10 kartu pemerintahan yang mengerikan 2022

Liputan6.com, Jakarta Indonesia tengah diselimuti dukacita akibat insiden nahas yang terjadi pasca laga Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam pekan ke-11 Liga 1 2022/2023 di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu (1/10/2022) malam WIB.

Peristiwa bermula ketika pendukung Singo Edan tak terima klub jagoannya kalah tipis 2–3 dari tim tamu. Suporter langsung menyerbu ke lapangan setelah wasit meniupkan peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan.

  • Farzah Dwi Berpulang, Korban Tragedi Kanjuruhan Bertambah Jadi 135 Orang
  • Bahas Transformasi Sepakbola Indonesia, Presiden FIFA Temui Presiden Jokowi
  • TGIPF Ungkap 6 Kelalaian Panpel dalam Tragedi Kanjuruhan

Petugas keamanan sempat mencoba menghalau serbuan pendukung. Gas air mata pun ditembakkan demi mengantisipasi kericuhan. Namun, kondisi justru menjadi makin kacau.

Data korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan sebelumnya masih cenderung simpang siur. Semula, korban dilaporkan sebanyak 127 orang, lalu bertambah menjadi 129 orang.

Namun, jika merujuk pada data hasil pemutakhiran Polri, serta pernyataan Kemenko Polhukam Mahfud MD pada Senin (3/10/2022) pagi, jumlah korban tewas di tragedi Kanjuruhan mencapai 125 orang. Angka ini menjadikannya sebagai insiden sepak bola terbesar ketiga dalam sejarah.

Pihak terkait berupaya melakukan penyelidikan untuk mengungkap tuntas kasus ini. Pemerintah bahkan telah mengumumkan langkah penanganan dengan membentuk tim gabungan independen pencari fakta alias TGIPF.

Menurut Mahfud MD, satuan itu nantinya bertugas untuk mengungkap fakta terkait tragedi Arema di Kanjuruhan. Kerja TGIPF diupayakan selesai dalam dua hingga tiga minggu ke depan.

Hingga kini belum ada kabar resmi terkait pihak yang bersalah dalam insiden itu. Namun, Polri dikabarkan masih melakukan pemeriksaan internal terhadap 18 anggota polisi terkait pengggunaan gas air mata di tragedi Kanjuruhan.

Insiden mengerikan yang melibatkan polisi dan suporter sebelumnya telah terjadi di berbagai negara. Tragedi Estadio Nacional, Peru, dan Accra Sports’ Stadium, Ghana, bahkan menelan korban jiwa lebih besar dibanding Indonesia. Simak data mengenai lima tragedi sepak bola paling mematikan pada halaman selanjutnya!

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya buka suara terkait tragedi Kanjuruhan. Melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi meminta PSSI melakukan evaluasi terkait pertandingan Liga 1.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tragedi Estadio Nacional

Estadio Nacional de Lima di Peru setelah mengalami renovasi. Di stadion ini, terjadi tragedi berdarah pada tahun 1964. (Foto: estadiodesudamerica)

Tragedi Estadio Nacional terjadi pada 1964. Kala itu, Timnas Peru tengah meladeni perlawanan Argentina di babak kualifikasi kedua Olimpiade Tokyo. Disaksikan oleh kurang lebih 53.000 penonton, duel antara kedua kesebelasan berlangsung sengit.

Argentina memimpin lebih dulu dengan 1–0 saat pertandingan waktu normal hanya tersisa dua menit. Peru secara ajaib mencetak gol penyeimbang. Namun sayang, angka tersebut dianulir oleh wasit Angel Eduardo Pazos–orang Uruguay yang dianggap condong ke Argentina.

Keputusan tersebut lantas membuat ribuan suporter Peru naik pitam. Seorang penonton bahkan turun ke lapangan untuk memukul wasit, diikuti dengan penggemar lain. Polisi lantas menyerang mereka secara brutal dengan tongkat dan anjing.

Aparat keamanan juga sempat melepaskan tembakan gas air mata ke kerumunan. Alhasil, ribuan suporter berupaya melarikan diri dari stadion. Nahas, jalan keluar terkunci rapat. Gas air mata yang kian banyak memicu histeria massa dan menyebabkan kehancuran besar.

Berikut adalah rincian data mengenai tragedi di Stadion Nasional Lima.

Lokasi Kejadian: Estadio Nacional, Lima, Peru

Waktu Kejadian: 24 Mei 1964

Jumlah Korban Tewas: 328 orang

Pihak yang Dinyatakan Bersalah: Jorge Azambuja (komandan polisi yang memerintahkan penembakan gas air mata), Benjamin Castaneda (hakim yang menangani kasus)

Sanksi: Azambuja dihukum 30 bulan penjara, Castaneda dikenai denda karena terlambat menyerahkan laporan

Tragedi Accra Sports’ Stadium

Gambar yang diambil pada 12 Juli 2017, memperlihatkan monumen peringatan untuk 127 orang yang tewas dalam derby lokal antara Kumasi Asante Kotoko Football Club dan Accra Hearts of Oak pada 2001 di Stadion Olahraga Accra. (PIUS UTOMI EKPEI/AFP)

Tragedi Accra Sports’ Stadium Ghana menjadi insiden nahas kedua paling mengerikan dalam jagat sepak bola dunia. Pasalnya, sebanyak 126 orang dilaporkan menjadi korban tewas akibat peristiwa tersebut.

Melansir laporan BBC, Tragedi Accra Sport’s Stadium terjadi pada tahun 2001, ketika Hearts of Oak menghadapi Asante Kotoko. Saksi mata mengeklaim penggemar Kotoko, yang menyaksikan timnya kalah 1–2, menghancurkan kursi plastik di lokasi dan melemparkannya ke lapangan.

Aparat keamanan lantas merespons hal ini dengan menembakkan gas air mata. Namun, upaya tersebut menimbulkan dampak yang tak jauh berbeda dengan tragedi di Estadio Nacional. Suporter mulai panik dan berebut keluar stadion, yang pintunya sebagian besar masih terkunci.

Penyelidikan resmi mengungkap bahwa polisi merupakan pihak yang bersalah dalam insiden itu. Perilaku mereka dinilai sembrono lantaran menembakkan peluru plastik dan gas air mata tanpa pandang bulu.

Berikut adalah rincian data mengenai tragedi di Accra Sports’ Stadium Ghana.

Lokasi Kejadian: Accra Sports’ Stadium, Accra, Ghana

Waktu Kejadian: 9 Mei 2001

Jumlah Korban Tewas: 126 orang

Pihak yang Dinyatakan Bersalah: polisi yang menembakkan gas air mata

Sanksi: enam petugas didakwa dengan tuduhan pembunuhan

Tragedi Hillsborough

Tragedi Hillsborough (Inggris 1989) - Laga yang tak terlupakan bagi fans Liverpool dan Nottongham Forest. Pertandingan yang penting di laga semifinal FA Cup berimbas penuh sesaknya stadion Hillborough oleh fans fanatik kedua tim. (AFP/Paul Ellis)

Tragedi Hillsborough terjadi saat semifinal Piala FA antara Liverpool melawan Nottingham Forest pada tahun 1989. Peristiwa tersebut menyebabkan meninggalnya 96 orang yang diklaim sebagai pendukung Liverpool.

Insiden di Hillsborough menjadi kecelakaan sepak bola terbesar dalam sejarah Britania Raya. Ia juga menempati posisi ketiga paling mengerikan di dunia, sebelum digeser oleh Indonesia akibat tragedi Kanjuruhan.

Hasil penyelidikan mengungkap peristiwa Hillsborough terjadi akibat lemahnya kontrol dari pihak keamanan. Mereka dianggap lalai menengahi situasi, yang menyebabkan ribuan suporter masuk melebihi kapasitas.

Pemberitaan Britannica menyebut Kepala Polisi Yorkshire Inspektur David Duckenfield menjadi salah satu pihak yang bertanggung jawab. Ia menyetujui pembukaan gerbang C, sehingga kurang lebih 2.000 penggemar bisa masuk.

Meski area samping relatif kosong, mayoritas suporter rupanya bergerak menuju ke terowongan utama dan kandang 3 dan 4 yang sudah penuh sesak. Graham Mackrell menjadi satu-satunya pihak yang dihukum akibat insiden ini.

Berikut adalah rincian data mengenai tragedi di Hillsborough.

Lokasi Kejadian: Hillsborough, Sheffield, Inggris

Waktu Kejadian: 15 April 1989

Jumlah Korban Tewas: 96 orang

Pihak yang Dinyatakan Bersalah: Graham Mackrell (petugas keamanan stadion yang dinilai gagal menyediakan jumlah pintu memadai)

Sanksi: dikenai denda

Tragedi Dashrath Stadium

Ilustrasi Duka Cita (Freepik/Freepic.diller)

Bencana di Dasharath Stadium juga menjadi salah satu yang paling besar sepanjang sejarah. Insiden ini terjadi pada 1988 dalam duel perebutan Tribhuvan Challenge Shield 1988 antara Janakpur Cigarette Factory melawan kubu Bangladesh, Liberation Army.

Diramaikan oleh 30.000 suporter, tragedi tersebut menewaskan setidaknya 93 orang, dengan 100 orang mengalami luka-luka. Terlepas dari banyaknya kerugian, pemerintah memutuskan untuk tidak memberikan kompensasi kepada korban.

Menurut mereka, para suporter datang ke stadium berdasarkan pilihan sendiri, sehingga pemerintah tidak memainkan peran apapun dalam insiden nahas itu.

Berikut adalah rincian data mengenai tragedi di Dasharath Stadium.

Lokasi Kejadian: Dasharath Stadium, Kathmandu, Nepal

Waktu Kejadian: 12 Maret 1988

Jumlah Korban Tewas: 93 orang

Pihak yang Dinyatakam Bersalah: tak disebutkan, tetapi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Keshar Bahadur Bista serta Presiden All Nepal Football Association memutuskan mundur pasca kejadian

Sanksi: (tak disebutkan)

Tragedi Port Said Stadium

Ilustrasi Duka Cita (AP Photo/Sakchai Lalit)

Sebelum tragedi di Port Said Stadium pada 2012, insiden Mateo Flores National Stadium, Guatemala, sejatinya menelan lebih banyak korban jiwa. Dilaporkan 80 orang meninggal dalam kejadian nahas itu. Jumlah ini satu angka lebih banyak dari kejadian di Mesir.

Kendati demikian, kerusuhan Port Said layak dikategorikan sebagai salah satu yang paling mengerikan sepanjang sejarah. Pasalnya, suporter yang terlibat menggunakan pisau dan pedang, serta botol dan petasan sebagai senjata.

Menurut laporan, suasana di Port Said Stadium, yang menampilkan duel antara tim tuan rumah Al-Masry dan Al-Ahly asal Kairo, memang sudah panas sejak awal. Hal ini dipicu oleh gesekan pendukung dari masing-masing klub.

Kick off pun sempat ditunda selama tiga puluh menit demi mengantisipasi suporter yang sudah berada di lapangan. Atmosfer mencekam berlanjut selepas laga. Ribuan penonton menyerbu ke area pertandingan.

Akibat insiden itu, 79 orang meninggal dunia. Pejabat di kementerian kesehatan setempat, Hisham Sheha mengungkap kematian umumnya disebabkan oleh luka tusuk, pendarahan otak, serta gegar otak.

Berikut adalah rincian data mengenai tragedi di Port Said Stadium.

Lokasi Kejadian: Port Said Stadium, Port Said, Mesir

Waktu Kejadian: 1 Februari 2012

Jumlah Korban Tewas: 79 orang

Pihak yang Dinyatakam Bersalah: 73 pelaku kerusuhan

Sanksi: 21 orang dijatuhi hukuman mati pada 2013, sementara 52 sisanya kala itu dilaporkan masih berada di penjara

Infografis Ragam Tanggapan Tragedi Arema di Stadion Kanjuruhan. (Liputan6.com/Abdillah)