadi 7. Mengetahui reaksi dan (pening, sesak, atau masalah perkembangan lebih lanjut dari pernafasan yang lainnya) klien 8. Rapikan klien 8. Memberikan kenyamanan 9. Perawat cuci tangan 9. Menciegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan penyakit 10. Dokumentasi 10. Aspek tanggung jawab perawat dalam melakukan tindakan keperawatan Gambar 3.1 Membantu klien nafas dalam (Sumber: Asih, NGY & Effendy C, 2004) 112 B. Teknik Latihan Batuk Efektif Latihan batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakhea, dan bronkheolus dari sekret atau benda asing di jalan napas Gambar 3.2 Membantu Klien batuk (Sumber: Asih, NGY & Effendy C, 2004) Tabel 3.2 Tindakan Klinis dan Rasional Mengajarkan dan Membantu Klien Batuk Efektif Tindakan 1. Perawat Cuci tangan Rasional 1. Mencegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan 113 penyakit 2. Jelaskan prosedur tindakan 2. Memberi pemahaman dan mendapatkan kerjasama klien 3. Pakai masker, gaun, sarung 3. Beberapa penyakit pernafasan tangan dan alat pelindung yang (mis. TB Paru ditularkan melalui lainnya jika ada indikasi droplet yang dibatukkan) 4. Bantu klien duduk di sisi tempat tidur 4. Postur yang memungkinkan tegak pengeluaran secret 5. Instruksikan klien melakukan 5. Meningkatkan inspirasi nafas dalam 2 atau 3 kali maksimal. Inspirasi dalam (Ketika klien menghirup nafas meningkatkan volume paru dan berikutnya instruksikan klien membuka jalan udara untuk untuk condong ke depan) memungkinkan udara mencapai bagian belakang mucus dan mendorongnya ke depan 6. Instrusikan klien untuk tahan nafas 1-2 detik mengkontraksikan dan otot-otot abdomennya di belakang mucus dan kontraksi otot untuk membantu batuk lebih kuat 7. Instruksikan klien untuk batuk dengan 6. Menggunakan dorongan udara kuat, 7. Membersihkan sekresi dari dan jalan nafas klien. Pembebatan mengeluarkan sekresi ke tisu pada thoraks dan abdomen atau membatasi nyeri selama batuk basin emesis (bebat dinding dada bagian bawah dan dan abdomen menggunakan bantal yang lebih kuat dari otot-otot atau handuk ketika batuk) ekspirasi 8. Lakukan beberapa kali sesuai kebutuhan meningkatkan kontraksi 8. Mungkin diperlukan beberapa kali upaya untuk membersihkan 114 sekresi jalan udar klien 9. Catat respon yang terjadi 9. Mengetahui reaksi dan (pening, sesak, atau masalah perkembangan lebih lanjut dari pernafasan yang lainnya) klien 10. Bereskan alat, rapikan dan istirahatkan klien 10. Menurunkan penyebaran mikroorganisme, dan memberikan kenyamanan klien setelah batuk 11. Perawat melepas pakaian pelindung dan cuci tangan 12. Dokumentasi 11. Menurunkan penyebaran miroorganisme 12. Aspek tanggung jawab perawat dalam melakukan tindakan keperawatan C. TEKNIK PERNAFASAN PURSED LIPS Teknik pernafasan Pursed Lips atau pernafasan bibir merupakan teknik pernafasan yang bertujuan untuk membantu meningkatkan ventilasi secara optimal dan pembukaan jalan udara. Teknik ini digunakan pada individu dengan penyakit paru obstruktif kronis untuk meningkatkan status pernafasannya Respon yang diharapkan: klien mampu bernafas dengan dalam dan mengembangkan paru-parunya dengan sempurna, klien mampu menggunakan teknik-teknik pernafasan untuk meningkatkan ventilasinya, klien mampu untuk batuk produktif dan klien tidak mengalami atelektasis atau pneumonia. Tabel 3.3 Tindakan Klinis dan Rasional Mengajarkan Klien Tehnik Pernafasan Pursed Lips Tindakan 1. Perawat Cuci tangan Rasional 1. Mencegah dan meminimalkan 115 kemungkinan resiko penularan penyakit 2. Jelaskan prosedur tindakan 2. Memberi pemahaman dan mendapatkan kerjasama klien 3. Bantu klien duduk di tempat 3. Postur yang tegak tidur atau posisikan tempat memungkinkan ekspansi paru tidur dalam posisi fowler maksimal tinggi 4. Instruksikan klien menarik nafas melalui hidung dengan lambat 5. Instruksikan klien menghembuskan secara perlahan 4. Memungkinkan ekspirasi lebih baik, menghasilkan ekspansi paru yang maksimal untuk 5. Menghasilkan ekspirasi yang nafas maksimal dan membuat jalan melalui nafas terbuka selama ekshalasi bibir membentuk huruf O (dimonyongkan/mencucu) 6. Ulangi langkah 4 dan 5 sebanyak 10-20 kali sesak, mengindikasikan hiperventilasi 7. Catat respon yang terjadi (pening, 6. Dapat atau masalah pernafasan yang 7. Mengetahui reaksi dan perkembangan lebih lanjut dari klien lainnya) 8. Rapikan klien 8. Memberikan kenyamanan 9. Perawat cuci tangan 9. Mencegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan penyakit 10. Dokumentasi 10. Aspek tanggung jawab perawat dalam melakukan keperawatan tindakan 116 Gambar 3.3 Pernapasan Bibir (Pursed Lips). (Sumber: Asih, NGY & Effendy C, 2004) D. TEKNIK PERNAFASAN DIAFRAGMA Teknik pernafasan Diafragma merupakan teknik pernafasan yang secara prinsip mempunyai tujuan yang sama dengan pernafasan pursed lips yaitu bertujuan untuk membantu meningkatkan ventilasi secara optimal dan pembukaan jalan udara. Teknik ini digunakan pada individu dengan penyakit paru obstruktif kronis untuk meningkatkan status pernafasannya Respon yang diharapkan: klien mampu bernafas dengan dalam dan mengembangkan paru-parunya dengan sempurna, klien mampu menggunakan teknik-teknik pernafasan untuk meningkatkan ventilasinya, klien mampu untuk batuk produktif dan klien tidak mengalami atelektasis atau pneumonia. Tabel 3.4 Tindakan Klinis dan Rasional Mengajarkan Klien Pernafasan Diafragma Tindakan 1. Perawat cuci tangan Rasional 1. Mencegah dan meminimalkan 117 kemungkinan resiko penularan penyakit 2. Jelaskan prosedur tindakan 2. Memberi pemahaman dan mendapatkan kerjasama klien 3. Bantu klien duduk di tempat 3. Postur yang tegak tidur atau posisikan tempat memungkinkan ekspansi paru tidur dalam posisi fowler maksimal tinggi 4. Instruksikan klien menarik nafas melalui hidung dengan lambat 5. Instruksikan 4. Memungkinkan ekspirasi lebih baik, menghasilkan ekspansi paru yang maksimal klien untuk 5. Memberdayakan klien untuk meletakkan satu tangan di memantau atas perutnya dan satu diafragmanya dan penggunaan tangan lagi diatas dada otot-otot atasnya pernafasannya 6. Ketika gerakan aksesoris klien 6. Menggerakkan diafragma ke menghembuskan nafas, arah atas dan mengakibatkan instruksikan untuk ekhalasi lebih sempurna klien menarik ke atas otot-otot perut (klien tidak boleh menggunakan otot-otot aksesoris dalam dada. 7. Selama inhalasi, 7. Membantu dalam instruksikan klien dengan meningkatkan tekanan negative sadar menarik diafragmanya dalam rongga thoraks klien dan kea rah bawah. mengakibatkan peningkatan volume udara yang dihirup 8. Catat respon yang terjadi 8. Dapat menandakan 118 (pening, sesak, atau hiperventilasi masalah pernafasan yang lainnya) 9. Rapikan klien 9. Memberikan kenyamanan 10. Perawat cuci tangan 10. Mencegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan penyakit 11. Dokumentasi 11. Aspek tanggung jawab perawat dalam melakukan tindakan keperawatan Gambar 3.4 Pernafasan Diafragma. (Sumber: Asih, NGY & Effendy C, 2004) E. Fisioterapi Dada Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainage, clapping/perkusi, dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas. Waktu yang optimal untuk melakukan teknik ini adalah sebelum makan dan menjelang tidur malam. 119 Pada teknik drainage postural, klien dibaringkan dalam berbagai posisi spesifik untuk memudahkan drainage mukus dan sekresi dari bidang paru. Gaya gravitasi digunakan untuk meningkatkan drainage sekresi. Perkusi dilakukan dengan kedua telapak tangan membentuk “setengah bulan” dengan jari-jari kedua tangan rapat. Teknik perkusi ini dilakukan dengan menepukkan telapak tangan secara bergantian diatas dada. Pada saat ini instruksikan klien untuk membatukkan dan mengeluarkan sekresi jika memungkinkan. Tekni vibrasi dilakukan dengan meletakkan tangan dalam posisi rata diatas dada dan menggetarkannya. Alat dan bahan 1. Pot sputum berisi larutan desinfektan 2. Tempat tidur yang dapat diatur ketinggiannya atau dua balok tempat tidur (untuk postural drainage) 3. Satu bantal (untuk postural drainage) hh 4. Peralatan hygiene mulut 5. Masker 6. Sarung tangan/handscoon 7. Pakaian atau gaun yang tidak mengiritasi 8. Kertas tisu Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan teknik fisioterapi dada Tabel 3.5 Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan teknik fisioterapi dada Hal hal yang perlu diperhatikan sebelum melaklukan teknik fisioterapi dada 1. Lakukan auskultasi bunyi nafas 1. Memberikan data dasar klien 2. Kaji pola pernafasan dan 2. Memberikan data dasar 120 kualitas sekresi klien 3. Kaji frekuensi dan irama 3. Memberikan data dasar jantung 4. Tinjau riwayat dan kondisi fisik 4. Beberapa posiisi tertentu dapat klien seperti : hipertensi, gagal merupakan jantung untuk kondisi fisik tertentu kongestif, edeme kontraindikasi pulmonal, peningkatan tekanan ingtraktanial, komplikasi abdomen, dan segmen paru yang membutuhkan tindakan 5. Kaji kapan terakhir klien makan dan minta klien untuk berkemih 5. Meningkatkan kenyamanan klien. Interval waktu lebih dari 1 jam sejak makan terakhir dapat mencegah muntah 6. Kaji dan tanyakan apakah klien mengalami mual, muntah, nyeri 6. Menandakan bahwa tindakan harus segera dihentikan dada atau dispnea 7. Berikan medikasi yang akan membantu untuk 7. Meningkatkan keefektifan fisioterapi dada mengencerkan sekresi Tabel 3.6 Tindakan Klinis dan Rasional Melakukan Fisioterapi Dada Tindakan 1. Perawat Cuci tangan Rasional 1. Mencegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan penyakit 2. Jelaskan prosedur tindakan 2. Memberi pemahaman dan mendapatkan kerjasama klien 121 3. Kenakan masker, gaun dan 3. Beberapa penyakit pernafasan sarung tangan jika ada (mis. TB Paru ditularkan melalui indikasi droplet yang dibatukkan) 4. Membantu Postural 4. Langkah awal fisioterapi dada a. Kendurkan pakaian a. Memungkinkan klien, tutupi bagian yang terbuka drainage dan bergerak bebas pembuangan berikan tisu atau alat mikroorganisme pengumpul sputum tepat b. Baringkan klien dalam dan yang b. Drainage segmen paru berbagai poisisi yang dibantu sangat gravitasi. Memberikan cocok drainage, untuk oleh gunakan kenyamanan untuk keselamatan bantal gaya dan mempertahankan posisi klien c. Minta klien c. Memingkinkan drainage mempertahankan paru yang adekuat dan posisi selama 5 menit. memungkinkan Secara secara bertahap tingkatkan hingga 15 meningkatkan menit toleransinya. d. Minta klien untuk batuk dan menggeluarkan klien bertahap d. Mengeluarkan sumbatan jalan nafas sekresi 5. Melakukan Perkusi 5. Langkah kedua fisioterapi dada a. Berikan bantalan a. Mencegah trauma 122 handuk diatas dada akibat perkusi yang akan di perkusi b. Lakukan perkusi dengan cara kedua perawat tangan b. untuk merangsang terjadinya batuk menepuk punggung pasien secara bergantian c. Bila pasien sudah batuk, c. Mengistirahatkan klien berhenti sebentar dan dan anjurkan penyebaran untuk menampung pada pot menurunkan mikroorganisme sputum 6. Melakukan vibrasi 6. Langkah ketiga fisioterapi dada a. Instruksikan klien untuk nafas lambat dalam dan a. Memperpanjang fase ekspirasi dan menghembuskan melalui mulut dengan bibir dimonyongkan b. Lakukan dengan tangan vibrating cara kedua perawat diletakkan di bagian atas samping depan cekungan iga, kemudian getarkan secara perlahan ketika klien menghembuskan b. Memungkinkan kontak sempurna antara telapak tangan dengan permukaan dada klien 123 nafas c. Minta klien untuk batuk dan sumbatan mengeluarkan jalan nafas, menurunkan dan reiko penyebaran secret menampungnya mikroorganisme 7. Catat respon yang terjadi (pening, c. Mengeluarkan sesak, 7. Mengetahui reaksi dan atau perkembangan masalah pernafasan yang lanjut dari klien lebih lainnya) 8. Bereskan alat, rapikan dan istirahatkan klien 8. Menurunkan penyebaran mikroorganisme, dan memberikan kenyamanan klien setelah tindakan 9. Perawat melepas pakaian pelindung dan cuci tangan 10. Dokumentasi 9. Mengurangi penyebaran mokroorganisme 10. Aspek tanggung jawab perawat melakukan keperawatan dalam tindakan 124 Gambar 3.5 Atas: menunjukkan posisi tangan dalam perkusi dinding dada aelama fisioterapi, Bawah: Perkusi dinding dada, mengubah gerakan tangan terhadap dinding dada klien. (Sumber Potter & Perry, 2005) 125 Tabel 3.7 Posisi untuk Drainage Postural SEGMEN PARU POSISI KLIEN DEWASA Bilateral Fowler tinggi Segmen apeks Duduk di sisi tempat tidur Posisi terlentang dengan kepala lobus atas kanan yang terangkat segmen anterior Lobus atas kiri Posisi terlentang dengan kepala yang terangkat segmen anterior Lobus atas kanan Berbaring miring pada sisi kanan dengan dada yang segmen posterior Lobus atas terangkat di atas bantal kiri Berbaring miring pada sisi kiri dengan dada yang terangkat segment posterior di atas bantal 126 Lobus kanan tengah Posisi terlentang tiga perempat dengan paru yang segment menggantung pada posisi trendelenburg anterior Lobus kanan tengah Posisi telungkup dengan thoraks dan abdomen yang segment terangkat posterior Kedua bawah lobus Posisi terlentang dalam posisi trendelenburg segmen anterior Lobus bawah kiri segment lateral Lobus bawah kanan segmen lateral Lobus bawah 127 kanan segmen posterior Kedua lobus Posisi telungkup dalam posisi trendelenburg bawah segmen posterior ANAK Bilateral segmen Duduk pada pangkuan perawat, sedikit membungkuk ke apeks Bilateral arah depan yang fleksi di atas bantal segmen Duduk di pangkuan perawat, membungkuk kea rah perawat anterior tengah Lobus bilateral Posisi terlentang yang berbaring di pangkuan perawat, 128 segmen anterior dengan bantal menyokong punggung anak F. PEMBERIAN OKSIGEN Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan oksigen ke dalam paru melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara: yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia Metode pemberian oksigen Metode pemberian oksigen dapat dibagi menjadi 2 teknik yaitu : Sistem aliran rendah dan system aliran tinggi. 1. Sistem Aliran Rendah Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Ditujukan untuk klien yang memerlukan oksigen, namun masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan volume tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16-20 kali permenit. Contoh system aliran rendah adalah : a. Kanula nasal 129 Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1-6 liter permenit dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal Keuntungan Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolelir klien dan terasa nyaman Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas dengan mulut, mudah lepas karena kedalaman kanula hanya 1 cm, dan dapat mengiritasi selaput lendir. b. Kateter nasal Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1-6 liter permenit dengan konsentrasi 24-44% Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih baik dari 45%, teknik memasukkan kateter nasal lebih sulit daripada kanula 130 nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lender nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter permenit dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat. c. Sungkup muka sederhana Merupakan alat pemberian oksigen kontinyu atau selang seling 58 liter permenit dengan konsentrasi oksigen 40-60% Keuntungan Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurag dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO 2 jika aliran rendah. d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing Suatu teknik pemberian oksigen denmgan konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 liter permenit. Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir. Kerugian Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran rendah dapat menyebabkan penumpukan CO 2 dan kantong oksigen bisa terlipat. 131 e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen mencapai 99% dengan aliran 8-12 liter permenit dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi Keuntungan Konsentrasi oksigen dapat mencapai 100%, tidak mengeringkan selaput lender Kerugian Kantong oksigen bisa terlipat 2. Sistem Aliran Tinggi Teknik pemberian oksigen dimana FiO 2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen lebih tinggi, tepat dan teratur. Contoh teknik system aliran tinggi adalah sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian oksigen dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai oksigen sehingga tercipta tekanan negative, akibatnya udara luar dapat dihisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitar 4-14 liter permenit dengan konsentrasi 30-55%. 132 Keuntungan Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO 2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO 2. Kerugian Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran rendah dapat menyebabkan penumpukan CO 2, Kantong oksigen bisa terlipat Bahaya pemberian oksigen Pemberian oksigen bukan hanya memberikan efek terapi tetapi lebih dari itu, pemberian oksigen juga dapat menimbulkan efek yang merugikan antara lain : 1. Kebakaran Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klien dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari: merokok, membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa “ground”” 2. Depresi ventilasi Pemberian oksigen yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO 2 (karbondioksida) dapat menekan ventilasi 3. Keracunan oksigen Dapat terjadi bila terapi oksigen dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relative lama. Keadaan ini dapat merusak strujktur jaringan paru seperti terjadinya atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatny a proses difusi di paru akan terganggu. Alat dan bahan 1. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier 133 2. Nasal kateter, kanula atau masker 3. Vaselin/jeli Tabel 3.8 Tindakan Klinis dan Rasional Memberikan Oksigen Tindakan Rasional 1. Cuci Tangan dan pakai hands scoon k/p 1. Mengurangi penyebaran mokroorganisme (Jika diindikasikan penyakit infeksi) 2. Jelaskan prosedur tindakan 2. Memberi pemahaman dan mendapatkan kerjasama klien 3. Cek flowmeter dan humidifier 3. Melihat kesiapan peralatan sebelum pemberian ke klien 4. Hidupkan tabung oksigen dan flowmeter, rasakan aliran 4. Mengkaji patensi dan fungsi alat oksigen 5. Atur posisi klien semi fowler atau sesuai dengan kondisi 6. Berikan oksigen melalui kanula, atau masker. pemberian oksigen 6. Memenuhi kebutuhan oksigen klien 7. Catat pemberian dan lakukan observasi. 8. Bereskan 5. Memberikan kenyamanan saat 7. Mengetahui perkembangan klien alat dan rapikan pasien. 9. Lepas hands scoon dan cuci tangan . 8. Memberikan kenyamanan pada klien 9. Mengurangi penyebaran mokroorganisme (Jika diindikasikan penyakit infeksi) 10. Dokumentasi. 10. Aspek tanggung jawab perawat dalam melakukan keperawatan tindakan 134 Gambar 3.6 A: Masker wajah standart, B: Masker nonrebreathing, C: Kanula nasal. (Sumber, Asih NGY, Effendy C, 2003) 135 G. TEKNIK PENGAMBILAN SPUTUM Sputum atau dahak adalah bahan yang keluar dari bronchi atau trakhea, bukan ludah atau lendir yang keluar dari mulut, hidung atau tenggorokan. Tujuan pengambilan sputum adalah untuk mengetahui basil tahan asam dan mikroorganisme yang ada dalam tubuh pasien sehingga diagnosa dapat ditegakkan. Pengambilan sputum dilakukan terutama pada pasien yang mengalami infeksi/peradangan saluran pernafasan (apabila diperlukan). Alat dan bahan 1. Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup 2. Botol bersih dengan penutup 3. Hand scoon 4. Formulir dan etiket 5. Perlak pengalas 6. Bengkok 7. Tissue Tabel 3.9 Tindakan Klinis dan Rasional Teknik Pengambilan Specimen Sputum Tindakan 1. Perawat cuci Tangan Rasional 1. Mengurangi penyebaran mokroorganisme 2. Jelaskan prosedur tindakan 2. Memberi pemahaman dan mendapatkan kerjasama klien 3. Pakai masker, gaun, sarung 3. Beberapa penyakit tangan dan alat pelindung yang pernafasan (mis. TB Paru lainnya ditularkan melalui droplet yang dibatukkan) 136 4. Bantu klien duduk di sisi tempat tidur 4. Postur yang tegak memungkinkan pengeluaran secret 5. Memasang perlak pengalas dibawah dagu dan menyiapkan 5. Meminimalkan penyebaran mikroorganisme bengkok atau sputum pot. 6. Instrusikan klien membatukkan dalam tempat untuk dahaknya yang ke 6. Meminimalkan penyebaran mikroorganisme sudah disiapkan (sputum pot) 7. Mengambil 5 cc bahan, lalu 7. Bahan sampel pemeriksaan masukkan ke dalam botol 8. Bersihkan mulut pasien dengan 8. Memberikan kenyamanan tissue 9. Bereskan alat dan rapikan pasien 9. Mengurangi mokroorganisme penyebaran infeksi dan memberikan kenyamanan 10. Lepas masker, gaun, sarung tangan dan alat pelindung yang 10. Mengurangi penyebaran mokroorganisme digunakan 11. Cuci tangan 11. Mengurangi penyebaran mokroorganisme 12. Dokumentasi 12. Aspek tanggung jawab perawat dalam melakukan keperawatan tindakan 137 H. TEKNIK PENGHISAPAN LENDIR Penghisapan lendir (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir sendiri. Tindakan ini bertujuan membersihkan jalan napas dan memenuhikebutuhan oksigenasi Alat dan bahan 1. Alat penghisap lendir dengan botol berisi larutan desinfektan 2. Kateter penghisap lendir 3. Pinset steril 4. Sarung tangan steril 5. Dua buah kom berisi larutan aquades atau NaCl 0,9% dan larutan desinfektan 6. Kasa steril 7. Kertas tisu Tabel 3.10 Tindakan Klinis dan Rasional Teknik Penghisapan Lendir (Suction) Tindakan 1. Perawat cuci Tangan Rasional 1. Mengurangi penyebaran mokroorganisme 2. Jelaskan prosedur tindakan 2. Memberi pemahaman dan mendapatkan kerjasama klien 3. Atur posisi klien terlentang dengan kepala miring ke arah 3. Memudahkan pengambilan secret perawat 4. Pakai masker, gaun, sarung 4. Beberapa penyakit pernafasan tangan dan alat pelindung (mis. TB Paru ditularkan melalui yang lainnya droplet yang dibatukkan) 5. Hubungkan kateter penghisap 5. Langkah awal sebelum 138 dengan selang penghisap penghisapan 6. Hidupkan mesin penghisap 6. Mengecek kepatenn alat untuk proses penghisapan/suction 7. Lakukan penghisapan lendir 7. Mencegah trauma mukosa dengan memasukkan kateter penghisap ke dalam kom berisi aquades atau NaCl 0,9% 8. Masukkan kateter penghisap dalam keadaan tidak menghisap 9. Tarik dengan memutar kateter 8. Mencegah terhisapnya O2 yang bisa menyebabkan terjadinya hipoksia 9. Menghindari hipoksia penghisap kurang dari 3-5 detik 10. Bilas kateter dengan aquades 10. Mencegah trauma mukosa atau NaCl 0,9% 11. Ulang hingga lendir bersih 11. Meminimalkan akumulasi secret 12. Catat respon yang terjadi 12. Pucat, sianosis, dispnea menandakan adanya hipoksia 13. Bereskan alat dan rapikan pasien 14. Lepas sarung tangan dan cuci tangan 15. Dokumentasi 13. Memberikan kenyamanan pada klien 14. Mengurangi penyebaran mokroorganisme 15. Aspek tanggung jawab perawat dalam melakukan keperawatan tindakan 139 Gambar 3.7 Cara Penghisapan lendir. (Sumber: HIdayat, AA, 2006) Gambar 3.8 Cara membilas kateter suction. (Sumber Wong, DL, 1999, dikutip dari HIdayat, AA, 2006) 140 I. TEKNIK PEMBERIAN NEBULIZER Pemberian nebulizer adalah memberikan campuran zat aerosol dalam partikel udara dengan tekanan udara, dengan tujuan untuk memberikan obat melalui nafas spontan pada klien. Alat dan bahan : 1. Oksigen set 2. Nebulizer set 3. Cairan normal saline dan obat yang akan dipakai 4. Spuit 5 atau 10 cc. 5. Mouth piece bila perlu 6. Bengkok 7. Tisu Tabel 3.11 Tindakan Klinis dan Rasional Teknik Pemberian Nebulizer Tindakan Rasional 1. Perawat cuci tangan 1. Mengurangi penyebaran mokroorganisme 2. Jelaskan prosedur tindakan 2. Memberi pemahaman dan mendapatkan kerjasama klien 3. Atur posisi klien senyaman mungkin, biasanya dalam 3. Memberikan kenyamanan dalam prosedut tindakan posisi semi fowler 4. Pakai masker, gaun, sarung 4. Beberapa penyakit pernafasan tangan dan alat pelindung (mis. TB Paru ditularkan melalui yang lainnya droplet yang dibatukkan) 5. Nebulizer diisi obat (sesuai program pengobatan) dan 5. Mengencerkan secret 141 cairan normal salin ± 4-6cc. 6. Hidupkan nebulizer kemudian hubungkan selangnya nebulizer ke dan flow 6. Langkah awal pemberian nebulizer meter oksigen dan set aliran pada 45 liter/menit, atau ke kompresor udara. 7. Instruksikan klien untuk buang nafas. 7. Mengawali tindakan dengan membuang sisa nafas melalui mulut 8. Minta klien untuk mengambil 8. Mengencerkan secret nafas dalam melalui mouth piece, tahan nafas beberapa saat kemudian buang nafas melalui hidung. 9. Anjurkan klien untuk batuk setelah tarik nafas dalam 9. Mengeluarkan sekresi dalam paru beberapa kali (teknik batuk efektif). 10. Klien dan alat dirapikan. 10. Memberikan kenyamanan kepada klien 11. Cuci tangan 11. Mengurangi penyebaran mokroorganisme 12. Dokumentasi 12. Aspek tanggung jawab perawat dalam melakukan keperawatan tindakan 142 DAFTAR PUSTAKA Asih NGY & Effendy C, 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, cetakan 1, EGC: Jakarta Barbara L. Bullock. 1996: Pathophysiology: Adaptations and Alternation in Function, ed. 4, Philadelphia, JB Lippincott Belland, Kethleen Hoerth & well, Mary Ann, 1986, Clinical Nursing Prosedures, California: Jones and Bartlett Publisher. Black & Mattasarin-Jacob. 1997. Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for Continuity of Care, ed. 5, Philadelphia, WB. Saunders. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, Vol 8, EGC: Jakarta. Canobbio, MM. 1990. Cardiovascular Disorders, St Louis. Mosby Carpenito, LJ. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC: Jakarta. ____________. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Monica Ester: Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 1994. Prosedur Perawatan Dasar : PPNI: Jakarta. Doengoes, ME. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ketiga, EGC: Jakarta. Engram, Barbara, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC: Jakarta. Gary A. Thibodeau. 1992: Structure and Fungtion of the body, St. Louis, Mosby. Gary A. Thibodeau, Kevin T. Patton, 1996: Anatomy and Physiology, ed. 3, St. Louis, Mosby. Hasan R, dkk. 1997. Ilmu Kesehatan Anak, FKUI: Jakarta. Hidayat, AA, 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: AplikasiKonsep dan Proses Keperawatan, Salemba Medika: Jakarta Lammon at al. 1995: Clinical Nursing Skill, Philadelphia, Harcout Brace & Co. 143 Lauralee Sherwood. 1996. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC: Jakarta. Luffen. Drecol. Rohen. 2001 Atlas Foto Anatomi Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. EGC: Jakarta. Muttaqin, A. 2010. Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinik, Salemba Medika: Jakarta Patricia A. Potter. 2006 Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, alih bahasa Renata Komalassari dkk, EGC: Jakarta. Pearce, EC, 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Alih bahasa Sri Yuliani Handoyo, Gramedia: Jakarta. Priharjo, R. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan, editor Ni Luh Gede Yasmin Asih, EGC: Jakarta. Rab. Tabrani. 1996, Ilmu Penyakit Paru. EGC: Jakarta. Sloane, Ethel. 2004, Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, EGC: Jakarta. Syaifudin, 1994 : Anatomi Fisiologi: Untuk Siswa Perawat, EGC: Jakarta Tarwoto dan Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan: Salemba Medika: Jakarta Thomson et al, 1993: Mosby’s Clinical Nursing. Ed. 3 St. Louis, Mosby. William F. Ganong. 1999. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Wong, DL., 1999 Whaley & Wong’s Nursing Care of Infant and Children, St. Louis Missouri: Mosby Inc. |