Analisislah cara konservasi tanah dengan terasering dan jelaskan pengaruhnya terhadap tanah

Erosi tanah adalah musuh pertanian: salah satu ancaman lingkungan terbesar terhadap keberlanjutan dan produktivitas yang dapat memperparah pada krisis iklim dan mengancam ketahanan pangan.

Kondisi ini terutama dirasakan di tempat-tempat dengan risiko erosi tertinggi, seperti daerah aliran sungai Indonesia, India, Filipina dan negara lainnya. Di daerah-daerah ini, aksi perlindungan terhadap erosi tanah melalui pengelolaan tanah secara berkelanjutan dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan yang ada.

Berikut analisis lebih jauh terkait penyebab dan solusi erosi tanah:

Kenapa Erosi Tanah Jadi Masalah Besar?

Tanah mungkin terlihat seperti sumber daya alam yang tidak terbatas dengan tingkat ketahanan yang tinggi. Kenyataannya, tanah sangatlah rapuh karena proses pembentukannya memakan ribuan tahun. Tanah lapisan atas yang paling dekat dengan permukaan mengandung nutrisi yang penting bagi tanaman. Lapisan tanah inilah yang terancam erosi akibat pergerakan angin dan air. Erosi tanah akan mengurangi kesuburan tanah, sehingga dapat berdampak buruk pada hasil panen. Erosi juga mengalirkan air yang mengandung tanah ke hilir, sehingga menumpuk lapisan sedimen tebal yang dapat menyumbat aliran air di kali dan sungai, yang pada akhirnya dapat menyebabkan banjir. Begitu terjadi, erosi tanah kemungkinan besar akan terus terulang.

Erosi tanah adalah sebuah permasalahan global. Erosi tanah kini terjadi lebih cepat daripada pembentukan tanah, sehingga banyak lahan tidak dapat lagi ditanami – sebuah persoalan yang sangat serius di dunia dengan populasi yang diperkirakan akan mencapai 9 miliar pada pertengahan abad ini. Untuk itu, pengelolaan lahan secara lebih cerdas sangatlah dibutuhkan.

Bagaimana Erosi Tanah Memengaruhi Perubahan Iklim?

Erosi menurunkan kualitas tanah, sehingga kapasitas tanamnya semakin rendah. Padahal, tanaman adalah penyerap karbon dioksida yang menjadi penyebab pemanasan iklim. Tanah sendiri dalam setahun mampu menyerap gas rumah kaca (GRK) setara dengan 5 persen dari total emisi GRK tahunan dari aktivitas manusia. Pengelolaan lahan yang lebih baik tentu akan membantu mempertahankan lanskap tanah, sehingga dapat ditanami lebih banyak tanaman penyerap karbon. Metode ini sudah dilakukan di Cina melalui proyek Grain-for-Green di lembah Sungai Kuning, yang berhasil melestarikan tanah dan air serta mengurangi emisi karbon.

Di sisi lain, perubahan iklim yang tidak terkendali juga memperburuk erosi. Laporan IPCC menemukan bahwa jika tanah dibudidayakan tanpa praktik konservasi, erosi tanah akan terjadi hingga 100 kali lebih cepat daripada pembetukannya. Risiko erosi akan menjadi lebih tinggi di masa depan karena perubahan suhu yang diakibatkan oleh emisi, yang kemudian akan menyebabkan penurunan produksi pertanian, nilai lahan dan kesehatan manusia.

Apa Saja Dampak Erosi Tanah?

Di seluruh dunia kita telah melihat berbagai dampak dari risiko erosi tanah. Sebut saja bencana banjir yang mematikan di Jakarta awal tahun ini. Erosi sedimen tanah yang terjadi di hulu telah menyumbat sungai dan kanal kota Jakarta dan menyebabkan luapan air. Banjir akibat erosi seperti ini juga terjadi di banyak negara, seperti Kolombia, India, Filipina, dan Republik Demokratik Kongo.

Erosi tanah bukanlah hanya sebuah permasalahan lingkungan, tetapi juga menyebabkan kerugian besar bagi perekonomian. Sebuah penelitian memperkirakan bahwa jumlah kerugian ekonomi global akibat erosi tanah mencapai sekitar US$8 miliar, yang disebabkan berkurangnya kesuburan tanah, turunnya hasil panen dan naiknya penggunaan air. Di pulau Jawa, Indonesia, erosi tanah mengakibatkan perununan PDB pertanian sebesar 2 persen, bila memperhitungkan kerugian yang dirasakan petani secara langsung maupun kerugian pihak lainnya di hilir. Penelitian lain menunjukkan bahwa erosi tanah di Sleman, sebuah kabupaten di pulau Jawa, telah menyebabkan kerugian sebesar 17 persen dari pendapatan bersih rata-rata petani per hektar lahan.

Sektor pertanian di Amerika Serikat juga kehilangan sekitar $44 miliar per tahunnya karena erosi. Nilai ini termasuk hilangnya produktivitas serta timbulnya sedimentasi dan polusi air. Kerugian atas pendapatan pertanian diperkirakan mencapai sebesar $100 juta per tahun. Selain itu, erosi tanah menyebabkan kerugian produktivitas pertanian sebesar $1,38 miliar dan hilangnya nilai PDB sebesar $171 juta (sekitar 1 persen dari total PDB) per tahunnya di negara-negara Eropa. Sementara, Asia Selatan kehilangan $10 miliar setiap tahunnya akibat erosi tanah.

Solusi Apa yang Dapat Diterapkan untuk Mencegah Erosi Tanah?

1. Terapkan Praktik Pertanian yang Ramah Tanah

Metode terasering perlu diterapkan agar pertanian di lereng bukit dapat dikelola dengan lebih baik. Terasering mencegah erosi dan mampu mengalirkan lebih banyak air untuk tanaman. Selain itu, lahan pertanian lereng bukit membutuhkan tutupan tanaman untuk membantu mempertahankan kondisi tanah. Hal ini dapat dilakukan melalui metode tumpangsari, yaitu menanam dua jenis tanaman bersamaan di ladang yang sama, misalnya menanam jagung atau kedelai di antara barisan pohon kelapa sawit. Bagi petani kecil, sistem wanatani dengan berbagai tanaman dan pohon ditanam secara bersamaan juga dapat menjadi solusi ramah tanah yang efektif. Selain itu, penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan bahan organik yang terkandung dalam tanah, sehingga mencegah erosi. Akhirnya, rotasi tanaman berakar dalam dan berakar dangkal dapat memperbaiki struktur tanah dan pada saat yang sama mengurangi erosi.

2. Tawarkan Insentif untuk Pengelolaan Tanah

Meskipun ilmu pengelolaan tanah secara berkelanjutan terus berkembang, penerapannya seringkali sulit untuk dilakukan akibat konteks sosio-ekonomi yang ada. Praktik-praktik tanah berkelanjutan harus mempertimbangkan kemampuan finansial petani. Saat ini, praktik anti-erosi umumnya membutuhkan biaya rata-rata sebesar $500 per hektar, nilai investasi yang sangat besar bagi seorang petani. Untuk itu, pemerintah dan pihak bank harus membantu para petani mendapatkan akses kredit dan mau mendukung praktik pencegahan erosi yang ada. Hal ini tidak hanya baik bagi petani, namun juga seluruh masyarakat. Biaya pencegahan erosi ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya yang diperlukan untuk pemulihan dan rehabilitasi lahan, yang diperkirakan mencapai $1.500 - $2.000 per hektar oleh satu sumber dan $15.221 per hektar oleh sumber lainnya.

3. Pencegahan DAN Rehabilitasi

Rehabilitasi tanah yang sudah rusak, menghentikan penurunan kualitas tanah lebih jauh dan mengutamakan langkah-langkah pencegahan erosi dalam kebijakan pengelolaan lahan merupakan kunci pengelolaan dan pengurangan erosi tanah. Melalui cara-cara ini, kita dapat membantu mencegah timbulnya kelaparan dan memitigasi krisis iklim.

Konservasi tanah adalah serangkaian strategi pengaturan untuk mencegah erosi tanah dari permukaan bumi atau terjadi perubahan secara kimiawi atau biologi akibat penggunaan yang berlebihan, salinisasi, pengasaman, atau akibat kontaminasi lainnya. Strategi yang biasanya dipakai, yaitu:

  • pemilihan vegetasi penutup lahan
  • pencegahan erosi
  • pengaturan kadar garam
  • pengendalian keasaman
  • meningkatkan kelestarian organisme tanah yang menguntungkan
  • pencegahan dan remediasi tanah dari kontaminasi
  • mineralisasi

Strategi lainnya yang biasa dipergunakan dalam bidang pertanian yaitu:

  • pertanian tanpa pengolahan tanah
  • pengolahan tanah berkontur
  • alur penahan angin (windbreak)
  • rotasi tanaman
  • penggunaan pupuk alami
  • mengistirahatkan lahan

Banyak bidang ilmu yang terlibat dalam upaya-upaya tersebut, diantaranya agronomi, hidrologi, ilmu tanah, kimia lingkungan, meteorologi, mikrobiologi dan teknik pertanian.

Rotasi tanaman, tanaman penutup lahan, dan tanaman penahan angin dikatakan sebagai cara yang paling baik dalam mencegah erosi permukaan tanah. Rotasi tanaman adalah proses pergantian tanaman yang konvensional dan mudah dilakukan, untuk mencegah pengambilan nutrisi tanah yang berlebihan oleh satu jenis tanaman saja. Tanaman penutup berfungsi sebagai pencegah tanah dari erosi, pertumbuhan gulma, dan evapotranspirasi berlebihan, namun tanaman penutup juga memiliki fungsi penting dalam menjaga kualitas kimia tanah; misalnya tanaman Leguminoceae untuk kelestarian kandungan nitrogen dalam tanah dan tanaman Mucuna pruriens untuk fosfor. Tanaman penahan angin ditanam dengan alur yang cukup padat atau barisan pepohonan yang ditanam dengan alur yang paralel terhadap arah angin.

 

Sawah berteras-teras di Tampaksiring, Bali

Terdapat berbagai cara mekanik dalam menahan erosi air dan angin. Cara utama adalah dengan membentuk mulsa tanah dengan cara menyusun campuran dedaunan dan ranting pohon yang berjatuhan di atas tanah; dan membentuk penahan aliran air, misalnya dengan membentuk teras-teras di perbukitan (terasering) dan pertanian berkontur. Desain Keyline adalah cara yang paling mutakhir dalam menentukan kontur dalam bercocok tanam.

Ion-ion yang bertanggung jawab dalam proses salinasi tanah yaitu Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan Cl-. Kadar garam diperkirakan telah memengaruhi sebanyak sepertiga lahan subur. Kadar garam dalam tanah secara signifikan dapat memengaruhi metabolisme sebagian besar tanaman pertanian. Kadar garam yang tinggi terdapat pada daerah kering akibat irigasi yang berlebihan atau di area di mana permukaan air tanah asin cukup dangkal. Dalam kasus irigasi berlebihan, garam menumpuk di permukaan tanah sebagai produk sampingan dari infiltrasi tanah. Kasus yang paling terkenal adalah area pertanian di sekitar Bendungan Aswan, di mana bendungan telah mengakibatkan naiknya permukaan air tanah dan mengakibatkan tingginya konsentrasi garam-garaman pada permukaan tanah.

Penggunaan humus dapat mencegah salinisasi tanah lebih jauh lagi. Mekanismenya melibatkan pertukaran anion dan kation hingga pH menjadi stabil dan mengeliminasi kelebihannya dari zona perakaran tanaman.

Tingkat pH tanah yang merugikan pertumbuhan tanaman dapat terjadi secara alami di beberapa wilayah, dan secara non alami terjadi dengan adanya hujan asam dan kontaminasi tanah. Peran pH tanah adalah untuk mengendalikan ketersedian nutrisi bagi vegetasi yang tumbuh di atasnya. Makronutrien (kalsium, fosfor, nitrogen, kalium, magnesium, sulfur) tersedia cukup bagi tanaman jika berada pada tanah dengan pH netral atau sedikit beralkalin. Kalsium, magnesium, dan kalium biasanya tersedia bagi tanaman dengan cara pertukaran kation dengan material organik tanah dan partikel tanah liat. Ketika keasaman tanah meningkat, ketersediaan kation untuk material organik tanah dan partikel tanah liat segera tercukupi sehingga tidak ada pertukaran kation dan nutrisi bagi tanaman berkurang. Namun semua itu tidak dapat disimplifikasi karena banyak faktor yang memengaruhi hubungan pH dengan ketersediaan nutrisi, diantaranya tipe tanah (tanah asam sulfat, tanah basa, dsb), kelembaban tanah, dan faktor meteorologika.

 

Cacing tanah, salah satu jenis organisme tanah yang menguntungkan

Melestarikan keberadaan organisme tanah yang menguntungkan adalah salah satu unsur konservasi tanah. Organisme tanah yang menguntungkan dapat berupa spesies makroskopik seperti cacing tanah, dan juga mikroorganisme. Keuntungan yang diberikan oleh cacing tanah terhadap tanah diantaranya memberikan aerasi tanah dan menyediakan nutrisi makro bagi tanah. Ketika cacing tanah mengekskresikan feses dalam bentuk padatan, mineral dan nutrisi yang diperlukan oleh tanaman telah diseleksi oleh cacing tersebut untuk diabsorpsi oleh akar tanaman. Feses cacing tanah mengandung nitrogen lima kali lebih banyak dari tanah biasa, fosfat tujuh kali lebih banyak, dan kalium sebelas kali lebih banyak. Seekor cacing dapat memproduksi lebih dari 4,5 kg feses dalam setahun.

Kegiatan cacing yang terus menggali ke dalam tanah memberikan porositas bagi tanah dan aerasi yang cukup serta meningkatkan kemampuan drainase tanah.

Mikroorganisme tanah berperan penting dalam ketersediaan makronutrien di alam. Seperti contoh, ketersediaan nitrogen terjadi akibat fiksasi nitrogen oleh bakteri simbiotik; bakteri tersebut memiliki enzim nitrogenase yang digunakan untuk memfiksasi nitrogen dari udara dengan hidrogen untuk membentuk amonia dan menghasilkan energi untuk dirinya. Amonia lalu diubah menjadi senyawa organik lainnya. Bakteri fiksasi nitrogen lainnya, seperti Rhizobium, hidup dalam akar leguminoceae dan membentuk simbiosis mutualisme dengan tanaman, memproduksi amonia untuk mendapatkan karbohidrat. Keberadaan mikroorganisme tanah seperti jamur, menurut Dr. Anton Muhibuddin, seorang pakar keragaman hayati jamur dari Universitas Brawijaya, Malang-Indonesia, bahwa keberadaannya dipengaruhi oleh sistem tanam dan input yang diberikan (organik dan non organik). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Indeks keanekaragaman lahan organik lebih tinggi 1,06920) dibandingkan non organik 1,00075). Demikian pula dengan Indeks Dominasi (dominasi satu jenis fungi) pada lahan organik lebih rendah daripada lahan non organik yaitu 0,1032 dan 0,1275.

Dalam hal siklus karbon, karbon dikeluarkan ke atmosfer melalui pembusukan dan fermentasi oleh bakteri dan jamur (detritus).

Mikoriza adalah simbiotik antara jamur tanah dengan aluran pembuluh akar. Jamur membantu ketersediaan mineral, air, dan dan nutrisi organik untuk tanaman, dan jamur mendapatkan gula dan asam amino dari akar. Terdapat dua jenis mikoriza, yaitu endomikoriza di mana jamur melakukan penetrasi hingga ke dalam akar, dan ektomikoriza di mana jamur hanya melapisi bagian luar akar. Mikoriza beermanfaat bagi tanaman dengan memperluas area penyerapan nutrisi, karena hifa mikoriza berukuran mikroskopik dan tersebar di sekitar akar tanaman.

Beberapa organisme tanah adalah ekstremofil, yaitu makhluk hidup yang memiliki kemampuan adaptasi untuk hidup di lingkungan ekstrem, termasuk temperatur, pH, dan kadar garam yang sebagian besar makhluk hidup tidak mampu bertahan.

Penggunaan insektisida dan herbisida sering kali memengaruhi keberadaan organisme tanah. Penggunaan bahan-bahan kimia tersebut, meski tidak ditujukan, mampu membunuh organisme tanah yang menguntungkan sehingga mengurangi ketersediaan nutrisi alami bagi tanah. Penggunaan bahan-bahan kimia tersebut sebaiknya memperhatikan kehidupan organisme tanah dan juga komponen ekologi lainnya.

Metode pertanian tebas dan bakar memiliki dampak pembunuhan besar-besaran bagi organisme tanah akibat temperatur yang dihasilkan dalam proses pembakaran. Hal ini sering kali tidak dapat dikembalikan lagi ke keadaan semula hingga waktu yang sangat lama.

Sistem pertanian yang digunakan sering kali amat memengaruhi kualitas tanah dan metabolisme tanaman, seperti penggunaan bahan-bahan kimia dalam bentuk pestisida, herbisida, dan sebagainya, dan bertahan di tanah dalam waktu lama sehingga tidak memungkinkan lagi bagi organisme tanah, baik yang menguntungkan maupun merugikan, untuk kembali lagi. Alternatif bagi penggunaan kimia adalah persiapan tanah dengan pemanasan tanah menggunakan lapisan plastik transparan yang dapat menutupi area lahan. Plastik tersebut memerangkap panas sehingga temperatur tanah meningkat hingga temperatur yang mematikan bagi organisme tanah, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Keberadaan organisme tanah yang menguntungkan dapat dikembalikan dengan cara induksi. Cara ini juga menguntungkan bagi nutrisi tanah karena uap yang dihasilkan dari proses pemanasan tanah dapat mengeluarkan nutrisi yang sebelumnya terkunci dalam bentuk persenyawaan basa maupun asam yang tidak dapat diserap oleh akar tanaman.

Agar tanaman mendapatkan nutrisi yang diperlukan bagi perkembangannya, mineralisasi aktif sering kali dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan remahan batu yang mengandung mineral yang dibutuhkan tanaman atau dapat menggunakan suplemen kimia tanah. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah hilangnya mineral makro maupun mikro dari dalam tanah. Terdapat jenis mikroorganisme tanah yang sangat bermanfaat untuk mineralisasi tanah, yakni mikoriza (vesikular arbuskular mikoriza).

Secara umum, menurut Dr. Anton Muhibuddin (2005) manfaat VAM pada tanaman semusim antara lain: Mikoriza VAM dapat meningkatkan daya serap N, P, K, Ca dan beberapa nutrisi Mikro, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan, mengendalikan infeksi patogen akar, memproduksi senyawa-senyawa perangsang pertumbuhan, merangsang aktivitas beberapa organisme yang menguntungkan (Rhizobium dan Bakteri pemecah fosfor), memperbaiki struktur dan agregasi tanah serta membantu siklus mineral.

Pada tanaman tahunan seperti kelapa sawit juga diketahui bahwa mikoriza VAM dari genus Acaulospora mampu meningkatkan daya hidup planlet menjadi 91% dibandingkan dengan planlet tanpa inokulasi yang hanya 62%. Inokulasi VAM diketahui juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen tular tanah. VAM tidak hanya terlibat dalam mekanisme pertahanan tanaman terhadp patogen tular tanah tapi juga dapt meningkatkan toleransi terhadap serangan patogen yang ada di tajuk, selain itu inokulasi dengan mikoriza diharapkan dapat menekan serangan jamur tular tanah Ganoderma, namun interaksi antara jamur mikoriza dan Ganoderma masih dievaluasi (Muhibuddin, 2007).

  Portal Pertanian

  • Agroklimatologi
  • Biopori
  • Degradasi lahan
  • Desertifikasi
  • Anton Muhibuddin, Ika Rochdjatun Sastrahidayat, Syamsuddin Djauhari and Siti Aminatuz Zuhria. Fungi diversity of plants cell and It's potential for biological control. SABH 2012, Kyoto Japan.
  • Y.C. Lu, K. B. Watkins, J. R. Teasdale, and A. A. Abdul-Baki. Cover crops in sustainable food production,. Food Reviews International 16:121-157 (2000)
  • B.O. Vanlauwe, C. Nwoke, J. Diels, N. Sanginga, R. J. Carsky, J. Deckers, and R. Merckx, Utilization of rock phosphate by crops on a representative topo-sequence in the Northern Guinea savanna zone of Nigeria: response by Mucuna pruriens, Lablab purpureus and maize, Soil Biology & Biochemistry 32:2063-2077. (2000)
  • Wolfgang Summer, Modelling Soil Erosion, Sediment Transport and Closely Related Hydrological Processes entry by Mingyuan Du, Peiming Du, Taichi Maki and Shigeto Kawashima, “Numerical modeling of air flow over complex terrain concerning wind erosion”, International Association of Hydrological Sciences publication no. 249 (1998)
  • Perimeter landscaping of Carneros Business Park, Lumina Technologies, Santa Rosa, Ca. (2002)
  • Predicting soil erosion by water, a guide to conservation planning in the Revised Universal Soil Loss Equation, U.S. USDA Agricultural Research Service, Agricultural handbook no. 703 (1997)
  • Dan Yaron, Salinity in Irrigation and Water Resources, Marcel Dekker, New York (1981)
  • Bill Mollison, Permaculture: A Designer's Manual, Tagari Press, (1988). Increases in porosity enhance infiltration and thus reduce adverse effects of surface runoff
  • Arthur T. Hubbard, Encyclopedia of Surface and Colloid Science Vol 3, Santa Barbara, California Science Project, Marcel Dekker, New York (2004)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Konservasi_tanah&oldid=18133014"