Apa efek samping dari masker bedak bayi?

Mikosis atau infeksi jamur adalah masalah kesehatan umum karena pada dasarnya jamur hidup secara alami di tubuh kita. Sebagian besar kasus dapat diatasi dengan pengobatan. Jika memiliki sistem kekebalan yang lemah atau berisiko terkena infeksi parah atau bertahan lama, bicarakan dengan dokter mengenai perlindungan terbaik.

PRODI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO 2014-2015 Jl. Budi Utomo No. 10 Telp. (0352) 487 662 Ponorogo Fax. (0352) 461796

2

BAB 1 KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI A. Pengertian Oksigenasi B. Sistem tubuh yang berhubungan dengan system oksigenasi C. Proses Fisiologi pernapasan D. Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi E. Perubahan fungsi jantung F. Perubahan fungsi pernafasan

3

TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah membaca bab ini diharapkan mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan pengertian oksigenasi 2. Menyebutkan sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi (anatomi fisiologi) 3. Menjelaskan proses fisiologi pernapasan 4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi 5. Menjelaskan perubahan fungsi jantung 6. Menjelaskan perubahan fungsi pernafasan

4

BAB 1 KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. PENGERTIAN OKSIGENASI Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ dan sel tubuh.

Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksigen (O 2) untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.

B. SISTEM

TUBUH

YANG

BERPERAN

DALAM

KEBUTUHAN

OKSIGENASI (ANATOMI-FISIOLOGI)

Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh sangat tergantung dari sistem kardiovaskuler, hematologi, dan keadaan respirasi itu sendiri, dalam bahasan ini akan dibahas lebih jauh mengenai system yang dimaksud

ANATOMI FISIOLOGI KARDIOVASKULER Pendahuluan Jantung

merupakan organ pemompa yang besar yang memelihara

peredaran darah melalui seluruh tubuh, di dalamnya terdapat pembuluh darah arteri yang membawa darah dari jantung, pembuluh darah vena yang

5

membawadarah ke jantung dan pembuluh kapiler yang menggabungkan arteri dan vena, yang terentang di antaranya dan merupakan jalan lalu lintas antara makanan dan bahan buangan. Di sini juga terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstrasiel ataupun intrasel.

Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

Bentuk, letak dan ukuran jantung Jantung merupakan organ otot yang berongga, berukuran kepalan tangan kira-kira 250-300 gram, menyerupai jantung pisang, terletak dibagian tengah rongga thoraks. Jantung terdiri dari atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Antara atrium dan ventrikel dibatasi oleh annulus fibrosus.

Ga mbar 1.1 Struktur Penampang Jantung. (Sumber: Syaifuddin, 1992)

6

Lapisan-lapisan jantung Lapisan-lapisan jantung terdiri atas : a. Endokardium. Merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah dalam, terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender yang melapisi rongga jantung b. Miokardium. Merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otototot jantung. c. Perikardium. Lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral yang bertemu di pangkal dan membentuk kantung jantung

Pergerakan jantung Jantung dapat bergerak yaitu: mengembang dan menguncup disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan saraf otonom. Rangsangan ini diterima oleh jantung pad simpul saraf yang terdapat pada atrium dekstra dekat masuknya vena kava yang disebut Nodus Sino Atrial (SA Node)

Dari sisi rangsangan akan diteruskan ke dinding atrium dan juga ke bagian septum kordis oleh nodus atrio ventricular atau simpul tawara melalui berkas wenkebach

Dari simpul tawara rangsangan akan melalui bundle atrio ventricular (berkas his) dan pada bagian cincin yang terdapat antara atrium dan vebtrikel yang disebut annulus fibrosus, rangsangan akan terhenti kira-kira 1/10 detik.

7

Seterusnya rangsangan tersebut akan diteruskan ke bagian apeks kordis dan melalui berkas purkinye disebarkan ke seluruh dinding ventrikel dengan demikian jantung berkontraksi.

Gambar 1.2 Proses Pergerakan Jantung (Sumber: Syaifuddin, 1992)

Dalam kerjanya jantung mempunyai 3 (tiga) periode: a. Periode konstriksi (periode systole). Suatu keadaan dimana jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup. Pada periode ini katup/valvula

bikus

dan

trikuspidalis

dalam

keadaan

tertutup,

katup/valvula semilunaris aorta dan semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru-paru kiri dan kanan, sedangkan darah dari

8

ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. b. Periode dilatasi (periode diastole). Suatu keadaan dimana jantung mengembang. Pada periode ini katup/valvula bikus dan trikuspidalis terbuka, sehingga darah dari atrium sinistra masuk ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Selanjutnya darah yang ada di paru-paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke atrium dekstra. c. Periode istirahat. Yaitu waktu antara periode konstriksi dan dilatasi dimana jantung berhenti kira-kira 1/10 detik. Pada saat seseorang beristirahat, jantung akan menguncup sebanyak 70-80 kali/menit. Pada tiap-tiap konstriksi jantung akan memindahkan darah ke aorta sebanyak 60-70cc, demikian pula sebaliknya ketika seseorang melakukan aktivitas maka jantung akan lebih cepat berkonstriksi sehingga darah lebih banyak dialirkan ke seluruh tubuh.

Katup-katup pada jantung a. Katup arterioventrikular : katup antara atrium dan ventrikel. Antara atrium dan ventrikel kiri disebut katup/valvula bikuspidalis/mitral, katup antara atrium dan ventrikel kanan disebut katup/valvula trikuspidalis. b. Katup semilunaris : katup antara ventikel kiri dengan aorta disebut semilunaris aorta dan katup antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis disebut katup semilunaris arteri pulmonalis

Sistem Penghantar Jantung Jantung mempunyai kemampuan mencetuskan impuls sendiri, system ini terdiri atas :

9

a. Simpul SA Node (sinoatrial) : mencetuskan impuls 70-80/menit dalam keadaan normal sampai 200/menit pada olah raga berat, kerusakan pada SA Node harus dibantu dengan alat pacu jantung. b. Simpul AV Node (Atrioventrikular Node) : dalam keadaan normal hanya menerima dan mengikuti irama dari simpul SA, namun apabila SA rusak maka akan mengambil alih fungsi pencetus impuls, tetapi dengan frekwensi lebih rendah antara 40-60/menit. c. Bundel his d. Serabut purkinye

Gambar 1.3 Sistem konduksi Jantung. (Sumber Cannobbio MM, 1990. Dikutip dari Potter & Perry, 2005)

Siklus jantung

10

Merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu konstriksi (sistol) dan pengendoran (diastole).

Perubahan pada siklus jantung berupa : a. Pada waktu systole : 1) Kontraksi isovolumetrik kontraksi ventrikel menyebabkan katup mitral tertutup, tekanan dalam ventrikel meningkat mencapai tekanan dalam aorta 2) Fase ejeksi: tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam aorta, akibatnya katup semilunaris aorta terbuka, darah didorong keluar dari ventrikel ke aorta, karena sifat elastisitas dinding aorta maka darah ditampung lebih dahulu untuk selanjutnya didorong ke arteri b. Pada waktu diastole: 1) Fase relaksasi isovolumetrik, tekanan dalam vebtrikel kiri lebih rendah dari pada dalam aorta sehingga katup semilunaris aorta tertutup dan menahan darah agar tidak kembali ke ventrikel 2) Fase pengisian panjang, darah masuk ventrikeldari atrium karena tekanan ventrikel lebih rendah dari pada atrium 3) Fase pengisian lambat, darah dari atrium masih mengalir sedikit ke ventrikel 4) Fase sistole atrium, memompakan sedikit lagi darah yang ada di atrium

Peredaran darah jantung Arteri Merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh bagian dan alat tubuh. Arteri yang paling besar di dalm tubuh adalah aorta dan arteri pulmonalis, arteri ini mempunyai cabang-cabang ke

11

seluruh tubuh yang desebut arteriola yang akhirnya akan menjadi pembuluh darah ranbut (kapiler). Arteri dapat mengecil dan melebar (kontraksi dan dilatasi disebabkan oleh karena pengaruh saraf dari susunan saraf otonom yang disebut vasomotor (vasodilator dan vasokonstruktor)

Vena (Pembuluh Darah Balik) Merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian/alat tubuh masuk ke dalam jantung. Vena yang besar diantaranya adalah vena kava dan vena pulmonalis, vena-vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil yang disebut venolus dan selanjutnya menjadi kapiler. Vena dalam tubuh dibagi 2 yaitu yang dibawah kulit (superficial) dan vena dalam (profunda), vena profunda terletak diantara otot dan organ dalam, sedangkan vena superfisialis ada didekat permukaaan kulit. Tenaga untuk mendorong darah yang berada divena berasal dari : 1) Tekanan hidrostatik dari jantung yang masih tersisa, 2) Tekanan yang berasal dari otot yang berkontraksi karena sebagian vena berada diantara otot, 3) Daya hisap rongga toraks saat inspirasi, daya hisap jantung saat sistol.

Tabel 1.1 Perbedaan pembuluh darah vena dan pembuluh darah arteri Vena 1. Membawa

Arteri darah

kotor

kecuali vena pulmonalis 2. Mempunyai

dinding

1. Membawa

darah bersih

kecuali arteri pulmonalis yang

tipis

2. Mempunyai

dinding

yang

jaringan

yang

terbal

3. Jaringan kurang elastic

3. Mempunyai elastic

4. Mempunyai

katub-katub

sepanjang

jalannya

mengarah ke jantung

4. Katup hanya pada permulaan keluar ke jantung

12

5. Tidak menunjukkan adanya

5. Menunjukkan adanya tempat

tempat mendengar denyut

untuk

jantung

jantung

mendengar

denyut

(Sumber : Syaifuddin, 1992)

Kapiler Merupakan merupakan pembuluh darah yang halus berdinding selapis endotel, tersebar diseluruh sel jaringan yang hidup kecuali rambut, kuku dan tulang rawan. Fungsi kapiler 1) alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena, 2) tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan jaringan, 3) mengambil hasil-hasil dari kelenjar, 4) menyerap zat makanan yang terdapat di usus, dan 5) menyaring darah yang terdapat di ginjal.

Saluran Limfe Saluran ini meliputi seluruh tubuh yang akhirnya berkumpul dan berakhir di vena rongga toraks, cairan dialirkan melalui pembuluh ini kurang lebih 120 ml/menit atau 2-3 liter/hari, waktu olahraga dapat meningkat 10-30 kali. Di beberapa tempat kelenjar limfe berfungsi sebagai filtrasi, missal terhadap bakteri. Apabila di daerah tertentu terdapat bakteri seperti yang terjadi pada bisul, ada kuman yang terlepas kesaluran limfe. Dikelenjar limfe kuman akan ditahan dan terjadi reaksi radang.

ANATOMI FISIOLOGI DARAH Pendahuluan Darah merupakan media transportasi berbagai zat yang berada di dalam tubuh manusia, darah berperan untuk proses keseimbangan/homeostasis dalam mempertahankan stabilitas lingkungan dalam tubuh dan untuk

13

mengembalikan fungsi tubuh dalam keadaan semula. Darah selamanya berada dalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung.

Anatomi dan fisiologi darah Darah merupakan suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang berwarnamerah, warna merah ini sangat tergantung dari o2 dan CO2 yang ada di dalamnya.

Banyaknya darah Pada tubuh orang sehat atau orang dewasa terdapat kurang lebih 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter dengan pH 7,37-7,45. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, tergantung kepada umur, pekerjaan, keadaan jantung dan pembuluh darah.

Bagian-bagian Darah Tabel 1.2 Bagian-bagian Darah Bagian-bagian darah 1.

Air

91%

2.

Protein

3% (albumin, globulin, protombin dan fibrinogen)

3.

Mineral

0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium, kalsium & zat besi)

4.

Bahan

0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin,

organic

kolesterol & asam amino)

(Sumber: Syaifuddin, 1992)

14

Fungsi Darah 1. Sebagai alat pengangkut, yaitu : a. Mengambil o2/zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan/alat tubuh d. Mengangkut dan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal 2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantara leukosit, antibody/zatzat anti racun 3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh

Bagian-bagian Darah terdiri atas: 1. Sel-sel darah a. Eritrosit (sel darah merah) b. Leukosit (sel darah putih) c. Trombosit (sel pembeku darah) 2. Plasma darah

Sel-sel Darah Eritrosit (sel darah merah) Eritrosit

merupakan

sel

darah

merah

dengan

bentuk

seperti

cakram/bokonkaf, dan tidak mempunyai inti. Ukurannya kira-kira 7,7 unit (0,007 mm) diameter, dan tidak dapat bergerak. Banyaknya kira-kira 5 juta dalam 1 mm3 (41/2-5 juta). Warnanya kuning kemerah-merahan karena didalamnya mengandung hemoglobin, dan semakin bertambah merah jika

15

didalamnya banyak mengandung O2. Fungsinya mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat CO 2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.

Leukosit (sel darah putih) Leukost merupakan sel darah putih dengan bentuk yang dapt berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening (tidak berwarna) banyaknya dalam 1 mm 3 darah kira-kira 6.000-9.000. Jika jumlah leukosit dalam darah melebihi 10.000 mm3 disebut leukositosis dan kurang dari 6.000 mm3 disebut leucopenia. Fungsinya: 1) sebagai

serdadu

tubuh

yaitu.

Membunuh

dan

memakan

bibit

penyakit/bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES atau Sistem Retikulo Endotel, tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe. 2) Sebagai pengangkut yaitu; mengangkut/membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa dan diteruskan ke pembuluh darah.

Macam-macam Leukosit , meliputi : 1. Agranulosit Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, terdiri dari : a.

Limfosit, dihasilkan dari RES dan kelenjar limfe, bentuknya besar dan kecil, di dalam sitoplasma tidak terdapat granula dan intinya besar, banyaknya 20-25%. Fungsinya sebagai kekebalan/imunitas yaitu membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh.

b. Monosit, dibuat di sumsum tulang, lebih besar dari limfosit, banyaknya 3-8%, protoplasma lebar, warna biru sedikit abu-abu

16

dengan bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat dan panjang warnanya lembayung muda. Fungsinya sebagai fagosit dengan membunuh bakteri-bakteri yang masuk ke dalam tubuh.

2. Granulosit Sel leukosit yang mempunyai granula di dalamnya, terdiri dari : a. Netrofil, mempunyai inti sel yang berangkai kadang-kadang seperti terpisah, protoplasma banyak bintik-bintik halus/granula, banyaknya 60-70%. Fungsinya membunuh bakteri, pada infeksi akut jumlah sel ini meningkat. b. Eosinofil, ukuran dan bentuknya hamper sama dengan neutrofil tetapi granula dalam sitoplasmanya lebih besar,banyaknya kira-kira 2-4%. c.

Basofil, selini kecil dari pada eosinofil tetapi mempunyai inti yangbentuknya teratur, di dalam protoplasma terdapat

granula-

granula besar. Banyaknya 1/2 -2% di sumsum merah. Sel ini berperan pada reaksi hipersensitif tipe cepat seperti urtikaria, rhinitis alergika, syok anafilaktik, dan menyerang beberapa jenis parasit, sel ini meningkat pada penderita alergi.

Trombosit (sel pembeku) Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat ada yang lonjong, warnanya putih, banyaknya normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm3. Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan darah. Jika jumlahnya kurang dari normal, maka jika ada luka darah tidak akan lekas membeku sehingga timbul perdarahan yang terus-menerus. Trombosit yang

17

melebihi 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia.

Plasma Darah Plasma darah merupakan bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-kuningan yang dalam reaksi bersifat alkali. Hampir 90% dari plasma darah terdiri dari air, disamping itu terdapat pula zat-zat lain yang terlarut di dalamnya. Plasma mudah beku karena terdapat protein fibrinogen yang dapat berubah menjadi fibrin yang berperan dalam pembekuan darah.

Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah: 1. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah 2. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium dan lain-lain) yang berguna dalam metabolisme dan juga dalam mengadakan osmotik 3. Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah dan juga menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh. 4. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral dan vitamin) 5. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh. 6. Antibodi/antitoksin

18

Gambar 1.4 Berbagai macam struktur sel darah putih (Sumber: Syaifuddin, 1992)

ANATOMI FISIOLOGI PERNAFASAN Pendahuluan Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung O2 dari atmosfer ke dalam tubuh dan membuang CO 2 sebagai sisa dari oksidasi ke luar tubuh atau atmosfer yang terjadi ketika proses inspirasi dan ekspirasi. Kegiatan ini dikendalikan oleh susunan saluran pernapasan dimulai dari hidung, faring, laring, trakhea, bronkhus, bronkheolus dan berakhir di alveolus.

Anatomi Sistem Pernapasan Struktur sistem pernapasan tersusun sedemikian rupa untuk memudahkan pengambilan

oksigen

melalui

proses

inspirasi

dan

pengeluaran

karbondioksida melalui proses ekspirasi. Struksur sistem pernafasan dimulai dari hidung dan berakhir pada alveolus. Gambar 1.1 mengambarkan susunan sistem pernafasan yang dimaksud.

19

Gambar 1.5 Struktur Saluran Pernafasan (Sumber: Thibodeau, G.A.1992. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004 a. Hidung = Naso = Nasal Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang yang disebut kavum nasi dan dipisahkan oleh sekat hidung yang disebut septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu hidung yang berfungsi untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.

Fungsi hidung, terdiri dari: 1) Sebagai saluran pernapasan 2) Sebagai penyaring udara yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung 3) Menghangatkan udara pernapasan melalui mukosa 4) Membunuh kuman yang masuk melalui leukosit yang ada dalam selaput lendir mukosa hidung

20

Gambar 1.6 Potongan midsagital kepala dan leher yang memperlihatkan struktur saluran pernafasan atas. (Sumber: Thomson et al, (1993). (Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004).

b. Tekak = Faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tulang tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah dalam ruas tulang leher.

Hubungan faring dengan organ-organ lain; Ke atas berhubungan dengan rongga hidung, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, ke bawah depan berhubungan dengan laring dan ke bawah belakang berhubungan dengan esophagus.

Rongga tekak dibagi dalam tiga bagian

21

1) Bagian sebelah atas sama tingginya dengan

koana disebut

Nasofaring. 2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan itsmus fausium disebut dengan Orofaring 3) Bagian bawah sakali dinamakan Laringofaring mengelilingi mulut, esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.

c. Pangkal Tenggorokan (Laring) Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara. Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Pada pangkal tenggorok ini ada epiglotis yaitu katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan.

22

Gambar 1.7 Anatomi Laring (A) tampak anterior. (B), tampak posterior (Sumber: Thibodeau & Patton, 1996, Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

d. Batang Tenggorokan (Trakea)

23

Trakea (pipa udara) Adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esofagus yang memisahkan trakhea menjadi bronkhus kiri dan kanan. Trakea dilapisi epitelium

respiratorik

(kolumnar

bertingkat

dan

bersilia)

yang

mengandung banyak sel goblet. Sel-sel bersilia ini berfungsi untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara saat bernafas.

e.

Cabang Tenggorokan (Bronkhus) Merupakan kelanjutan dari trakhea, yang terdiri dari dua bagian bronkhus kanan dan kiri. Bronkus kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer sehingga memungkinkan objek asing yang masuk ke dalam trakea akan ditempatkan dalam bronkus kanan. Sedangkan bronchus kiri lebih panjang dan lebih ramping, Brokhus bercabang lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang disebut bronkhiolus (bronkhioli).

24

Gambar 1.8 Pohon (Percabangan) bronchial dan alveoli. (Sumber: Wingerd, 1994. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

f.

Paru-Paru Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa =

alveoli). Gelembung-

gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel, dan pada lapisan nilah terjadi pertukaran udara dimana O 2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.

Pembagian paru-paru 1) Paru kanan: terdiri atas 3 lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus inferior. Masing-masing lobus ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan kecil yang disebut segment. Paru-paru kanan memiliki 10 segment, 5 buah pada lobus superior, 2 buah pada lobus medialis, dan 3 buah pada lobus inferior. 2) Paru kiri: terdiri atas 2 lobus, lobus pulmo sinistra superior, dan lobus inferior. Paru-paru kiri memiliki 10 segment, 5 buah pada lobus superior, dan 5 buah pada lobus inferior.

Gambar 1.9 Struktur Paru-paru. (Sumber: Wingerd, 1995, Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

25

Gambar : 1.10 Alveoli di ujung akhir jalan nafas bagian bawah. (Sumber Thomson J dkk, 1993 dikutip dari Potter & Perry, 2005)

C. PROSES FISIOLOGI PERNAPASAN Dalam sistem pernafasan pemasukan O 2 dan pembuangan CO2 keluar tubuh melibatkan sitem pernafasan dan system kardiavaskular, jantung memompa darah yang banyak mengandung O2 melalui pembuluh arteri keseluruhan tubuh untuk keperluan sel dan memompa darah dari seluruh tubuh yang banyak mengandung CO2 ke paru–paru untuk dikeluarkan ke atmosfer.

Fungsi Pernafasan Fungsi pernafasan dapat dibagi atas: 1) Pertukaran gas, 2) Pengaturan keseimbangan asam basa

a. Pertukaran Gas Pertukaran gas melalui proses 3 tahapan: 1) Ventilasi 2) Difusi 3) Transportasi

26

1) Ventilasi Ialah masuknya O2 atmosfer kedalam alveoli dan keluarnya CO 2 dan alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi dan ekspirasi). Inspirasi adalah gerakan perpindahan udara masuk ke dalam paru-paru, sedangkan ekspirasi adalah gerakan perpindahan udara keluar atau meninggalkan paru-paru.

Ventilasi dipengaruhi oleh: a) Volume udara (kuantitas) dan jenis gas yang mengalami pertukaran b) Keadaan saluran napas c) Complince dan recoil d) Pengaturan nafas.

Gambar : 1.11 Mekanisme ventilasi. (A) Inspirasi; (B) Ekspirasi. (Sumber: Thibodeau & Patton, 1996. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004).

27

Gambar 1.12 Alur respirasi (inspirasi dan ekspirasi). Sumber Wilson SF, Thomson JM. (Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004).

Kontraksi diafragma

Relaksasi otot-otot akspiratori

Kontraksi otot-otot pengangkat dada

Peningkatan ukuran

Peningkatan diameter

diameter vertical thoraks

anteroposterior dan transfersal toraks

Penurunan tekanan intrathoraks sekitar 4 mm Hg sampai sekitar 6 mm Hg lebih rendah dari tekanan atmosfer dalam inspirasi tenang

Kohesi pleura viseralis dan parietalis

28

Pengembangan atau ekspansi paru

Penurunan tekanan alveolar (dari tingkat tekanan atmosfir sampai sekitar 3 mm Hg lebih rendah dari tekanan atmosfir)

Terbentuknya gradien tekanan (sekitar 3 mm Hg) dari tekanan atmosfir terhadap tekanan alveolar

Inspirasi

Gambar 1.13 Skema mekanisme inspirasi. (Sumber: Thibodeau & Patton, 1996, Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004) Relaksasi otot-otot inspirasi

Kontraksi otot-otot ekspirasi

Penurunan ukuran thoraks

Rekoil elastic dari jaringan paru

Peningkatan tekanan intrathoraks sekitar-6 mm Hg sampai -4 mm Hg

Penurunan ukuran paru

29

Peningkatan tekanan alveolar sekitar -3 mm Hg sampai +3 atau +4 mm Hg

Gradian tekanan dari tekanan alveoli sampai tekanan atmosfir

Ekspirasi

Gambar 1.14 Skema mekanisme ekspirasi. (Sumber: Thibodeau & Patton, 1996, Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

a) Volume udara (kuantitas) dan jenis gas yang mengalami pertukaran. Kuantitas pada prinsipnya bersifat konstan yaitu jumlah udara yang dihisap sama dengan jumlah udara yang dikeluarkan. Tetapi dalam kualitas terdapat perbedaan komposisi yakni udara yang dihisap banyak mengandung O2 dan udara yang dikeluarkan banyak mengandung CO 2.

b) Keadaan saluran napas Selama inspirasi udara akan melewati saluran napas, mulai hidung sampai alveoli keadaan saluran napas harus bebas dari hambatan/resistensi.

c) Complience dan Recoil Yaitu daya pengembangan dan pengempisan paru pada thoraks. Yaitu kemampuan peregangan dari paru untuk tetap dalam posisi berdilatasi complience dapat diukur dengan volume paru dibagi perubahan tekanan

30

jalan nafas (AV/AP). Nilai normal paru adalah O 2, H2O pada berbagai penyakit, misalnya edema paru dan fibrosis dan fibrosis paru complience akan berkurang.

Kemampuan ini dibentuk oleh: gerakan naik turun diafragma, elevasi dan depresi iga, elastisitas jaringan paru dan surfactant

Gerakan naik turun diafragma Kontraksi menyebabkan diafragma menjadi desenden, menyebabkan tekanan pleural yang negatif dan peningkatan dimensi vert ikal paru, yang memberi kontribusi pada inflasi paru–paru. Peningkatan dimensi vertikal dan penurunan tekanan intrapulmonar (negatif dengan pada tekanan atmosfer menyebabkan udara masuk ke dalam paru–paru).

Elevasi dan depresi iga Interkostal eksternal berkontraksi meningkatkan ujung anterior rangka menyebabkan pergerakan ke arah dalam dan ke arah luar, sehingga meningkatkan antero postenor toraks. Intercosta internal

Elastisitas jaringan paru Ialah sifat elastisitas dari jaringan yakni untuk kembali kepada ukuran semula setelah terjadi perubahan volume akibat tekanan dari lumen maupun tekanan dari luar. Elastisitas respirasi dibagi 2: Elastisitas thoraks dan Elastisitas Paru. Pada waktu inspirasi diperlukan daya elastisitas yang aktif, sedangkan fase ekspirasi diperlukan daya elastisitas yang pasif.

Surfactant

31

Tahankan tegangan permukaan alveoli dan mencegahnya dari kolabs. Dihasilkan sel septal (sel epitel alveoli type II). Fungsinya: (1) mengurangi

tegangan

permukaan

alveoli

apabila

complience

bertambah, (2) menstabilkan alveoli bila terjadi perpindahan udara diantara alveoli, (3) mempertahankan tekanan alveoli supaya tetap tinggi, oleh karena cairan ini akan ke rongga alveoli, sehingga tegangan permukaan tetap kecil.

d) Pengaturan Nafas Pusat pengaturan nafas terdapat pada Medulla oblongata dan Pons. Pusat napas terangsang oleh peningkatan CO 2 darah yang merupakan hasil metabolisme sel. Adanya trauma kepala edema otak akan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga menyebabkan gangguan pada sistem pengendalian.

Gambar 1.15 Pusat pernafasan pada batang otak. (Sumber: Bulock, BL, 1996. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

32

2) Difusi Gas Pertukaran gas mencakup dua proses independen, pernapasan internal yaitu pertukaran gas antara alveoli dengan aliran darah dan pernafasan eksternal yaitu pertukaran gas antara kapiler dalam tubuh (selain dalam paru-paru) dengan sel-sel tubuh. Kedua proses tersebut mencakup perpindahan gas melalui difusi. Difusi sendiri adalah pertukaran antara o2 dan co2 alveoli dengan kapiler paru. Diartikan lain bahwa difusi ialah gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah.

Gambar 1.16 Pernapasan internal dan eksternal. (Sumber: Wingerd, 1994. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

Difusi gas dalam paru-paru di pengaruhi oleh:

33

a) Ketebalan membran respirasi b) Luas permukaan membran c) Koefisien difusi d) Perbedaan tekanan.

a) Ketebalan membran respirasi Gas berfungsi dan alveoli kedalam darah kapiler paru atau sebaliknya melintasi membran alveoli kapiler yang tipis dibentuk oleh epitel pulmonal, endofel kapiler, serta membran basaks masing–masing berdifusi: ketebalan membran respirasi dapat meningkat pada: edema paru, radang akut, parenkim paru, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik: kecepatan difusi berbanding terbalik dengan tebalnya membran.

b) Luas permukaan membran Apabila terjadi penyakit seperti radang paru akut, TBC, pengangkatan sebagaian lobus paru maka dapat menyebabkan berkurangnya luas permukaan membran sehingga mengganggu permukaan gas.

c) Koefisien Difusi Koefisien difusi tiap gas dalam membran respirasi tergantung pada daya larutnya didalam membran itu. Kecepatan difusi CO 2 20x lebih cepat dari O2 sehingga kekurangan O2 belum tentu disertai CO2. O2 berdifusi 2x lebih cepat daripada Nitrogen (N). Kecepatan difusi CO 2 200x lebih cepat dari O2 sehingga mudah terjadi keracunan.

d) Perbedaan Tekanan Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena perubahan tekanan. Pengembalian O2 dari alveoli kedalam darah didasarkan atas perbedaan tekanan partikel O2 antara alveoli dan pembuluh kapiler. Semakin tinggi

34

tekanan partikel O2 dalam darah alveoli semakin tinggi kadar O 2 dalam dan semakin cepat pengikatan O2 oleh darah.

Pemindahan CO2 dari darah ke alveoli berdasarkan perbedaan tekanan partikel CO2 dalam darah vena yakni sebesar 46 mmHg dan tekanan alveoli 39 mmHg.

Gambar 1.17: A: Kontraksi diafragma untuk meningkatkan dimensi vertical paruparu, B: Relaksasi diafragma untuk menurunkan dimensi vertical paru-paru (Sumber Wade JF, 1982. Dikutip dari Potter & Perry, 2005)

3) Transportasi Gas

35

Penyaluran O2 dari alveoli keseluruh tubuh dan pembuangan CO 2 dari seluruh tubuh ke atmosfer ditentukan oleh aktivitas sistem paru dan sistem kardiovaskuler.

Proses penghantaran ini bergantung pada: a) Curah jantung b) Jumlah eritrosit c) Exercise d) Hematokrit darah e) Keadaan pembuluh darah

a) Curah jantung Kecepatan dan penurunan tempat O2 ke jaringan dipengaruhi oleh curah jantung. Kegagalan miokard untuk memompa volume darah dengan jumlah yang cukup untuk sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik menyebabkan gagal jantung. Bila gagal jantung kiri yaitu jumlah darah yang dipompa dan ventrikel kiri menurun drastis sehingga banyak darah yang terkumpul di paru–paru, sehingga menyebabkan kongesti paru.

Gagal jantung kanan lebih disebabkan karena penyakit pulmonal/akibat gagal jantung kiri. Akibatnya jantung kanan bekerja lebih keras dan jantung meningkat kebutuhan oksigennya. Darah yang keluar dari ventrikel kanan juga menurun akibatnya darah mengumpul disirkulasi sistemik. Dalam keadaan normal curah jantung Sekitar 5 liter melalui darah ditransport sekitar 5 ml O2 dan 4 ml CO2 per 100 ml darah.

b) Jumlah eritrosit Eritrosit dan Hb membawa 9 % oksigen, setiap proses yang menurunkan atau mengubah hemoglobin, seperti anemia dan inhalasi substansi

36

beracun, menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen. Pada anemia ditandai kadar hemoglobin di bawah normal. Peningkatan kerusakan eritrosit/kehilangan darah. Karbon monoksida merupakan toksik inhalasi yang paling sering dijumpai. Zat ini menurunkan kapasitas Hb dan eritrosit membawa oksigen. Afinitas hemoglobin untuk terikat karbon monoksida 210 x lebih besar daripada afinitasnya untuk terikat dengan oksigen.

c) Exercise Dengan exercise akan meningkatkan O2 dalam tubuh sehingga medulla oblongata dan pons sebagai pusat pengontrol pernafasan mempengaruhi kecepatan denyut jantung dan mempercepat pengiriman CO 2 keluar tubuh. Kecepatan transport O2 ke jaringan dapat meningkatkan sekitar 15x normal pada gerak. Pada seorang atlet 20 x dari normal.

d) Hematokrit darah Apabila hematokrit darah meningkat maka berdampak meningkatnya viskositas darah akibatnya beban jantung meningkat. Apabila kondisi ini terus menerus terjadi penurunan curah jantung dan O2/CO2 tidak dapat lancar proses penyaluran keseluruhan tubuh atau pembuangan ke atmosfer. Penurunan hematokrit menggambarkan penurunan eritrosit dan Hb dalam darah. Sehingga menyebabkan penurunan tranportasi oksigen keseluruh tubuh.

e) Keadaan Pembuluh Darah Apabila pembuluh darah tersumbat karena trombus, emboli, dan arteri sklerosis maka aliran darah arteri dan vena tidak lancar. Jika arteri yang tersumbat maka O2 tidak bisa lancar dikirim keseluruh tubuh begitu juga

37

sebaliknya jika vena yang tersumbat maka CO2 tidak bisa lancar dibuang dari jaringan keluar tubuh.

Transport Oksigen Proses transport oksigen bergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke paru– paru, aliran darah ke paru–paru dan jaringan (perfusi), kecepatan difusi, dan kapasitas membawa oksigen. Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma, jumlah hemoglobin, dan kecenderungan hemoglobin untuk berikatan dengan oksigen.

Transport oksigen dilakukan 2 cara: Secara fisik larut dalam plasma relatif kecil yaitu hanya sekitar 3%. Dan Secara kimia berikatan dengan Hb membentuk oksi hemoglobin (HbO 2) 97%.

Transport karbondioksida Darah vena mentransportasi sebagian besar karbon dioksida. Pengangkutan CO 2 didalam darah dari jaringan ke paru menyebabkan perubahan sebagai berikut: Darah yang tereduksi mempunyai kadar CO2 tinggi sehingga berwarna lebih gelap. ph relatif lebih rendah karena HCO lebih tinggi. Kadar Cl-, Na+, K+ mengalami penurunan, kadar HCO- meningkat.

Transport CO2 dari jaringan ke paru–paru kemudian dibuang ke atmosfer, dilakukan dengan cara: Secara fisik larut dalam plasma 5%. Pemindahan CO 2 dari darah ke alveoli berdasarkan perbedaan tekanan partikel CO 2 dalam darah vena yakni sebesar 46 mmHg dan tekanan alveoli 39 mmHg. Secara kimia bergabung dengan Hb membentuk Carbomino Hemoglobin 30% KHCO 3 + HHb + O2  Kl + BO2 + CO2 + H2O. Dimana CO2 dibebaskan dari darah ke alveoli. Berikatan dengan air kemudian membentuk bikarbonat plasma 65%. Pengangkutan CO 2 dari jaringan ke paru–paru adalah 1 liter darah membawa 5 cc CO2 yang terdiri dari

38

41,5% cc dalam bentuk HCO3, 4 cc dalam bentuk ikatan amino, dan 3,55 cc dalam bentuk larutan plasma darah.

Tabel 1.3 Volume dan Kapasitas Pulmonal Volume

Diskripsi

Nilai

Kapasitas

Rumus

Normal

Nilai Normal

Volume

Volume udara yang 500 ml

Kapasitas

TV+IRV+

4500-

Tidal (TV)

mengalir

Vital (VC)

ERV

5000 ml

udara 3000-

Kapasitas

TV+IRV

3500-

yang 3300

Inspirasi

atau

kedalam

keluar

dari

saluran

pernafasan

selama

siklus

pernafasan normal Volume

Volume

Cadangan

maksimum

Inspirasi

dapat

(IRV)

dalam

saluran

pernafasan

setelah

dialirkan

ke ml

3800 ml

(IC)

inspirasi normal Volume

Volume

udara 1000-

Kapasitas

Cadangan

maksimum

yang 1200

Residual

Ekspirasi

dapat

(ERV)

luar

saluran

pernafasan

setelah

dialirkan

ke ml

ERV+RV

22002400 ml

Fungsional (FRC)

ekspirasi normal Volume

Volume udara yang 1200

Kapasitas

Residual

tersisa dalam saluran ml

Paru Total ERV+RV

(RV)

pernafasan

(TLC)

setelah

TV+IRV+

57006200 ml

ekspirasi maksimum (Sumber: Thibodeau & Patton, 1996. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

39

b. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa Ph darah normal adalah berkisar antara 7,35 sampai 7,45. Manusia supaya tetap hidup adalha berkisar antara 7,0 sampai 7,8.

Ph darah dapat bervariasi: Variasi fisiologis Darah arteri mempunyai Ph lebih tinggi dibandingkan dengan darah vena, hal ini karena konsentrasi CO2 lebih tinggi pada darah vena.

Variasi patologis Asidosis

: Ph darah lebih kecil dari 7,2

Alkalosis

: Ph darah lebih besar dari 7,5

Dalam darah terdapat 2 sistem yagn bersifat variabel : H2CO3 (asam) dan HCO3 (basa/ bikarbonat). Ph darah ditentukan oleh keseimbangan asam basa yang terdapat di dalam darah. Kadar H2CO3 dalam darah ditentukan oleh CO2 melalui mekanisme pernafasan dan mekanisme ginjal sebagai tambahan.

Gangguan keseimbangan asam basa Asidosis Ialah suatu keadaan dimana terjadi kelebihan asam dalam darah

Asidosis respiratorik Retensi CO2 yang lebih/produksi CO2 oleh jaringan yang lebih banyak dibandingkan dengan kemampuan pembebasan CO 2 oleh paru–paru.

Asidosis metabolik

40

Terjadi karena: 1) Intake dari asam yang tinggi: metanol, NH4Cl, 2) Bertambahnya produksi asam: asam laktat, 3) Berkurangnya ekskresi asam oleh ginjal: asidosis tubulus ginjal, 4) Pengeluaran bikarbonat: pada diare yang lama.

Alkalosis Ialah suatu peninggian basa dalam darah

Alkalosis respiratorik Adalah suatu keadaan dimana PaCO 2 dalam darah berkurang yang disebabkan oleh hiperventilasi. Keadaan ini disebabkan oleh karena pemakaian obat–obatan.

Alkalosis metabolik Disebabkan karena HCl lambung berkurang, misalnya muntah dan pemberian zat–zat alkali melalui IV. Biasanya terjadi kenaikan Ph, peninggian kadar kalium yang berasal dari kalium intra seluler sehingga kalium dalam urin juga akan mengalami peninggian.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN OKSIGEN Keadekuatan sirkulasi, ventilasi, perfusi dan transportasi gas ke jaringan dipengaruhi oleh empat hal : (1) fisiologis, (2) perkembangan, (3) perilaku, dan (4) lingkungan : a. Faktor fisiologis Setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kerja kardiopulmonar secara langsung akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Pada tabel 1.4 dapat dijelaskan proses fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi.

Tabel 1.4 proses fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi.

41

Proses

Pengaruh pada oksigenasi.

Anemia

Menurunnya

kapasitas

darah

yang

darah

yang

oksigen

yang

membawa oksigen Racun inhalasi

Menurunnya

kapasitas

membawa oksigen Obstruksi jalan nafas

Membatasi

pengiriman

diinspirasi alveoli Tempat yang tinggi

Menurunnya konsentrasi oksigen inspirator karena konsentrasi oksigen yang rendah

Demam

Meningkatnya metabolism dan kebutuhan oksigen di jaringan

Penurunan

gerakan Mencegah

dinding dada

menurunkan

penurunan diameter

diafragma

dan

anteroposterior

thoraks pada saat inspirasi, menurunnya volume udara yang diinspirasi (Sumber : Potter & Perry, 2005)

b. Tahap Perkembangan 1) Bayi dan Todler Bayi dan toddler beresiko mengalami infeksi saluran pernafasan bagian atas sebagai hasil pemaparan agen infeksi dan asap rokok. Hali ini terjadi karena pada saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara dan

pada usia prematur kecenderungan pembentukan

surfactan berkurang 2) Anak usia sekolah dan remaja Anak usia sekolah, dan remaja beresiko terpapar pada infeksi saluran pernapasan, misalnya menghisap asap rokok dan merokok. Individu

42

yang mulai merokok pada usia remaja dan meneruskannya sampai usia dewasa pertengahan mengalami peningkatan resiko penyakit kardiopulmonar dan kanker paru. 3) Dewasa muda dan dewasa Dewasa muda dan pertengahan banyak terpapar pada banyak resiko kardiopulmonar seperti: diet yang tidak sehat, stress, kurang aktivitas/aktivitas

fisik,

obat-obatan,

dan

merokok.

Dengan

mengurangi factor-faktor resiko tersebut dapat menurunkan resiko menderita penyakit kardiopulmonar.

4) Lansia Pada lansia seiring bertambahnya usia maka akan berdampak pada system pernafasan dan system jantung. Pada system arterial akan terjadi plak aterosklerosis sehingga tekanan darah bisa meningkat. Kompliansi dinding dada menurun, penurunan otot-otot pernafasan, identik juga sering terjadi pada lansia. Selain itu penurunan kerja silia dan

mekanisme

batuk

efektif

menyebabkan

individu/lansia

mengalami infeksi saluran pernafasan.

c. Perilaku Perilaku atau gaya hidup, seacara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi oksigen. Faktor gaya hidup yang mempengaruhi fungsi pernafasan meliputi nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalahgunaan substansi dan stress. Tabel 1.5 dan 1.6 menggambarkan promosi kesehatan kardiovaskuler dan pernafasan yang bisa dilakukan perawat 1) Nutrisi Pada seseorang yang obesitas berat akan menyebabkan penurunan ekspansi paru, dan peningkatan kebutuhan oksigen untuk memenuhi

43

kebutuhan metabolisme tubuh. Pada seseorang yang mengalami kekurangan gizi akan mengalami kelemahan otot pernafasan sehingga akan menyebabkan kekuatan otot dan kerja pernafasan menurun. Efisiensi batuk pun menurun akibat kelemahan otot pernafasan, sehingga menyebabkan klien mengalami retensi sekresi di saluran pernafasan. 2) Latihan fisik/Aktifitas Latihan fisik dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen, kondisi ini akan

menyebabkan frekuensi dan

kedalaman

meningkat,

pernafasan

individu

sehingga

akan

mempengaruhi kemampuan individu untuk menghirup lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan oksigen. 3) Merokok Merokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah perifer. Nikotin yang diinhalasi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah koroner, dampaknya akan meningkatkan tekanan darah dan menurunkan aliran darah ke pembuluh darah perifer. Resiko kanker paru 10 kali lebih kuat pada individu yang merokok daripada individu yang tidak merokok. 4) Penyalahgunaan substansi Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan dapat mengganggu oksigenasi dengan jalan mendepresi pusat pernafasan, menurunkan kedalaman pernafasan dan jumlah oksigen yang diinhalasi. 5) Stress Keadaan yang terus menerus pada ansietas berat akan meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen. Tubuh berespon terhadap ansietas dan stress lain dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan.

44

Tabel 1.5 Promosi kesehatan Kardiovaskuler Promosi kesehatan Kardiovaskuler 1.

Pertahankan berat badan idela

2.

Diet rendah garam dan rendah lemak

3.

Program latihan fisik yang teratur

4.

Kurangi stress

5.

Jangan merokok

6.

Pantau kolestero dan trigliserida

7.

Periksa takanan darah setiap tahun

(Sumber : Potter & Perry, 2005)

Tabel 1.6 Promosi kesehatan pernafasan Promosi kesehatan Kardiovaskuler 1.

Jangan merokok

2.

Hindari menghisap asap rokok

3.

Lakukan program latihan fisik

4.

Gunakan masker atau pelindung tubuh

5.

Lakukan vaksin flu satiap tahun

6.

Lakukan vaksin Pnemokokus

7.

Tutup mulut dan hidung ketika Lakukan vaksinbatuk dan bersin

8.

Hindari berada di tengah

(Sumber : Potter & Perry, 2005)

d. Faktor Lingkungan Lingkungan sangat mempengaruhi kebituhan oksigenasi. Insiden penyakit paru lebih tinggi di daerah berkabut atau dataran tinggi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian

45

memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.

Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.

Lingkungan kerja yang penuh dengan polutan (asbestos, bedak talk, debu dsb) beresiko meningkatkan berbagai penyakit dalam saluran pernafasan.

Kondisi lingkungan pekerjaan yang dipenuhi dengan stressor secara terus menerus pada ansietas berat akan meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen. Tubuh berespon terhadap ansietas dan stress lain dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan.

E. PERUBAHAN FUNGSI JANTUNG a. Gangguan dalam Konduksi Gangguan dalam konduksi merupakan gangguan-gangguan yang terjadi karena penghantaran hasil impuls listrik yang tidak sesuai. Gangguan irama ini disebut dengan disritmia, yang berarti penyimpanagn pada irama jantung sinus normal. Hal ini terjadi karena merupakan respon terhadap ischemia, kelainan katub, ansietas, dan keracunan obat; akibat penggunaan

kafein,

alcohol,

atau

tembakau;

ketidakseimbangan asam dan basa atau elektrolit.

atau

komplikasi

46

Disritmia diklasifikasikan berdasarkan respon jantungdan tempat asal impuls. Respon jantung dapat berupa takikardia (frekuensi denyut jantung lebih dari 100 kali/menit), bradikardia (frekuensi denyut jantung kurang dari 60 kali/menit), denyut premature (denyut dini), atau blok jantung (denyut jantung tertunda atau tidak ada).

b. Perubahan curah jantung Kegagalan miokard untuk memompa darah dengan jumlah yang cukup untuk sirkulasi pulmonar dan sirkulasi sistemik dapat menyebabkan gagal jantung. Kegagalan pompa miokard ini diakibatkan oleh penyakit arteri koroner primer, kondisi-kondisi kardiomiopati, gangguan katub, dan penyakit pulmonar.

Gagal jantung kiri merupakan kondisi abnormal, yang ditandai dengan kerusakan ventrikel kiri akibat tekanan dan kongesti pulmonary yang meningkat, sehingga menyebabkan darah yang dipompa oleh ventrikel kiri menurun dan menyebabkan penurunan curah jantung. Temuan klinis meliputi suara cracles pada saat diauskultasi, hipoksia, nafas pendek pada saat ekspirasi, dan pada saat istirahat, batuk, atau saat mengalami dispnea nocturnal paroksimal.

Gagal jantung kanan disebabkan karena kerusakan fungsi ventrikel kanan yang ditandai dengan kongesti vena pada sirkulasi sistemik. Kondisi ini merupakan kelanjutan dari gagal jantung kiri dan beberapa penyakit pulmonary. Temuan klinis yang diperoleh adalah berat badan klien meningkat, vena-vena di leher mengalami distensi, hepatomegali dan splenomegali, dan edema perifer.

c. Kerusakan fungsi katub

47

Penyakit katub jantung merupakan gangguan katub jantung yang didapat atau kongenital. Penyakit ini ditandai dengan stenosis dan obstruksi aliran darah atau degenerasi katub dan regurgitasi darah.

d. Iskhemia miokard Iskhemia miokard terjadi bila suplai darah ke miokard dari arteri koroner tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan oksigen pada organ. Dua manifestasi yang umum pada Iskhemia miokard adalah angina pectoris dan infarak miokard.

Angina pectoris merupakan ketidakseimbangan sementara antara suplai dan kebutuhan oksigen pada miokard. Manifestasi klinisnya adalah nyeri dada yang menimbulkan rasa sakit, nyeri tajam, kesemutan, terbakar, atau terasa seperti tekanan.

Infark miokard disebabkan penurunan aliran darah koroner yang tiba-tiba atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard tanpa disertai perfusi koroner yang adekuat. Manifestasi klinis yang ditemukan adalah nyeri dada seperti sensasi pukulan, diperas/diremas atau seperti tusukan. Nyeri menjalar ke lengan kiri, leher, gigi, ulu hati dan punggung. Nyeri terasa saat istirahat atau pada saat beraktivitas, berlangsung lebih dari 30 menit dan tidak hilang dengan istirahat, perubahan posisi atau pemberian nitrogliserin sublingual.

F. PERUBAHAN FUNGSI PERNAFASAN a. Hiperventilasi Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang diproduksi melalui metabolisme seluler. Hiperventilasi dapat disebabkan

48

oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan asam basa, dan hipoksia yang biasanya dikaoitkan dengan embolus paru dan syok .

Respon klinis yang dihasilkan adalah peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan. Hal ini terjadi karena haemoglobin tidak membebaskan oksigen ke jaringan dengan mudah sehingga akan menyebabkan hipoksia jaringan. Tabel 1.7 di bawah ini menggambarkan tanda dan gejala hiperventilasi alveolar.

Tabel 1.7 Tanda dan gejala hiperventilasi alveolar Tanda dan gejala Hiperventilasi alveolar Takikardia Nafas pendek Nyeri dada Pusing Sakit kepala ringan Disorientasi Paretesia Tinitus Penglihatan kabur Disorientasi Tetani (spasme karpopedal) (Sumber : Potter & Perry, 2005)

b. Hipoventilasi Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbondioksida secara

49

adekuat. Tanda dan gejala hipoventilasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1.8 Tanda dan gejala hipoventilasi alveolar Tanda dan gejala Hipoventilasi alveolar Pusing Nyeri kepala (daerah oksipital) Latargi Disorientasi Penurunan kemampuan mengikuti instruksi Disritmia jantung Ketidakseimbangan elektrolit Konvulsi Koma Henti jantung (Sumber : Potter & Perry, 2005)

c. Hipoksia Hipoksia merupkan kondisi tidak adekuatnya/tercukupinya pemenuhan O2 oleh tubuh/selular akibat dari defisiensi O 2 yang dinspirasi atau meningkatnya penggunaan O2 pada tingkat sel .

Hipoksia dapat disebabkan oleh : (1) penurunan kadar Hb (Haemoglobin) dan penurunan kapasitas pembawa oksigen, (2) penurunan konsentrasi O2 yang diinspirasi, (3) ketidakmampuan jaringan untuk mengambil O2 dari darah, (4) penurunan difusi O2 dari alveoli ke dalam darah seperti pada pneumonia, (5) penurunan perfusi jaringan seperti pada syok, dan (6) Kerusakan/gangguan ventilasi seperti pada fraktur iga multiple atau trauma dada. Tanda gejala hipoksia dapat dilihat pada tabel 1.9

50

Tabel 1.9 Tanda dan gejala hipoksia Tanda dan gejala Hipoksia Gelisah Rasa takut, ansietas Disorientasi Penurunan kemampuan berkonsentrasi Penurunan tingkat kesadaran Peningkatan keletihan Pusing Perubahan peilaku Peningkatan frekuensi nadi Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan Peningkatan tekanan darah Disritmia jantung Pucat Sianosis Clubbing Dispnea (Sumber : Potter & Perry, 2005)

51

BAB 2 PROSES KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI A. Pengkajian B. Diagnosa Keperawatan C. Perencanaan D. Pelaksanaan/Implementasi E. Evaluasi

52

TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah membaca bab ini diharapkan mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan

pengkajian

pada

klien

dengan

gangguan

oksigenasi 2. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan oksigenasi 3. Menjelaskan perencanaan

keperawatan pada klien dengan

gangguan oksigenasi 4. Menjelaskan implementasi keperawatan pada klien dengan gangguan oksigenasi 5. Menjelaskan

evaluasi keperawatan

gangguan oksigenasi

pada

klien

dengan

53

BAB 2 PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH OKSIGENASI

A. Pengkajian 1. Riwayat keperawatan a. Masalah pernapasan yang pernah dialami 1) Apakah pernah mengalami perubahan pola pernapasan? 2) Apakah pernah mengalami batuk dan sputum? 3) Apakah pernah mengalami nyeri dada? 4) Aktifitas apa sajakah yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala diatas? b. Riwayat penyakit pernapasan 1) Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC, dan lain-lain? 2) Bagaimana frekuensi setiap kejadian? c. Riwayat penyakit kardiovaskuler 1) Apakah pernah mengalami penyakit jantung, atau gangguan peredaran darah? d. Gaya Hidup 1) Apakah mempunyai kebiasaan hidup yang tidak sehat seperti merokok, berasal dari keluarga perokok, apakah lingkungan kerja penuh dengan kebiasaan merokok, asap rokok, polusi dsb?

2. Pengkajian secara umum Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data mengenai: biodata klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat pekerjaan dan kebiasaan, riwayat psikososial dan pemeriksaan fisik.

54

a. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan) Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya. b. Keluhan utama Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien. Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien gangguan kebutuhan oksigen dan karbondioksida antara lain : (1) batuk, (2) peningkatan produksi sputum, (3) dyspnea, (4) hemoptysis, (5) mengi, dan (6) chest pain. 1) Batuk (Cough). Batuk adalah reflek protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabangan trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dalam membersihkan jalan napas bagian dalam. Signifikasi, adanya batuk dapat menunjukkan penyakit pulmonal yang serius. Yang juga sama pentingnya adalah tipe batuk. Batuk yang kering, iritatif menandakan infeksi saluran napas atas dengan asal virus Laringo trakeitis menyebabkan batuk dengan puncak bunyi kering? Hacking? Brassy? Mengi? Ringan? Berat? Waktu batuk dicatat. Batuk malam hari dapat menunjukkan awitan gagal jantung sebelah kiri atas asma bronchial. Batuk pada pagi hari dengan pembentukan sputum merupakan indikatif bronchitis. Batuk dengan awitan akhir berarti berasal dari proses infeksi akut. 2) Peningkatan Produksi Sputum.

55

Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan tenggorok. Sputum secara konstans dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum terdiri atas lendir, debius selular, mikroorganisme, darah, pus dan benda asing. Trakeobronkial tree secara normal memproduksi sekitar 3 ons mucus sehari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal (“Normal Cleansing Mechanism”). Tetapi produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi tertentu. Hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan dari proses patologik. Jika infeksi timbul sputum dapat berwarna kuning atau hijau, sputum mungkin jernih, putih atau kelabu. Pada keadaan edema paru sputum akan berwarna merah mudah, mengandung darah dan dengan jumlah yang banyak.

Tabel 2.1 Karakteristik sputum. Karakteristik sputum Warna

Konsistensi

Jernih

Berbuih

Putih

Berair

Kuning

Liat, kental

Bercampur darah Hijau

Bau

Coklat

Tidak berbau

Merah

Bau busuk

Kualitas

Kadungan Darah

Sama setiap waktu

Kadang-kadang

56

Meningkat

Pada awal pagi hari

Menurun

Merah

cerah

atau

merah

gelap Mengandung darah Perubahan warna Warna sama sepanjang hari Warna menjadi jernih jika batuk Warna

secara

progresif

lebih gelap (Sumber: Potter & Perry, 2005)

3) Dyspnea. Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea?. kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.

Dispnea dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Inspiratori dispne : yakni kesukaran barnapas pada waktu inspirasi yang disebabkan oleh karena sulitnya udara untuk memasuki paru-paru 2. Ekspiratori dispne : yakni kesukaran bernapas pada waktu eksipasi yang disebabkan oleh karena sulitnya udara yang keluar dari paru-paru 3. Kardiak dispne : yakni dispne yang disebabkan primer penyakit jantung 4. Exertoinal dispne : yakni dispne yang disebabkan oleh kerena olahraga 5. Ekspansional dispne : yakni dispne yang disebabkan oleh karena kesulitan ekspansi dari rongga thorak

57

6. Paroksismal dispne : yakni dispne yang terjadi sewaktu-waktu, baik pada malam maupun pada siang hari 7. Ortostatik dipsne : yakni dispne yang berkurang pada waktu posisi duduk.

Tingkatan dispnea berdasarkan New York Heart Association dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan : 1. Tingkat 1 : bila dispnea tidak membatasi aktifitas, artinya kebutuhan oksigen baik pada masa istirahat maupun pada masa setelah latihan dapat dikompensasi paru-paru. 2. Tingkat 2 : Terjadi pembatasan yang ringan dari fungsi paru, artinya pada penderita yang melakukan aktifitas fisik dapat terjadi dispne, akan tetapi pada waktu istirahat tidak terjadi dipsnea. 3. Tingkat 3 : Aktifitas fisik penderita sangat terbatas dan dengan aktifitas fisik yang ringan saja sudah dapat menimbulkan sesak napas. 4. Tingkat 4 : Dispne terjadi pada keadaan istirahat. Kerja ringan akan memperberat keadaan dispneanya.

4) Hemoptysis Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber perdarahan dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah atau berasal dari parenklin paru atau bahkan perut. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Lakukan pula pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah dan warna (mis. Merah terang atau berbusa). Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain: Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway

58

necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru.

5) Mengi. Bunyi mengi dihasilkan ketika udara mengalir melalu jalan napas yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi dan ekspirasi. Mengi dapat terdengar hanya dengan menggunakan stetostkop. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan aaah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat disebabkan oleh odem mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat kehilangan elastisitas jaringan, dan benda sing atau tumur yang sebagian menyumbat aliran udara. 6) Chest Pain. Nyeri dada atau chest pain mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung, lakukan analisis gejala yang lengkap pada nyeri dada. Informasi tentang lokasi, durasi dan intensitas nyeri dada penting untuk dikumpulkan, dan akan memberikan petunjuk diri tentang penyebab. Nyeri dada dialami oleh banyak pasien dengan pnemonia, embolisme pulmonal dengan infark paru, dan pleuritis dan merupakan gejala lanjut karsinoma broncogenik. Pada karsinoma, nyeri mungkin pekak dan persisten karena kanker telah menyerang dinding dada, mediastinum atau tulang belakang. Dengan medikasi analgesik sangat efektif dalam meredakan nyeri dada tetapi harus hati-hati agar tidak menekan pusat pernapasan atau batuk produktif.

Nyeri dada jantung biasanya digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti diremas-remas, dengan rasa tertekan atau sesak pada area substernal.

59

Tabel 2.2 Nyeri Dada Torakal-Pulmonal Sumber Dinding dada

Karakteristik Sakit

konstan

tempat

yang

meningkat

Kemungkinan penyebab pada Trauma, batuk, herpes jelas, zoster

dengan

gerakan Pleura

Tajam, awitan mendadak, Inflamasi

pleura

meningkat

infark

dengan (pleuris),

pernapasan atau dengan pulmonal, upaya

ventilasi pneumotoraks, tumor

mendadak (batuk, bersin) unilateral Parenkim paru

Tumpul, sakit konstan, Tumor jinak pulmonal, letak tidak jelas

karsinoma pneumotoraks

(Sumber: Asih, NGY & Effendy C, 2004)

c. Riwayat kesehatan saat ini Pengkajian riwayat penyakit sekarang sistem pernafasan dimulai dengan perawat menanyakan tentang perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan dan dilakukannya pengkajian saat itu. Misalnya: sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan timbul, apa yang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha

60

mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut, dan sebagainnya.

Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada klien sedetail-detailnya, dan semuannya diterangkan pada riwayat penyakit sekarang. Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala adalah lama timbulnya (durasi), lokasi penjalarannya terutama untuk nyeri : sifat keluhan (karakter), berat ringannya, mula timbulnnya (onset), faktor-faktor yang meringankan atau memperberat, dan gejala yang menyertainnya.

d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien dan anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan, karena kondisi ini memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Tanyakan klien tentang perawatan di rumah sakit atau pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Dapatkan pula informasi tentang kapan penyakit terjadi atau waktu perawatan. Tanyakan apakah klien telah mengalami pemeriksaan rontgen dan kapan, dan apakah pemeriksaan diagnostik pulmonal dilakukan. Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan. Misal asma, kanker paru. Sebutkan usia dan penyebab kematian anggota keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang perokok, perokok pasif sering kali mengalami gejala pernapasan lebih buruk.

e. Riwayat kesehatan keluarga Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan pernfasan sangat penting untuk mendukung keluhan dari penderita, perlu dicari riwayat keluarga yang memberikan predisposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak nafas, batuk lama, batuk darah dari generasi terdahulu. Adanya penyakit

61

tekanan darah tinggi dan kencing manis dapat memperberat keluhan penderita.

Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu : 1) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya. 2) Kelainan

alergis, seperti

asthma

bronchial, menunjukkan

suatu

predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat. 3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.

f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan Perawat menanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya, Kebiasaan social: menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, mis. minum alcohol, atau obat tertentu. Kebiasaan merokok: menanyakan tentang kebiasaan merokok terkait sudah berapa lama, berapa batang per hari, jenis rokok yang dikonsumsi (filter, kretek), Situasi kerja: menanyakan apakah pekerjaan penuh dengan stress, bagaimana menanggani stress, apa dampak stress terhadap kesehatannya, apakah lingkungan juga dipenuhi dengan polusi udara, allergen yang berdampak dalam masalaha kesehatannya, penting juga untuk diidentifikasikan.

g. Pengkajian Psikososial 1) Psikologis Dalam hal ini perawat perlu mengetahui tentang :

62

a) Persepsi/tanggapan klien terhadap masalahnya/ penyakitnya b) Pengaruh sakit terhadap cara hidup c)

Perasaan klien terhadap sakit dan therapy

d) Persepsi/tanggapan keluarga terhadap masalah yang dihadapi klien/ penyakit dan therapy e) Harapan klien dan keluarga terhadap masalah yang dihadapi sekarang

2) Riwayat sosial a) Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya: merokok, pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.

2. Pemeriksaan Fisik a. Mata 1) Xantelasma/lesi kuning pada kelopak mata (dikarenakan hiperlipidemia) 2) Konjungtiva pucat (karena anemia) 3) Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia) 4) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis akibat bakteri) b. Hidung 1) Pernapasan dengan cuping hidung (megap-megap, dispnea) c. Mulut dan bibir 1) Membran mukosa sianosis (karena penurunan oksigen) 2) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit paru kronik) d. Vena leher 1) Adanya distensi/bendungan (dikaitkan dengan gagal jantung kanan)

63

e. Kulit 1) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunya aliran darah perifer) 2) Sianosis secara umum (hipoksemia) 3) Penurunan turgor (dehidrasi) 4) Edema (dikaitkan dengan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan) 5) Edema periorbital (dikaitkan dengan penyakit ginjal) f. Jari dan kuku 1) Sianosis perifer (karena kurangnya sulpai oksigen ke perifer) 2) Clubing finger (karena hipoksemia kronik) g. Dada dan thoraks 1) Inspeksi Sebelum dilakukan teknik ispeksi seorang perawat harus mengetahui dan menguasai landmarks anatomi thoraks posterior, lateral dan anterior. (Gambar 2.1) Hal ini bertujuan untuk menemukan letak dan mengetahui struktur organ yang ada dibawahnya, terutama lobus paru, jantung dan pembuluh darah besar.

Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk (tabel 2.3) dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada bisa dikerjakan pada saat bergerak. atau pada saat diam, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernafasan. Sedangkan untuk mengamati adanya kelainan bentuk tulang punggung baik kiposis, skoliosis, maupun lordosis (tabel 2.4), akan lebih mudah dilakukan pada saat dada tidak bergerak. Pengamatan dada pada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi (eupnea, bradhipnea, takhiepnea), sifat (pernafasan dada, diafragma, perut) dan ritme/irama Pernafasan (biot, cheyne stoke, kusmaul, dsb). Tabel 2.5 menggambarkan hasil interpretasi frekuensi normal berdasarkan tingkat usia.

64

Gambar 2.1 Landmarks thoraks dan struktur yang terdapat di bawah paru. (Sumber Matassarin, 1997. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

Tabel 2.3 Bentuk Dada dan Diskripsinya

65

Bentuk dada

Diskripsi

Normal Bayi

Bentuk dada bayi melingkar dengan diameter dari depan ke belakang (anteroposteroir)

sama

dengan

diameter

tranversal Normal dewasa

Bentuk dada normal pada orang dewasa perbandingan

antara

diameter

anteroposterior

dengan

diameter

tranversal 1:2 Pigeon

chest

(Pectus Bentuk

Carinatum)

dengan

dada

tidak

diameter

normal

ditandai

tranversal

sempit,

diameter antero-posterior membesar dan sternum menonjol ke depan, Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat. Funnel

Chest

(Pectus Bentuk

Excavatum)

dada

tidak

normal

yang

merupakan kelainan bawaan ditandai dengan diameter tranversal membesar, diameter antero-posterior mengecil dan sternum menyempit ke dalam (kebalikan dari pigeon chest), Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja

Barrel Chest (dada tong)

Bentuk dada tidak normal yang ditandai dengan

diameter

antero-posterior

tranversal yang mempunyai perbandingan 1:1, sering terjadi pada klien emfisema (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011)

66

Tabel 2.4 Kelainan Bentuk Tulang Belakang dan Diskripsinya Bentuk Skoliosis

Diskripsi Kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan pembengkokan pada tulang belakang yang mengarah ke arah lateral

Kifosis

Kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan kenaikan kurvatura/pembengkokan

tulang belakang

bagian dada Lordosis

Kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan membebek (kondisi seperti bebek), dimana terjadi akibat kurvatura/ pembengkokan pada tulang belakang bagian pinggang yang berlebihan

(Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011)

Tabel 2.5 Interpretasi Frekuensi Pernafasan berdasarkan Tingkat Usia Tingkat usia

Hasil normal

Bayi baru lahir

35-40 kali/menit

Bayi 1 minggu – 11 bulan

30-50 kali/menit

Todler 2 – 4 tahun

25-32 kali/menit

Anak umur 4 – 12 tahun

20-30 kali/menit

Remaja 14 – 18 tahun

16-19 kali/menit

Dewasa

12-20 kali/menit

Lansia (diatas 65 tahun)

Jumlah

respirasi

per

menit

biasanya

meningkat secara bertahap dari dewasa (Sumber: Potter & Perry, 2005).

Selain frekuensi pernafasan, yang perlu diinspeksi oleh perawat adalah bagaiman pola pernafasan klien. Tabel berikut menggambarkan pola pernafasan klien dan makna klinisnya

67

Tabel 2.6 Gambaran Pola Pernafasan Klien dan Makna Klinisnya Tipe/pola

Frekuensi pernafasan Makna klinis tiap menit

Eupnea

16-20

Normal

Takipnea

> 35

Kegagalan pernafasan, pada

demam,

respons

ansietas,

Nafas

pendek, infeksi pernafasan Bradipnea

< 10

Tidur,

depresi

pernafasan,

overdosis obat, lesi system saraf pusat Apnea

Periode

tidak Dapat terjadi sebentar-sebentar

bernafas berlangsung seperti tidur apnea, gagal nafas > 15 detik Hiperpnea

16-20

Akibat ansietas atau respons pada nyeri,

menyebabkan

pernafasan,

parastesia,

alkalosis tetani

konfusi yang terlihat nyata Kussmaul

Biasanya > 35 dapat Pola

takipnea

berhubungan

menjadi lambat atau dengan ketoasidosis diabetikum, normal

asidosis metabolic, atau gagal ginjal

Cheyne

Variabel

stokes

Pola yang meningkat dan menurun disebabkan status

asam

perubahan basa,

dalam masalah

metabolic yang mendasari dan menderita neuroserebral Biot

Variabel

Periode apnea dan nafas dangkal disebabkan gangguan sisitem saraf pusat, ditemukan pada beberapa

68

pasien sehat. Apneustik

Meningkat

Peningkatan

pada

waktu

inspirasidengan waktu ekspirasi bunyi

norok

(grunting)

yang

pendek, terlihat pada lesi system saraf pusat pada pusat pernafasan (Sumber Weilitz PB: Pocket guide to respiratory care, St Louis, 1991, Mosby)

Langkah-langkah kerja inspeksi pada dada dapat dikerjakan sebagai berikut: Tabel 2.7 Langkah Kerja Inspeksi pada Dada Langkah Kerja Inspeksi pada dada 1.

Lepas baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas pinggang

2.

Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan dan kondisinya). Pasien dapat diatur pada posisi duduk atau berdiri

3.

Yakinkan bahwa anda sudah siap (tangan bersih dan hangat), ruangan dan stetoskop sudah siap

4.

Beri penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dikerjakan

5.

Lakukan inspeksi bentuk dada dari 4 sisi, depan, belakang, sisi kanan dan kiri pada saat istirahat (diam), saat inspirasi dan saat ekspirasi. a.

Pada saat inspeksi dari depan perhatikan area pada klavikula, fossa supra dan infraklavikula, sternum dan tulang rusuk.

b. Dari sisi belakang amati lokasi vertebra servikalis ke tujuh (puncak scapula terletak sejajar dengan vertebra torakalis ke delapan), perhatikan pula bentuk tulang belakang dan catat bila ada kelainan bentuk c.

Terakhir inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui adanya kelainan bentuk dada misalnya bentuk dada barrel chest

69

6.

Amati lebih teliti keadaan kulit dada dan catat setiap ditemukan adannya pulsasi pada interkostalis atau di bawah jantung, retraksi interkostalis selama bernafas, jaringan parut dan setiap ditemukan tanda-tanda menonjol yang lainnya

(Sumber: Priharjo R, 1996)

Tabel 2.8 Temuan pada Pemeriksaan Inspeksi Paru Inspeksi

Normal

Abnormal

Penampilan

Pernafasan tenang

Bibir

monyong

umum

Duduk dan bersandar tanpa menghirup nafas

ketika

kesulitan

Tampak resah dan gelisah

Kulit kering

Condong ke depan dengan

Bidang kuku merah muda

tangan atau siku diatas lutut

Membran mukosa merah Kulit: muda dan lembab

berkeringat,

sedikit

pucat, atau agak kemerahan Sianosis:

kulit

atau

membrane mukosa tampak kebiruan Sianosis

sentral:

akibat

penuruna oksigenasi darah Sianosis

perifer:

akibat

vasokontriksi setempat atau penurunan curah jantung Kuku

tabuh:

pembesaran

falang terminal tenpa nyeri yang berhubungan dengan hipoksia jaringan kronis

Trakea

Bagian tengah leher

Deviasi trakea: pergeseran

70

tempat baik lateral, anterior maupun posterior Distensi vena jugularis Batuk: kuat atau lemah, kering atau basah, produktif atau non produktif Pembentukkan jumlah,

sputum:

warna,

bau,

konsistensi

Frekuensi

Eupnea: 12-20 kali/menit

Takipnea: frekuensi > 20 kali/menit Bradipnea: frekuensi < 10 kali/menit

Pola

Upaya

inspirasi

minimal: Pernafasan dengan otot-otot

Pernapasan

pasif, ekspirasi tenang

aksesoris

Rasio Inspirasi Ekspirasi=1:2

Hiperpnea:

Pria: pernafasan diafragma

kedalaman pernafasan

Wanita: pernafasan thoraks

Apnea: tidak ada pernafasan

peningkatan

total Biot: irama tidak teratur dengan periode apnea Cheyne-Stokes: nafas dalam dan dangal bersiklus, diikuti dengan periode apnea Kusmaul: pernafasan cepat, dalam dan teratur Paradok:

bagian

dinding

71

dada bergerak ke dalam selama inhalasi dank e luar selama ekhalasi Stridor: bunyi yang terdengar jelas, keras, tidak nyaring selama inhalasi dan ekhalasi.

Konfigurasi

Tampak simetris

Ekspansi dada tidak sama

thoraks

Perkembangan

muscular

asimetris Diameter

anteroposterior Dada tong: diameter AP

AP) < tranfersal

meningkat

dalam

hubungannya

dengan

diameter tranfersal

Tulang belakang lurus

Kifosis: fleksi ekstensif tulang belakang Skoliosis:

peningkatan

lengkung lateral

Skapula

pada

bidang Letak scapula asimetris

horizontal yang sama

(Sumber : Asih, NGY & Effendy C, 2004)

72

Gambar

2.2 Bentuk dada barel chest, proporsi AP:Lat = 1:1. (Sumber:

MuttaqinA, 2010)

Gambar 2.3 Kelainan bentuk tulang belakang, Kiri: Skoliosis, Tengah: Kifosis, Kanan: Lordosis. (Sumber :MuttaqinA, 2010)

2) Palpasi Dilakukan

untuk

mengkaji

kesimetrisan

pergerakan

dada

dan

mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile fremitus (vibrasi). Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti: massa, lesi,

73

bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri. Vocal fremitus: getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.

Langkah kerja palpasi dinding dada sebagaimana dalam tabel berikut : Tabel : 2.9 Langkah Kerja Palpasi pada Dinding Dada Langkah Kerja Palpasi pada Dinding Dada 1. Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru-paru/dinding dada: a.

Letakkan kedua telapak tangan secara datar pada dinding dada depan

b. Anjurkan pasien untuk menarik nafas c.Rasakan gerakan dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan sisi kiri d. Berdirilah di belakang pasien, letakkan tangan anda pada sisi dada pasien, perhatikan getaran ke samping sewaktu pasien bernafas e.

Letakkan kedua tangan anda di punggung pasien dan bandingkan gerakan kedua sisi dinding dada.

2. Lakukan palpasi untuk mengkaji tactil vremitus. Suruh pasien menyebutkan bilangan “enam puluh enam” sambil anda melakukan palpasi dengan cara: a.

Letakkan telapak tangan anda pada bagian belakang dinding dada dekat apek paru

b. Ulangi langkah diatas dengan tangan bergerak ke bagian dasar paru c.Bandingkan fremitus pada kedua sisi paru-paru dan diantara apek serta dasr paru d. Lakukan palpasi taktil fremitus pada dinding dada anterior dan posterior (Sumber: Priharjo R, 1996)

74

Gambar: 2.4 Urutan palpasi toraks (posterior dan anterior). (sumber: Matassarin-Jacob dan Black, 1997 dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

Tabel 2.10 Temuan pada Pemeriksaan Palpasi Paru Palpasi

Normal

Kulit dan dinding Kulit dada

tak

nyeri

Abnormal tekan, Kulit lembab atau terlalu

lembut, hangat dan kering

kering Krepitus: berbunyi tajam ketikakulit di palpasi yang disebabkan oleh kebocoran udara paru-paru ke dalam

Tulang belakang dan iga jaringan sub kutan tidak nyeri tekan Fremitus

Simetris,

vibrasi

Nyeri tekan setempat ringan Peningkatan

fremitus:

teraba pada dindin dada akibat vibrasi melalui media selama bersuara

padat, seperti pada tumor paru Penurunan fremitus: akibat

75

vibrasi melalui peningkatan ruang dalam dada, seperti pada pneumothoraks atau obesitas Fremitus

asimetris

merupakan suatu kondisi yang selalu tidak normal Ekspansi

dada Ekspansi simetris 3 sampai Ekspansi kurang dari 3 cm,

lateral

8 cm

nyeri atau asimetris

(Sumber : Asih, NGY & Effendy C, 2004)

3) Perkusi Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Secara sistematis, perkusi paru dapat dilakukan dengan cara-cara sebagaimana tertera pada tabel berikut:

Tabel 2.11 Langkah Kerja Perkusi pada Dinding Dada Langkah Kerja Perkusi pada Dinding Dada 1. Lakukan perkusi paru-paru anterior dengan posisi pasien supinasi a. Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap spasium interkostalis b. Bandingkan sisi kanan dan kiri 2. Lakukan perkusi pada paru-paru posterior dengan posisi pasien sebaiknya duduk atau berdiri a.

Yakinkan dulu bahwa pasien telah duduk lurus

b. Mulai perkusi dari puncak paru ke bawah c.Bandingkan antara sisi kanan dan kiri d. Catat hasil perkusi

76

3. Lakukan perkusi paru anterior untuk mendeterminasi gerakan diafragma (penting pada pasien emfisema) a.

Suruh pasien untuk tarik nafas panjang dan menahannya

b. Mulai perkusi: dari atas ke bawah (dari resonan ke redup) sampai bunyi redup didapatkan c.Beri tanda dengan spidol pada tempat dimana didapatkan bunyi redup (biasanya pada spasium interkostalis ke-9, sedikit lebih tinggi dari posisi hati di dada kanan) d. Suruh pasien untuk menghembuskan nafas secara maksimal dan menahannya e.

Lakukan perkusi dari bunyi redup (tanda I) ke atas. Biasanya bunyi redup ke-2 ditemukan diatas tanda 1. Beri tanda pada kulit yang ditemukan redup (tanda II)

f. Ukur jarak antara tanda I dan II. Pada wanita jarak kedua tanda ini normalnya 3-5 cm dan pada pria 5-6 cm (Sumber: Priharjo R, 1996)

Gambar 2.5 Urutan perkusi dan auskultasi toraks. (Sumber: Lammon et al, 1995. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

77

Tabel 2.12 Temuan pada Pemeriksaan Perkusi Paru Perkusi

Normal resonan,

Abnormal

Bidang

Bunyi

tingkat Hiperesonan:

akan

paru

kenyaringan

rendah, terdengar

menggaung,

mudah pengumpulan udara atau

pada

terdengar, kualitas sama pneumothoraks pada kedua sisi

Pekak atau datar: terjadi akibat penurunan udara di dalam paru-paru (tumor, cairan)

Gerakan

Letak

diafragma

pada Posisi

dan posisi vertebra torakalis ke-10 difragma

Setiap

tinggi:

distensi

lambung atau kerusakan

hemidiafragma saraf frenikus. Penurunan

bergerak3-6 cm

atau tanpa gerakan pada kedua hemodiafragma

(Sumber : Asih, NGY & Effendy C, 2004)

Jenis suara perkusi : Suara perkusi normal : Resonan (Sonor)

: bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.

Dullness

: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.

Tympany

: musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara.

Suara Perkusi Abnormal : Hiperresonan

: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang

78

Flatness

abnormal berisi udara. : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya seluruhnya berisi jaringan.

4) Auskultasi Auskutasi merupakan teknik pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyi yang dihasilkan tubuh dengan menggunakan suatu alat yang disebut stetoskop. Pengkajian dengan auskultasi pada paru merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara ucapan.

Langkah kerja auskultasi pada dada dapat dilakukan sebagai berikut: Tabel 2.13 Langkah Kerja Auskultasi Pada Dada Langkah Kerja Auskultasi pada Dada 1. Duduklah menghadap pasien 2. Suruh pasien bernafas secara normal dan mulailah auskultasi dengan pertama kali meletakkan stetoskop pada trakea, dengar bunyi nafas secara teliti. 3. Lanjutkan auskultasi dengan arah seperti pada perkusi, dengar suara nafas yang normal dan perhatikan bila ada suara tambahan 4. Ulangi auskultasi pada dada lateral dan posterior serta bandingkan sisi kanan dan kiri (Sumber: Priharjo R, 1996)

Dari auskultasi diatas maka dapat didengarkan suara nafas normal (tabel 2.14) dan suara nafas tambahan (tabel 2.15)

79

Tabel 2.14 Ciri-ciri Suara Nafas Normal Dekripsi

Lokasi

Vesikuler Bunyi

Asal

Paling baik terdengar di Diciptakan oleh

vesikuler

lembut

dan

udara

halus, perifer paru (kecuali di yang bergerak melewati bernada atas scapula)

jalan nafas yang lebih

rendah. Fase inspirasi 3

kecil

kali lebih lama dari fase ekspirasi

Bronkovesikuler Bunyi

baik

didengar Diciptakan oleh

udara

bronkovesikuler secara posterior antara yang bergerak melewati

bernada bunyi

Paling

sedang tiupan

dan scapula dan anterior di jalan nafas yang lebih

dengan atas

bronkhiolus

di besar

intensitas sedang. Fase samping sternum pada inspirasi sama dengan rongga

interkosta

fase ekspirasi

pertama dan kedua

Bronkial

Paling baik terdengar di Diciptakan oleh

Bunyi terdengar

bronchial atas trakea keras

dan

bernada tinggi dengan kualitas

bergema.

Ekspirasi lebih lama dari pada inspirasi (rasio 3:2) (Sumber : Potter & Perry, 2005)

udara

yang bergerak melewati trakea

yang

dekat

dengan dinding dada

80

Gambar 2.6 Lokasi bunyi nafas normal. (Sumber: Black dan Matassarin-Jacob, 1997. Dikutip dari Asih, NGY & Effendy C, 2004)

Tabel 2.15 Bunyi Suara Nafas Tambahan Bunyi

Daerah yang

Penyebab

Karakter

diauskultasi Krekels

Paling

sering Reinflasi

Krekels halus adalah bunyi

terjadi di lobus sekelompok dependen: dasar

alveolus paru acak

kanan dan kiri

dan

gemercik bernada halus yang tinggi,

singkat,

tiba- terdengar

yang

di

akhir

tiba: aliran udara inspirasi, biasanya tidak yang kacau

hilang dengan batuk. Krekels

basah

adalah

bunyi yang lebih rendah, lebih lambat terdengar di pertengahan

inspirasi;

tidak hilang dengan batuk Ronki

Terdengar

di Spasme mukular, Bunyi

atas trakea dan cairan, bronkus; cukup

atau rendah,

keras,

bernada

bergemuruh,

jika mucus pada jalan kasar, yang paling sering keras, nafas yang besar, terdengar selama inspirasi

dapat terdengar menyebabkan

atau

di

hilang dengan batuk

sebagian turbulensi

ekspirasi,

dapat

81

besar

bidang

paru Mengi

Dapat didengar Aliran di

udara Bunyi

musical

bernada

seluruh kecepatan tinggi tinggi dan kontinu seperti

bidang paru

melewati bronkus berdecit yang terdengar yang mengalami secara

kontinu

selama

penyempitan

inspirasi atau ekspirasi;

berat

biasanya lebih keras pada ekspirasi,

tidak

hilang

dengan batuk Gesekan

Terdengar

pleura

bidang

di Pleura

yang Bunyi kering, berciut yang

paru mengalami

paling terdengar selama

lateral (jika klien inflamasi, pleura inspirasi; duduk tegak)

tidak

hilang

parietalis

dengan batuk, terdengar

yangbergesekan

paling

dengan

keras

pleura permukaan

viseralis

di

atas

anterior

lateral

Sumber: data dari Forgas: Chest 73:399, 1978 Data dari Wikins RL, Hodgkin JE, Lopez B: Lung sounds: a practical guide, St Louis, 1988, Mosby-Year book; dikutip dari (Potter & Perry, 2005)

Berikut di bawah ini adalah berbagai macam masalah dalam paru yang mungkin akan didapatkan setelah dilakukannya pengkajian.

Tabel 2.16 Berbagai Masalah dalam Paru Variabel

Pneumonia

Emfisema

Asma

Pneumothorak

Efusi pleura

Tidak produktif

Sedikit, kadang

pengkajian Batuk

Menyentak

Kronis

Tidak teratur

muncul Pada

awalnya

Menyentak

Pada

awalnya

batuk

non produktif

82

tidak produktif

tidak produktif

namun

namun menjadi

kemudian

sangat

menjadi

produktif

produktif sesuai

serangan

saat

dengan kemunduran kondisi Sputum

Kental

dan

berwarna (pada

Sedikit sputum

Kental

dan

yang jernih

banyak

bila

tahap akhir)

Tidak ada

Tidak ada

kondisi memburuk

Nyeri

Pernafasan

Tiba—tiba dan

Tidak

ada

Tiba-tiba

tajam bila dada

(mungkin

ada

tajam di dada

ada

bergerak

pada

saat

semakin sakit

serangan) Dispnea

Dispnea

Cepat

dan

meningkat

Tidak ada

Ekspirasi

lebih

Dispnea

panjang

dan

ekspirasi

bibir mencucu

berat

panjang

dan

Biasanya

tidak

Kecepatan meningkat

Menggunakan

Mungkin gagal

otot

nafas

asesoris

Gerakan

nafas

yang

tidak

normal

menyebabkan

pada area yang

retraksi

terkena

interkostalis Palpasi

Taktil

fremitus

meningkat

Taktil

fremitus

menurun

Taktil

fremitus

bisa meningkat, menurun

Taktil

fremitus

Taktil

fremitus

menurun

menurun

Hiperesonan

Bunyi

atau

tetap Perkusi

Resonan

Resonan/Hipere

Resonan

menurun

sonan

meningkat atau

atau tumpul

melemah Gerakan

Gerakan

Gerakan

diafragma

diafragma

diafragma

melemah pada

minimal

melemah

sisi terkena

yang

datar

83

Auskultasi

Rales

Bunyi

nafas

melemah Ronkhi

atau

Bunyi

nafas

melemah

tidak ada

Wheezing

dan

Bunyi melemah

nafas atau

Bunyi

nafas

melemah

atau

tidak ada pada

tidak ada pada

Lebih wheezing

area

area

pada ekspirasi

terkena

yang

yang

terkena

ronkhi Egoponi

dan

berdesir

pada

area

di

atas

tinggi air Kekhusussan

Umumnya

Diameter

AP

disertai demam

dada

dan menggigil

bertambah

mungkin

Wheezing,

Payah, tekanan

Trakhea

gelisah,

darah menurun,

mungkin

berkeringat saat

nadi cepat

bergeser

serangan Takhikardia

(Sumber: Nursing photobook, Assesing Your Patients, Intermed Communications Inc., Pennsylvania, 1980., dikutip dari Priharjo R, 1996)

3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan untuk menentukan keadekuatan system konduksi jantung Pemeriksaan konduksi

yang dilakukan untuk menentukan keadekuatan system

jantung

elektrokardiogram,

mencakup monitor

peremiksaan

dengan

Holter, pemeriksaan

stress

menggunakan latihan

dan

pemeriksaan elektrofisiologi.

1) EKG (Elektrokardiogram) Pemeriksaan ini menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls, dan posisi listrik jantung (aksis jantung) 2) Monitor Holter Monitor Holter merupakan peralatan yang dapat dibawa (portable) dan berfungsi merekam aktivitaslistrik jantung dan menghasilkan EKG yang terus menerus selama periode tertentu (mis. 12 jam). Dengan monitor

84

Holter memungkinkan klien tetap bisa melakukan aktivitas normal mereka sementara aktivitas listrik jantung tetap merekam. 3) Exercise Stress Test Pemeriksaan ini digunakan untuk mengevaluasi respon jantung terhadap stress fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai respon miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner. 4) Pemeriksaan elektrofisiologis (PEF) Pemeriksaan elektrofisiologis (PEF) merupakan pengukuran invasive aktivitas listrik. Kateter elektroda diinsersi ke dalam atrium kanan, biasanya melalui vena femoral. Stimulasi listrik kemudian dihantarkan melalui kateter sementara monitor dan computer EKG merekam respon listrik jantung terhadap stimulus.

b. Pemeriksaan untuk menentukan kontraksi miokardium aliran darah Untuk menentukan kontraksi miokardium aliran darah dapat dilakukan pemeriksaan ekokardiografi, skintigrafi, kateterisasi, dan angiografi. 1) Ekocardiografi Echocardiography

merupakan

pengukuran

noninvasive

untuk

mengevaluasi struktur internal jantung dan gerakan dinding jantung. 2) Skintigrafi Skintigrafi

mertupakan tindakan noninvasive yang menggunakan

radioisotope untuk mengevaluasi struktur jantung, perfusi miokard, dan kontraktilitas. 3) Kateterisasi jantung dan Angiografi Kateterisasi jantung dan Angiografi adalah prosedur invasive yang digunakan untuk memvisualisasikan ruang-ruang jantung, katub, pembuluh darah besar, dan arteri koroner, serta mengukur tekanan dan volume di dalam empat ruang.

85

c. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi Untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi dapat dilakukan pemeriksaan tes fungsi paru, kecepatan aliran ekspirasi puncak, pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri dan hitung darah lengkap. 1) Pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbondioksida secara efisien. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan masker mulut (mouthpiece) yang dihubungkan dengan spirometer yang berfungsi untuk mencatat volume paru.Pengukuran yang dilakukan mencakup volume tidal, Volume cadangan inspirasi, Volume residual, dan volume cadangan ekspirasi. 2) Kecepatan aliran ekspirasi puncak Kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate [PEFR]) adalah titik aliran tertinggi yangdicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan nafas menjadi besar. 3) Pemeriksaan gas darah arteri Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pembuluh darah arteri yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi ion hydrogen, tekanan parsial oksigen dan karbondioksida dan saturasi hemoglobin. Pemeriksaan ini dapat menggambarkan bagaimana difusi gas melalui membran kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan. 4) Oksimetri Pengukuran

saturasi

oksigen

kapiler

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan oksimetri. Saturasi oksigen (O2 sat)adalah prosentase hemoglobin yang disaturasi oksigen. Keuntungannya: mudah dilakukan, tidan invasive, dan dengan mudah diperoleh., dan tidak menimbulkan

86

nyeri. Klien yang bisa dilakukan pemeriksaan ini adalah klien yang mengalami kelainan perfusi/ventilasi, seperti pneumonia, emfisema, bronchitis kronis, asma embolisme pulmonar, dan gagal jantung kongestif. 5) Pemeriksaan darah lengkap Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan sel darah putih per mm3 darah. Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam sel darah merah (eritrosit). Defisiensi sel darah merah akan menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen karena molekul hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut ke jaringan lebih sedikit. Apabila jumlah sel darah merah meningkat (mis. Polisitemia) kapasitas

darah

yang

mengangkut

oksigen

meningkat.

Namun

peningkatan jumlah sel darah merah akan meningkatkan kekentalan (viskositas) dan resiko terbentuknya thrombus.

d. Pemeriksaan untuk melihat/memvisualisasikan struktur sistem pernapasan Pemeriksaan untuk melihat/memvisualisasikan struktur sistem pernapasan dapat dilakukan dengan pemeriksaan sinar-X pada dada, bronkoakopi, dan pemindaian paru 1) X-Ray thoraks Pemeriksaan sinar-X dada terdiri dari radiografi thoraks, yang memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya cairan (mis. Pneumonia), massa (mis. Kanker paru), fraktur (mis. Fraktur klavikula dan tulang iga), dan proses-proses abnormal lainnya. 2) Bronkoskopi Bronkoskopi adalah pemeriksaan visual pada pohon trakeobronkeal melalui bronkoskop serat optic yang fleksibel, dan sempit. Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan atau sampel

87

sputum dan untuk mengangkat plak lender atau benda asing yang menghambat jalan nafas. 3) Pemindaian paru Pemindaian paru yang paling umum adalah pemindaian Computed Tomografi (CT) Scan Paru. Sebuah pemindaian CT Paru dapat mengidentifikasikan massa abnormal melalui ukuran dan lokasi tetapi tidak dapat mengidentifikasikan tipe jaringan, dan untuk menidentifikasi jaringan maka harus dilakukan dengan biopsi.

e. Pemeriksaan untuk menentukan sel abnormal/ infeksi system pernapasan Pemeriksaan untuk menentukan apakah terdapat sel-sel abnormal atau infeksi di dalam saluran pernafasan meliputi kultur tenggorok, specimen sputum, pemeriksaan kulit dan torasentesis. 1) Kultur apus tenggorok Kultur apus tenggorok adalah suatu pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikroorganisme yang patogenik dengan jalan mengambil sampel kultur tenggorok yang diperoleh dengan mengusap daerah tonsil dan daerah orofaring dengan menggunakan swab steril. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan swab ke dalam daerah faring dan menghapuskannya sepanjang daerah yang berwarna kemerahan dan daerah eksudat. 2) Spisemen sputum Spisemen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang dalam sputum (mis. TB Paru). Sputum untuk sitologi adalah specimen sputum yang diambil untuk mengidentifikasikan kanker paru abnormal dan dengan tipe sel yang ada didalmnya. 3) Pemeriksaan kulit Pemeriksaan kulit memungkinkan perawat atau dokter mengetahui adanya bakteri, jamur, atau penyakit paru yang disebabkan karena virus.

88

Caranya dengan menginjeksikan antigen secara intradermal, kemudian bekas suntikan diberi tanda bundar dank lien diinstruksikan untuk mencuci bundaran tersebut. Pemeriksaan ini dibaca setelah 24 jam. Hasil posistif jika didapatkan indurasi pada kulit. Indurasi ini merupakan penebalan pada kulit yang bisa dipalpasi, meninggi, mengeras yang terdapat di sekitar injeksi. Indurasi ini disebabkan oleh edema dan inflamasi dari reaksi antigen antibody. 4) Torasentesis Torasentesis adalah suatu pemeriksaan dengan jalan membedah dinding dada dan ruang pleura dengan jarum untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostic atau tujuan terapeutik atau untuk mengangkat specimen untuk biopsi. Prosedur dilakukan dengan teknik aseptic dengan menggunakan anstesi local. Klien biasanya duduk tegak dengan thoraks anterior yang ditopang bantal atau dengan meja diatas tempat tidur.

B. Diagnosis Keperawatan Klien yang mengalami perubahan oksigenasi dapat memiliki diagnosa keperawatan sebagaimana dalam tabel berikut:

Tabel 2.17

Diagnosa Keperawatan yang berhubungan dengan Gangguan

Oksigenasi Diagnosa

Definisi

Faktor yang

keperawatan

berhubungan

Bersihan jalan suatu keadaan

-

nafas efektif

tidak dimana individu tidak mampu membersihkan sekresi

atau

-

Batasan karakteristik

Energy yang Subyektif: menurun/kele - Pernyataan tihan kesulitan infeksi bernafas (saluran Obyektif: pernafasan), obstruksi, dan - Bunyi nafas sekresi dalam abnormal, trakheobronki rales, ronki

89

obstruksi saluran nafas

-

untuk mempertahan

al Taruma/ cedera inhalasi

-

-

kan jalan nafas yang paten

-

-

Pola

nafas keadaan

tidak efektif

-

dimana

pola

inhalasi

dan

ekshalasi individu tidak memungkinka n

-

pengembanga n

atau

pengosongan paru adekuat.

-

yang

Perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernafasan Takipnea Batuk efektif atau tidak efektif dengan atau tanpa sputum Sianosis Dispnea Apnea Cemas Gelisah Penggunaan otot bantu pernafasan Pernafasan terhambat atau berisik

Subyektif Kerusakan neuromuskula - Mengungkapk r (pusat an nafas pernafasan)/m pendek uskular (ototObyektif otot pernafasan) - Dispnea Perubahan - Takipnea rasio O2/CO2 - Fremitus Infeksi saluran - AGD abnormal pernafasan - Sianosis - Batuk - Pengembanga n hidung - Perubahan kedalaman pernafasan - Fase ekspirasi memanjang - Diameter AP

90

Gangguan

Keadaan

pertukaran

dimana

gas

individu

-

-

mengalami

-

penurunan keluar masuknya

-

oksigen

-

dan/atau karbondioksid a

di

antara

alveoli

pari-

paru

bertambah - Ekskursi dada bertambah - Takikardia Ketidakseimba Subyektif ngan perfusi - Ungkapan ventilasi sesak Perubahan - Merasa akan aliran darah mati Perubahan Obyektif membrane alveolar- Hipoksia kapiler - Sianosis Infeksi saluran - Hiperkapnea pernafasan - Takikardia Kemempuan - Somnolens pembawa - Gelisah oksigen darah - Iritabilitas berubah - Tidak mampu mengeluarkan sekresi

dan

system vaskuler.

Perubahan

Suatu keadaan

perfusi

dimana

jaringan

seorang

-

-

individu mengalami

-

penurunan nutrisi

dan

Kardiopulmonal dan Penghentian aliran darah perifer arteri-vena Subyektif Masalah pertukaran - Ungkapan gas nyeri dada Hipovolemia - Palpitasi Hipervolemia - Dispnea - Perasaan akan mati

oksigenasi pada

tingkat

seluler karena

Obyektif -

Pulsasi arteri menurun

91

defisit

suplai

-

darah kapiler

-

-

Penurunan

Suatu keadaan

curah jantung

dimana darah

-

yang dipompakan oleh

jantung

berkurang

-

sehingga tidak cukup

untuk

memenuhi kebutuhan jaringan tubuh.

Resiko

Keadaan

terhadap

dimana

infeksi

individu

Subyektif Perubahan pada preload - Ungkapan letih (penurunan - Dispnea aliran balik vena, Obyektif perubahan kontraktilitas - Aritmia otot jantung) - Distensi vena Perubahan jugularis pada afterload - Perubahan (perubahan warna kulit tahanan dan vaskuler membrane sistemik, mukosa perubahan - Sianosis inotropik pada - Oliguria jantung) - Nadi perifer menurun - Kulit pucat dan dingin - Rales - Gelisah

Faktor resiko -

Pucat Suhu kulit ekstemitas dingain Pengisian kapiler lambat (CRT > 3 detik) Perubahan frekuensi dan irama jantung Sianosis sentral Hemoptisis

Diagnosa resiko tidak

ditandai dengan tanda Pertahan primer tidak dan gejala karena adekuat

92

beresiko tinggi terhadap

-

invasi organism patogenik

-

-

Intoleransi

Suatu keadaan

aktifitas

dimana individu

-

mempunyai energy fisiologis atau psikologis yang

-

tidak

memadai untuk meneruskan

-

masalah belum terjadi (penurunan kerja silia) Pertahanan sekunder tidak adekuat (Hb menurun) Imunitas yang didapat tidak adekuat, dan paparan terhadap lingkungan meningkat Kurang pengetahuan untuk menghindari paparan terhadap patogen Tirah baring Subyektif yang lama/ - Ungkapan imobilisasi verbal Kelemahan mengenai letih umum atau lemah Ketidakseimba - Dispnea atau ngan antara ketidaknyama suplai dan nan kebutuhan - Nyeri oksigen. - Kurang/tidak minat untuk beraktivitas Obyektif -

atau menyelesaikan aktivitas

-

Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal, Perubahan EKG

93

sehari-hari

menunjukkan aritmia atau ischemia Pucat, sianosis.

yang diinginkan

-

atau diperlukan.

(Sumber : Doengoes, ME dkk, 2000)

C. Perencanaan dan Pelaksanaan Keperawatan 1. Tujuan : a. Mempertahankan jalan napas agar efektif b. Mempertahankan pola pernapasan agar kembali efektif c. Mempertahankan pertukaran gas d. Memperbaiki perfusi jaringan e. Meningkatkan curah jantung f. Meminimalkan dan mencegah terjadinya infeksi g. Meningkatkan toleransi aktivitasnya

2. Rencana Tindakan a. Mempertahankan Jalan napas agar efektif

Tabel 2.18 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Tidak Efektifnya Bersihan Jalan Pernafasan Intervensi

Rasional

1) Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas,

kecepatan,

irama,

Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis,

ronki

kedalaman dan penggunaan

akumulasi

secret

otot aksesori.

ketidakmampuan

indikasi atau

membersihkan

jalan napas sehingga otot aksesori

94

digunakan dan kerja pernapasan meningkat. 2) Catat

kemampuan

untuk

Pengeluaran sulit bila sekret tebal,

atau

sputum berdarah akibat kerusakan

batuk efektif, catat karakter,

paru atau luka bronchial yang

jumlah

memerlukan

mengeluarkan

secret

sputum,

adanya

hemoptisis.

evaluasi/intervensi

lanjut.

3) Berikan pasien posisi semi atau Fowler.

Meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan

4) Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.

ventilasi maksimal membuka area atelektasis gerakan

dan sekret

peningkatan agar

mudah

dikeluarkan 5) Lakukan

fisioterapi

dada

Meminimalkan

dan

(postural drainage, clapping,

sumbatan/obstrusi

perkusi dan vibrasi)

pernafasan.

6) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.

Mencegah

mencegah saluran

obstruksi/aspirasi.

Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

7) Pertahankan

intake

cairan

minimal 2500 ml/hari kecuali

Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan

kontraindikasi. 8) Lembabkan

udara/oksigen

inspirasi. 9) Bantu inkubasi darurat bila perlu.

Mencegah pengeringan membran mukosa. Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.

10) Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid

Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran

ukuran

lumen

95

sesuai indikasi.

trakeabronkial,

berguna

jika

terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas. (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011)

b. Mempertahankan pola pernapasan kembali efektif Intervensi :

Tabel 2.19 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Tidak Efektifnya Pola Pernafasan Intervensi 1) Kaji

frekuensi

pernafasan

Rasional

kedalaman

dan

Kecepatan

biasanya

mencapai

ekspansi

kedalaman pernafasan bervariasi

dada. Catat upaya pernafasan

tergantung derajat gagal nafas.

termasuk penggunaan otot

Expansi

bantu pernafasan / pelebaran

berhubungan dengan atelektasis

nasal.

dan atau nyeri dada

dada

terbatas

yang

2) Auskultasi bunyi nafas dan

Ronki dan wheezing menyertai

catat adanya bunyi nafas

obstruksi jalan nafas / kegagalan

seperti krekels, wheezing.

pernafasan.

3) Tinggikan kepala dan bantu

Duduk

tinggi

memungkinkan

mengubah posisi fowler atau

ekspansi paru dan memudahkan

semi fowler

pernafasan.

4) Kaji/awasi secara rutin kulit, kuku

dan

warna

Hipoksia akan dimanifestasikan

dan

dengan

perubahan

perubahan yang terjadi pada

mukosa

membrane mukosa bibir

pucat/sianosi, kuku pucat dengan

bibir

membrane menjadi

CRT > 3 detik 5) Observasi pola batuk dan

Kongesti alveolar mengakibatkan

96

karakter sekret.

batuk sering/iritasi.

6) Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.

Dapat

meningkatkan/banyaknya

sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.

7) Ajarkan

pasien

pernafasan

Membantu

pasien

diafragmatik dan pernafasan

memperpanjang waktu ekspirasi.

bibir

Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.

8) Berikan

dorongan

menyelingi

untuk

aktivitas

dan

periode istiraha

pasien

untuk

melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.

9) Berikan

dorongan

penggunaan pelatihan otototot

Memungkinkan

pernafasan

Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.

jika

diharuskan 10) Kolaborasi (Berikan oksigen tambahan, humidifikasi

Memaksimalkan

Berikan

menurunkan

tambahan

memberikan

misalnya : nebulizer)

bernafas kerja

dan nafas,

kelembaban pada

membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

(Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011)

c. Mempertahankan pertukaran gas

Tabel 2.20 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Gangguan Pertukaran Gas Intervensi 1) Kaji dispnea, takipnea, bunyi

Rasional Pada beberapa penyakit saluran

97

pernapasan

abnormal.

pernafasan

(mis.

dapat

Tuberkulosis

Peningkatan upaya respirasi,

paru)

menyebabkan

keterbatasan ekspansi dada

meluasnya jangkauan dalam paru-

dan kelemahan.

pani

yang

berasal

dari

bronkopneumonia yang meluas menjadi

inflamasi,

nekrosis,

pleural effusion dan meluasnya fibrosis

dengan

gejala-gejala

respirasi distress. 2) Evaluasi

perubahan-tingkat

Akumulasi

secret

dapat

kesadaran, catat tanda-tanda

menggangu oksigenasi di organ

sianosis dan perubahan warna

vital dan jaringan.

kulit, membran mukosa, dan warna kuku. 3) Demonstrasikan/anjurkan

Meningkatnya

resistensi

aliran

untuk mengeluarkan napas

udara untuk mencegah kolapsnya

dengan

jalan napas.

bibir

disiutkan,

terutama pada pasien dengan fibrosis

atau

kerusakan

parenkim. 4) Anjurkan

untuk

bedrest,

batasi dan bantu aktivitas

Mengurangi

konsumsi

oksigen

pada periode respirasi.

sesuai kebutuhan. 5) Monitor GDA.

Menurunnya

saturasi

oksigen

(PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan

perlunya

penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi. 6) Tingikan kepala tempat tidur

Suplai oksigen dapat diperbaiki

98

dan bantu untuk memilih

dengan posisi duduk tinggi dan

posisi yang mudah untuk

latihan nafas untuk menurunkan

bernafas (mis fowler atau

kolaps jalan nafas, tindakan ini

semi fowler).

juga bisa meningkatkan ekspansi paru secara maksimal.

7) Dorong untuk pengeluaran

Sputum

menganggu

proses

sputum/ penghisapan bila ada

pertukaran gas serta penghisapan

indikasi

dilakukan bila batuk tidak efektif.

8) Awasi

dan pantau tingkat

kesadaran / status mental

Penurunan kesadaran merupakan manisfestasi umum dari hipoksia

9) Awasi tanda vital dan status jantung

Perubahan

tekanan

menunjukkan

efek

darah hipoksia

sistemik pada fungsi jantung 10) Berikan

oksigen

sesuai

tambahan

indikasi

pertahankan

Dapat

memperbaiki

atau

dan

mencegah terjadinya hipoksia dan

ventilasi

kegagalan nafas serta tindakan

mekanik dan Bantu intubasi

untuk penyelamatan hidup.

(Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011)

d. Memperbaiki perfusi jaringan

Tabel 2.21 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Gangguan Perfusi Jaringan Intervensi 1) Awasi

tanda

pengisian

dasar kuku.

vital

kapiler,

kulit/membrane

Rasional kaji warna mukosa,

Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan jaringan

dan

perfusi membantu

menetukan kebutuhan intervensi.

99

2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan

seluler.

Catatan:

kontraindikasi bila ada hipotensi. 3) Kaji ektremitas bagian perifer

Pada

klien

dengan

gangguan

perfusi jaringan didapatkan akral dingin 4) Awasi upaya pernapasan ; auskultasi

bunyi

napas

Dispnea atau sesak, gemericik menununjukkan

gangguan/

perhatikan bunyi adventisius.

kelainan pada jantung karena

Awasi

regangan

jantung

lama/

peningkatan

kompensasi

curah

upaya

auskultasi

pernapasan;

bunyi

napas

perhatikan bunyi adventisius. 5) Observasi CRT (Capillary Refill Time)

jantung. CRT > 3 detik mengidentifikasikan keparahan

gangguan

perfusi

jaringan perifer klien 6) Cegah dan hindari terjadinya perdarahan

Perdarahan

meningkatkan

gangguan perfusi jaringan akan memperparah kondisi klien

7) Selidiki

keluhan

nyeri

dada/palpitasi.

Iskemia jaringan

seluler

mempengaruhi

miokardial/

potensial

risiko infark 8) Hindari

penggunaan

botol

Termoreseptor jaringan dermal

penghangat atau botol air

dangkal karena gangguan oksigen.

panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer. 9) Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan Berikan

sel

laboraturium. darah

merah

Mengidentifikasi

defisiensi

dan

kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.

100

lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. 10) Berikan

oksigen

tambahan

sesuai indikasi.

Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

(Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011)

e. Meningkatkan curah jantung

Tabel 2.22 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Resiko Penurunan Curah Jantung Intervensi

Rasional

1) Pantau tekanan darah pada posisi

baring,

duduk

dan

Hipotensi umum atau ortostatik dapat

terjadi

sebagai perifer

akibat

berdiri jika memungkinkan.

vasodilatasi

yang

Perhatikan besarnya tekanan

berlebihan dan penurunan volume

nadi.

sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan refleksi kompensasi dari peningkatan isi sekuncup dan penurunan

tahanan

sistem

pembuluh darah. 2) Kaji nadi atau denyut jantung saat pasien tidur

Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat terhadap adanya takikardia.

3) Auskultasi perhatikan

suara adanya

jantung, bunyi

S1 dan murmur yang menonjol berhubungan

dengan

curah

jantung tambahan, adanya

jantung meningkat pada keadaan

irama gallop dan murmur

hipermetabolik, adanya S3 sebagai

sistolik.

tanda adanya kemungkinan gagal jantung.

101

4) Pantau

EKG,

catat

dan

Takikardia merupakan cerminan

perhatikan kecepatan atau

langsung stimulasi otot jantung

irama jnatung dan adanya

oleh berbagai keadaan, dsiritmia

disritmia.

seringkali

terjadi

membahayakan

dan

fungsi

dapat antung

atau curah jantung. 5) Auskultasi

suara

nafas,

Tanda awal terjadinya kongesti

perhatikan adanya suara yang

paru yang berhubungan dengan

tidak normal.

timbulnya gagal jantung.

6) Periksa/teliti

kemungkinan

adanya

nyeri

angina

yang

dada

atau

dikeluhkan

Merupakan

tanda

adanya

peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia.

pasien. 7) Batasi dan toleransi aktifitas klien

Peningkatan

aktifitas

akan

meningkatkan metabolisme tubuh dan penggunaan Oksigen pada tingat seluler

8) Observasi tanda dan gejala

Dehidrasi yang cepat dapat terjadi

haus yang hebat, mukosa

yang akan menurunkan volume

membran kering, nadi lemah,

sirkulasi dan menurunkan curah

pengisisan

jantung.

kapiler

lambat,

penurunan produksi urine dan hipotensi. 9) Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai indikasi.

Pemberian dengan

cairan cepat

memperbaiki

melalui perlu

volume

IV

untuk sirkulasi

tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal jantung/kebutuhan

terhadap

102

pemberian zat inotropik. 10) Berikan O2 sesuai indikasi

Mungkin juga diperlukan untuk memenuhi

peningkatan

kebutuhan metabolisme/kebutuhan terhadap oksigen tersebut. (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011)

f. Meminimalkan dan mencegah terjadinya infeksi

Tabel 2.23 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Resiko Terjadinya Infeksi Intervensi 1) Review

patologi

Rasional penyakit,

Membantu

pasien

agar

mau

pada penyakit infeksi saluran

mengerti dan menerima terapi

pernafasan (mis. TB Paru)

yang diberikan untuk mencegah

penyebaran infeksi melalui

komplikasi.

bronkus

pada

jaringan

sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi. 2) Identifikasi orang-orang yang beresiko seperti

terkena anggota

infeksi keluarga,

Orang-orang yang beresiko perlu program

terapi

obat

untuk

mencegah penyebaran infeksi.

teman, orang dalam satu perkumpulan. 3) Anjurkan

pasien

menutup

Kebiasaan ini untuk mencegah

103

mulut dan membuang dahak

terjadinya penularan infeksi.

di tempat penampungan yang tertutup jika batuk. 4) Gunakan

masker

setiap

melakukan tindakan.

Mengurangi

risiko

penyebaran

infeksi.

5) Monitor temperatur.

Febris

merupakan

indikasi

terjadinya infeksi. 6) Identifikasi

individu

yang

Pengetahuan

tentang

faktor-

berisiko tinggi untuk terinfeksi

faktor ini membantu pasien untuk

ulang (mis. Pada TB Paru),

mengubah

seperti:

menghindari/mengurangi keadaan

alkoholisme,

malnutrisi,

operasi

bypass

gaya

hidup

dan

yang lebih buruk.

intestinal, menggunakan obat penekan imun/kortikosteroid, adanya

diabetes

melitus,

kanker. 7) Tekankan

untuk

menghentikan

terapi

tidak

Penghentian

yang

mengakibatkan

dijalani.

akan resiko

peningkatan terjadinya infeksi

8) Lakukan pemeriksaan sputum untuk

terapi

pemeriksaan

kultur,

monitor sputum

Untuk

melihat

kharakteristik

sputum, menegakkan diagnosa, dan mengidentifikasikan kuman penyebab.

9) Berikan nutrisi yang adekuat

Kondisi

malnutrisi

dapat

mempengaruhi kesehatan umum dan

menurunkan

pertahanan

tubuh terhadap infeksi. 10) Kolaborasi antibiotic

pemberian

Membunuh kuman/mikroorganisme pencetus

104

infeksi

sehingga

meminimalkan

bisa

dan

mencegah

perluasan infeksi (Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011)

g. Peningkatan toleransi aktivitas

Tabel 2.24 Intervensi Keperawatan dan Rasional Klien dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Intervensi 1) Evaluasi

respons

terhadap

aktivitas.

Rasional pasien Catat

Menetapkan kebutuhan/kemampuan

laporan dyspnea peningkatan

dalam

kelemahan/kelelahan

memudahkan pilihan intervensi.

dan

beraktivitas

pasien dan

perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. 2) Jelaskan pentingnya istirahat

Tirah baring dipertahankan selama

dalam rencana pengobatan

fase akut suatu penyaki dan

dan perlunya keseimbangan

digunakan

aktivitas dan istirahat.

kebutuhan metabolik, menghemat

untuk menurunkan

energi untuk penyembuhan. 3) Bantu pasien memilih posisi

Pasien mungkin nyaman dengan

nyaman untuk istirahat dan

kepala

atau tidur.

kedepan meja atau bantal.

4) Berikan posisi semi fowler atau fowler

tinggi

atau

menunduk

Meningkatkan ekspansi paru dan mencukupi

pemenuhan

kebutuhan oksigen 5) Berikan

lingkungan

tenang

Menurunkan

stress

dan

105

dan batasi pengunjung selama

rangsangan

fase akut sesuai indikasi.

sehingga

yang

berlebihan

bisa

meningkatkan

Mengidentifikasi

kembali

istirahat. 6) Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah

penyimpangan

aktivitas

diharapkan

7) Berikan

bantuan

dalam

tujuan

yang

Dapat meminimalkan kelelahan

melaksanakan aktivitas sesuai

dan

yang

suplai dan kebutuhan oksigen, dan

diperlukan

dan

dilakukan secara bertahap.

membantu

keseimbangan

mengurangi penggunaan energi yang berlebihan

8) Anjurkan

makanan

dalam

Makanan dalam porsi besar susah

porsi kecil tapi sering dengan

dikunyah dan memerlukan banyak

makanan

energy

yang

mudah

pasien

dalam

dikunyah 9) Dukung

Otot-otot

yang

mengalami

menegakkan latihan secara

kontaminasi membutuhkan lebih

bertahap dan teratur (jika

banyak O2.

sudah dengan

memungkinkan), berjalan

perlahan

atau latihan yang sesuai. 10) Kolaborasi dalam pemberian O2

sesuai

diindikasikan

dengan

yang

Memaksimalkan

bernafas,

memperbaiki fungsi pernafasan dan menurunkan kerja nafas.

(Sumber: berbagai macam sumber yang dimodifikasi oleh penulis, 2011)

106

E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam : 1. Mempertahankan jalan napas secara efekti ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk bernafas, jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal, serta tidak ditemukan adanya tanda hipoksia 2. Mempertahankan pola napas secara efektif ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk bernafas, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal, tidak ditemukan adanya tanda hipoksia serta kamampuan paru berkembang dengan baik 3. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk bernafas, jalan nafas bersih, tidak ditemukan dipnea pada usaha napas, inspirasi dan ekspirasi dalam batas normal, serta saturasi dan PCO2 dalam keadaan normal 4. Meningkatkan perfusi jaringan

yang ditunjukkan dengan adanya

kemampuan pengisian kapiler, frekuensi, irama, kekuatan nadi dalam batas normal dan status hidrasi normal. 5. Meningkatkan curah jantung yang ditunjukkan dengan pasien rileks tidak dijumpai hipoksia, dispnea, irama jantung teratur, akral hangat, nadi dalam batas normal, tidak ada perubahan EKG yang menunjukkan adanya aritmia atau ischemia 6. Meminimalkan/mencegah infeksi yang ditunjukkan dengan tidak dijumpainya tanda-tanda infeksi saluran pernafasan seperti

demam,

menggiggil, batuk berdahak, sputum purulen, suara nafas tidak normal dsb. 7. Meningkatkan toleransi aktivitas yang ditunjukkan dengan pasien mampu mentoleransi aktivitasnya, tidak dijumpai dispnea atau ketidaknyamanan, frekuensi jantung atau tekanan darah dalam batas normal, tidak ada

107

perubahan EKG yang menunjukkan adanya aritmia atau ischemia, tidak pucat, maupun sianosis.

108

BAB 3 PRAKTIK KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI F. Tehnik Latihan Nafas Dalam G. Tehnik Latihan Batuk Efektif H. Tehnik Pernafasan Pursed Lips I. Tehnik Pernafasan Diafragma J. Tehnik Fisioterapi dada K. Tehnik Pemberian Oksigen L. Tehnik Pengambilan Sputum M. Tehnik Penghisapan Lendir N. Tehnik Pemberian Nebulizer

109

TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah membaca bab ini diharapkan mahasiswa mampu: 6. Mendemonstrasikan Tehnik Latihan Nafas dalam dengan baik dan benar 7. Mendemonstrasikan Tehnik Latihan Batuk Efektif dengan baik dan benar 8. Mendemonstrasikan Tehnik Pernafasan Pursed Lips dengan baik dan benar 9. Mendemonstrasikan Tehnik Pernafasan Diafragma dengan baik dan benar 10. Mendemonstrasikan Tehnik Fisioterapi dada dengan baik dan benar 11. Mendemonstrasikan Tehnik Pemberian Oksigen dengan baik dan benar 12. Mendemonstrasikan Tehnik Pengambilan Sputum dengan baik dan benar 13. Mendemonstrasikan Tehnik Penghisapan lendir dengan baik dan benar 14. Mendemonstrasikan Tehnik Pemberian Nebulizer dengan baik dan benar

110

BAB III PRAKTIK KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI

A. Teknik Latihan Napas Dalam Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).

Tujuan relaksasi nafas dalam menurut Smeltzer & Bare, (2002) adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.

Tabel 3.1 Tindakan Klinis dan Rasional Membantu Klien Nafas Dalam Tindakan

Rasional

1. Perawat Cuci tangan

1. Mencegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan penyakit

2. Jelaskan prosedur tindakan

2. Memberi

pemahaman

dan

mendapatkan kerjasama klien 3. Bantu klien duduk di tempat

3. Postur

yang

tegak

tidur atau posisikan tempat

memungkinkan ekspansi paru

tidur dalam posisi fowler tinggi

maksimal

4. Instruksikan klien menarik nafas sedalam

mungkin.

Letakkan

tangan anda pada sangkar iga

4. Menghasilkan

ekspansi

paru

yang maksimal dan membuka jalan nafas

111

untuk mengkaji ekspansi paru 5. Instruksikan

klien

untuk

menghembuskan nafas secara

5. Menghasilkan ekspirasi yang maksimal

perlahan 6. Ulangi

langkah

4

dan

5

sebanyak 10-20 kali 7. Catat

respon

yang

6. Dapat

menginikasikan

hiperventilasi terjadi

7. Mengetahui

reaksi

dan

(pening, sesak, atau masalah

perkembangan lebih lanjut dari

pernafasan yang lainnya)

klien

8. Rapikan klien

8. Memberikan kenyamanan

9. Perawat cuci tangan

9. Menciegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan penyakit

10. Dokumentasi

10. Aspek tanggung jawab perawat dalam

melakukan

tindakan

keperawatan

Gambar 3.1 Membantu klien nafas dalam (Sumber: Asih, NGY & Effendy C, 2004)

112

B. Teknik Latihan Batuk Efektif Latihan batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakhea, dan bronkheolus dari sekret atau benda asing di jalan napas

Gambar 3.2 Membantu Klien batuk (Sumber: Asih, NGY & Effendy C, 2004)

Tabel 3.2 Tindakan Klinis dan Rasional Mengajarkan dan Membantu Klien Batuk Efektif Tindakan 1. Perawat Cuci tangan

Rasional 1. Mencegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan

113

penyakit 2. Jelaskan prosedur tindakan

2. Memberi

pemahaman

dan

mendapatkan kerjasama klien 3. Pakai masker, gaun, sarung

3. Beberapa penyakit pernafasan

tangan dan alat pelindung yang

(mis. TB Paru ditularkan melalui

lainnya jika ada indikasi

droplet yang dibatukkan)

4. Bantu klien duduk di sisi tempat tidur

4. Postur

yang

memungkinkan

tegak pengeluaran

secret 5. Instruksikan klien melakukan

5. Meningkatkan

inspirasi

nafas dalam 2 atau 3 kali

maksimal.

Inspirasi

dalam

(Ketika klien menghirup nafas

meningkatkan volume paru dan

berikutnya instruksikan klien

membuka jalan udara untuk

untuk condong ke depan)

memungkinkan udara mencapai bagian belakang mucus dan mendorongnya ke depan

6. Instrusikan klien untuk tahan nafas

1-2

detik

mengkontraksikan

dan

otot-otot

abdomennya

di

belakang

mucus

dan

kontraksi otot untuk membantu batuk lebih kuat

7. Instruksikan klien untuk batuk dengan

6. Menggunakan dorongan udara

kuat,

7. Membersihkan

sekresi

dari

dan

jalan nafas klien. Pembebatan

mengeluarkan sekresi ke tisu

pada thoraks dan abdomen

atau

membatasi nyeri selama batuk

basin

emesis

(bebat

dinding dada bagian bawah dan

dan

abdomen menggunakan bantal

yang lebih kuat dari otot-otot

atau handuk ketika batuk)

ekspirasi

8. Lakukan beberapa kali sesuai kebutuhan

meningkatkan

kontraksi

8. Mungkin diperlukan beberapa kali upaya untuk membersihkan

114

sekresi jalan udar klien 9. Catat

respon

yang

terjadi

9. Mengetahui

reaksi

dan

(pening, sesak, atau masalah

perkembangan lebih lanjut dari

pernafasan yang lainnya)

klien

10. Bereskan

alat, rapikan

dan

istirahatkan klien

10. Menurunkan

penyebaran

mikroorganisme,

dan

memberikan kenyamanan klien setelah batuk 11. Perawat

melepas

pakaian

pelindung dan cuci tangan 12. Dokumentasi

11. Menurunkan

penyebaran

miroorganisme 12. Aspek tanggung jawab perawat dalam

melakukan

tindakan

keperawatan

C. TEKNIK PERNAFASAN PURSED LIPS Teknik pernafasan Pursed Lips atau pernafasan bibir merupakan teknik pernafasan yang bertujuan untuk membantu meningkatkan ventilasi secara optimal dan pembukaan jalan udara. Teknik ini digunakan pada individu dengan penyakit paru obstruktif kronis untuk meningkatkan status pernafasannya

Respon yang diharapkan: klien mampu bernafas dengan dalam dan mengembangkan paru-parunya dengan sempurna, klien mampu menggunakan teknik-teknik pernafasan untuk meningkatkan ventilasinya, klien mampu untuk batuk produktif dan klien tidak mengalami atelektasis atau pneumonia.

Tabel 3.3 Tindakan Klinis dan Rasional Mengajarkan Klien Tehnik Pernafasan Pursed Lips Tindakan 1. Perawat Cuci tangan

Rasional 1. Mencegah dan meminimalkan

115

kemungkinan resiko penularan penyakit 2. Jelaskan prosedur tindakan

2. Memberi

pemahaman

dan

mendapatkan kerjasama klien 3. Bantu klien duduk di tempat

3. Postur

yang

tegak

tidur atau posisikan tempat

memungkinkan ekspansi paru

tidur dalam posisi fowler

maksimal

tinggi 4. Instruksikan klien menarik nafas

melalui

hidung

dengan lambat 5. Instruksikan

klien

menghembuskan secara

perlahan

4. Memungkinkan ekspirasi lebih baik,

menghasilkan

ekspansi

paru yang maksimal untuk

5. Menghasilkan ekspirasi yang

nafas

maksimal dan membuat jalan

melalui

nafas terbuka selama ekshalasi

bibir membentuk huruf O (dimonyongkan/mencucu) 6. Ulangi langkah 4 dan 5 sebanyak 10-20 kali

sesak,

mengindikasikan

hiperventilasi

7. Catat respon yang terjadi (pening,

6. Dapat

atau

masalah pernafasan yang

7. Mengetahui

reaksi

dan

perkembangan lebih lanjut dari klien

lainnya) 8. Rapikan klien

8. Memberikan kenyamanan

9. Perawat cuci tangan

9. Mencegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan penyakit

10. Dokumentasi

10. Aspek tanggung jawab perawat dalam

melakukan

keperawatan

tindakan

116

Gambar 3.3 Pernapasan Bibir (Pursed Lips). (Sumber: Asih, NGY & Effendy C, 2004)

D. TEKNIK PERNAFASAN DIAFRAGMA Teknik pernafasan Diafragma merupakan teknik pernafasan yang secara prinsip mempunyai tujuan yang sama dengan pernafasan pursed lips yaitu bertujuan untuk membantu meningkatkan ventilasi secara optimal dan pembukaan jalan udara. Teknik ini digunakan pada individu dengan penyakit paru obstruktif kronis untuk meningkatkan status pernafasannya

Respon yang diharapkan: klien mampu bernafas dengan dalam dan mengembangkan paru-parunya dengan sempurna, klien mampu menggunakan teknik-teknik pernafasan untuk meningkatkan ventilasinya, klien mampu untuk batuk produktif dan klien tidak mengalami atelektasis atau pneumonia.

Tabel 3.4 Tindakan Klinis dan Rasional Mengajarkan Klien Pernafasan Diafragma Tindakan 1. Perawat cuci tangan

Rasional 1. Mencegah dan meminimalkan

117

kemungkinan resiko penularan penyakit 2. Jelaskan prosedur tindakan

2. Memberi

pemahaman

dan

mendapatkan kerjasama klien 3. Bantu klien duduk di tempat

3. Postur

yang

tegak

tidur atau posisikan tempat

memungkinkan ekspansi paru

tidur dalam posisi fowler

maksimal

tinggi 4. Instruksikan klien menarik nafas

melalui

hidung

dengan lambat 5. Instruksikan

4. Memungkinkan ekspirasi lebih baik,

menghasilkan

ekspansi

paru yang maksimal

klien

untuk

5. Memberdayakan klien untuk

meletakkan satu tangan di

memantau

atas perutnya dan satu

diafragmanya dan penggunaan

tangan lagi diatas dada

otot-otot

atasnya

pernafasannya

6. Ketika

gerakan

aksesoris

klien

6. Menggerakkan diafragma ke

menghembuskan

nafas,

arah atas dan mengakibatkan

instruksikan

untuk

ekhalasi lebih sempurna

klien

menarik ke atas otot-otot perut (klien tidak boleh menggunakan

otot-otot

aksesoris dalam dada. 7. Selama

inhalasi,

7. Membantu

dalam

instruksikan klien dengan

meningkatkan tekanan negative

sadar menarik diafragmanya

dalam rongga thoraks klien dan

kea rah bawah.

mengakibatkan

peningkatan

volume udara yang dihirup 8. Catat respon yang terjadi

8. Dapat

menandakan

118

(pening,

sesak,

atau

hiperventilasi

masalah pernafasan yang lainnya) 9. Rapikan klien

9. Memberikan kenyamanan

10. Perawat cuci tangan

10. Mencegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan penyakit

11. Dokumentasi

11. Aspek tanggung jawab perawat dalam

melakukan

tindakan

keperawatan

Gambar 3.4 Pernafasan Diafragma. (Sumber: Asih, NGY & Effendy C, 2004)

E. Fisioterapi Dada Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainage, clapping/perkusi, dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas. Waktu yang optimal untuk melakukan teknik ini adalah sebelum makan dan menjelang tidur malam.

119

Pada teknik drainage postural, klien dibaringkan dalam berbagai posisi spesifik untuk memudahkan drainage mukus dan sekresi dari bidang paru. Gaya gravitasi digunakan untuk meningkatkan drainage sekresi. Perkusi dilakukan dengan kedua telapak tangan membentuk “setengah bulan” dengan jari-jari kedua tangan rapat. Teknik perkusi ini dilakukan dengan menepukkan telapak tangan secara bergantian diatas dada. Pada saat ini instruksikan klien untuk membatukkan dan mengeluarkan sekresi jika memungkinkan. Tekni vibrasi dilakukan dengan meletakkan tangan dalam posisi rata diatas dada dan menggetarkannya.

Alat dan bahan 1. Pot sputum berisi larutan desinfektan 2. Tempat tidur yang dapat diatur ketinggiannya atau dua balok tempat tidur (untuk postural drainage) 3. Satu bantal (untuk postural drainage) hh 4. Peralatan hygiene mulut 5. Masker 6. Sarung tangan/handscoon 7. Pakaian atau gaun yang tidak mengiritasi 8. Kertas tisu

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan teknik fisioterapi dada Tabel 3.5 Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan teknik fisioterapi dada Hal hal yang perlu diperhatikan sebelum melaklukan teknik fisioterapi dada 1. Lakukan auskultasi bunyi nafas

1. Memberikan data dasar

klien 2. Kaji

pola

pernafasan

dan

2. Memberikan data dasar

120

kualitas sekresi klien 3. Kaji

frekuensi

dan

irama

3. Memberikan data dasar

jantung 4. Tinjau riwayat dan kondisi fisik

4. Beberapa posiisi tertentu dapat

klien seperti : hipertensi, gagal

merupakan

jantung

untuk kondisi fisik tertentu

kongestif,

edeme

kontraindikasi

pulmonal, peningkatan tekanan ingtraktanial,

komplikasi

abdomen, dan segmen paru yang membutuhkan tindakan 5. Kaji kapan terakhir klien makan dan minta klien untuk berkemih

5. Meningkatkan

kenyamanan

klien. Interval waktu lebih dari 1 jam sejak makan terakhir dapat mencegah muntah

6. Kaji dan tanyakan apakah klien mengalami mual, muntah, nyeri

6. Menandakan bahwa tindakan harus segera dihentikan

dada atau dispnea 7. Berikan medikasi yang akan membantu

untuk

7. Meningkatkan

keefektifan

fisioterapi dada

mengencerkan sekresi

Tabel 3.6 Tindakan Klinis dan Rasional Melakukan Fisioterapi Dada Tindakan 1. Perawat Cuci tangan

Rasional 1. Mencegah dan meminimalkan kemungkinan resiko penularan penyakit

2. Jelaskan prosedur tindakan

2. Memberi

pemahaman

dan

mendapatkan kerjasama klien

121

3. Kenakan masker, gaun dan

3. Beberapa penyakit pernafasan

sarung tangan jika ada

(mis. TB Paru ditularkan melalui

indikasi

droplet yang dibatukkan)

4. Membantu

Postural

4. Langkah awal fisioterapi dada

a. Kendurkan

pakaian

a. Memungkinkan

klien,

tutupi

bagian

yang

terbuka

drainage

dan

bergerak

bebas

pembuangan

berikan tisu atau alat

mikroorganisme

pengumpul sputum

tepat

b. Baringkan klien dalam

dan

yang

b. Drainage segmen paru

berbagai poisisi yang

dibantu

sangat

gravitasi. Memberikan

cocok

drainage,

untuk

oleh

gunakan

kenyamanan

untuk

keselamatan

bantal

gaya

dan

mempertahankan posisi klien c. Minta

klien

c. Memingkinkan drainage

mempertahankan

paru yang adekuat dan

posisi selama 5 menit.

memungkinkan

Secara

secara

bertahap

tingkatkan hingga 15

meningkatkan

menit

toleransinya.

d. Minta klien untuk batuk dan

menggeluarkan

klien

bertahap

d. Mengeluarkan sumbatan jalan nafas

sekresi 5. Melakukan Perkusi

5. Langkah

kedua

fisioterapi dada a. Berikan

bantalan

a. Mencegah

trauma

122

handuk

diatas

dada

akibat perkusi

yang akan di perkusi b. Lakukan perkusi dengan cara

kedua

perawat

tangan

b. untuk

merangsang

terjadinya batuk

menepuk

punggung pasien secara bergantian c. Bila pasien sudah batuk,

c. Mengistirahatkan klien

berhenti sebentar dan

dan

anjurkan

penyebaran

untuk

menampung pada pot

menurunkan

mikroorganisme

sputum 6. Melakukan vibrasi

6. Langkah

ketiga

fisioterapi dada a. Instruksikan klien untuk nafas

lambat

dalam

dan

a. Memperpanjang

fase

ekspirasi

dan

menghembuskan melalui mulut dengan bibir dimonyongkan b. Lakukan dengan tangan

vibrating cara

kedua perawat

diletakkan di bagian atas samping depan cekungan

iga,

kemudian

getarkan

secara perlahan ketika klien menghembuskan

b. Memungkinkan kontak sempurna

antara

telapak tangan dengan permukaan dada klien

123

nafas c. Minta klien untuk batuk dan

sumbatan

mengeluarkan

jalan

nafas, menurunkan

dan

reiko

penyebaran

secret menampungnya

mikroorganisme

7. Catat respon yang terjadi (pening,

c. Mengeluarkan

sesak,

7. Mengetahui reaksi dan

atau

perkembangan

masalah pernafasan yang

lanjut dari klien

lebih

lainnya) 8. Bereskan alat, rapikan dan istirahatkan klien

8. Menurunkan penyebaran mikroorganisme,

dan

memberikan kenyamanan

klien

setelah tindakan 9. Perawat melepas pakaian pelindung dan cuci tangan 10. Dokumentasi

9. Mengurangi penyebaran mokroorganisme 10. Aspek tanggung jawab perawat melakukan keperawatan

dalam tindakan

124

Gambar 3.5 Atas: menunjukkan posisi tangan dalam perkusi dinding dada aelama fisioterapi, Bawah: Perkusi dinding dada, mengubah gerakan tangan terhadap dinding dada klien. (Sumber Potter & Perry, 2005)

125

Tabel 3.7 Posisi untuk Drainage Postural SEGMEN PARU

POSISI KLIEN

DEWASA Bilateral

Fowler tinggi

Segmen

apeks Duduk di sisi tempat tidur Posisi terlentang dengan kepala

lobus atas kanan yang terangkat segmen anterior

Lobus

atas

kiri Posisi terlentang dengan kepala yang terangkat

segmen anterior

Lobus atas kanan Berbaring miring pada sisi kanan dengan dada yang segmen posterior

Lobus

atas

terangkat di atas bantal

kiri Berbaring miring pada sisi kiri dengan dada yang terangkat

segment posterior

di atas bantal

126

Lobus kanan

tengah Posisi terlentang tiga perempat dengan paru yang segment menggantung pada posisi trendelenburg

anterior

Lobus kanan

tengah Posisi telungkup dengan thoraks dan abdomen yang segment terangkat

posterior

Kedua bawah

lobus Posisi terlentang dalam posisi trendelenburg segmen

anterior

Lobus bawah kiri segment lateral

Lobus

bawah

kanan

segmen

lateral

Lobus

bawah

127

kanan

segmen

posterior

Kedua

lobus Posisi telungkup dalam posisi trendelenburg

bawah

segmen

posterior

ANAK Bilateral

segmen Duduk pada pangkuan perawat, sedikit membungkuk ke

apeks

Bilateral

arah depan yang fleksi di atas bantal

segmen Duduk di pangkuan perawat, membungkuk kea rah perawat

anterior tengah

Lobus

bilateral Posisi terlentang yang berbaring di pangkuan perawat,

128

segmen anterior

dengan bantal menyokong punggung anak

F. PEMBERIAN OKSIGEN Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan oksigen ke dalam paru melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara: yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia

Metode pemberian oksigen Metode pemberian oksigen dapat dibagi menjadi 2 teknik yaitu : Sistem aliran rendah dan system aliran tinggi. 1. Sistem Aliran Rendah Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Ditujukan untuk klien yang memerlukan oksigen, namun masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan volume tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16-20 kali permenit.

Contoh system aliran rendah adalah : a. Kanula nasal

129

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1-6 liter permenit dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal

Keuntungan Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolelir klien dan terasa nyaman

Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas dengan mulut, mudah lepas karena kedalaman kanula hanya 1 cm, dan dapat mengiritasi selaput lendir.

b. Kateter nasal Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1-6 liter permenit dengan konsentrasi 24-44%

Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap

Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih baik dari 45%, teknik memasukkan kateter nasal lebih sulit daripada kanula

130

nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lender nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter permenit dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat.

c. Sungkup muka sederhana Merupakan alat pemberian oksigen kontinyu atau selang seling 58 liter permenit dengan konsentrasi oksigen 40-60%

Keuntungan Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol

Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurag dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO 2 jika aliran rendah.

d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing Suatu teknik pemberian oksigen denmgan konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 liter permenit. Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir.

Kerugian Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran rendah dapat menyebabkan penumpukan CO 2 dan kantong oksigen bisa terlipat.

131

e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen mencapai 99% dengan aliran 8-12 liter permenit dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi

Keuntungan Konsentrasi oksigen dapat mencapai 100%, tidak mengeringkan selaput lender

Kerugian Kantong oksigen bisa terlipat

2. Sistem Aliran Tinggi Teknik pemberian oksigen dimana FiO 2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen lebih tinggi, tepat dan teratur. Contoh teknik system aliran tinggi adalah sungkup muka dengan ventury.

Prinsip pemberian oksigen dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai oksigen sehingga tercipta tekanan negative, akibatnya udara luar dapat dihisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitar 4-14 liter permenit dengan konsentrasi 30-55%.

132

Keuntungan Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO 2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO 2.

Kerugian Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran rendah dapat menyebabkan penumpukan CO 2, Kantong oksigen bisa terlipat

Bahaya pemberian oksigen Pemberian oksigen bukan hanya memberikan efek terapi tetapi lebih dari itu, pemberian oksigen juga dapat menimbulkan efek yang merugikan antara lain : 1. Kebakaran Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klien dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari: merokok, membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa “ground”” 2. Depresi ventilasi Pemberian oksigen yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO 2 (karbondioksida) dapat menekan ventilasi 3. Keracunan oksigen Dapat terjadi bila terapi oksigen dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relative lama. Keadaan ini dapat merusak strujktur jaringan paru seperti terjadinya atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatny a proses difusi di paru akan terganggu.

Alat dan bahan 1. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier

133

2. Nasal kateter, kanula atau masker 3. Vaselin/jeli

Tabel 3.8 Tindakan Klinis dan Rasional Memberikan Oksigen Tindakan

Rasional

1. Cuci Tangan dan pakai hands scoon k/p

1. Mengurangi

penyebaran

mokroorganisme

(Jika

diindikasikan penyakit infeksi) 2. Jelaskan prosedur tindakan

2. Memberi

pemahaman

dan

mendapatkan kerjasama klien 3. Cek flowmeter dan humidifier

3. Melihat

kesiapan

peralatan

sebelum pemberian ke klien 4. Hidupkan tabung oksigen dan flowmeter,

rasakan

aliran

4. Mengkaji patensi dan fungsi alat

oksigen 5. Atur posisi klien semi fowler atau sesuai dengan kondisi 6. Berikan oksigen melalui kanula, atau masker.

pemberian oksigen 6. Memenuhi kebutuhan oksigen klien

7. Catat pemberian dan lakukan observasi. 8. Bereskan

5. Memberikan kenyamanan saat

7. Mengetahui

perkembangan

klien alat

dan

rapikan

pasien. 9. Lepas hands scoon dan cuci tangan .

8. Memberikan kenyamanan pada klien 9. Mengurangi

penyebaran

mokroorganisme

(Jika

diindikasikan penyakit infeksi) 10. Dokumentasi.

10. Aspek tanggung jawab perawat dalam

melakukan

keperawatan

tindakan

134

Gambar 3.6 A: Masker wajah standart, B: Masker nonrebreathing, C: Kanula nasal. (Sumber, Asih NGY, Effendy C, 2003)

135

G. TEKNIK PENGAMBILAN SPUTUM Sputum atau dahak adalah bahan yang keluar dari bronchi atau trakhea, bukan ludah atau lendir yang keluar dari mulut, hidung atau tenggorokan. Tujuan pengambilan sputum adalah untuk mengetahui basil tahan asam dan mikroorganisme yang ada dalam tubuh pasien sehingga diagnosa dapat ditegakkan. Pengambilan sputum dilakukan terutama pada pasien yang mengalami infeksi/peradangan saluran pernafasan (apabila diperlukan).

Alat dan bahan 1. Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup 2. Botol bersih dengan penutup 3. Hand scoon 4. Formulir dan etiket 5. Perlak pengalas 6. Bengkok 7. Tissue

Tabel 3.9 Tindakan Klinis dan Rasional Teknik Pengambilan Specimen Sputum Tindakan 1. Perawat cuci Tangan

Rasional 1. Mengurangi

penyebaran

mokroorganisme 2. Jelaskan prosedur tindakan

2. Memberi pemahaman dan mendapatkan

kerjasama

klien 3. Pakai masker, gaun, sarung

3. Beberapa

penyakit

tangan dan alat pelindung yang

pernafasan (mis. TB Paru

lainnya

ditularkan melalui droplet yang dibatukkan)

136

4. Bantu klien duduk di sisi tempat tidur

4. Postur

yang

tegak

memungkinkan pengeluaran secret

5. Memasang

perlak

pengalas

dibawah dagu dan menyiapkan

5. Meminimalkan

penyebaran

mikroorganisme

bengkok atau sputum pot. 6. Instrusikan

klien

membatukkan dalam

tempat

untuk

dahaknya yang

ke

6. Meminimalkan

penyebaran

mikroorganisme

sudah

disiapkan (sputum pot) 7. Mengambil 5 cc bahan, lalu

7. Bahan sampel pemeriksaan

masukkan ke dalam botol 8. Bersihkan mulut pasien dengan

8. Memberikan kenyamanan

tissue 9. Bereskan

alat

dan

rapikan

pasien

9. Mengurangi mokroorganisme

penyebaran infeksi

dan

memberikan kenyamanan 10. Lepas masker, gaun, sarung tangan dan alat pelindung yang

10. Mengurangi

penyebaran

mokroorganisme

digunakan 11. Cuci tangan

11. Mengurangi

penyebaran

mokroorganisme 12. Dokumentasi

12. Aspek tanggung jawab perawat dalam

melakukan

keperawatan

tindakan

137

H. TEKNIK PENGHISAPAN LENDIR Penghisapan lendir (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir sendiri. Tindakan ini bertujuan membersihkan jalan napas dan memenuhikebutuhan oksigenasi

Alat dan bahan 1. Alat penghisap lendir dengan botol berisi larutan desinfektan 2. Kateter penghisap lendir 3. Pinset steril 4. Sarung tangan steril 5. Dua buah kom berisi larutan aquades atau NaCl 0,9% dan larutan desinfektan 6. Kasa steril 7. Kertas tisu

Tabel 3.10 Tindakan Klinis dan Rasional Teknik Penghisapan Lendir (Suction) Tindakan 1. Perawat cuci Tangan

Rasional 1. Mengurangi

penyebaran

mokroorganisme 2. Jelaskan prosedur tindakan

2. Memberi

pemahaman

dan

mendapatkan kerjasama klien 3. Atur posisi klien terlentang dengan kepala miring ke arah

3. Memudahkan

pengambilan

secret

perawat 4. Pakai masker, gaun, sarung

4. Beberapa penyakit pernafasan

tangan dan alat pelindung

(mis. TB Paru ditularkan melalui

yang lainnya

droplet yang dibatukkan)

5. Hubungkan kateter penghisap

5. Langkah

awal

sebelum

138

dengan selang penghisap

penghisapan

6. Hidupkan mesin penghisap

6. Mengecek kepatenn alat untuk proses penghisapan/suction

7. Lakukan penghisapan lendir

7. Mencegah trauma mukosa

dengan memasukkan kateter penghisap ke dalam kom berisi aquades atau NaCl 0,9% 8. Masukkan kateter penghisap dalam

keadaan

tidak

menghisap 9. Tarik dengan memutar kateter

8. Mencegah terhisapnya O2 yang bisa

menyebabkan

terjadinya

hipoksia 9. Menghindari hipoksia

penghisap kurang dari 3-5 detik 10. Bilas kateter dengan aquades

10. Mencegah trauma mukosa

atau NaCl 0,9% 11. Ulang hingga lendir bersih

11. Meminimalkan akumulasi secret

12. Catat respon yang terjadi

12. Pucat,

sianosis,

dispnea

menandakan adanya hipoksia 13. Bereskan alat dan rapikan pasien 14. Lepas sarung tangan dan cuci tangan 15. Dokumentasi

13. Memberikan kenyamanan pada klien 14. Mengurangi

penyebaran

mokroorganisme 15. Aspek tanggung jawab perawat dalam

melakukan

keperawatan

tindakan

139

Gambar 3.7 Cara Penghisapan lendir. (Sumber: HIdayat, AA, 2006)

Gambar 3.8 Cara membilas kateter suction. (Sumber Wong, DL, 1999, dikutip dari HIdayat, AA, 2006)

140

I. TEKNIK PEMBERIAN NEBULIZER Pemberian nebulizer adalah memberikan campuran zat aerosol dalam partikel udara dengan tekanan udara, dengan tujuan untuk memberikan obat melalui nafas spontan pada klien.

Alat dan bahan : 1. Oksigen set 2. Nebulizer set 3. Cairan normal saline dan obat yang akan dipakai 4. Spuit 5 atau 10 cc. 5. Mouth piece bila perlu 6. Bengkok 7. Tisu

Tabel 3.11 Tindakan Klinis dan Rasional Teknik Pemberian Nebulizer Tindakan

Rasional

1. Perawat cuci tangan

1. Mengurangi

penyebaran

mokroorganisme 2. Jelaskan prosedur tindakan

2. Memberi

pemahaman

dan

mendapatkan kerjasama klien 3. Atur posisi klien senyaman mungkin,

biasanya

dalam

3. Memberikan kenyamanan dalam prosedut tindakan

posisi semi fowler

4. Pakai masker, gaun, sarung

4. Beberapa penyakit pernafasan

tangan dan alat pelindung

(mis. TB Paru ditularkan melalui

yang lainnya

droplet yang dibatukkan)

5. Nebulizer diisi obat (sesuai program

pengobatan)

dan

5. Mengencerkan secret

141

cairan normal salin ± 4-6cc.

6. Hidupkan nebulizer kemudian hubungkan selangnya

nebulizer ke

dan

flow

6. Langkah

awal

pemberian

nebulizer

meter

oksigen dan set aliran pada 45

liter/menit,

atau

ke

kompresor udara.

7. Instruksikan klien untuk buang nafas.

7. Mengawali

tindakan

dengan

membuang sisa nafas melalui mulut

8. Minta klien untuk mengambil

8. Mengencerkan secret

nafas dalam melalui mouth piece, tahan nafas beberapa saat kemudian buang nafas melalui hidung.

9. Anjurkan klien untuk batuk setelah

tarik

nafas

dalam

9. Mengeluarkan

sekresi

dalam

paru

beberapa kali (teknik batuk efektif). 10. Klien dan alat dirapikan.

10. Memberikan

kenyamanan

kepada klien 11. Cuci tangan

11. Mengurangi

penyebaran

mokroorganisme 12. Dokumentasi

12. Aspek tanggung jawab perawat dalam

melakukan

keperawatan

tindakan

142

DAFTAR PUSTAKA Asih NGY & Effendy C, 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, cetakan 1, EGC: Jakarta Barbara L. Bullock. 1996: Pathophysiology: Adaptations and Alternation in Function, ed. 4, Philadelphia, JB Lippincott Belland, Kethleen Hoerth & well, Mary Ann, 1986, Clinical Nursing Prosedures, California: Jones and Bartlett Publisher. Black & Mattasarin-Jacob. 1997. Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for Continuity of Care, ed. 5, Philadelphia, WB. Saunders. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, Vol 8, EGC: Jakarta.

Canobbio, MM. 1990. Cardiovascular Disorders, St Louis. Mosby Carpenito, LJ. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC: Jakarta. ____________. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Monica Ester: Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 1994. Prosedur Perawatan Dasar : PPNI: Jakarta. Doengoes, ME. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ketiga, EGC: Jakarta. Engram, Barbara, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC: Jakarta. Gary A. Thibodeau. 1992: Structure and Fungtion of the body, St. Louis, Mosby. Gary A. Thibodeau, Kevin T. Patton, 1996: Anatomy and Physiology, ed. 3, St. Louis, Mosby. Hasan R, dkk. 1997. Ilmu Kesehatan Anak, FKUI: Jakarta. Hidayat, AA, 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: AplikasiKonsep dan Proses Keperawatan, Salemba Medika: Jakarta Lammon at al. 1995: Clinical Nursing Skill, Philadelphia, Harcout Brace & Co.

143

Lauralee Sherwood. 1996. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC: Jakarta. Luffen. Drecol. Rohen. 2001 Atlas Foto Anatomi Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. EGC: Jakarta. Muttaqin, A. 2010. Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinik, Salemba Medika: Jakarta Patricia A. Potter. 2006 Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, alih bahasa Renata Komalassari dkk, EGC: Jakarta. Pearce, EC, 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Alih bahasa Sri Yuliani Handoyo, Gramedia: Jakarta. Priharjo, R. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan, editor Ni Luh Gede Yasmin Asih, EGC: Jakarta. Rab. Tabrani. 1996, Ilmu Penyakit Paru. EGC: Jakarta. Sloane, Ethel. 2004, Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, EGC: Jakarta. Syaifudin, 1994 : Anatomi Fisiologi: Untuk Siswa Perawat, EGC: Jakarta Tarwoto dan Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan: Salemba Medika: Jakarta Thomson et al, 1993: Mosby’s Clinical Nursing. Ed. 3 St. Louis, Mosby. William F. Ganong. 1999. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Wong, DL., 1999 Whaley & Wong’s Nursing Care of Infant and Children, St. Louis Missouri: Mosby Inc.